Anda di halaman 1dari 12

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT BERSALIN MASYITA

NOMOR :
TENTANG
KEBIJAKAN PENERAPAN 6 SASARAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT BERSALIN MASYITA
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT BERSALIN MASYITA
Menimbang

: a. Bahwa peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah


sakit merupakan gerakan universal maka diperlukan upaya-upaya khusus
peningkatan keselamatan pasien yang berdasarkan masalah atau insiden
tersering yang terjadi di pelayanan kesehatan.
b. Bahwa salah satu program yang harus dilaksanakan rumah sakit
adalah penerapan Patient Safety Goals(PSG) atau Sasaran Keselamatan
Pasien(SKP).
c. Bahwa untuk mencapai 6 Sasaran Keselamatan Pasien tersebut, maka
semua kegiatan harus dikerjakan oleh seluruh karyawan RSB Masyita.
d.Bahwa seluruh unit kerja di RSB Masyita memerlukan kebijakan
penerapan keselamatan pasien sehingga tercipta budaya keselamatan
pasien di rumah sakit; Bahwa sehubungan dengan butir d di atas maka
perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Utama RSB Masyita.

Mengingat

:1. Undang-Undang Negara RI Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1678/Menkes/PER/XII/2005
tanggal 27 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah
Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1195/Menkes/SK/VII/2010
tanggal 23 Agustus 2010 tentang Lembaga/Badan akreditasi rumah sakit

yang telah diakreditasi oleh International Quality in Health Care


(ISQUA) dan Joint Commission International (JCI).
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN

KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSB MASYITA NOMOR :

XXXXXX TENTANG KEBIJAKAN PENERAPAN 6 SASARAN


KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT BERSALIN
MASYITA.
KESATU

: 1. Tujuan dari kebijakan Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien


adalah untuk menjadi sebuah acuan penerapan program
Keselamatan Pasien dengan menggiatkan perbaikan-perbaikan
masalah keselamatan pasien pada pelayanan/perawatan kesehatan
yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang
baik yang berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan
sistem sesuai Standar Keselamatan Pasien.

KEDUA

: Ketentuan umum
1) Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
cara mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan sesuatu suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
2) Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden
adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi cedera yang dapat dicegah pada
pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris
Cedera, Kejadian Tidak Cedera, Kondisi Potensial Cedera dan
Kejadian Sentinel.

3) Kejadian tidak diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah


insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
4) Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah
terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
5) Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden
yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
6) Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden.
7) Kejadian sentinel adalah kematian yang tidak terduga yang tidak
berkaitan dengan prose salami penyakit atau kondisi yang
melatarbelakangi penyakit( mis: bunuh diri), hilangnya fungsi
utama secara permanen yang tidak berkaitan dengan proses alami
penyakit atau kondisi yang melatarbelakangi penyakit, cedera
yang serius /kecacatan, salah lokasi, salah prosedur, salah pasien
dalam pembedahan, penculikan bayi atau bayi yang
dipulangkan/diserahkan ke orang tua yang salah.
8) Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut
Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, analisisnya dan solusi untuk
pembelajaran. Waktu pelaporan kejadiansentinel adalah 1x24 jam
dan untuk tipe insiden lainnya adalah 1x 24 jam.
KETIGA

: Sasaran keselamatan pasien, yaitu :


1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

KEEMPAT

: Kebijakan penerapan SKP 1 : Ketepatan identifikasi pasien

Bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang akan diberi layanan


atau pengobatan dan mencocokkan layanan atau perawatan pasien
tersebut.
1) Identifikasi pasien menggunakan : nama lengkap, tanggal lahir
dan nomor rekam medis (minimal 2 identitas, nama lengkap dan
tanggal lahir)
2) Pasien yang diberikan gelang identitas adalah pasien instalasi
gawat darurat(IGD), pasien rawat inap, pasien rawat jalan/One
Day Care, yang akan mendapatkan tindakan yang berisiko
tinggi/tindakan invasive lain, seperti hemodialisa, endoskopi,
kemoterapi, kateterisasi, dll tindakaninvasive(terlampir), dengan
ketentuan :
A. Pasien perempuan : warna pink
B. Pasien laki-laki : warna biru muda
3) Sebelum dipasangkan gelang, perawat ruangan memberikan
edukasi dan informasi tentang tujuan pemasangan gelang dan
akibatnya jika menolak dipasangkan gelang..
4) Semua pasien yang mempunyai risiko akan diberikan penanda
risiko pada gelang identitasnya(ident-alert risiko), yang terdiri
dari :
a. Ident-Alert risiko alergi : warna merah
b. Ident-Alert risiko jatuh : warna kuning
c. Ident-Alert risiko DNR (Do Not Resusite) : warna ungu
5) Identifikasi pasien dilakukan dengan melihat/mengecek nama
pasien, tanggal lahir, nomor rekam medic sebelum pemberian
obat, transfuse darah atau produk darah, sebelum pengambilan
sampel darah atau specimen lain untuk pemeriksaan laboratorium
dan sebelum pemberian prosedur/ tindakan invasive.
6) Identifikasi pemberian transfuse atau produk darah dilakukan
dengan pengecekan 2 orang perawat ruangan, perawat pertama
mengecek kelengkapan identitas pasien dan identitas produk

