Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk menjalankan
perintah-Nya. Hukum-hukum yang bertalian dengan pendekatan diri manusia pada
Tuhan-Nya seperti Shalat, zakat, puasa, haji yang disebut ibadah. Hal ini karena
ibadah merupakan sutau bentuk ketaqwaan seorang hamba kepada Tuhan-Nya. Hal ini
sesuai firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2): 21 yang artinya:
Hai manusia, sembahlahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelumnya agar kamu bertaqwa.
Ibadah bukanlah suatu perkara yang berada pada sisi kehidupan. Melainkan
masalah pertama yang diturunkan allah SWT dalam kitab-Nya. Rasul-nya diutus
untuk menyampaikan dakwah kepada manusia agar beribadah. Hal itu dikarenakan
untuk mengingatkan mereka apabila sedang lupa dalam melaksanakan suatu ibadah.
Maka dari itu saya makalah ini untuk menjelaskan arti penting ibadah bagi
kehidupan kita demi meluruskan pemahaman orang yang salah dalam mengartikan
suatu ibadah.

II.

RUMUSAN MASALAH
Pengertian dan ruang lingkung syariah
Pengertian Ibadah
Dasar hukum ibadah
Urgensi dan Prinsip Ibadah
Macam-macam Ibadah dan syariah
Pelaksanaan Ibadah (bersuci,Shalat,Zakat,Puasa, Haji)
Ibadah sebagai Realisasi Iman

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
III.

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkung Syariah
Syariah adalah segala ketentuan yang diberikan oleh Allah untuk hambahambanya melalui Nabi-Nya, baik yang berkenaan dengan pelaksanaan amal
(perbuatan) furuiyah (cabang) yang dituangkan dalam ilmu fiqih: atau yang
menyangkut keyakinan pokok yang dituangkan dalam ilmu Ushukuddin (pokok
agama).1
Secara etimologi, Syariah berarti jalan yang lurus (thariqah mustaqimah) yang
diisyaratkan dalam QS. al-Jatsiyah ayat 18. Atau jalan yang dilalui air untuk
diminum, atau juga tangga atau tempat naik yang bertingkat-tingkat. Sedangkan
makna terminology, Syariah mempunyai beberapa penegertian yang dikemukakan
oleh beberapa ahli sebagai berikut:
Al-Tahanawi dalam bukunya al-Kasysyaf Ishthilahat al-Funun menjelaskan
bahwa Syariah adalah hokum-hukum yang diadakan oleh Allah SWT. Yang
dibawa oleh satu Nabi-Nya, termasuk Nabi Muhammad, baik hukum yang
berkaitan dengan cara berbuat yang disebut dengan fariya atau amaliyah yang
untuknya dihimpun ilmu Fiqih, maupun yang berkaitan dengan kepercayaan yang
disebut dengan ashliyah atau itiqdiyah yang untuknya dihimpun Ilmu Kalam.
Sedang Muhammad Sallam Madkur dalam al-Madkhal li al-Fiqh al-Islami
menerangkan bahwa Syariah adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT

1 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm.85
1 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

melalui Rasul-Nya, agar mereka mentaati hukum itu atas dasar Iman, baik yang
berkaitan dengan akidah, amaliyah maupun akhlak.2
B. Pengertian Ibadah

