Anda di halaman 1dari 21

7 Faedah Qonaah

7 October 2011, 6:00 am


kaya, kaya hati, qonaah

a. Hati akan dipenuhi dengan keimanan kepada Allah


Seorang yang qanaah akan yakin terhadap ketentuan yang ditetapkan Allah taala sehingga diapun
ridha terhadap rezeki yang telah ditakdirkan dan dibagikan kepadanya. Hal ini erat kaitannya dengan
keimanan kepada takdir Allah. Seorang yang qanaah beriman bahwa Allah taala telah menjamin dan
membagi seluruh rezeki para hamba-Nya, bahkan ketika sang hamba dalam kondisi tidak memiliki
apapun. Sehingga, dia tidak akan berkeluh-kesah mengadukan Rabb-nya kepada makhluk yang hina
seperti dirinya.
Ibnu Masud radhilallahu anhu pernah mengatakan,

Momen yang paling aku harapkan untuk memperoleh rezeki adalah ketika mereka mengatakan,
Tidak ada lagi tepung yang tersisa untuk membuat makanan di rumah [Jamiul Ulum wal Hikam].
:
Situasi dimana saya mempertebal husnuzhanku adalah ketika pembantu mengatakan, Di rumah
tidak ada lagi gandum maupun dirham. [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (34871); Ad Dainuri dalam Al
Majalisah (2744); Abu Nuaim dalam Al Hilyah (2/97)].
Imam Ahmad mengatakan,


Hari yang paling bahagia menurutku adalah ketika saya memasuki waktu Subuh dan saya tidak
memiliki apapun. [Shifatush Shafwah 3/345].

b. Memperoleh kehidupan yang baik


Allah taala berfirman (yang artinya), Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan [QS. An-Nahl: 97].
Kehidupan yang baik tidaklah identik dengan kekayaan yang melimpah ruah. Oleh karenanya,
sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik dalam ayat di
atas adalah Allah memberikannya rezeki berupa rasa qanaah di dunia ini, sebagian ahli tafsir yang
lain menyatakan bahwa kehidupan yang baik adalah Allah menganugerahi rezeki yang halal dan baik
kepada hamba [Tafsir ath-Thabari 17/290; Maktabah asy-Syamilah].
Dapat kita lihat di dunia ini, tidak jarang, terkadang diri kita mengorbankan agama hanya untuk
memperoleh bagian yang teramat sedikit dari dunia. Tidak jarang bahkan kita menerjang sesuatu
yang diharamkan hanya untuk memperoleh dunia. Ini menunjukkan betapa lemahnya rasa qanaah
yang ada pada diri kita dan betapa kuatnya rasa cinta kita kepada dunia.
Tafsir kehidupan yang baik dengan anugerah berupa rezeki yang halal dan baik semasa di dunia
menunjukkan bahwa hal itu merupakan nikmat yang harus kita usahakan. Harta yang melimpah ruah
sebenarnya bukanlah suatu nikmat jika diperoleh dengan cara yang tidak diridhai oleh Allah.Tapi
sayangnya, sebagian besar manusia berkeyakinan harta yang sampai ketangannya meski

diperoleh dengan cara yang haram itulah rezeki yang halal. Ingat, kekayaan yang dimiliki akan
dimintai pertanggungjawaban dari dua sisi, yaitu bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana
harta itu dihabiskan. Seorang yang dianugerahi kekayaan melimpah ruah tentu pertanggungjawaban
yang akan dituntut dari dirinya di akhirat kelak lebih besar.

c. Mampu merealisasikan syukur kepada Allah


Seorang yang qanaah tentu akan bersyukur kepada-Nya atas rezeki yang diperoleh. Sebaliknya
barangsiapa yang memandang sedikit rezeki yang diperolehnya, justru akan sedikit rasa syukurnya,
bahkan terkadang dirinya berkeluh-kesah. Nabi pun mewanti-wanti kepada Abu Hurairah,

Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling taat.
Jadilah orang yang qanaah, niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling bersyukur [HR. Ibnu
Majah: 4217].
Seorang yang berkeluh-kesah atas rezeki yang diperolehnya, sesungguhnya tengah berkeluh-kesah
atas pembagian yang telah ditetapkan Rabb-nya. Barangsiapa yang mengadukan minimnya rezeki
kepada sesama makhluk, sesungguhnya dirinya tengah memprotes Allah kepada makhluk.
Seseorang pernah mengadu kepada sekelompok orang perihal kesempitan rezeki yang dialaminya,
maka salah seorang diantara mereka berkata, Sesungguhnya engkau ini tengah mengadukan Zat
yang menyayangimu kepada orang yang tidak menyayangimu [Uyun al-Akhbar karya Ibnu Qutaibah
3/206].

d. Memperoleh keberuntungan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa seorang yang qanaah akan
mendapatkan keberuntungan. Fudhalah bin Ubaidradhiallalahu anhu pernah mendengar
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan,