darah, perawat kedua mengecek ulang hasil pengecekan perawat


pertama.
7) Jika pasien menolak untuk dipasangkan gelang identitas, maka
perawat ruangan wajib memberikan edukasi kembali kepada
pasien tersebut dan jika tetap menolak, maka pasien/keluarga
harus membuat pernyataan penolakan.
8) Jika pasien alergi terhadap bahan lateks/plastik, maka sebelum
pemasangan gelang identitas, lengan pasien dialas dengan kain
kasa sehingga tidak bersentuhan langsung dengan gelang.
9) Untuk pasien psikiatri pengecekan/konfirmasi identitas dilakukan
dengan cara menanyakan langsung identitas pasien: nama
lengkap dan tanggal lahir sambil mencocokkan dengan data pada
gelang identitas pasien jika pasien tenang/koperatif. Posisi
gelang identitas yang dipasang pada lengan pasien yang
menggunakan restrain dan jika pasien gelisah/tidak tenang/tidak
koperatif, maka pengecekan identitas adalah dengan cara
mencocokkan data pada berkas rekam medik.
10) Untuk pasien yang mengalami penyakit kulit/luka bakar yang
luas yang tidak memungkinkan dipasang gelang identitas, maka
pengecekan identitas sebelum tindakan/prosedur, dilakukan
dengan menggunakan data pada berkas rekam medik .
11) Pasien yang tidak dikenal yang masuk ke rumah sakit dalam
kondisi tidak sadar dan tidak didampingi/pasien terlantar, maka
identifikasi dilakukan dengan menggunakan nama Tn.X/Ny.X
dan nomor rekam medik. Jika jumlah pasien >1, maka pemberian
identitas dengan memberikan angka dibelakang nama pasien,
misal : Tn.X1; Tn.X2 dst.
12) Identifikasi bayi baru lahir, dilakukan oleh perawat atau bidan di
kamar bersalin/OK dengan mengecek gelang identitas pasien
yang berisi nama ibu jika bayi belum mempunyai nama, tanggal
lahir dan nomor rekam medik, misal : by Ny.Ana, tanggal lahir

dan nomor rekam medik dan melakukan cap/stempel telapak


kaki bayi kiri dan kanandan stempel ibu jari tangan kanan ibu
bayi pada rekam medic pasien. Jika bayi kembar, maka diberikan
angka dibelakang nama, contoh : By.Ny Ana 1, By Ny.Ana 2,
dst.
13) Untuk pasien yang cacat extremitas, seperti tangan yang tidak
memungkinkan di pasang gelang identitas, maka gelang dipasang
pada kaki pasien, dan jika kaki pasien juga mengalami cacat
sehingga tidak memungkinkan di pasang gelang, maka gelang
identitas digantung pada leher pasien menggunakan tali dari kain
kasa.
14) Penggunaan data jenis kelamin pada barcode pasien digunakan
untuk membedakan jenis kelamin pasien jika nama pasien belum
bisa menunjukkan jenis kelamin.
15) Penggunaan data alamat pasien pada barcode digunakan untuk
konfirmasi jika ada masalah pelayanan, dapat ditelusuri alamat
pasien.
16) Jika nama pasien yang masuk ke rumah sakit sama, maka
identitas yang digunakan sebagai pembeda adalah nama lengkap,
tanggal lahir dan nomor rekam medic.
17) Pelepasan gelang identitas jika pasien akan pulang dengan cara
digunting oleh perawat ruangan dan jika pasien meninggal, maka
pelepasan gelang identitas dilakukan di ruang pemulasaran
jenazah setelah serah terima jenasah.
KELIMA

: Kebijakan Penerapan SKP 2 : Peningkatan komunikasi yang efektif.


Bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif diantara
dokter, bidan, perawat, farmasis, laboran, gizi, sanitasi, dengan
pasien/keluarga yang bertujuan untuk memberikan pelayanan dan
perawatan yang efektif dan optimal. Komunikasi yang efektif, yang
terstruktur, akurat, lengkap, jelas, tepat waktu, dan dapat dipahami
penerima, dapat mengurangi kesalahan dan perbaikan keselamatan

pasien. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan, tertulis dan


elektronik.
1) Komunikasi Lisan :
a. Pada saat menerima instruksi/pesan lisan/Verbal/telepon,
terapkan TBAK yang artinya Tulis Baca dan Konfirmasi
kembali(TBAK : Tulis, baca dan konfirmasi)
b. Mekanisme penerimaan laporan hasil tes kritis/hasil lab
abnormal lewat telepon dengan melakukan TBAK(Tulis,
Baca dan Konfirmasi kembali)
c. Hasil tes kritis harus segera disampaikan dlam waktu <1 jam
kepada DPJP/Dokter yang member kewenangan menangani
pasien.
d. Melaporkan keadaan pasien atau kondisi kritis/pasien baru
menggunakan Form SBAR(Situation,
Background,Assesment,Recommendation), untuk serah
terima pasien (antar shift dokter/perawat/bidan)menggunakan
: Form IRSAF(identitas,Riwayat,Situasi,Asesmen,Follow-up
berupa buku laporan jaga/file laporan khusus untuk ruang
intensive care(NICU) menggunakan laporan jaga dan form
observasi pasien.
e. Sebelum melaporkan kondisi pasien menggunakan SBAR,
dilakukan persiapan pelaporan kondisi pasien oleh seorang
perawat ruangan menggunakan berkas rekam medik untuk
melihat data, kronologis status/kondisi permasalahan
kesehatan pasien yang akan dilaporkan, kapan mulai terjadi,
seberapa berat permasalahan, latar belakang klinis, hasil
penilaian terhadap situasi/kondisi psien, serta rekomendasi
untuk tindak lanjut. Hasil pelaporan tersebut, harus
diverifikasi oleh DPJP dalam waktu 24 jam.
f. Instruksi lisan/lewat telepon harus dicatat lengkap, dibaca
ulang/mengeja angka/huruf satu persatu dengan irama,

penekanan, intonasi, nada suara dan kecepatan yang


jelas(TBAK). Khusus untuk informasi/ instruksi LASA,
pengejaan dilakukan menggunakan huruf alphabet fonetik.
2) Komunikasi tertulis
a. Menuliskan secara jelas dan lengkap
b. Menggunakan Singkatan Terstandar di RSB Masyita dan
menuliskan kata denganlengkap bila tidak ada dalam daftar
singkatan.
Komunikasi tertulis antar residen dan DPJP lewat sms tidak
direkomendasikan dan dianggap tidak layak untuk dilakukan
prosedur TBAK karena sulit di monitoring oleh rumah sakit.
3) Permintaan obat narkotik tidak dapat dilakukan dengan
permintaan lisan / verbal.
KEENAM

: Kebijakan Penerapan SKP 3 : Peningkatan keamanan obat yang perlu


diwaspadai (high-alert medications). Bertujuan untuk meningkatkan
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai guna memastikan
keselamatan pasien, sehingga pengelolaan obat yang tepat menjadi
sangat penting.
Pemilihan Obat high alert berdasarkan daftar obat high alert
ISMP(International for Safety Medication Practices) dan pengalaman
adanya kejadian salah pemberian obat yang beresiko tinggi dan
memerlukan kewaspadaan tinggi di rumah sakit.
1) Cairan elektrolit pekat tidak boleh disimpan di ruang perawatan
pasien, kecuali IGD, OK dan ruang Intensive care , yaitu : ICU,
PICU, NICU dengan akses terbatas (restricts access) untuk
mencegah penggunaan yang tidak seharusnya.
Pentapan penempatan obat-obat yang perlu diwaspadai(high alert)
yang diizinkan dengan akses terbatas adalah:
a. Di depo farmasi IGD untuk pelayanan gawat darurat
b. Di depo NICU
c.

Di apotek untuk pelayanan obat untuk pasien umum dan BPJS.

