Anda di halaman 1dari 12

Laporan Hasil Analisis Produk Jurnalistik -- Pelecehan Seksual Terhadap Anak

Posted by Iladiena Zulfa on 03.23 in Kuliah, UIN Jakarta

Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi nilai terstruktur Ujian Akhir


Semester Mata Kuliah Psikologi
Dosen Pembimbing : Artiarini Puspita Arwan, M.Psi

Oleh:
Iladiena Zulfa

(1113051000117)

Syahidah Azzahra

(1113051000174)

Martini

(1113051000120)

Jurnalistik 2B

Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun Akademik 2013-2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh


Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan kesempatan sehingga kami dapat
menyelesaikan tugasa Analisis Produk Jurnalistik dan Kaitannya dengan
Teori Psikologi yang membahas tentang Pelecehan Seksua terhadap Anak.
Tak lupa pula shalawat dan salam kita haturkan kepada Rasulullah SAW
yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh
petunjuk ini.
Kami yang bertanggung jawab atas tugas Analisis Produk
Jurnalistik dan Kaitannya dengan Teori Psikologi ini telah berusaha
semaksimal mungkin untuk membuat tugas ini dengan baik dan dengan
teliti. Sebelumnya kami mengucapkan banyak-banyak terimakasih
kepada:
1.

Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. selaku dosen pembimbing mata


kuliah Psikologi.
2.
Kedua orang tua kami yang mendukung kami secara moril maupun
materil dalam proses penyelesaian tugas ini.
3.
Semua teman-teman yang membantu kami ketika kesulitan dalam
proses penyelesaian tugas Analisis Produk Jurnalistik ini.
Kami berharap mendapat nilai yang memuaskan untuk mata
kuliah Psikologidalam pembuatan tugas Analisis Produk Jurnalistik dan
Kaitannya dengan Teori Psikologi ini. Mungkin hanya itu saja yang dapat
kami sampaikan. Jika ada kesalahan mohon dimaafkan dan dimaklumi
karena kami masih ada pada tahap pembelajaran.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Jakarta,

Penulis

Juni 2014

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar
Belakang

B.

Rumusan
Masalah

C.

Tujuan
Penulisan

D.

Metode
penulisan

E.

Sistematika
Penulisan
BAB
II
PERMASALAHAN
BAB
TEORI

III

BAB
PEMBAHASAN
BAB III

PENUTUP

a.

Kesimpulan

b.

Saran
DAFTAR
PUSTAKA

IV

ANALISIS

LANDASAN
DAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Menjadi orangtua di zaman modern seperti sekarang ini adalah sebuah
tantangan yang besar. Seiring berkembangnya teknologi dan komunikasi,
manusia semakin mudah untuk melakukan apapun, termasuk perbuatan
baik maupun perbuatan buruk. Pendidikan adalah hal terpenting yang
harus dimiliki setiap orang, terlebih bagi orangtua yang memiliki anak di
zaman ini. Perhatian dan pengawasan yang baik harus dimiliki setiap
orangtua, khususnya untuk ibu. Karena, ibu adalah orang yang
bertanggung jawab mendidik anaknya. Tetapi, peran ayah tidak kalah
penting untuk mendidik anaknya.
Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi
belakangan ini membuat resah para orangtua. Hal tersebut disebabkan
oleh kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, baik di lingkungan
rumah, maupun di lingkungan sekolah. Anak yang berumur di bawah lima
tahun berada pada tahap perkembangan dan proses belajar. Pada masa
itu, anak juga patuh dengan perkataan orang yang lebih tua. Masalahnya
di sini adalah, perkataan orang lain atau orang asing membuat anak
seperti terdoktrin dan terhasut untuk melakukan hal yang tidak baik.
Penyebab lain dari masalah ini adalah, pada zaman modern ini, banyak
orangtua yang terlalu sibuk bekerja, begitupun pada ibu. Ibu terlalu
menyerahkan anaknya kepada pengasuh. Padahal, peran ibu sangat
penting dalam menjaga, mendidik, merawat, memelihara dan mengawasi
anak.
Hal yang akan kami bahas dalam laporan ini adalah mengenai
pelecehan seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini terjadi. Hal ini
penting dibahas karena sebagai pembelajaran untuk para orangtua yang
agak kesulitan dalam menjaga anak, dan sebagai pembelajaran juga bagi
calon orang tua, untuk mengetahui bagaimana menjaga dan mengawasi
anak dengan baik.