Secra etmologis, ibadah berasal dari bahasa Arab, dari fiil madhi: abadayabudu-ibadatan, yang artinya, mengesakan, melayani, dan patuh.3
Term ibadah begitu akrab sebutannya dengan term Abd yang artinya hamba.
Mengingat tugas hamba Tuhan yang paling esensi adalah beribadah kepada
khaliknya.4
Ualama tauhid mengartikan ibadah dengan mengesakan Allah dan
mentadzimkan-Nya (mengagungkan-Nya) dengan sepenuh arti serat menundukan
dan merendahkan diri kepada-Nya.
Ulama akhlak mengartikan ibadah dengan beramal secara badaniyyah dan
menyelenggarakan segala syarat.
Menurut ulama tasawuf, ibadah adalah mengerjakan sesuatu yang berlawanan
dengan keinginan nafsunya, untuk membesarkan Tuhan-Nya.
Menurut ulama fiqih, ibadah adalah mengerjakan sesuatu untuk mencapai
keridloan Allah SWT.
Prof. Dr. Mahmud Syalthut mengartikan ibadah sebagai suatu perbuatan yang
dikerjakan kaum Muslimin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan serta
mengingat-ngingat keagungan-Nya, yang akan menjadi tanda bukti bagi keimanan
kepada Allah dan pengawasan diri serta menghadapkan hati sepenuhnya kepadaNya.5
Abu Ala Al-Mududi menyatakan bahwa ibadah dari akar Abd yang artinya
pelayan atau budak. Jadi hakikat ibadah adalah penghambaan dan perbudakan,
sedangkan secara terminologinya adalah usaha mengikuti hokum-hukum dan
aturan-aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan perintahNya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Indikasi ibadah adalah kesetiaan,
kepatuhan, penghormatan serta penghargaan kepada Allah SWT. Serta dilakukan
tanpa adanya batasan serta bentuk khas tertentu.
Ibadah merupakan bagian integral dari syariyah, apapun ibadah yang
dilakukan oleh manusia harus bersumber dari syariah Allah. Semua ibadah yang
tidak didasari oleh syariah berarti bidah, ibadah semacam ini tidak saja ditolak
tapi lebih dari itu, tindakan tersebut merupakan dosa.6
Apabila makna-makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli
diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa yang diberikan oleh satu golongan adalah
berpautan dengan pengertian yang diberikan oleh golongan yang lain dengan
tujuan saling menyempurnakan. Jelasnya tidak dipandang seorang mukallaf
setelah sempurna ibadahnya kalau hanya mengadakan ibadah dalam pengertian
fuqaha dan ahli ushul fiqh saja. Kiranya perlu ibadah disempurnakan sesuai
dengan yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, akhlak, dan tasawuf.
Kemudian apabila diperhatikan, maka beberapa definisi tadi akan terkandung
unsur pokok dalam ibadah:
1. Adanya perbuatan
2 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm. 277
3 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm. 86
4 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm. 278
5 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm. 86-87
6 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm. 279
2 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

2. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang Mukmin dan Muslim yang mukallaf.
3. Maksud dikerjakan perbuatan itu untuk mendekatkan diri kepada Allah
4. Sebagai perwujudan imari kepada-Nya.7

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, menyoroti ibadat dengan pandangan yang


dalam dan luas. Ia menempatkan maknanya pada anasir-anasir yang sederhana,
kemudian menampakan pada pangkal arti yang dekat dengan bahasa yaitu puncak
kepatuhan dan ketundukan-, baginya terdapat unsur baru yang mempunyai agama
(samawi), yaitu suatu unsur dimana peribadatan tidak terlahir secara benar
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah selain dengan mempergunakannya.
Hal yang dimaksud itu adalah unsur Al-Hubb (cinta). Tanpa memasukan unsur
ini , tidak akan ditemui ibadat, sebagaimana telah diciptakn Allah bagi makhluk
dan dengan cinta pula Allah mengutus rasul dan menurunkan kitab.
Ketika menjelaskan hal itu, di dalam risalahnya al-ubudiyyah, Ibnu Taimiyah
mengatakan: agama, mengandung arti tunduk dan merendah. Umpamanya
dikatakan, mendekatlah kepadanya maka ia mendekat; maksudnya rendahkan diri
kepadanya. Contoh lain dikatakan; mendekatlah kepada Allah, maka ia pun
mendekat kepada Allah; maksudnya ialah ia menyembah Allah, menaati, dan
tunduk kepada-Nya. Jadi, mendekatkan diri kepada Allah berarti beribadat,
menaati dan tunduk kepada-Nya.8

C. Dasar Hukum Ibadah

Menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah makhluk Allah SWT.


Yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada-Nya. Hal ini seperti firman
Allah SWT. Dalam QS. al-Dzariyat (51):56:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.
Dengan demikian, manusia itu diciptakan bukan sekedar untuk hidup
mendiami dunia ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya
pertanggungjawaban kepada penciptanya oleh Allah SWT. Untuk mengabdi
kepada-Nya. Hal ini dinyatakan dalam QS. al-Bayyinah (98):5:
padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus
Dari ayat tersebut kita dapat mengartikan bahwa manusia diciptakan bukan
sebagai unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya tanpa tujuan, tugas, dan
tanggung jawab. Akan tetapi penciptaannya melebihi penciptaan makhluk lainnya.
Hal ini tercermin dalam QS. al-Atin (95):4:
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaikbaiknya.
Pada hakikatnya manusia itu diperintahkan supaya mengabdi kepada Allah
SWT. Karena itu, tidak ada alasan baginya untuk mengabdikan kewajiban
beribadahnya kepada-Nya. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Baqarah (2):2:
Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan dan orang-orang
yang sebelumu agar kamu bertaqwa.
7 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm. 87
8 Yusuf qardhawi, konsep ibadah dalam islam, (Surabaya, central media, 1991), hlm.34
3 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

Manusia yang menyatakan dirinya sebagai Muslim dituntut untuk senantiasa


melaksanakan ibadah sebagai penandaan keikhlasan mengabdi diri kepada Allah
SWT. Tanpa adanya ketaatan ibadah berarti pengakuannya sebagai muslim
diragukan dan dipertanyakan. Jika ada kesenjangan antara pengakuan dan amal
ibadah, berarti ia belum memahami sepenuhnya konsepsi syariat tentang
kewajiban pengabdian diri kepada Allah SWT. Dan apabila manusia itu
melakukan penyimpangan pengabdian berarti akan merusak diri manusia itu
sendiri, bukan merusak dan berakibat kepada Allah SWT. Oleh karena itu beribah
atau tidaknya manusia kepada-Nya tidaklah mengurangi keagungan dan kesabaran
Allah SWT sebagai Rabb (pemelihara) bagi alam semesta.
Dalam syariat Islam diungkapkan bahwa tujuan akhir dari semua aktivitas
manusia adalah pengabdian kepada Allah SWT, sebab Allah SWT adalah wujud
yang kreatif yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini. Allah SWT
tidak membebankan makhluknya diluar kemampuan manusia itu sendiri.
Melaksanakan perintah Allah SWT itu saja sudah merupakan ibadah, karena tidak
satupun perintah-Nya yang tidak bernilai ibadah. Bahkan, menurut Islam, setiap
aktivitas manusia yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT bernilai ibadah.9
D. Urgensi dan Prinsip Ibadah

Dalam terminology Islam, prinsip-prinsip syariah dikenal dengan sebutan


mabadial-tasyri yang merupakan cita-cita yang menjadi dasar pokok dan
landasan bagi hokum Islam. Syariah yang dibebankan kepada manusia tidak
semata-mata untuk kepentingan Allah sendiri, melainkan syariah itu diberikan
untuk kemaslahatan hidup manusia. Ketaatan dan ketundukan manusia terhadap
syariah Allah tidak akan menambah keagungan dan kekuasaan-Nya, demikian
juga kedurhakaan dan keberpalingan manusia atas syariah-Nya tidak akan
mengurangi wibawa dan keagungan-Nya. Allah maha kaya dan maha sempurna
yang tidak butuh sesuatu apapun dari manusia. (QS. adz-Dzariyat:56-58).
Adapun prinsip-prinsip syariah Islam adalah sebagai berikut:
Pertama, semua tindakan termasuk ibadah harus berdasarkan pada al-tawhid
karena tauhid merupakan ciri utama agama samawi, yang mengajak manusia
untuk menyembah dan mengabdi kepada Allah semata dan menghilangkan segala
bentuk kemusyrikan (QS. ali-Imran:64).10
Kedua, ibadah kepada Allah harus dilakukan secara langsung tanpa perantara
seperti apa yang dilakukan orang-orang kafir dulu mereka menyembah Tuhan
dengan perantara berhala (QS. Luqman : 25) dengan perantara berhala dan patung
yang diangggap sebagai bentuk nenek moyangnya yang dianggap lebih dekat
denagn Allah SWT. Daripada tidak menggunakannya (QS. az-Zumar:3)
Ketiga, syariah dan ibadah yang dititahkan oleh Allah relevan dengan akal
manusia sehingga manusia dalam beribadah diharuskan menggunakan fungsi akal,
menginggat akal dapat memperoleh ketinggian dalam beribadah bahkan berakal
merupakan syarat kewajiban dalam beribadah (periksa QS. al-Baqaroh: 44, 76,
Yusuf: 2, Yasin: 62, al-Anfal: 22).11
Keempat, aktivitas ibadah merupakan penyempurnaan dari keimannannya,
sebab beriman tidak hanya pembenaran dalam hati, tetapi juga pengucapan dalam
9 Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, menyelami seluk-seluk ibadah dalam islam (Bogor,
Kencana, 2003), hlm. 139-141.
10 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm.281
11 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm.282-283

