Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh
dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratori, terutama pneumoia.1
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/ bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain
(aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan
penting adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali
dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakerial dengan pneumonia viral.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat,
batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan
radiologis.1
Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri
umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta-laktam. Di lain pihak,
terdapat pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal sebagai
pneumonia atipik. Pnemonia atipik terutama disebbakan oleh Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae.

Berdasarkan tempat terjadnya infeksi, dikenal dua bentuk

pneumonia, yaitu; 1. Pneumonia masyarakat, 2. Pneumonia RS. Oleh kerana tingginya


mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak, diharapkan dengan pembuatan referat ini
dapat membantu masyarakat untuk dapat mengenali gejala pneumonia serta penangananya
dengan harapan angka mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak dapat menurun.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI PARU-PARU
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau
konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura.
Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar)
yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.2

Gambar 1. Anatomi paru-paru

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada
paru-paru kanan

adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus

medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan
fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg
dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah
yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus
segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dengann percabangan bronchi
segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi
subsegmen-subsegmen.2

Gambar 2. Anatomi paru-paru

DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru; walaupun banyak pihak
yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga
didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu
definisi klinis klasik menyatakan pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai
dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah, dengan gambaran infiltrat pada foto rontgen
toraks. Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya lebih kurang sama.
Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi paru karena proses
infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non-infeksi. Namun hal inipun tidak
sepenuhnya ditaati oleh para ahli.3
3

ETIOLOGI
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengoatan. Spektrum mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus gurp B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.1
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri virus. (Tabel 1) Terdapat berbagai faktor resiko yang
menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang.
Faktor resiko tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi
vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya
pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).1

Tabel 1. Etiologi pneumoni pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju1
USIA

ETIOLOGI YANG SERING


Bakteri
E. colli
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes

Lahir 20 hari

3 minggu -3 bulan

Bakteri
Chalmydia trachomatis
Streptococcus pneumonia
Virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus parainfluenza 1,2,3

ETIOLOGI YANG JARANG


Bakteri
Bakteri an aerob
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Streptococcus group D
Ureaplasma urealyctims
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri
Bordetella pertussis
Haemophilus influenza tipe B
Moraxella cathralis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyctims
Virus
Virus sitomegalo
4

4 bulan 5 tahun

Bakteri
Chalmydia trachomatis
Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
Virus Rino
Bakteri
Chalmydia trachomatis
Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia

5 tahun- remaja

Bakteri
Haemophilus influenza tipe B
Moraxella cathralis
Staphylococcus aureus
Neisseria meningitidis
Virus
Virus varisela-Zoster

Bakteri
Haemophilus influenza tipe B
Legionella
Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster

Tabel 2. Dugaan bakteri penyebab pneumonia3


Dugaan kuman penyebab

Pneumonia tanpa

Pneumonia dengan komplikasi


Efusi pleura
Abses paru
++
+

Streptococcus pneumoniae

komplikasi
++++

Haemophilus influenzae

++

++

Streptococcus group A

++

Flora mulut

+++

++++

Staphylococcus aureus

++

++

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta
anak balita meningal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional 2001, 27% kematian bayi, 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.1

PATOFISIOLOGI
5

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran


respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hapatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis
yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris
menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru
yang tidak terkena akan tetap normal.1
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,
sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri
tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri
lain. Infeksi streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapang paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau
remaja dapat berupa konsolidasi pada saru lobus (pneumonia lobaris). Pneumatokel atau
abses-abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi
kecil, karena Staphylococcus aureus menghasilakan berbagai toksin dan enzim seperti
hemolisis, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan
nekrosis, pendarahan, dan kavitas. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan
menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi
eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.
Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang
serius. Pneumatokel dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan
terapi lebih lanjut.1

FAKTOR RESIKO
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan
imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc (Zn), dan faktor
lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk IRBA. Pada keadaan malnutrisi
selain terjadinya penurunan imunitas seluler, defisiensi Zn merupakan hal utama sebagai
faktor risiko pneumonia. Penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa pemberian vitamin A

pada anak dapat menurunkan risiko kematian karena pneumonia. Kejadian IRBA meningkat
pada anak dengan riwayat merokok atau perokok pasif.4-6
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat sekunder dari viremia / bakteremia atau penyebaran dari infeksi intraabdomen. Dalam
keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal dalam
keadaan steril. Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme:7,8

Filtrasi partikel di hidung


Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan ke arah kranial oleh selimut mukosilier
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan.

MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yan gberat, mengancam
kehidupan, dan mungkinkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.1
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yag luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu,
kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik
penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.1

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:1

Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang

ditemukan gejala infeksi ekstrapulmuner


Gejala gangguan respiratori untuk batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas

melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.1
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak nafas.
Pada bayi, gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak besar kadang
mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah.2
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.4
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif),
nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai
adanya nafas cuping hidung.9
Pada auskultasi, dapa terdengar suara pernapasan menurun. Fine creackles (ronki
basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada
anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun,
dan terdengar fine creakles (ronkhi basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada; bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring
ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.9

DIAGNOSIS
Pneumonia pada anak umunya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat
8

adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori berikut:
takipnea, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara nafas melemah. Tanda bahaya
pada anak:1,10

Usia 2 bulan 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,

dan gizi buruk


Tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.

Berikut adalah kalsifikasi pneumonia berdasarkan pedoman diagnosis dari WHO


Usia 2 bulan 5 tahun
Pneumonia berat:
o Bila ada sesak nafas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
o Bila tidak ada sesak nafas
o Ada nafas cepat dengan laju nafas:
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40x/menit untuk anak >1-5 tahun
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
o Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simtomatis seperti penurun panas


Bayi berusia < 2 bulan
Pada bayi dibawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah
terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok ini adalah sebagai berikut:

Pneumonia
o Bila ada nafas cepat (>60x/menit) atau sesak nafas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
o Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.9,10

Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan


pemeriksaan mikrobiologik. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari
segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat
diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus. Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama
berdasarkan manifestasi klinis, dibantu pemeriksaan penunjang lain.11
Tanpa pemeriksaan mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan
kuman penyebab; bakteri, virus, atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih sering mengenai
bayi dan balita dibanding anak yang lebih besar. Pneumonia bakterial biasanya timbul
mendadak, pasien tampak toksik, demam tinggi disertai menggigil, dan sesak memburuk
dengan cepat. Pneumonia viral biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat,
demam tidak tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi virus biasanya
melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus). Semakin banyak organ
tersebut terlibat makin besar kemungkinan virus sebagai penyebabnya. Pneumonia bakterial
bersifat khas yaitu hanya organ paru yang terkena.12
Tabel 3 dapat membantu dalam membedakan kuman penyebab pneumonia:
Tabel 3. Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia
PEMERIKSAAN
Anamnesis
Umur
Awitan
Sakit serumah
Batuk
Gejala
penyerta
Fisis
Keadaan
umum
Demam
Auskultasi

BAKTERI

VIRUS

MIKOPLASMA

Berapapun, bayi
Mendadak
Tidak
Produktif
Toksik

Berapapun
Perlahan
Ya, bersamaan
Non produktif
Mialgia, ruam,
organ bermukosa

Usia sekolah
Tidak nyata
Ya, berseling
Kering
Nyeri kepala, otot,
tenggorok

Klinis > temuan

Klinis < temuan

Klinis < temuan

Umumnya > 390C


Ronkhi kadangkadang tidak
terdengar suara
napas melemah

Umumnya <390C
Ronkhi bilateral,
difus, mengi

Umumnya <390C
Ronkhi unilateral,
mengi

DIAGNOSIS BANDING
10

Bronkiolitis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti pilek ringan,
batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak
napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi,
muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik pada anak
yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan
suhu diatas 38,5 derajad celcius. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan
faringitis. Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan
menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang
dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan
retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru.
sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi
berusia 6 minggu.13
Pada rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat, tetapi gambaran
ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.
Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret
pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar dan peningkatan
diameter antero-posterior.13
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian
oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian
suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi.
Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti-inflamasi seperti kortikosteroid, antiviral
seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline, atau
humanized RSV monoclonal antibody (palivizumab).13
Bronkitis
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama
dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa terapi
dalam 2 minggu. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal.
Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki, suara
napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu kombinasi. Hasil pemeriksaan
radiologis biasanya normal atau didapatkan peningkatan corakan bronkial. Pada umumnya,
11

gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3
minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri
sekunder.13