Keberuntungan bagi seorang yang diberi hidayah untuk memeluk Islam, kehidupannya cukup dan
dia merasa qanaah dengan apa yang ada [HR. Ahmad 6/19; Tirmidzi 2249].
Abdullah bin Amr mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sungguh beruntung orang yang memeluk Islam, diberi rezki yang cukup dan Allah menganugerahi
sifat qanaah atas apa yang telah diberikan-Nya [HR. Muslim: 1054; Tirmidzi: 2348].

e. Terjaga dari berbagai dosa


Seorang yang qanaah akan terhindar dari berbagai akhlak buruk yang dapat mengikis habis pahala
kebaikannya seperti hasad, namimah, dusta dan akhlak buruk lainnya. Faktor terbesar yang
mendorong manusia melakukan berbagai akhlak buruk tersebut adalah tidak merasa cukup dengan
rezeki yang Allah berikan, tamak akan dunia dan kecewa jika bagian dunia yang diperoleh hanya
sedikit. Semua itu berpulang pada minimnya rasa qanaah.
Jika seseorang memiliki sifat qanaah, bagaimana bisa dia melakukan semua akhlak buruk di atas?
Bagaimana bisa dalam hatinya timbul kedengkian, padahal dia telah ridha terhadap apa yang telah
ditakdirkan Allah?
Abdullah bin Masud radhiallalhu anhu mengatakan,

Al Yaqin adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan kemurkaan Allah, engkau tidak dengki
kepada seorangpun atas rezeki yang ditetapkan Allah, dan tidak mencela seseorang atas sesuatu
yang tidak diberikan Allah kepadamu. Sesungguhnya rezeki tidak akan diperoleh dengan ketamakan
seseorang dan tidak akan tertolak karena kebencian seseorang. Sesungguhnya Allah taala dengan
keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya- menjadikan ketenangan dan kelapangan ada di dalam rasa yakin
dan ridha kepada-Nya sserta menjadikan kegelisahan dan kesedihan ada di dalam keragu-raguan
(tidak yakin atas takdir Allah) dan kebencian (atas apa yang telah ditakdirkan Allah) [Diriwayatkan
Ibnu Abid Dunya dalam Al Yaqin (118) dan Al Baihaqi dalam Syuabul Iman (209)].
Sebagian ahli hikmah mengatakan, Saya menjumpai yang mengalami kesedihan berkepanjangan
adalah mereka yang hasad sedangkan yang memperoleh ketenangan hidup adalah mereka
yang qanaah [Al Qanaah karya Ibnu as-Sunni hlm. 58].

f. Kekayaan sejati terletak pada sifat qanaah


Qanaah adalah kekayaan sejati. Oleh karenanya, Allah menganugerahi sifat ini kepada NabiNya shallallahu alaihi wa sallam. Allah taala berfirman,

Dan Dia menjumpaimu dalam keadaan tidak memiliki sesuatu apapun, kemudian Dia memberi
kekayaan (kecukupan) kepadamu [Adh-Dhuha: 8].
Ada ulama yang mengartikan bahwa kekayaan dalam ayat tersebut adalah kekayaan hati, karena
ayat ini termasuk ayat Makkiyah (diturunkan sebelum nabi hijrah ke Madinah). Dan pada saat itu,
sudah dimaklumi bahwa nabi memiliki harta yang minim [Fath al-Baari 11/273].
Hal ini selaras dengan hadits-hadits nabi yang menjelaskan bahwa kekayaan sejati itu letaknya di
hati, yaitu sikap qanaah atas apa yang diberikan-Nya, bukan terletak pada kuantitas harta.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya kemewahan dunia, akan tetapi kekayaan hakiki adalah
kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati) [HR. Bukhari: 6446; Muslim: 1051].
Abu Dzar radhiallalhu anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bertanya,
Wahai Abu Dzar apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itu adalah kekakayaan
sebenarnya? Saya menjawab, Iya, wahai rasulullah. Beliau kembali bertanya, Dan apakah engkau
beranggapan bahwa kefakiran itu adalah dengan sedikitnya harta? Diriku menjawab, Benar, wahai
rasulullah. Beliau pun menyatakan, Sesungguhnya kekayaan itu adalah dengan kekayaan hati dan
kefakiran itu adalah dengan kefakiran hati [HR. An-Nasaai dalam al-Kubra: 11785; Ibnu Hibban: 685].
Apa yang dinyatakan di atas dapat kita temui dalam realita kehidupan sehari-hari. Betapa banyak
mereka yang diberi kenikmatan duniawi yang melimpah ruah, dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan diri dan keturunannya selama berpuluh-puluh tahun, namun tetap tidak merasa cukup
sehingga ketamakan telah merasuk ke dalam urat nadi mereka. Dalam kondisi demikian, bagaimana
lagi dia bisa perhatian terhadap kualitas keagamaan yang dimiliki, bukankah waktunya dicurahkan
untuk memperoleh tambahan dunia?