4 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

lisan, dan aktualisasi dalam perbuatan, karena itu semakin tinggi tingkat amaliyah
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat keimanannya.
Kelima, syariah dan ibadah dalam Islam merupakan media untuk pembersihan
jiwa, meningkatkan perbuatan baik, dan menahan perbuatan keji dan munkar.
Dengan begitu, segala bentuk ibdah dapat dijadikan sebagai perisai dan
pengontrol dari gejolak nafsu yang selalu ingin berbuat kejelekan. Lihat QS. surat
at-Taubah: 103, al-Maidah: 6
Keenam, pelaksanaan ibadah dalam syariah Allah pada hakikatnya merupakan
upaya menyeimbangkan kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi, kebutuhan
materil dan kebutuhan spirituil, yang masing-masing kebutuhan diletakan pada
proporsinya masing-masing. (QS. al-Qashash:77, ad-Dhuha: 4)12
E. Macam-macam Ibadah dan Syariah

Secara keseluruhan ibadah dibagi menjadi dua, ibadah khusus dan ibadah
umum. Ibadah khusus ialah upacara yang cara dan tata caranya ditentukan oleh
agama. Ibadah dalam arti umum ialah segala amal perbuatan yang titik tolaknya
adalah ikhlas, titik tujuannya adalah ridlo Allah SWT dan garis amalanya adalah
amal shalih.13
Ibadah dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, masing-masing bagian
mempunyai kriteria syariah sendiri.
a. Ibadah person
Suatu aktivitas yang pelaksanaannya tidak perlu melibatkan orang lain,
melankan semata-mata tergantung pada kesediaan yang bersangkutan sebagai
makhluk yang bebas, dan termasuk juaga dalam ibadah ini adalah amaliah
keagamaan yang bersifat ritus seperti shalat, puasa, dan sebagainya. Syariah
untuk model ini didasarkan atas kemaslahatan manusia, tetapi kemaslahatan
disini lebih bersifat spiritual yang subjektif dank arena itu tidak dapat diukur
dengan neraca objektif yang berlaku umum.
b. Ibadah Antarperson
Suatu amaliah yang pelaksanaannya tergantung pada prakarsa pihak yang
bersangkutan selaku hamba Allah SWT secara otonomi, tetapi berkaitan
dengan prakarsa pihak lain sebagai hamba Allah yang juga otonomi juga.
Syariah kategori amaliyah ini harus mengikuti aturan subjektif dan berdimensi
person juga aturan objektif yang berdimensi social. Misalnya pernikahan,
yang terdapat pada prakarsa bebas dari pihak laki-laki secara mutlak, tetapi
tanpa prakarsa yang sama dari pihak mempelai wanita tidaklah dapat
dilaksanakan (walaupun fikih memperbolehkannya, asal walinya sanggup
menanggung akibatnya).
c. Ibadah Sosial
Kegiatan interaktif antara seseorang individu dengan pihak lain yang dibarengi
denagan kesadaran diri sebagai hamba Allah SWT. Syariah dalam ibadah
model sosial harus bergantung pada kemaslahatan objektif dan rasional yang
sekurang-kurangnya memiliki dua syarat:
1) Persyaratan material, artinya kemaslahatan yang dimaksud harus memiliki
dugaan yang kuat untuk tidak terjadinya kerusakan (mudharat)
2) Persyaratan formal, artinya pertimbangan kemaslahatan melahirkan suatu
aturan yang mengikat bersifat objektif.
12 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm.284
13 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm. 88
5 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