B.

Rumusan Masalah?

1.

Apa itu pelecehan seksual terhadap anak?

2.

Mengapa terjadi pelecehan seksual terhadap anak?

3.
4.

Siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya pelecehan seksual


terhadap anak?
Dimana bisa terjadi pelecehan seksual terhadap anak?

5.

Bagaimana kondisi psikologis dan fisik anak yang mengalami pelecehan


seksual?

6.

Bagaimana cara mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap


anak?

C.
1.

Tujuan Penulisan
Memberitahu kepada orangtua bagaimana menjaga dan mengawasi
anak.

2.

Menigkatkan kepedulian masyarakat terhadap perkembangan anak.

3.

Menumbuhkan nilai-nilai spiritual yang kuat terhadap anak.

4.

Mewujudkan masyarakat yang tentram dan damai tanpa kekeraasan


seksual.

5.

Meningkatkan
keadilan.

D.

pengawasan

aparat

Negara

dalam

menegakkan

Metode Penelitian
Pada pembuatan laporan ini, metode yang kami gunakan dalam
mengumpulkan data adalah melalui buku-buku teori perkembangan
manusia, melalui internet, dan media massa seperti koran.

E.

Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bagian ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. PERMASALAHAN
Berisi mengenai permasalahan yang terdapat dalam produk jurnalistik.
BAB III. LANDASAN TEORI
Berisi mengenai teori mengenai kasus pelecehan seksual yang terjadi
pada anak.
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berisi mengenai analisis dan pembahasan mengenai kasus pelecehan
seksual yang terjadi pada anak dan kaitannya dengan teori psikologi.
BAB V. PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang sumber penulisan makalah

BAB II
PERMASALAHAN

Pada laporan ini, kami mengmbil kasus yang belakangan ini marak
terjadi, bersumber dari media online.

Bocah Disodomi
Ibu Korban: Kasus AK Bukan yang Pertama di JIS
Sabtu, 19 April 2014 18:26 WIB

Warta Kota/Adhy Kelana


Sejumlah murid Jakarta International School (JIS) terlihat cemas paca
kejadian tindak pelecehan seksual di sekolah yang lokasinya di kawasan
Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2014). Walau pun
pengamanan sekolah ini cukup ketat dengan 400 CCTV namun kasus
pelecehan seksual murid terjadi di sekolah bertaraf internasional ini.
(Warta Kota/Adhy Kelana)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TH, ibu AK, siswa TK yang menjadi
korban pelecehan seksual petugas kebersihan di toilet Jakarta
International School, menduga bahwa praktik asusila yang menimpa
anaknya bukan yang pertama.
TH mengaku menerima informasi adanya dugaan tindak asusila dari
beberapa orangtua/wali murid pada sebuah pertemuan di kawasan
Pondok Indah, Selasa (15/4/2014) silam. Hal ini disampaikan TH pada
jumpa pers di Jakarta, Sabtu (15/4/2014).
"Ada yang bilang anaknya suka menggambar orang dewasa pegang pisau.
Darah di mana-mana. Ada yang bilang anaknya ngaku pernah dicekik di
kamar mandi, bahkan diseret dari kelasnya. Bahkan ada yang datang ke
suami saya, bilang bahwa setahun lalu anak perempuannya (9) diperkosa

dan sekarang sudah pindah sekolah ke Bali," kata TH, didampingi kuasa
hukumnya, OC Kaligis.
Namun demikian, keesokan harinya, TH mengatakan, orangtua/wali murid
ini bungkam. Menurut TH, pihak JIS telah melarang mereka berbicara
kepada pers maupun polisi tanpa seizin sekolah.
"Saya bilang, kamu enggak usah takut. Jadi biar pun kamu bule, kamu
tetep dilindungi sama kayak saya (WNI)," kata TH.
Terkait informasi ini, pihak JIS belum memberikan klarifikasi. Kompas.com
telah melakukan konfirmasi ke Head of Communication Jakarta
International School Chisato Hara, namun belum ada tanggapan.
Saat ini, kasus pelecehan seksual terhadap AK telah ditangani polisi. Polisi
telah memeriksa 11 saksi. Dua di antaranya, Agun Iskandar dan Virgiawan
Amin alias Awan telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal
82 tentang Pencabulan Anak di Bawah Umur, dengan ancaman hukuman
15 tahun penjara.

