Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat
lama dikenal manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di
daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebra toraks yang khas pada TB dari kerangka yang
digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan
yang berasal dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun
2000-4000 sebelum masehi.
Menurut WHO (World Health Organization) tuberkulosis merupakan
global emergency pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini, TB merupakan
penyakit menular yang masih menjadi tantangan bagi banyak negara di dunia.
Indonesia termasuk salah satu sebagai salah satu negara dengan beban TB
tinggi di dunia.2
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi
DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) telah diterapkan di WHO
pada tahun 2013 diperkirakan 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 di mana 1,1
juta orang (13%) diantara adalah pasien TB dengan HIV (Human
Immunodeficiency Virus) positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di
wilayah Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang

menderita TB MDR (Multi Drug Resistance) dan 170.000 orang diantaranya


meninggal dunia.3
Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada
pria tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi.
Diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah
kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya adalah
160.000 orang wanita dengan HIV positif.3
Di Lampung, perkiraan kasus TB BTA (+) mengacu pada insidens rate
Lampung sebesar 160 per 100.000 penduduk, perkiraan insiden semua kasus
1
TB tahun 2014 yaitu case notification rate semua kasus sebesar 224 per
100.000 penduduk. Angka notifikasi semua kasus TB sebesar 94 per 100.000
penduduk.3,4
Sekiranya 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis (15-50 tahun), diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Jika ia meninggal
akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain
merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan masyarakat.2
1.2 Masalah
a. Belum adanya evaluasi lebih lanjut akan Program Pengendalian dan
Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit
b. Bagaimana tingkat keberhasilan Puskesmas Rawat Inap Satelit dalam
pencapaian Program Pengendalian dan Penanggulangan TB

1.3 Tujuan
1.3.1.

Tujuan umum
Melakukan evaluasi lebih lanjut akan Program Pengendalian dan
Penanggulangan Tuberkulosis agar dapat diketahui pelaksanaan dan
tingkat keberhasilannya di Puskesmas Rawat Inap Satelit.

1.3.2.

Tujuan khusus
a. Mengetahui pelaksanaan dan pencapaian Program Pengendalian dan
Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.
b. Mengetahui masalah-masalah pada Program Pengendalian dan
Penaggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.
c. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah-masalah dari Program
Pengendalian dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas
Rawat Inap Satelit dan membuat prioritas masalah
d. Membuat

alternatif

pemecahan

masalah

untuk

Program

Pengendalian dan Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas


Rawat Inap Satelit.
1.4 Manfaat
1.4.1. Manfaat bagi Puskesmas
a. Mendapatkan masukan mengenai pelaksanaan dan masalah-masalah
yang dihadapi selama pelaksanaan Program Pengendalian dan
Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit.
b. Mendapatkan alternatif penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
Program

Pengendalian

dan

Penanggulangan

Tuberkulosis

Puskesmas Rawat Inap Satelit.


c. Sebagai bahan masukan untuk melakukan penyuluhan kesehatan
guna meningkatkan keberhasilan Program Pengendalian dan

Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Rawat Inap Satelit pada


tahun-tahun berikutnya.
1.4.2.

Manfaat bagi Universitas


Sebagai tempat penyelenggaraan tugas kedokteran terutama dalam
kepaniteraan ilmu kedokteran komunitas serta siap bekerja di
masyarakat.

1.4.3.

Manfaat bagi penulis


a. Penulis dapat melakukan evaluasi program puskesmas dengan
mengaplikasikan ilmu kedokteran komunitas.
b. Mendapatkan
informasi
mengenai
pelaksanaan
Pengendalian dan Penanggulangan Tuberkulosis

Program

di Puskesmas

Rawat Inap Satelit.


c. Penulis dapat mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif
penyelesaian masalah sebagai masukan untuk pelaksanaan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis
2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh

Mycobacterium

tuberkulosis.

Sebagian

besar

kuman

menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.5


2.1.2 Epidemiologi

TB

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke tiga tertinggi di dunia


setelah Cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di Cina, India
dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000 dan 591.000 kasus.
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah
266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985
dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking nomor 3
sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional
terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Samapi sekarang angka kejadian
TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena
masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal itu mungkin akan berubah
di masa datang melihat semangkin meningkatnya laporan infeksi HIV
dari tahun ke tahun. 5

2.1.3 Diagnosis
a. Anamnesis
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala
umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang
disertai:
a) Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau
b) Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, keringat malam dan mudah lelah).5
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada


awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali
menemukan

kelainan.

Pada

auskultasi

terdengar

suaranapas

bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks paru,


tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah: limfositosis/monositosis, LED meningkat, Hb turun.
2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA)
atau kultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagisewaktu.
3. Untuk TB non-paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung,
cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
4. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercakbercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas
jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai
yaitu, kavitas, pleuritis, efusi pleura.5
2.1.4 Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
a. Tujuan pengobatan:
1. Menyembuhkan,

mengembalikan

kualitas

hidup

produktivitas pasien.
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
3. Mencegah kekambuhan TB.

dan

4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.


5. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya
b. Prinsip-prinsip terapi:
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari
penggunaan monoterapi.
2. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose
Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut
kosong.
4. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban
tanggung jawab kesehatan masyarakat.
5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang
belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama.
6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai,
diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien
(patient centered approach) dan dilakukan dengan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang
pengawas menelan obat.
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator
penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada
akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.