Bentuk-bentuk ibadah adalah seperti hubungan ekonomi, politik, socialbudaya, keamanan, dan sebagainya baik bersifat regional, nasional, maupun
internasional.14
F. Pelaksanaan Ibadah

Ibadah merupakan bagian daripada syariah , yakni ibadah dalam arti khusus,
yaitu hubungan langsung antara hamba dengan Tuhan. Ibadah ini bisa
didefinisikan dengan upacara yang cara dan tata caranya lebih ditentukan dan
dijelaskan dalam al-Quan dan dirinci dalam sunah Rasul.
Dalam fiqih Islam, pembahasan ini biasanya meliputi: besrsuci, shalat, zakat,
puasa, dan haji
1. Bersuci
Bersuci dalam agama Islam berarti membersihkan diri, tempat dan pakaian
dari kotoran dari segi lahir dan batin. Bersih dari segi lahirnya adalah tidak
adanya kotoran dan najis yang terlihat, sedang dari segi batiniyah tidak adanya
kotoran dan najis secara hakiki, yakni najis yang terkena pakaian, tempat dan
badan itu tidak tampak, tidak terasa dan tidak berbau tetap harus dihilangkan
dengan aturan tertentu.15
2. Shalat
Shalat ialah ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbirat al-ihram dan
diakhiri salam dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Shalat diwajibkan
kepada semua orang Islam yang mukallaf (baligh dan berakal) dan suci, sehari
semalam lima kali.16
3. Zakat
Zakat ialah nama harta dan ukuran tertentu yang wajib diberikan kepada
golongan tertentu dan syarat-syarat yang telah ditentukan.17
4. Puasa
Puasa merupakan salah satu kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam.
puasa ialah menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh sejak terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari.18
5. Haji
Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang harus dilaksanakan oleh orangorang yang telah memenuhi syaratnya, yaitu beragam Islam, dewasa, berakal,
dan berkuasa. Syarat yang terakhir inilah yang menjadi persoalan penting.
Kuasa di sini adalah adanya beban, niat, transportasi, dan keamanan, baik
dalam perjalanan maupun keamanan diri, keluarga dan harta bendanya.19
G. Ibadah Sebagai Realisasi Iman

Sebagaimana diketahui, bahwa rukun iman itu ada enam, rukun yang pertama
adalah iman kepada Allah SWT. Adalah merupakan pokok dari rukun iman yang
sebelumnya, dan rukun iman secara keseluruhan menjadi asas dari ajaran Islam
secara keseluruhan. Dalam kaitan ini al-Maududi menyatakan bahwa dalam ajaran
14 Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta, Kencana, 2005), hlm.280
15 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm. 90
16 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm.96-97
17 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm.108
18 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm.115
19 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm.117
6 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