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pneumonia terutama didasarkan gejala klinis, sedangkan pemeriksaan foto
rontgen toraks perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, selain untuk melihat luasnya kelainan
patologi secara lebih akurat. Foto torak antero proterior (AP) dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya
komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, dan efusi pleura. Infiltrat tersebar
paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi
pada pneumonia karena H. influenzae dan S. aureus, tapi jarang pada pneumonia S.
pneumoniae. Adanya gambaran pneumatokel pada foto toraks mengarahkan dugaan ke S.
aureus. Kecurigaan ke arah infeksi S. aureus apabila pada foto rontgen dijumpai adanya
gambaran pneumatokel dan usia pasien di bawah 1 tahun. Foto rontgen toraks umumnya akan
normal kembali dalam 3-4 minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang secara rutin
kecuali jika ada pneumatokel, abses, efusi pleura, pneumotoraks atau komplikasi lain. 8
Sebagaimana manifestasi klinis, demikian pula pemeriksaan radiologis tidak menunjukkan
perbedaan nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Apabila dijumpai adanya gambaran
butterfly di sekitar jantung /parakardial maka kemungkinan infeksi oleh virus.1
Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan
leukosit dalam batas normal ataus sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia ( >5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (< 3.000/
mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan
bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chalmydia
pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofiilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat
dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif
lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap
darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan
LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.1
12

C- Reactive Protein (CRP)


CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama
inteleukin (IL) -6, IL-1, dan TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi
bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.1
Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya
infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen
(paired sera).1
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
bakteri atipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan
Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3,
Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan antibodi IGM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.1

Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi
pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah,
cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakteremia sangat
rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 1013

30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan remaja, spesimen untuk
pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan gram maupun
untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25
lekosit dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan
pemebesaran kecil. Spesimen dari nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen
bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri nasofaring.1
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan klamidia, oleh karena itu
tidak rutin dianjurkan. Pemeriksaan PRC memerlukan laboratorium yang canggih, disamping
itu selalu tersedia, hasil PRC positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis.1
Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
Instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Posisi lateral tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada anak. Foto
AP lateral hanya dilakuakan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distress pernapasan.1
Gambaran foto rongen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi
pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama lobus atas. Bila ditemukan di
paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan prediktor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.1
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada
pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan
berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran retikonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh infeksi mikoplasma. Demikian pula bila terlihat gambaran
perkabutan atau ground glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena
infiltrat intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi mikoplasma.1

TATALAKSANA
14

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.indikasi perawatan
terutama berdasarkan terat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mu
makan/minum,

atau

ada

penyakit

dasar

yang

lina,

komplikasi

dan

terutama

mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.1
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula
darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A
tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, kompilasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.1
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan
karena tidak tersedianya uji mikroniologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien
serta faktor epidemiologis (tabel 4).1
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotika lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat
diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian
multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian
amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis
amoksisilin yang diberikan 25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP20mg/kgBB sulfametoksazol).1
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S.pneumoniae dan bakteri atipik.1
Pneumonia Rawat Inap

15

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam


atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta laktam dan
kolramfenikol dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin,
sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10
hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol
mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.1
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta
laktam/klavulonat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan
sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.1
Pada balita dan anak lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik
beta-laktam/klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberika beta laktam/klavulanat
dikombinasikan dengna makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila
pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral
dan berobat jalan.1
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta
laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.1

Tabel 4. Tatalaksana pneumonia menurut etiologinya


Pathogen
Streptococcus
pneumonia
Streptococcus grup A
Streptococcus grup B
Haemophilus
influenza tipe B

Bakteri aerob gram


negative

Rekomendasi terapi

Terapi alternative

Seftriakson, sefoktaksim,
penisilin G atau penisilin V

Sefuroksimaxetil,
eritromisin, klindamisin,
atau vaksomisin.

