Anda di halaman 1dari 2

Sistem Pemungutan Pajak

System pemungutan pajak dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu official
assessment system, semiself assessment system, self assessment sytem, dan
withholding system.
1. Official assessment sytem adalah suatu system pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayaroleh seseorang
2. Semiself assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang
memberi wewenang pada fiskus dan WP untuk menentukan besarnya pajak
seseorang terutang
3. Self assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang
memberi wewenang penuh kepada wp untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.
4. Withholding system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi
wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak
yang terutang. Pihak ketiga yang telah dintentukan tersebut selanjutnya
menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada system ini fiskus dan WP
tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Di Indonesia, dari keempat pemungutan pajak tersebut ,pelaksanaa official
asseeement telah berakhir pada tahun 1967, yaitu dengan diundangkannya UU No.
8 tahun 1967 tentang perubahan dan penyempurnaan tata cara pemungutan pajak
pendapatan 1944, pajak karyawan 1932 dan pajak perseroan 1925 dengan tatat
cara MPS dan MPO.
Dengan official assessment system fiskus mengeluatkan surat ketetapan
sementara pada awal tahun, yang kemudia dikeluarkan lagi surat ketetapan pajak
rampung pada akhir tahun pajak untuk menentukan besarnya utang pajak
sesungguhnya terutang.
Tahun 1968 sampai dengan 1983, system perpajakan masih menggunakan
system semiself assessment dan withholding dengan tata cara yang disebut MPS
dan MPO. Barulah tahun 1984 ditetapkan system self assessment secara penuh
dalam system pemungutan pajak Indonesia, yaitu dengan diundangkannya UU No.
6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan (UU KUP) yang
mulai berjalan pada 1 januari 1984.
Sistem self assessment yang diatur dalam UU KUP sampai saat ini tetap
berlaku sekalipun UU KUP sudah mengalami perubahan, yaitu dengan
diundangkannya UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU KUP
tahun 1984. System self assessment secara jelas dapat dilihat dalam ketentuan
pasal 12 UU KUP, yang menegaskan sebagai berikut :
Ayat (1): Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Ayat (2): Jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan (STP) yang
disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ayat (3): Apabila Direktur jenderal pajak mendapatkan bukti jumlah pajak
terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur
Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.
Sekalipun WP sudah melaksanakan kewajibannya sesuaisistem self
assessment, bukan berarti WP tidak dimungkinkan lagi untuk dilakukan
pemerikasaan, artinya pemerintah cq. Direktorat Jenderal pajak dapat melakukan
tindakan pemeriksaan pajak terhadap WP apabila diketahui WP tidak benar dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Ketidakbenaran pemenuhan kewajiban
perpajakan tentunnya diketahui berdasarkan data yang diperoleh direktorat
jenderal pajak dari pihak ketiga.
Direktorat Jenderal Pajak bisa memperoleh data dari pihak ketiga
berdasarkan ketentuan pasal 35A UU KUP. Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap
instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah .
Selanjutnya , dalam penjelasan pasal 35A UU KUP ditegaskan bahwa dalam
rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan yang bersumber
dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak dan pihak lain sangat
diperlukan oleh Direktorat jenderal Pajak. Data dan informasi tersebut adalah data
yang menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan
kekayaan seseorang atau badan usaha.

Anda mungkin juga menyukai