Hal: 1 dari 6
Tahun 2014
Hal: 2 dari 6
= Rata-rata umum
i
= Pengaruh taraf ke-i faktor N (Konsentrasi
NaOH)
j
= Pengaruh taraf ke-j faktor W (Waktu
pretreatment)
()ij
= Pengaruh intetaksi taraf ke-i faktor K dan
taraf ke-j faktor T
ijk
= Kesalahan (galat) percobaan ke-k dalam
kombinasi perlakuan ukuran serbuk pelepah
sawit i, dan suhu pretreatment j
Pada proses pembuatan BIOPELSA ada beberapa
proses yang dilakukan diantaranya mulai dari
pretreatment, hidrolisis, fermentasi hingga destilasi dan
dehidrasi, proses yang digunakan akan dijelaskan pada
Lampiran 1.
III.HASIL
3.1 Uji kadar lignin (metode klason, SNI 0492:2008)
Diketahui sebelumnya bahwa kadar lignin pelepah
sawit awal sebelum proses pretreatment adalah 18%.
Penentuan kadar lignin setelah pretreatment dapat
dihitung dengan rumus berikut :
L= A/B 100%
Dimana :
L: adalah kadar lignin dinyatakan dalam persen (%)
A: adalah endapan lignin dinyatakan dalam gram (g)
B: adalah berat contoh kering oven dinyatakan dalam
gram (g)
Tahun 2014
Tabel 2. Uji Kadar Lignin
Perlakuan
Berat
Berat
L
Simbol
A
B
(%)
(gram) (gram)
0,1698
1
16,84
F
N1W1
0,1587
1
15,74
E
N1W2
0,1543
1
15,42
D
N1W3
0,1438
1
14,35
C
N2W1
0,1321
1
13,22
B
N2W2
0,1211
1
12,15
A
N2W3
14,62
Rata-rata
0,162
BNT 5%
Keterangan:
- Setiap data merupakan rerata tiga kali ulangan
- Rerata yang didampingi huruf yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata (=0,05)
3.2 Uji kadar selulosa ( selulosa, SNI 0444:2009)
Diketahui sebelumnya bahwa kadar selulosa
pelepah sawit awal sebelum proses pretreatment adalah
34%. Penentuan kandungan selulosa alfa dihitung
menurut rumus sebagai berikut:
X=
100 6,85 (V2 - V1) N 20
25 1,5
Dimana :
X : adalah selulosa alfa, dinyatakan dalam persen (%)
V1: adalah volume titrasi blanko, dinyatakan dalam
mililiter (ml)
V2: adalah volume titrasi filtrat pelepah sawit,
dinyatakan dalam mililiter (ml)
N:adalah normalitas larutan Ferro Ammonium Sulfat
A: adalah volume titrat pelepah sawit yang dianalisa
dinyatakan dalam mililiter (ml)
W: adalah berat kering oven sampel TKKS pada
pengujian alfa selulosa dinyatakan dalam gram (g)
Tabel 3. Uji Kadar Selulosa
Perlakuan
(V2N
A
W
X
Sim
V1)
(ml (gram)
(%)
-bol
ml
)
25
1,5
36,04
a
N1W1 6,313 0,1
25
1,5
37,51
b
N1W2 6,273 0,1
25
1,5
39,5
c
N1W3 6,218 0,1
6,19
0,1
25
1,5
40,54
d
N2W1
25
1,5
41,74
e
N2W2 6,155 0,1
25
1,5
42,95
f
N2W3 6,123 0,1
39,71
Rata- rata
0,128
BNT 5%
Keterangan:
- Setiap data merupakan rerata tiga kali ulangan
- Rerata yang didampingi huruf yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata (=0,05)
3.3 Uji kadar hemiselolosa (selulosa gamma, SNI
0444;2009)
Diketahui sebelumnya bahwa kadar hemiselulosa
pelepah sawit awal sebelum proses pretreatment adalah
36%. Penentuan kandungan selulosa gamma dihitung
Hal: 3 dari 6
menurut rumus sebagai berikut:
Y=
6,85 (V4-V3) N 20
25W
Dimana :
Y : selulosa gamma, dinyatakan dalam persen (%)
V3 : volume tirtasi blanko pada pengujian alfa selulosa
(ml)
V4 :volume titrasi filtrat pelepah sawit setelah
pengendapan selulosa alfa (ml)
W : berat kering oven sampel pelepah sawit pada
pengujian alfa selulosa (g)
Tabel 4. Uji Hemiselulosa
Perla(V4N
A
W
X
Sim
kuan
V3)
(ml (gram)
(%)
bol
ml
)
25
1,5
35,48
f
N1W1 6,328 0,1
25
1,5
34,23
e
N1W2 6,362 0,1
25
1,5
34,09
d
N1W3 6,365 0,1
25
1,5
33,14
c
N2W1 6,394 0,1
25
1,5
32,07
b
N2W2 6,422 0,1
6,45
0,1
25
1,5
31,05
a
N2W3
33,33
Rata-rata
0,099
BNT 5%
Keterangan:
- Setiap data merupakan rerata tiga kali ulangan
- Rerata yang didampingi huruf yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata (=0,05)
IV. PEMBAHASAN
4.1 Pretreatment kandungan lignin pelepah sawit
Pemanasan larutan NaOH konsentrasi tinggi
dengan microwave membuat NaOH akan terurai
menjadi NaOH akan terurai menjadi Na+ dan OH-. Ion
hiroksil tersebut akan menyerang struktur bahan pelepah
sawit yang bersifat elektropositif [1]. Strutur pelepah
sawit yang diserang NaOH akan pecah dan diuapkan
oleh perlakuan panas dari microwave yang diduga
sebagai penyebab terjadinya loss massa bahan pelepah
sawit. Semakin lama waktu pretreatment yang
digunakan maka rendemen yang dihasilkan semakin
baik dengan larutan NaOH 1 Molar maupun dengan
larutan NaOH 2 Molar. Hal ini dikarenakan semakin
lama waktu yang digunakan, maka semakin banyak
senyawa volatile pada pelepah sawit yang hilang karena
menguap. Berikut ini adalah grafik pengaruh
pretreatment pelepah sawit dengan 6 kombinasi
perlakuan terhadap kadar lignin pelepah sawit pada
Gambar 1.