Sebaliknya, betapa banyak mereka yang tidak memiliki apa-apa dianugerahi sifat qanaah sehingga
merasa seolah-olah dirinyalah orang terkaya di dunia, tidak merendahkan diri di hadapan sesama
makhluk atau menempuh jalan-jalan yang haram demi memperbanyak kuantitas harta yang ada.
Rahasianya terletak di hati sebagaimana yang telah dijelaskan. Oleh karena pentingnya kekayaan
hati ini, Umar radhilallahu anhu pernah berpesan dalam salah satu khutbahnya,




Tahukah kalian sesungguhnya ketamakan itulah kefakiran dan sesungguhnya tidak berangan-angan
panjang merupakan kekayaan. Barangsiapa yang tidak berangan-angan memiliki apa yang ada di
tangan manusia, niscaya dirinya tidak butuh kepada mereka [HR. Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd:
631].
Saad bin Abi Waqqash radhiallahu anhu pernah berwasiat kepada putranya, Wahai putraku, jika
dirimu hendak mencari kekayaan, carilah dia dengan qanaah, karena qanaah merupakan harta yang
tidak akan lekang [Uyun al-Akhbar : 3/207].
Abu Hazim az-Zahid pernah ditanya,

Apa hartamu,
beliau menjawab,

:
Saya memiliki dua harta dan dengan keduanya saya tidak takut miskin. Keduanya adalah atstsiqqatu billah (yakin kepada Allah atas rezeki yang dibagikan) dan tidak mengharapkan harta yang
dimiliki oleh orang lain [Diriwayatkan Ad Dainuri dalam Al Mujalasah (963); Abu Nuaim dalam Al
Hilyah 3/231-232].
Sebagian ahli hikmah pernah ditanya, Apakah kekayaan itu? Dia menjawab, Minimnya angananganmu dan engkau ridha terhadap rezeki yang mencukupimu [Ihya Ulum ad-Diin 3/212].

g. Memperoleh kemuliaan
Kemuliaan terletak pada sifat qanaah sedangkan kehinaan terletak pada ketamakan. Mengapa
demikian, karena seorang yang dianugerahi sifat qanaah tidak menggantungkan hidupnya pada
manusia, sehingga dirinya pun dipandang mulia. Adapun orang yang tamak justru akan menghinakan
dirinya di hadapan manusia demi dunia yang hendak diperolehnya. Jibril alaihissalam pernah
berkata,

Wahai Muhammad, kehormatan seorang mukmin terletak pada shalat malam dan kemuliaannya
terletak pada ketidakbergantungannya pada manusia [HR. Hakim: 7921].
Al Hasan berkata,

Engkau akan senantiasa mulia di hadapan manusia dan manusia akan senantiasa memuliakanmu
selama dirimu tidak tamak terhadap harta yang mereka miliki. Jika engkau melakukannya, niscaya
mereka akan meremehkanmu, membenci perkataanmu dan memusuhimu [Al-Hilyah: 3/20].
Al Hafizh Ibnu Rajab mengatakan,






Begitu banyak hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang memerintahkan untuk bersikap iifah
(menjaga kehormatan) untuk tidak meminta-minta dan tidak bergantung kepada manusia. Setiap
orang yang meminta harta orang lain, niscaya mereka akan tidak suka dan membencinya, karena
harta merupakan suatu hal yang amat dicintai oleh jiwa anak Adam. Oleh karenanya, seorang yang
meminta orang lain untuk memberikan apa yang disukainya, niscaya mereka akan membencinya
[Jami al-Ulum wa al-Hikam 2/205].
Kepemimpinan dalam agama yang identik dengan kemuliaan pun dapat diperoleh jika seorang alim
tidak menggantungkan diri kepada manusia, sehingga mereka tidak direpotkan dengan berbagai
kebutuhan hidup yang dituntutnya. Seyogyanya manusia membutuhkan sang alim karena ilmu, fatwa
dan nasehatnya. Mereka bukannya butuh ketamakan dari sang alim. Seorang Arab badui pernah
bertanya kepada penduduk Bashrah,
: : :
Siapa tokoh agama di kota ini? Penduduk Bashrah menjawab, Al Hasan. Arab badui bertanya
kembali, Dengan apa dia memimpin mereka? Mereka menjawab, Manusia butuh kepada ilmunya,
sedangkan dia tidak butuh dunia yang mereka miliki [Jami al-Ulum wa al-Hikam 2/206].
Sumber: Al Qanaah, Mafhumuha, Manafiuha, ath-Thariqu ilaiha karya Ibrahim bin Muhammad alHaqil disertai beberapa penambahan.