BAB III
LANDASAN TEORI

Barker
(dalam
Huraerah,
2007),
mendefinisikan child
house merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan
emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat,
hukuman badan yang tak terkendali, degradasi, dan cemoohan permanen
atau kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk
lain yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya
disertai dengan tekanan psikologis atau fisik (OBarnett et.al., dalam
Matlin, 2008). Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang
spesifik. Perkosaan dapat didefinisikan sebagai penetrasi seksual tanpa
izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach, dkk dalam
Matllin, 2008).
Kekerasan seksual (sexual abuse) meliputi hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut, seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan dengan cara tidak wajar dan
atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan komersil, atau tujuan tertentu.

Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan


yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku (Tower,
2002) terdiri dari :
1.

Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah,
menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti
orangtua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam
pengertian incest.
Mayer (dalam Towe, 2002) menyebutkan kategori incest dalam keluarga
dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak.

Kategori pertama, sexual molestation (penganiayaan). Hal ini meliputi


interaksinoncoitus, petting, fondling, exhibition. dan voyeurism, semua hal
yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual.

Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau


hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada
penis), dan cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris).

Kategori terakhir yang paling fatal disebut forcible rape (perkosaan


secara paksa), meliputi kontak seksual, rasa takut, kekerasan, dan
ancaman menjadi sulit bagi korban.
Mayer mengatakan bahwa paling banyak ada dua kategori terakhir yang
menimbulkan trauma terberat bagi anak-anak, namun korban-korban
sebelumnya tidak mengatakan demikian. Mayer berpendapat derajat
trauma tergantung pada tipe dari kekerasan seksual, korban
dan survivor mengalami
hal
yang
sangat
berbeda. Survivor yang
mengalami perkosaan mungkin mengalami hal yang berbeda disbanding
korban yang diperkosa secara paksa.

2. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan
seksual yang dilakukan orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi
korban utamanya adalah anak-anak. Pedophiliadiartikan menyukai anakanak (deYoung dalam Tower, 2002). Pedetrasy merupakan hubungan
seksual antara pria dewaasa dengan anak laki-laki (Struve & Rush dalam
Tower, 2002)
Pornografi anak menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk
menghasilkan gambar, foto, slide, majalah fan buku (OBrien, Trivelpiece,
Pecora et al., dalam Tower, 2002). Biasanya ada tahapan yang terlihat
dalam melakukan kekerasan seksual. Kemungkinan pelaku mencoba
perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban menuruti
kekerasan alan berlanjut dan intensif, berupa:

1)

Nudity (dilakukan oleh orang dewasa).

2)

Disrobing (Orang dewasa membuka pakaian di depan anak).

3)

Genital Exposure (dilakukan oleh orang dewasa).

4)

Observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang


air).

5)

Mencium anak yang memakai pakaian dalam.

6)

Fondling (meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong.

7)

Masturbasi

8)

Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri).

9)

Cunnilingus (stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban atau
pelaku).

10) Digital penetration (pada anus atau rectum).


11) Penile penetration (pada vagina).
12) Digital penetration (pada vagina).
13) Penile penetration (pada anus atau rectum).
14) Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya,
paha, atau bokong korban) (Sgroi dalam Tower, 2002).

Efek Kekerasan Seksual


Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological
disorder yang disebut Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), semtomsimtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi,
emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
Beitcman et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami
kekerasan membutuhkan waktu satu hungga tiga tahun untuk terbuka
pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002) menggagas
empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
1.

Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual.
Sebagai anak, individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu
dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.

2.

Traumatic sexualization (trauma secara seksual)

Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang


mengalami kekerasan seksual cenderung menolak kekerasan seksual, dan
sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah
tangga. Finkelhor (dalam Towe, 2002) mencatat bahwa korban lebih
memilih pasangan sesame jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat
dipercaya.
3.