Tahun 2014
Hal: 4 dari 6
Dari Gambar 2. diatas dapat dilihat bahwa kadar
selulosa hasil pretreatment dengan konsentasi NaOH
lebih tinggi dan waktu pretretment yang lebih lama
menghasilkan peningkatan selulosa lebih besar. Dimana
dari 6 kombinasi diperoleh perlakuan terbaik pada
kombinasi N2W3 yaitu pretreatment dengan NaOH 2M
dan waktu pretreatment 30 menit dengan kadar selulosa
42,95% dimana dengan kadar selulosa awal pelepah
sawit sebelum proses pretreatment yakni 34%, maka
kombinasi N2W3 dapat meningkatkan kadar selulosa
8,95%. Berdasarkan analisis ragam (ANNOVA)
Lampiran 3, F hitung perlakuan dan interaksi
perlakuan lebih besar lari F tabel 1% sehingga
perlakuan dan interaksi perlakuan berbeda sangat nyata.
Selanjutnya interaksi perlakuan dillakukan uji lanjut
menggunakan uji BNT 5% Lampiran 3. Berdasarkan
uji BNT tersebut dihasilkan simbol/huruf yang berbeda
sehingga dapat disimpulkan perlakuan N1W1 berbeda
nyata dengan perlakuan N1W2, N1W3, N2W1, N2W2,
N2W3 serta sebaliknya.
4.3 Pretreatment kandungan hemiselulosa pelepah
sawit
Tahun 2014
kadar hemiselulosa 31,056% dimana dengan kadar
selulosa awal pelepah sawit sebelum proses
pretreatment yakni 36%, maka kombinasi N2W3 dapat
menurunkan kadar hemiselulosa 4,944%. Berdasarkan
analisis ragam (ANNOVA) Lampiran 4, F hitung
perlakuan dan interaksi perlakuan lebih besar lari F
tabel 1% sehingga perlakuan dan interaksi perlakuan
berbeda sangat nyata. Selanjutnya interaksi perlakuan
dillakukan uji lanjut menggunakan uji BNT 5%
Lampiran 4. Berdasarkan uji BNT tersebut dihasilkan
simbol/huruf yang berbeda sehingga dapat disimpulkan
perlakuan N1W1 berbeda nyata dengan perlakuan
N1W2, N1W3, N2W1, N2W2, N2W3 serta sebaliknya.
Hidrolisis
Setelah dilakukan proses pretreatment maka
proses penelitian selanjutnya yang akan digunakan
adalah proses hidrolisis untuk menghasilkan glukosa.
Proses hidrolisis yang digunakan yakni hidrolisis
enzimatis karena jika dibandingkan hidrolisisi asam,
hidrolisis ini dapat menurunkan resiko korosi pada alat
serta mengurangi kehilangan energi pada bahan bakar
produksi [9]. Pada peneitian ini digunakan analisa
secara deskriptif. Pada penelitian yang telah dilakukan
oleh (Sitorus, 2011), pada proses pretretment TKKS
untuk pembuatan bioetanol yang dihasilkan kandungn
selulosa sebesar 44,54% yang tidak jauh berbeda
dengan selulosa hasil pretreatment pelepah sawit, yakni
42,95%. Pada penelitian tersebut juga dilakukan 2
macam proses hidrolisis, yakni hidrolisis dengan enzim
selobiase dan hidrolisis kombinasi enzim selulose dan
enzim selobiase. Pada proses hidrolisis menggunakan
enzim selobiase denga pH 5, waktu 45jam dan suhu
500C, dihasilkan glukosa 6,808%. Sedangkan proses
hidrolisis dengan kombinasi enzim selulose dan
selobiase dengan perbandingan 2:1, pH5, suhu 370C,
dihasilkan glukosa 13,693%. Sehingga pada penelitian
hidrolisis pelepah sawit hasil pretreatment akan
menggunakan proses hidrolisis dengan kombinasi enzim
selulose dan selobiase untuk menghasilkan kadar
glukosa 13%.