Saya masih ingat akan pesan dari kyai saya. Pesan yang singkat tapi kalau benar-benar
diresapi akan menjadikan seseorang mendapatkan kemuliaan di dunia dan akherat.
Pesan beliau, dadio wong sing qonaah jadilah orang yang qonaah. Memang, saya
belum bisa mengamalkan pesan tersebut secara maksimal. Tapi saya akan selalu
berusaha untuk mewujudkan dari pesan kyai saya tersebut.
Qonaah berasal dari bahasa Arab qonaa yang berarti cukup atau merasa cukup.
Banyak yang mengartikan bahwa qonaah adalah menerima apa adanya. Alias nerimo
ing pandum. Dalam arti bukan hanya menerima apa adanya tanpa ada usaha
selanjutnya. Berapapun hasil usaha, sedikit atau banyak ia menerimanya dengan
lapang dada atau rasa syukur. Tapi masih terus ada usaha untuk menambah usahanya
tersebut. Jadi, orang yang qonaah adalah orang yang telah berusaha maksimal dan
menerima hasil usahanya tersebut dengan rasa syukur dan ada usaha untuk berusaha
dengan lebih baik lagi. Berusaha untuk mencapai yang lebih baik lagi bukan berarti
serakah atau rakus terhadap dunia. Karena sebaik-baik manusia adalah orang yang hari
ini lebih baik dari hari kemarin.
Saat ini, dimana perkembangan ekonomi sangat pesat. Kebutuhan manusia pun
semakin meningkat. Sangat sulit untuk menjadi pribadi yang qonaah. Disaat kita hanya
mampu mempunyai sepeda motor. Kawan-kawan kita sudah bisa membeli mobil. Entah
bayarnya secara cash atau kredit. Kadang terbersit dalam hati kita keinginan untuk bisa
mempunyai seperti apa yang orang lain punyai. Padahal belum tentu kita mampu untuk
seperti mereka. Akhirnya dengan berbagai cara kita berupaya untuk bisa
mempunyainya. Walaupun sebenarnya itu belum perlu. Atau dalam kita bekerja, kita
hanya memperoleh hasil yang tidak sesuai target atau tidak seperti biasanya,
kita grundel, memaki-maki hasil yang diterima. Padahal hasil seperti itu tidak bisa
memenuhi kebutuhan hidup.
Nah, pada saat seperti itulah Allah menganjurkan kepada kita untuk bersyukur terhadap
apa yang kita terima. Sebagaimana firmanNya:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim: 7)

Kenapa kita harus bersyukur? Karena sebenarnya kita adalah orang yang tidak punya
apa-apa. Lantas, Allah Swt memberikan kita kecukupan.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan.
Sebagaimana hadits Abdullah bin Amr bin Al Ash Radiyallahu Anhu,Rasulullah Sallalah
alaihi wasallambersabda :


"Sungguh beruntunglah orang masuk kedalam Islam, diberi rezki yang cukup, dan
merasa cukup dengan apa yang Allah berikan".(HR. Muslim no. 1746. Ahmad no.6284).
Prof Hamka menerangkan tentang Sifat Qonaah didalam bukunya yang berjudul
Tasawuf Modern. Bahwasannya sifat Qonaah itu mengandung lima hal
diantaranya, pertama, menerima apa yang ada dengan rela.Kedua, memohon kepada
Allah agar diberi tambahan yang pantas, dibarengi dengan usaha. Ketiga, menerima
ketentuan Allah dengan sabar. Keempat bertawakkal kepada Allah. Dan terakhir tidak
tertarik oleh tipu daya dunia.
Setan selalu menggoda manusia untuk tidak Qonaah terhadap dunia. Akibatnya
manusia selalu merasa kurang terhadap apa yang diberikan oleh Allah. Memang sifat
Qonaah itu tidak jatuh dari langit dengan sendirinya kepada manusia, tetapi harus
diasah dan dilatih. Dan hanya dengan sikap sabar bisa menumbuhkan sifat Qonaah.
Sabar untuk selalu berusaha merasa puas terhadap apa yang didapatnya.
Dengan sifat Qonaah ini, orang akan selalu merasa bersyukur, sehingga mudah
baginya untuk berbagi kepada orang lain dan dapat menghilangkan sifat serakah dalam
hati.
Qonaah ==> Syukur
Tidak qonaah ==> Rakus/serakah
Seorang yang qanaah akan terhindar dari berbagai akhlak buruk yang dapat mengikis
habis pahala kebaikannya seperti hasad, namimah, dusta dan akhlak buruk lainnya.
Faktor terbesar yang mendorong manusia melakukan berbagai akhlak buruk tersebut