Muhammad SAW., percaya kepada Allah itu sangat penting dan prinsipil. Itulah
yang menjadi pusat nadi Islam dan sumber kekuasaan. Semua kepercayaan,
perintah dan undang-undang Islam berdiri atas dasar ini, dan semua mempunyai
keuatan dari sumber ini.
Hubungan antara iman dan ibadah, al-Maududi menerangkan lebih lanjut,
bagaikan pohon kayu dengan uratnya. Akar ada dalam tanah, tidak kelihatan. Iman
itu ada didalam hati, batin. Apakah seorang itu beriman atau tidak, kita tidak bisa
mengetahuinya. Bukti adanya akar adalah dengan adanya pohon yang berdri
tegak, cabang dan ranting yang seger, dan daun yang menghijau. Pernyataan
adanya iman adalah diamalkannya Islam secara penuh. Kurangnya iman dapat
mempengaruhi kurangnya ibadah. Hal yang demikian sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh al-Naway dan aliran salaf bahwa iman itu adalah keyakinan,
ucapan yang bisa bertambah dan berkurang. Kurang dan tambanya iaman adalah
sesuai dengan kadar perbuatan dan ucapan itu. Allah pun mengakui hal ini dalam
frman-Nya:
Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan
ketundukan. (QS. Al-Ahzab:2).
Demikian perumpamaan hubungan antara iman dan ibadah sebagai hubungan
antara akar dan pohon. Akar itu memungkinkan batang berdiri, ia tidak hanya
sekedar berdiri, tetapi kokoh tegak. Batang dengan cabang, dahan, ranting, daun,
bunga dan buah hanya mungkin terjadi karena makanan yang dihisap dan dikirim
oleh akar kepada bagian-bagian itu. Akar dan batang berjalin membentuk pohon.
Kurang salah satunya, pohon itu akan berhenti berjalin membentuk pohon. Ada
akar tetapi tidak ada batang, ia tidak akan berbuah karena pohon tidak berwujud.
Ada batang tidak ada akar, pohon itupun tidak berubah, karena ia tidak hidup, dan
tegaknya rapuh sekali, ditiup angina sedikit akan roboh. Bagaimana fitalnya
kedudukan akar dan batang, demikin pula mutlaknya kedudukan iman dan ibadah.
Kurang salah satunya, Islam tinggal namanya saja lagi pula tidak merupakan
realitas dalam kehidupan, karena ia tidak membuahkan amal.
Hubungan timbal balik antara iman dan ibadah, sebagaimana dikemukakan di
muka tadi akan membawa hubungan saling control dan kausal.
Rukun iman memberi pengetahuan kepada kita tentang Allah dan seterusnya,
maka apabila ibadah dijalankan secara kontinu akan menumpuk akan untuk
dihayati. Demikian dikatakan oleh M. Usman al-Muhammadi dalam bukunya
Ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa bahawa taat kepada Allah berarti taat kepada diri
sendiri yang sejati karena sifat-sifat manusia yang sejati inilah yang hendak
dibangkitkan oleh iman kepada Allah melalui syariah (ibadah dan muamalah).
Inilah yang dikehendaki dengan iman fungsional.
Demikian pula seorang tidak mungkin menjalankan ibadah tanpa dilandasi
iman. Beberapa missal dapat dikemukakan sebagai berikut:
Kita menjauhi perkataan keji, bohong dan lain sebagainya karena kita ingat,
bahwa ucapan itu dilarang oleh Allah, oleh karena itu kita harus berkata baik, jujur
dan sebagainya karena hal itu diperintah-Nya.
Menjalankan sholat umpamanya, suatu kewajiban utama setelah kita
mengikrarkan diri dan bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, tidak mungkin dilaksanakannya secara
berulang-ulang dan dilaksanakan secara sempurna kalau tidak dilandasi dengan
iman dan percaya bahwa itu perintah Allah, Dzat yang Mahakuasa dan berhak
7 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

disembah, serta amal tersebut akan mendapat balasan dari Allah SWT. Kelak di
akhirat.
Puasa pun demikian. Orang yang beriman melaksanakannya disertai niat dan
motif murni karena Allah, karena orang ini menganggap puasa diperintahkan olehNya dan akan membawa faedah yang besar, untuk mensucikan diri selama satu
bulan.20

IV.

KESIMPULAN
Ibadah adalah segala sesuatu yang dapat mengantarkan manusia kepada
keridla-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, bersifat lahiriyah atau
batiniyah. Yang dilaksanakan setiap orang yang mengakui dirinya muslim dan tidak
berupa paksaan karena itu sudah menjadi pertanggungjawaban kepada pencipta-Nya.
Untuk mendapatkan ridla-Nya maka dari itu ibadah harus dilandasi dengan niat yang
sungguh-sungguh.

V.

SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta
saran dan krikan yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.

20 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 210), hlm.120-121
8 (Ibadah Dalam Ajaran Islam)

Anda mungkin juga menyukai