4.4
Hal: 5 dari 6
penelitian (Hidayat, 2009) etanol yang telah didestilasi
mempunyai kadar 91 92 %. Peningkatan kemurnian
etanol dapat dicapai dengan cara dehidrasi sehingga
mencapai kemurnian 99,7 %. Etanol tersebut sudah siap
digunakan sebagai bahan bakar baik sebagai bahan
bakar murni maupun pengoplos bensin dan juga sebagai
bahan bakar kompor.
V. KESIMPULAN
Pada penelitian yang teah dilakukan pada proses
pretreatment BIOPELSA (Bioetanol Pelapah Sawit)
yang telah dilakukan, pada proses pretreatment
menggunakan 2 faktor yaitu konsentasi NaOH dan
waktu pretreatment, dimana konsentrasi NaOH (N)
terdiri dari dua level yakni (1M dan 2M) dan waktu
pretreatment (W) terdiri dari tiga level (30 menit, 60
menit, 90 menit). Dari 6 kombinasi dua faktor tersebut
didapatkan perlakuan terbaik untuk menurunkan kadar
lignin dan hemiselulosa, serta untuk meningkatkan
kadar selulosa, yakni pada kombinasi N2W3 (NaOH
2M dan waktu pretreatment 90 menit). Dimana
dihasilkan kadar lignin 12,15%, selulosa 42,95% dan
hemiselulosa 31,056%. Hasil tersebut kemudian
dihidrolisis dengan kombinasi enzim selulose dan
selobiase untuk menghasilkan glukosa 13%, kemudian
difermentasi dengan fermentasi S.cerevisiae untuk
menghasilkan etanol 12-15%. Destilasi dilakukan untuk
meningkatkan etanol menjadi 91-92%. Sedangkan
dehidrasi untuk mendapatkan etanol 99,7%. Dari hasil
tersebut, bahan pelepah sawit sangat potensial dijadikan
bahan baku pembuatan bioetanol, karena selain bahan
baku yang melimpah, juga dapat menghasilkan
presentase etanol yang tinggi. Sehingga etanol tersebut
sudah siap digunakan sebagai bahan bakar murni
maupun pengoplos bensin dan juga sebagai bahan bakar
kompor.
REFERENSI
[1]Agung, Nugroho C.P. 2009. Sintesis, Karakteristik
dan Aplikasi Chitosan Modified Carboxymethyl
(CS-MCM) Sebagai Agen Peerbaikan Mutu Kertas
Daur Ulang. Solo: UNS
[2]Aryafatta. 2008. Eksplorasi Limbah Perkebunan
Sawit. Universitas Sumatra:1
[3]Awatashi, M. 2013. Bioethanol Production Throug
Water
Hiyacint
Eichornia
Crassipes
Via
Potimization of The Pretreatment Condition. Vol.3 :
42-46
[4]Darmoko. 1992. Potensi Pemanfaatan Limbah
Lignoselulosa Kelapa Sawit Melalui Biokonversi,
Berita Pen. Perkeb.2. Hal: 85-97
[5]Erdei, Barbola., Barta Z., Sipos B. 2010. Ethanol
Producton from Mixtures of Wheat Straw and Wheat
Meal. Biotehnology for Biofuel. 3:16
[6]Hidayat, Rina. 2009. Pemanfaatan Tandan Kosong
Kelapa Sawit Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan
Bakar Masa Depan Yang Ramah Lingkungan.
Bogor: IPB
Tahun 2014
[7]Kardono, L. 2010. Teknologi Pembuatan Bioetanol
Berbasis Lignoselulosa Tumbuhan Tropis Untuk
Produksi Biogasioline, Serpong: Lembaga Peneliti
Indonesia (Lipi)
[8]Sahmadi. 2006. Potensi Pelepah Daun Kelapa Sawit
Sebagai
Pakan
Ternak.
http://Dunia
Peternakan.Wodpress.com :13:05
[9]Singh, DP and Trivedi RK. 2013. Acid and Alkaline
Pretreatment of lignosellulosic Biomass to Produce
Ethanol As Biofuel. Internasional Journal of
Chemtech. Vol. 5, N(2): 727-734
[10]Sitorus, Rudi Surya. 2011. Pretreatment dan
Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Dengan Metode Steaming dan Enzimatik. Depok:
FT Ui
[11]Trisanti, Anindyawati. 2009. Prospek Enzim dan
Limbah Lignoselulosa Untuk Produksi Bioetanol.
Vol.43: 49-56
[12]Warsa, I Wayan., Faudzia Septriyani dan Camila
Lisna, Bioetanol Dari Bonggol Pohon Pisang.
Jurnal Teknik Kimia.,vol 8, hlm.37, 2013
[13]Wheals AE, Bsso LC. Alves DMG. 1999. Fuel
Ethanol After 25 Years. Treand Bioethanol. 12. 482487
[14]Yitzhak, Hadar. 2013. Sources for Lignocellulosic
Rawa Materials for the production of ethanol. Springer
Verlag Berlin Heidelberg. 2: 1-13
Hal: 6 dari 6