adalah tidak merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan, tamak akan dunia dan
kecewa jika bagian dunia yang diperoleh hanya sedikit.
Balasan yang Allah berikan kepada kita jika bersikap qonaah adalah kita akan
merasakan kehidupan di dunia ini dengan baik.
Sebagaimana firman Allah taala yang artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan [An-Nahl: 97].
Kehidupan yang baik tidaklah identik dengan kekayaan yang melimpah ruah. Oleh
karenanya, sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan
yang baik dalam ayat di atas adalah Allah memberikannya rezeki berupa rasa qanaah di
dunia ini, sebagian ahli tafsir yang lain menyatakan bahwa kehidupan yang baik adalah
Allah menganugerahi rezeki yang halal dan baik kepada hamba [Tafsir ath-Thabari
17/290; Maktabah asy-Syamilah].
Tafsir kehidupan yang baik dengan anugerah berupa rezeki yang halal dan baik semasa
di dunia menunjukkan bahwa hal itu merupakan nikmat yang harus kita usahakan. Harta
yang melimpah ruah sebenarnya bukanlah suatu nikmat jika diperoleh dengan cara
yang tidak diridhai oleh Allah. Tapi sayangnya, sebagian besar manusia berkeyakinan
harta yang sampai ketangannya meski diperoleh dengan cara yang haram itulah rezeki
yang halal. Ingat, kekayaan yang dimiliki akan dimintai pertanggungjawaban dari dua
sisi, yaitu bagaimana cara memperolehnya dan bagaimana harta itu dihabiskan.
Seorang yang dianugerahi kekayaan melimpah ruah tentu pertanggungjawaban yang
akan dituntut dari dirinya di akhirat kelak lebih besar.
Jadi, sikap qonaah akan menjadikan hidup kita di dunia ini akan tenang dan baik.

Macam-Macam Akhlak (budi pekerti) Seorang Muslim Pada Diri Sendiri


1. Berakhlak terhadap jasmani
a. Senantiasa Menjaga Kebersihan[2]
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus bersih/suci
badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan sholat dan beribadah kepada
Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas.

Atthohuuru syatrul iimaan


Kebersihan itu sebagian dari iman (HR. Muslim)
Allah SWT berfirman :
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri137 dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci138. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. (QS. Al Baqarah:222)
Artinya : Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya
mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut
kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At
Taubah:108)
b. Menjaga Makan dan Minumnya[3]
Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak makan dan
minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT
memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan.
Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk
udara.
Allah SWT berfirman :
Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah
kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS.
An Nahl:114)
c.

Menjaga Kesehatan[4]
Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari ibadah
kepada Allah SWT dan sekaligus melaksanakan anmanah dari-Nya. Riyadhah atau latihan
jasmani sangat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun riyadhah harus tetap
dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang mukmin yang kuat, lebih baik
dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, Mumin yang kuat lebih dicintai
Allah dari mumin yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah
terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan
jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah Qodarulloh
wa maa syaaa faal, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti
terjadi. (HR. Muslim)

d. Berbusana yang Islami[5]


Manusia mempunya budi, akal dan kehormatan, sehingga bagian-bagian
badannya ada yang harus ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang
lain. Dari segi kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari
gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas, dll. Karena itu Allah SWT
memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah SWT menciptakan bahanbahan di alam ini untuk dibuatb pakaian sebagai penutup badan.
Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al Araf:26)
2. Berakhlak terhadap Akal[6]
Kebodohan umat terhadap ajaran dien.
Masyarakat kita memang mayoritas muslim tetapi mayoritas pula dari mereka tidak tahu
dengan ajaran dien-nya sendiri. Sehingga kita ketahui banyak orang yang mengaku Islam,
namun tidak mengetahui apa ajaran Islam itu, apa yang diperintahkan Islam dan apa yang
dilarang Islam. Sehingga tidak jarang kita dapati orang yang melakukan kemungkaran namun
ia anggap itu hal biasa atau bahkan dianggap sebagai suatu kebenaran. Keadaan seperti ini
kalau kita biarkan maka akan terus berlanjut dan masyarakat kita akan tetap tenggelam dalam
kubangan lumpur kemungkaran. Tentu kita semua berhasrat merubah keadaan masyarakat
kita kepada yang lebih baik dalam takaran syariat Islam. Maka mari kita ajak masyarakat
untuk kembali mendalami ajaran dien kembali kepada Islam secara keseluruhan. Firman
Allah:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan
janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya saitan itu musuh yang nyata
bagimu. (Al-Baqarah: 208).
Dan juga marilah kita kembali kepada ajaran Islam yang murni yang utuh yang tidak
tercampur dengan syirik, bidah, khurafat dan takhayul. Ajaran-ajaran yang dibawa
Rasulullah n kemudian beliau wariskan kepada sebaik-baik generasi, generasi salafus-shalih
yaitu para shahabat, tabiin dan tabiut tabiin.
Sidang Jumaah yang dimuliakan Allah
Ngelmu iku kalakone kanti laku
a. Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai
bentuk akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya
yakni berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya. Sebuah hadits Rasulullah
SAW menggambarkan :
(
Artinya : Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. (HR. Ibnu Majah)
Seorang mumin, tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika
telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang mumin
adalah yang senantiasa menambah dan menambah ilmunya, kendatipun usia telah memakan

dirinya. Menuntut ilmu juga tidak terbatas hanya pada pendidikan formal akademis namun
dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
b. Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai
Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya.
Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang harus dikuasai setiap
muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits;
sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan,
dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus
ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidangbidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak
diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.
c. Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain
Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan apa
yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya.
Firman Allah SWT :
Artinya : Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan828 jika kamu tidak mengetahui (An-Nahl:43)
d. Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan ilmunya
dalam alam nyata. Karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak
mengamalkannya.
Firman Allah SWT :
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan. (QS. As-Shaff)
3. Berakhlak terhadap jiwa
a. Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa
yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut
pada waktu yang akan datang.[7] Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu'min
yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya
kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS.
At-Tahrim : 8)
Adapun yang termasuk dosa-dosa besar diantaranya :[8]