Penisilin G

Sefuroksimaxetil,
eritromisin, sefuroksim

Penisilin G
Seftriekson, sefotaksim,
ampisilin-sulbaktam, atau
ampisilin

Sefuroksimaxetil,,sefuroksi
m

Sefotaksim dengan ataupun


tanpa aminoglikosida

Piperacilin-tazobactam
ditambah sediaan
16

aminoglikosid
p. aeroginosa

Seftazidim dengan ataupun


tanpa aminoglikosida

Piperacillin-tazobactam
ditambah sediaan
aminoglikosida

Staphylococcus aureus Nafsilin, sefazolin,


klindamisin (untuk MRSA)

Vankomisin (untuk MRSA)

Chel,ydophilis
pneumonia

Eritromisin, azitromisin atau


klaritomisin

Doksisiklin (<9 tahun),


florokuinolon (>18 tahun)

Chalmydia
trachomatis

Eritromisin, azitromisin,
atau klaritomisin

Herpes simplex virus

Asiklovir

Tabel 5. Etiologi dan Terapi Antimikroba Empiris untuk Pneumonia pada Pasien Tanpa
Riwayat Terapi Antibiotik14
Kategori
usia

Patogen yang
umum
terjadi*
(Urutan
sesuai dengan
frekuensi)

Pasien rawat
jalan**
(dengan
total
perawatan
selama 7-10
hari)

Neonatus (<1
bulan)

Streptokpkus
Grup B,
Escherichia
coli, bakteri
gram negatif
lainnya,
Streptococuc
pneumoniae,
Haemophilus
influenzae
(tipe b,$
Nontypable)

Sebaiknya
tidak
dilakukan
perawatan
sebagai
pasien rawat
jalan

Respiratory
syncial virus,
virus
respiratorik

Tidak
disarankan
untuk
melakukan

1-3 bulan
Pneumonia
dengan
demam

Pasien yang
Pasien yang
membutuhka membutuhka
n rawat
n perawatan
inap***
intensif****
(dengan total (dengan total
perawatan
perawatan
selama 10-14 selama 10-14
hari)
hari)
Ampisilin +
Ampisilin +
sefotaksim
sefotaksim
atau
atau
aminoglikosid aminoglikosid
ditambah
ditambah
preparat
preparat
antistafilokoku antistafilokoku
s apabila
s apabila
dicurigai
dicurigai
adanya infeksi adanya infeksi
Staphylococus Staphylococus
aureus
aureus
Sefuroksim
atau
sefotaksim
atau

Sefotaksim
atau
seftriakson
ditambah
17

Pneumonia
afebril

3-12 bulan

12-60 bulan

lainnya
(parainfluenza
virus,
influenza
virus,
adenoviruses),
S.pneumoniae,
H.influenzae
(tipe b,$
nontypable)
Chlamydia
trachomatis,
Mycoplasma
hominis,
Urealyticum,
sitomegaloviru
s

Respiratory
syncytial
virus, virus
respiratorik
lainnya (virus
parainfluenza,
influenza
virus,
adenovirus),
S.pneumoniae,
H.influenzae
(tipe b,$
nontypable),
C.trachomatis,
Mycoplasma
pneumoniae,
Streptokokus
grup A.
Virus saluran
respiratori
(virus
parainfluenza,
influenzavirus,
adenovirus),

rawat jalan
pada
perawatan
awal

seftriakson
ditambah
dengan
nafsilin atau
oksasilin

dengan
preparat
nafsilin atau
oksasilin

Eritromisin,
azitromisin,
atau
klaritromisin,
dengan
pemantauan
ketat

Eritromisin,
azitromisin,
atau
klaritromisin

Amoksisilin,
eritromisin,
azitromisin,
atau
klaritromisin

Ampisilin atau
sefuroksim

Eritromisin,
azitromisin,
atau
klaritromisin
plus
sefotaksim
atau
seftriakson
plus nafcillin
atau oksasilin
Sefuroksim
atau
seftriakson
ditambah
eritromisin
atau
klaritromisin