2) Obat high alert elektrolit pekat diberi label bundar warna merah
bertuliskan High Alert, narkotika dan high alert lainnya label kotak
merah dan semua obat high alert disimpan di tempat dengan akses
terbatas pada lemari khusus yang diberi stiker /label merah(daftar
obat high alert terlampir)
3) Semua obat lasa diberi label bundar berwarna biru yang bertuliskan
LASA.
4) Penyimpanan obat LASA diberi jarak 1 item obat diantaranya.
5) Penyimpanan obat high alert khususnya elektrolit pekat dalam lemari
khusus yang terkunci yang diberi label merah.
6) Penyimpanan obat narkotika adalah di ruang farmasi di tempat
khusus yang mempunyai pintu ganda dengan kunci yang berlainan.
Kunci pintu luar dikuasakan kepada asisten apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian, kuncipintu dalam dikuasakan ke apoteker.
Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak
diketahui oleh umum.
7) Trolley Emergency disimpan disetiap ruang perawatan yang mudah
di akses oleh farmasis, dokter dan perawat/bidan bila terjadi code
blue/jika diperlukan.
8) Trolley emergency dievaluasi setelah obat setelah obat di trolley
emergency digunakan dan tiap bulan oleh staf farmasi.
9) Setiap hari perawat/bidan mencatat suhu trolley emergency.
10) Pengenceran dan pemberian elektrolit pekat dapat dilakukan oleh
dokter, farmasis, perawat/bidan yang telah terlatih.
11) Pemberian obat high alert, khususnyaelektrolit pekat dilakukan
dengan double check oleh 2 orang perawat(bidan)/farmasis.
12) Elektrolit pekat harus diencerkan sebelum digunakan.
13) Pemberian obat dilakukan dengan menerapkan 7 Benar: benar
obat,benar dosis, benar rute,benar waktu,benar pasien,benar
informasi dan benar dokumentasi.

KETUJUH

: Kebijakan Penerapan SKP 4 : Kepastian tepat lokasi, tepat


prosedur,tepat pasien, tepat sisi operasi bertujuan untuk
mengantisipasi terjadinya kesalahan lokasi/area operasi, kesalahan
mengantisipasi terjadinya kesalahan lokasi/area operasi, kesalahan
prosedur, kesalahan pasien operasi, dengan melakukan komunikasi
yang efektif antara anggota tim bedah, dan melibatkan pasien untuk
pemberian tanda pada lokasi pembedahan, dan melaksanakan
prosedur Universal Protocol terdiri dari:
1) Pelaksanaan proses Universal Protocol untuk pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi dan tindakan invasive terdiri dari 3
langkah yaitu penandaaan (Mark Site), Proses preverifikasi, Time
Out .
I.

Penandaan ( Mark Site) daerah operasi/ tindakan Invasif:


a. Penandaan daerah operasi/tindakan invasive
dilakukan di ruang perawatan minimal 1(satu) hari
sebelum dilakukan tindakan operasi dan maksimal
sampai sesaat sebelum pasien diantar ke ruang
operasi/tindakan, kecuali operasi cito/emergency,
penandaan dilakukan di ruang persiapan operasi oleh
operator. Bila operator berhalangan, dapat digantikan
oelh residen senior yang diberi kewenangan.
b. Penandaan daerah operasi/ tindakan invasive
menggunakan marker permanen/tinta parker/gentian
violet dengan menuliskan tanda Thick Mark v oleh
dokter operator yang apabila berhalangan hadir, dapat
digantikan oleh residen yang diberikan kewenangan.
c. Penandaan area operasi dilakukan kepada seluruh
jenis tindakan/pembedahan, kecuali pada kasus yang
sulit/tidak memungkinkan seperti endoskopi, saluran
cerna, cateterisasi jantung, HD, ada trauma, luka

bakar yang lokasinya sudah jelas, bayi premature,


atau pasien alergi terhadap tinta/marker.
d. Pemberian dilakukan pada :
Organ yang mempunyai Lateralisasi(kanan,kiri,
atau bilateral).

Beberapa digit pada jari tangan atau kaki.

Tindakan laparoskopi melalui saluran/lubang alami


pada tubuh (mata, hidung, telinga) pada sisi kiri
atau kanan atau bilateral.
Tulang belakang bagian depan atau belakang pada
tingkat : cervical, thoracal, lumbal dan sacrum.
Dua lokasi operasi dengan tindakan operasi yang
berbeda.
Gigi dengan cara menandai pada foro
Pheronamic/gambar gigi dalam berkas rekam medik
pasien.
Jika lokasi/sisi operasi tidak memungkinkan diberi
tanda maka akan ditandai pada area dekat lokasi
atau di cast(gips) jika terpasang.
Pada neonates, mengingat bahwa kulitnya sangat
sensitive dan sering dan sering mengalami
pengelupasan, maka penandaaan area dilakukan
menggambar area/sisi operasi pada berkas rekam
medic pasien.
Jika pasien menolak untuk dilakukan penandaan
area, maka petugas wajib melakukan edukasi
kembali kepada pasien tersebut dan jika tetap
menolak, maka pasien/keluarga harus membuat
pernyataan penolakan.

Anda mungkin juga menyukai