Syirik
Kufur
Nifak
Riddah
Fasik
Berzina dan menuduh orang lain berzina
Membunuh manusia
Bersumpah palsu
b. Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah
SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya
sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta
menolak selain Dia.[9]
Firman Allah SWT :
Artinya : Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu. (QS. An-Nisa : 1)

c. Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk
menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan
kepadanya maka menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk
yang harus diqadha maka mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang terlarang
maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali. Muhasabah
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan
membersihkannya.[10]
Firman Allah SWT :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. AlHasyr : 18)
d. Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu. Hawa
nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam nafsu yang
mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan. Jika
seorang Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia akan berjuang
dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang ajakannya, menumpas hawa
nafsunya.
Firman Allah SWT :
Artinya : Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf : 53)

Hidup dengan sempurna adalah dambaan setiap muslim. Hidup dalam keseimbangan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Ada empat hal yang dapat menjadikan seseorang
tetap sehat jasmani dan bugar ruhai. Keempat hal itu adalah ,
, , sebagaimana keterangan berikut:

,
. . ,
.
.
: .

Alhamdulillah segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt Tuhan semesta alam,
pemberi nikmat sehat dan iman dan Islam. shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad saw keluarganya, para sahabat dan para pengikut setianya. Marilah kita
bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. sungguh hanya dengan
taqwalah kita dapat mengisi kehidupan ini dengan lebih bermanfaat dan bernilai.

Maasyiral Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah


Abdullah bin Mubarak pernah bercerita bahwasannya ada seorang bijak, cerdik cendekia
yang mengumpulkan empat puluh ribu hadits pilihan. Kemudian memilah dari empat puluh
ribu hadits itu menjadi empat ribu hadits. Dan dari empat ribu hadits itu dipilihlah empat
ratus hadits yang ditakhrijnya. Dan dari empat ratus itu disaring menjadi empat puluh hadits.
Dan dari empat puluh itu disarikan menjadi empat kalimat berikut ini, yaitu:
Pertama, ( ) janganlah terlalu percaya kepada wanita pada segala hal.
Artinya janganlah terlalu merasa tenang menyerahkan urusan seratus persen kepada
perempuan. Baiknya seorang kita selalu mengantisipasi apapun yang dilakukan wanita. Bila
demikian tidaklah hanya kepada perempuan seseorang mengantisipasi urusan-urusannya.
Tetapi kepada siapapun harus tetap waspada. Karena itu jika mempercayakan sesuatu
hendaklah mempercayakannya kepada lebih dari seseorang agar ada kontrol diantara
mereka.
Kedua, ( ) janganlah tertipu dengan harta. Memang Harta itu bisa
diumpamakan seperti api. Ketika masih kecil sangat menawan, tetapi bila besar malah
menghawatirkan, dia bisa menghanguskan apapun yang ada disekitarnya. Begitu pula harta
berhati-hatilah dengan harta. Seringkali orang merasa aman ketika disakunya ada uang,

padahal tidak demikian. justru uang itulah yang memanggil kecelakaan. Baik kecelakaan
secara dhahir maupun secara bathin.
Perhiasan yang megah yang ada ditangan maupun di jari-jari juga dileher sering memanggilmanggil kejaahatan. Begitu pula kecelakaan bathin, karena ada uang seseorang bisa
mampir ketempat-tempat makshiyat yang tidak mungkin dikunjungi ketika tidak punya uang.
Nah khatib hanya mengingatkan siapakah mereka yang sekarang lagi kebingungan
menyembunyikan uangnya dari kejaran pemerintah dan para pengusaha hitam kelas
kakap? Pastilah orang yang memiliki banyak harta.

Jamaah Jumah yang Dirahmati Allah


Ketiga, ( ) janganlah membebani perut dengan muatan yang diluar
kemampuannya. Secara ilmu kesehatan hal ini akan mengakibatkan datangnya berbagai
penyakit. Karena segala unsur yang berbahaya di dunia ini bisa mengancam diri manusia,
ketika sesuatu itu masuk kedaam tubuh manusia melalui mulut dan mampir ke dalam perut.
Itulah awal mula segala penyakit. Sebagaimana sabda Rasulullah saw

Bahwa sumber segala penyakit adalah buruknya pencernaan.
Mengenai kesehatan pencernaan ini Rasulullah saw peernah bersabda dalam hadits yang
diceritakan oleh sahabat anas:




Bahwasannya sumber segala penyakit yang berhubungan dengan perut adalah at-tuhmah,
yaitu memasukkan makanan terus msnerus. Begitu juga menenggak minum setelah makan
atau ditengan makan sebelum makanan pertana dicerna.
Baiknya juga diperhatikan bahwa memakan sesuatu dengan berlebihan itu menandakan
nafsu yang besar. Sedangkan nafsu itu sendiri haruslah dikendalikan agar hidup bisa
sejahtera.
Keempat, ( ) jangan mengumpulkan ilmu apapun yang tidak
bermanfaat. Kalimat terkhir ini bila difahami dengan seksama maka akan berarti jangan
sampai seseorang memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Jangan sampai ada ilmu yang tidak
diamalkan. Karenya semua ilmu baiknya harus diamalkan. Walaupun ilmu itu hanya sedikit.
Demikianlah hubungan ilmu dan manfaat, keduanya tidak bisa dipisahkan bila ingin
kesempurnaan.
Jamaah Jumah Rahimakumullah

Seorang lelaki pernah berkata kepada Abu Hurairah aku ingin mempelajari ilmu, tetapi aku
takut menyia-nyiakannya kemudian Abu Hurairah menjawab cukuplah kamu meninggalkan
ilmu itu termasuk menyia-nyiakan ilmu.
Karena itulah seseorang harus berhati-hati memahami riya, seringkali seseorang sengaja
meninggalkan amal (ilmunya jadi tidak bermanfat) karena Syaithan membisiki dalam
telinganya Janganlah engkau beramal di depan orang lain, jika saja engkau melakukan
sesuatu pastilah itu tidak karena Allah, karena itu berhentilah sekalian. Jangan lakukan
sesuatu, itu lebih baik.
Mengertilah bahwa beramal demi Allah dengan tulus ikhlas itu sungguh amat susahnya.
Karena itu, tetaplah beramal walaupun amal itu masih bercampur riya. Anggap saja itu
sebagai latihan. Dan jangan pernah menggugurkan amal karena riya karena itulah hakikat
riya sejati.

Posted on 18 Oktober 2009 by Salik Kadisiyyah

Golongan orang-orang yang disukai oleh Allah (menurut Al-Quraan) adalah: Al-Muhsiniin (Orang yang berbuat
baik), Al-Muqsithiin (Orang yang Adil), Al-Mutawakkiliin (Orang yang bertawakkal kepada-Nya),
Al-Muthahhariin (Orang yang mensucikan diri, Orang yang bersih), Al-Muttaqiin (Orang yang bertakwa), AshShaabiriin(Orang yang Sabar), At-Tawwaabiin (Orang yang bertaubat), dan Orang yang berperang dijalanNya.
1. Al-Muhsiniin (Orang yang berbuat baik, Orang yang berbuat kebaikan, Orang yang
berbuat Kebajikan)
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah 2: 195)
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(QS. Ali Imraan 3: 134)
Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Ali Imraan 3: 148)
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.
Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari
apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan
dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan
mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Maa-idah 5: 13)
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan
yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan
yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat
kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Maa-idah 5: 93)
2. Al-Muqsithiin (Orang yang Adil)
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika
mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara
mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi
mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu)
diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maa-idah 5: 42)
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah 60: 8)
3. Al-Mutawakkiliin (Orang yang bertawakkal kepada-Nya)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imraan 3: 159)
4. Al-Muthahhariin (Orang yang mensucikan diri, Orang yang bersih)
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah 2: 222)
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas
dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid
itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.
(QS. At-Taubah 9: 108)

5. Al-Muttaqiin (Orang yang bertakwa)


(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imraan 3: 76)
kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak
mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi
kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaqwa. (QS. At-Taubah 9: 4)
Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali
orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam? maka selama
mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. SesungguhnyaAllah
menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah 9: 7)
6. Ash-Shaabiriin (Orang yang Sabar)
Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang
bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan
tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imraan 3: 146)
7. At-Tawwaabiin (Orang yang bertaubat)
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah 2: 222)
8. Orang yang berperang dijalan-Nya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan
mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash-Shaff 61: 4)

Hal hal Yang Harus Dilakukan Dalam Menjaga dan Membiasakan Diri Hidup Bersih
1. Kebersihan Lahiriyah
a.

Kebersihan Badan
Kebersihan badan ini meliputi kulit, rambut, kuku, mulut, gigi, dan telinga. Agar
kulit menjadi bersih dan sehat maka kita bersihkan dengan cara mandi minimal 2
(dua) kali sehari. Rambut sebagai mahkota harus kita jaga dan rawat agar tetap
sehat dan rapi dengan cara dikeramas dan dipotong sesuai kebutuhan. Mulut yang
didalamnya juga terdapat gigi tidak boleh luput dari perhatian kita untuk selalu
dibersihkan dengan cara berkumur dan menggosok gigi.

b. Kebersihan Pakaian
Pakaian merupakan kebutuhan pokok manusia yang mempunyai fungsi sebagai
penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dinginnya udara. Karena
pakaian itu selalu melekat pada tubuh kita maka kebersihan pakaian harus kita
jaga baik dari najis maupun kotoran lainnya dengan cara dicuci dengan air yang
suci dan mensucikan. Apalagi pakaian yang dipakai untuk beribadah kepada Allah
SWT harus suci dari najis.
c.