Amoksisilin,
eritromisin,
azitromisin,
atau
klaritromisin

Ampisilin atau
sefuroksim

Sefuroksim
atau
seftriakson
ditambah
eritromisin,
azitromisin
18

5-18 tahun

>18 tahun $

S.pneumoniae,
H.influenzae
(tibe b,$
nontypable),
M.pneumoniae
,
Chlamydophil
a pneumoniae,
S.aureusn
group A
sterptococci
M.pneumoniae Eritromisin,
,
azitromisin,
S.pneumoniae,
atau
C.pneumoniae klaritromisin
, H.influenzae
(tibe b,$
nontypable),
influenzavirus,
adenovirus,
virus saluran
respiratori
lainnya
M.pneumoniae Eritromisin,
,
azitromisin,
S.pneumoniae, klaritromisin,
C.pneumoniae
doksisiklin,
, H.influenzae moxifloxacin
(tibe b,$
, gatifloxacin,
nontypable),
atau
influenzavirus, gemifloxacin
adenovirus,
Legionella
pneumophila

atau
klaritromisin

Eritromisin,
azitromisin,
atau
klaritromisin
dengan
ataupun tanpa
ditambahkan
preparat
sefuroksim
atau ampisilin

Sefuroksim
atau
seftriakson
ditambah
eritromisin
atau
klaritromisin

Moxifloxacin,
gatifloxacin,
levofloxacin,
atau
gemifloxacin,
atau
azitromisin
atau
klaritromisin
ditambah
sefotaksim,
seftriakson,
atau ampisilinsulbaktam

Sefotaksim,
seftriakson,
atau ampisilinsulbaktam
ditambah
azitromisin
atau
klaritromisin
atau
moxifloxacin,
gatifloxacin,
levofloxacin,
atau
gemifloxacin.

*Pneumonia berat akibat S.pneumoniae, S.aureus, streptokokus group A, H.influenza type b, or M.pneumoniae,
membutuhkan perawatan dirumah sakit khususnya perawatan intensif. Pemberian preparat antipseudomonas
harus ditambahkan apabila dicurigai adanya infeksi pseudomonas
**Pemberian preparat oral
***Pemberian preparat parenteral untuk pasien rawat inap kecuali untuk preparat makrolid (eritromisin,
azitromisin, dan klaritromisin), yang harus diberikan secara oral.
$
Infeksi H.influenza tipe b jarang ditemukan apabila sudah dilakukan imunitas universal untuk H.influenza tipe
b.

19

****Pemberian preparat Fluorokuinolon merupakan kontraindikasi pada anak berusia kurang dari 18 tahun,
wanita hamil, dan menyusui. Pemberian preparat tetrasiklin tidak dianjurkan pada anak kurang dari 9 tahun.

KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.1
Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi miokarditis yang cukup tinggi pada
seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang
fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.1

PROGNOSIS
Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh
sempurna, walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali
ke kondisi normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1
bulan atau dapat berulang. Pada kasus seperti ini keumgnkinan adanya penyakit lain yang
mendasari harus dinvestigasi lebih lanjut, seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan
hidroklorida keringat untuk penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobulin serum dan
determinasi sub kelas IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelaianan anatomis atau mencari
benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk refluks gastroeusofageal.14

PENCEGAHAN
Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak berusia 6
bulan- 18 tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun memiliki risiko tinggi
terjadinya komplikasi dari influenza yang dilemahkan dapat diberikan pada pasien 2-49
tahun. Beberapa vaksin trivalen telah memiliki lisensi untuk digunakan sejak berusia 6 bulan.
vaksinasi universal sejak masa kanak-kanak dengan vaksinasi H. Influenza tipe B
terkonjungasi dan S.pneumonia telah menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara

20

bermakna. Keparahan suatu infeksi RSV dapat dikurangi dengan menggunakan palivisumab
pada pasien yang beresiko tinggi.14
Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik dengan
bijaksana dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur pada bagian kepala
harus dinaikan setinggi 30-45 derajad pada pasien terintubasi untuk meminimalisasi risiko
aspirasi dan semua instrumen penghisap lendir dan cairan saline harus steril. Cuci tangan baik
sebelum dan setelah kontak dengan setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril
ketika menggunakan prosedur invasif sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan
infeksi nosokomial. Staf rumah sakit yang mengalami penyakit respiratori atau menjadi
pembawa penyakit tertentu seperti MRSA (methicillin-resisten S.aureus) harus mematuhi
kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi penyakit kepada pasien. Sterilisasi
peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin udara) dapat mencegah terjadinya
pneumonia Legionella.14
Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga
terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam
dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit
pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
pneumonia:
Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama
kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan
terkenanya infeksi selama kehamilan.
Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi,
sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena
ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi
sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri.
Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita
yang tidak mendapatkannya.

21

Memberikan imunisasi lengkap pada anak


Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang
memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri,
Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk
mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas
cepat/sesak napas.

Mengurangi polusi didalam dan diluar rumah


Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan
cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang
ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan
untuk terkena penyakit pneumonia.
Menjauhkan balita dari penderita batuk.
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan,
karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti
batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk
penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan
rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang
sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian
besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.1,10,14

22

BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru. kalsifikasi pneumonia
berdasarkan umur, yaitu pada usia kurang dari 2 bulan diklasifikasikan sebagai pneumonia
berat dan bukan pneumonia, pada usia 2 bulan sampai 5 tahun pneumonia diklasifikasikan
sebagai pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Penanganan pneumonia yaitu
pemberian oksigen, antibiotik serta pengobatan simptomatis. Pneumonia pada umumnya
dapat sembuh sempurna jika cepat terdiagnosa serta mendapatkan terapi yang adekuat

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N, Supriyanto B, setyanto D. Respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI;
2013
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Pechere JC. Pneumonia no single definition. Dalam: Community aquired pneumonia
in children. International Forum Series. Edisi pertama. Cambridge Medical
Publications, Wellingborough 1995.h.1-6.
4. Al-Eidan FA, McElnay JC, Scott MG, Kearney MP, Corrigan J, Mc Connell JB. Use
of a treatment protocol in the management of community acquiered lower respiratory
tract infection. J Antimicrob Chemother 2000; 45:387-94
5. Sazawal S, Black RE, Jalla S , Mazumdar S, Sinha A, Bhan MK. Zinc
supplementation reduces the incidenceof acute lower respiratory infections in infants
and preschool children: a double blind, controlled trial. Pediatrics 1998; 102:1-5.
6. Sampertegui F, Estrel B, Camaniero V, Betancourt V, Izurieta R, Ortiz W, dkk. The
beneficial effects of weekly low-dose vitamin A supplementation on acute lower
respiratory infections and diarrhea in Ecuadorian children. Pediatrics 1999; 104:1-7.
7. Arguedas AG, Stutman HR, Marks MI. Bacterial pneumonias. Dalam: Chernick V,
Kendig EL penyunting. Kendigs Disorders of the respiratory tract in children. Edisi
kelima. Saunders, Philadelphia 1990.h. 371-94.
8. Long SS. Pneumonia in older infants, children, and adolescents. Dalam: Schidlow
DV, Smith DS, penyunting. Hanley & Belfus, Philadelphia 1994.h.89-98.

24

9. Santoso M, Kurniadhi D, Tandean M, Oktavia E, Ciulianto R. Panduan kepanitraan


klinik pendidikan dokter. Jakarta: FK Ukrida; 2009
10. Yayasan penyantun anak asma Indonesia. Manajemen kasus respirologi anak dalam
praktek sehari-hari. Jakarta: YAPNAS SUDDHAPRANA; 2007
11. Carroll KC. Laboratory diagnosis of lower respiratory tract infections: controversy
and conundrums. J Clin Microbiol 2002; 40:3115-20.
12. Prober CG. Pneumonia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, eds. Nelson
textbook of pediatrics edisi ke-15. Saunders, Philadelphia 1996.h. 716-21.
13. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga; 2005
14. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier; 2014

25

Anda mungkin juga menyukai