Powerlessness (merasa tidak berdaya)


Rasa takut menembus kehidupan korban, mimpi buruk, fobia, dan
kecemasan dialami korban desertai rasa sakit. Perasaan tidak berdaya
mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak
mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa
sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan
dorongan yang berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere
dalam Tower, 2002).

4.

Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu memiliki gambaran diri
yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan
dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol
dirinya Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa
korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban
lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk
menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha
menghindari memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl, dan Biebl dalam
Tower, 2002). Dampak yang diakibatkan peristiwa kekerasan tentu saja
mempengaruhi remaja secara psikologis, kognitif, emosi, sosial, dan
perilakunya. Menurut Maschi (2009), dampak yang ditimbulkan
mempengaruhi masa remaja hingga dewasa.

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam teori tersebut terdapat penjelasan bagaimana pemicu


terjadinya pelecehan seksual terhadap anak dan bagaimana kondisi
psikologis anak setelah mengalami kejadian tersebut. Kasus yang marak
terjadi adalah pelecehan yang melibatkan anak-anak, yang masih duduk
di bangku TK. Hal ini ironis sekali karena, hal ini juga disebabkan oleh
perkembangan teknologi dan komunikasi yang meudahkan pelaku untuk
melakukan tindakan tidak senonoh seperti itu.
Masa-masa TK adalah ketika perkembangan anak telah mencapai
masa kanak-kanak akhir. Pada masa tersebut, anak sudah bisa
menemukan dirinya, bisa menarik perhatian orang lain, selalu mengharap
pujian, selalu menentang, membantah dan selalu menuntut adanya

kebebasan. Kaitannya dengan kasus pelecehan seksual, yaitu pelecehan


seksual terjadi ketika anak mengalami tekanan atau paksaan dari oihak
pelaku, ditambah (mungkin) dengan adanya iming-iming tertentu dari si
pelaku, jika menuruti kemauan pelaku.
Berkaitan dengan hal tersebut, hendaknya orangtua mengayomi
anak dengan baik. Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat penting,
karena pribadi dan karakter seseorang terbentuk pada masa tersebut. Bila
pada masa tersebut terjadi kesalahan dalam pembentukan kepribadian
dan karakter, maka akibatnya bisa fatal.
Hal ini juga yang menunjukan bahwa kekerasan seksual yang terjadi
pada anak disebabkan oleh kurangnya pendidikan karakter yang diberikan
oleh orangtua. Pengawasan yang kurang juga menyebabkan hal itu
terjadi. Menyembuhkan dan mengembalikan kondisi psikologis anak yang
telah mengalami kejadian tersebut adalah tanggung jawab keluarga, juga
guru-guru yang mengajari anak di sekolah. Butuh waktu yang tidak
sebentar untuk menyembuhkan psikologis anak, karena hal seperti itu
tidak seharusnya terjadi pada anak. Anak yang masih berada dalam tahap
perkembangan awal.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Kehidupan manusis tidak terlepas dari perkembangan. Anak-anak
adalah masa awal perkembangan manusia yang pada masa itu
terbentuklah karakter dan kepribadian seseorang.
Pada masa modern seperti sekarang ini, banyak anak yang hidup
terbelenggu permasalahan sosial, seperti kasus pelecehan seksual anak,
yang marak akhir-akhir ini.
Padahal, anak adalah aset bagi masa depan bangsa. Menjadi kewajban
bersama untuk menciptakan generasi yang berkualitas baik. Untuk itu
peningkatan peran dan fungsi masing masing anggota keluarga. Terutama
orang tua dalam menciptakan suasana komunikasi dan interaksi yang
harmonis, didalam pengasuhan anak dan kehidupan berkeluarga sehari
hari.

B.

Saran
Ciptakan suasana komunikasi yang baik dalam keluarga.

Jaga dan awasi anak dengan baik, tanpa berlebihan atau posesif.
Tingkatkan pengamanan yang ada di lingkungan belajar anak.
Biarkan anak berekspresi dengan kemampuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Tanti Cristianti. Perkembangan Masa Kanak-kanak dan Masa Anak Awal.


Tanticristianti.wordpress.com
Repository.usu.ac.id/bitstream

Anda mungkin juga menyukai