Kebersihan Makanan
Salah satu ciri makhluk hidup ialah memerlukan makan dan minum. Agar
makanan dan minuman yang kita konsumsi dapat memberi manfaat bagi tubuh
maka harus diperhatikan tentang kebersihannya baik secara lahir maupun hakikat
asal makanan dan makanan itu. Secara lahir, sebelum diolah dan dikonsumsi
bahan makanan itu harus dibersihkan terlebih dahulu. Dan secara hakikat, kita
harus memperhatikan tentang halal dan tidaknya asal/sumber makanan tersebut.
Makan dan minumlah makanan dan minuman yang halalan dan thayyiban. Halal
(halalan) artinya secara hukum islam boleh dimakan dan thayyiban artinya
makanan dan minuman tersebut mengandung nilai gizi yang cukup dan tidak
menjadikan bahaya (madharat) bagi yang mengkonsumsinya.

d. Tempat Tinggal

Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Agar
kita merasa nyaman dan kerasan tinggal di dalamnya maka rumah harus dijaga
dan dirawat, antara lain sebagai berikut :
1) Setiap pagi hari pintu dan jendela hendaknya dibuka, agar terjadi sirkulasi
udara.
2) Kaca-kaca pada jendela dibersihkan agar terbebas dari debu dan kotoran
lainnya.
3) Perkakas rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, bufet dan perkakas lainnya
dibersihkan dan diatur penempatannya sehingga tampak bersih dan rapi.
4) Lantai dan teras rumah selalu disapu dan dipel sehingga terbebas dari kuman
penyakit.
5) Kamar tidur, ruang makan, kamar mandi dan ruang-ruang lain termasuk
halaman dan pekarangan di sekeliling rumah hendaknya selalu dibersihkan
sehingga menjadikan penghuninya menjadi sehat.
6) Agar rumah terlihat rindang dan alami maka dapat ditanami pohon peneduh
dan tanaman hias.
e.

Tempat Ibadah
Allaw SWT menciptakan manusia tidak lain adalah untuk baribadah kepadaNya.
Ketentuan beribadah kepada Allah telah dicontohkan lewat para utusanNya, yaitu
para nabi/rasul, baik yang menyangkut tentang tata cara, maupun yang
berhubungan dengan tempatnya. Mengingat yang kita sembah adalah Dzat yang
maha Suci, maka tempat (masjid, musholla) yang kita gunakan untuk beribadah
harus dijaga kesuciannya dari najis.

f.

Tempat Belajar
Sekolah sebagai tempat belajar dan mengajar harus mendapatkan perhatian yang
serius tentang kebersihan, kenyamanan, dan keindahannya untuk proses
pembelajaran. Sebab kelas yang bersih dan indah akan menjadikan kegiatan
pembelajaran menjadi nyaman. Sebaliknya, jika kondisi kelas dalam keadaan

kotor dan berantakan tentu akan mengganggu kenyamanan dan kurang konsentrasi
dalam belajar.
g.

Tempat Umum / Lingkungan Sekitar


Tempat-tempat umum yang melayani kepentingan masyarakat seperti rumah sakit,
kantor perbankan, terminal bus, stasiun kereta api, bandar udara (bandara) dan
pelabuhan/dermaga juga harus mendapatkan perhatian yang serius tentang
masalah kebersihannya. Untuk mewujudkan semua itu, maka upaya yang
dilakukan antara lain:
1) Mengangkat tenaga khusus yang mengurus kebersihan.
2) Memasang papan peringatan yang bertuliskan:
Jagalah Kebersihan
Terima kasih Anda telah membuang sampah pada tempatnya
Bersih Itu sehat dan indah

2. Kebersihan Batinniyah
Hati yang dipenuhi dengan niat dan pikiran yang buruk akan melahirkan sikap dan perbuatan
yang buruk. Untuk menjaga kebersihan hati, kita harus selalu mengingat Allah SWT dan rajin
berdoa kepadaNya. Dengan demikian, kita tidak akan mudah berpikir buruk apalagi
melakukan perbuatan buruk. Kita selalu yakin, Allah Maha Mengetahui segala perbuatan
manusia, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Membersihkan kotoran yang melekat pada hati / jiwa kita akibat perbuatan kita yang buruk
seperti: ria, takabur, seudzon, dengki, iri, sombong, dll.
Cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut, yaitu:
1. Bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT
2. Membaca istighfar
3. Menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi
perbuatannya yang buruk

4. Berusaha mengganti dengan perbuatan-perbuatan yang baik & terpuji


5. Minta maaf kepada yang bersangkutan jika mempunyai salah sekecil
apapun kepada orang tersebut

Anda mungkin juga menyukai