8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan


efek samping harus tercatat dan tersimpan.5
Tabel 2.1 Dosis Obat Anti Tuberkulosis KDT/FDC
Fase Intensif
Fase Lanjutan
Harian
Harian
3x/minggu
Harian
3x/minggu
Berat
R/H/Z/E
R/H/Z
R/H/Z/
R/H
R/H
Badan
150/75/400/27
150/75/40
10/150/500
150/75
150/150
5
30/37
2
2
2
2
2
38-54
3
3
3
3
3
55-70
4
4
4
4
4
>71
5
5
5
5
5
Tabel 2.2 Dosis obat TB berdasarkan berat badan (BB)
Rekomendasi dosis dalam mg/kgbb
Obat
Harian
3x/minggu
INH
5 (4-6) max 300 mg/hr
10(8-12) max 900 mg/dosis
RIF
10 (8-12) max 600 mg/hr
10(8-12) max 600 mg/dosis
PZA
25(20-30) max 1600 mg/hr
35(30-40)max 2400 mg/dosis
EMB
15(15-20) max 1600 mg/hr
30(25-35)max 2400 mg/dosis

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan5


a. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid,
pirazinamid dan etambutol.
1. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis
obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum
setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin
kepatuhan minum obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya
penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif
(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah
terjadi konversi pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjut.

b. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid


1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan
isoniazid), namun dalam jangka waktu yang lebih lama (minimal
4 bulan).
2. Obat dapat diminum secara intermiten yaitu 3x/minggu (obat
program) atau tiap hari (obat non-program).
3. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :5
a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari
dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu.
Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal
pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal
pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah
suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal
diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan,
3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
c. OAT sisipan : HRZE

10

Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada


akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka
diberikan pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.
c.

Konseling dan Edukasi5


a) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit tuberkulosis
b) Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.
c) Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan

2.1.5 Peralatan5
a. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
b. Radiologi
c. Uji Gen Xpert-Rif MTB jika fasilitas tersedia
2.1.6 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai
dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis
menjadi kurang baik.5
Kriteria hasil pengobatan:
a. Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif
pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan

lengkap

pasien

yang

telah

menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan

11

apusan dahak ulang pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.
c. Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena
sebab apapun.
d. Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturutturut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
e. Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.
f. Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan
pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.5

2.1.7 Komplikasi
TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB
paru dibedakan menjadi dua, yaitu:7
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:Komplikasi-komplikasi yang sering
terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau
syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

12

c. Bronkietaksis

(pelebaran

bronkus

setempat)

dan

fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)


pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal, dan sebagainya,
2.2 Sistem
Evaluasi program P2TB di Puskesmas Rawat Inap Satelit menggunakan
pendekatan sistem, yaitu merupakan suatu penerapan dari cara berpikir yang
sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu
masalah atau keadaan yang dihadapi. Dalam hal ini program atau organisasi
dipandang menjadi suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen sistem.8
2.1.1.

Definisi Sistem

Sistem dapat memiliki beberapa makna.8


a. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling
dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai
satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang
telah ditetapkan (Ryans)
b. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsifungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit
organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif
dan efisien(John McManama)
c. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing

13

bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai


sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula
d. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai
elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan
sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
Jika diperhatikan dalam keempat pengertian sistem ini, terlihat bahwa
pengertian sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam,
yakni sebagai suatu wujud dan sebagai suatu metoda.8
a. Sistem sebagai suatu wujud
Suatu sistem disebut sebagai suatu wujud, apabila bagianbagian atau elemen-elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut
memberikan suatu wujud yang ciri-cirinya dapat dideskripsikan
dengan jelas.
b. Sistem sebagai suatu metode
Suatu sistem disebut sebagai suatu metode, apabila bagian atau
elemen-elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk
suatu metode yang dapat dipakai sebagai alat dalam melakukan
pekerjaan administrasi. Pemahaman sistem sebagai suatu metode
berperanan besar dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi oleh suatu sistem. Populer dengan sebutan
pendekatan sistem (system approach) yang pada akhir-akhir ini
banyak dimanfaatkan pada pekerjaan administrasi.
2.2.2 Unsur-unsur Sistem

14

Unsur-unsur yang terdapat dalam sistem dapat dikelompokkan menjadi


enam unsur yaitu :8
a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem
tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan terdiri dari
tenaga, dana, metode, sarana/material.
b. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi
keluaran yang direncanakan. Dalam sistem pelayanan kesehatan
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
penilaian.
c. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.
d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi
sistem tersebut.
e. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
f. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak
dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap
sistem
Lingkungan

Masukan

Proses

Umpan Balik

Keluaran

Dampak

15

Gambar 2.2 Enam unsur sistem yang saling mempengaruhi

2.2.3

Pendekatan Sistem
Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut,
perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga
secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersamasama berfungsi untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara
kerja sistem ini diterapkan ketika menyelenggarakan pekerjaan
administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan
nama pendekatan sistem (system approach).8
Terdapat beberapa definisi dari pendekatan sistem, antara lain:
a. Penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang
suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga
dapat berfungsi sebagai satu-kesatuan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (L. James Harvey).
b. Strategi yang menggunakan metode analisa, desain dan manajemen
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
c. Penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam
membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan
yang dihadapi.

16

Dalam suatu pendekatan sistem, dua proses utama yang


dikerjakan adalah (1) menguraikan sesuatu untuk mencari masalah
dan (2) membentuk sesuatu untuk menyusun jalan keluar.
Keuntungan dari pendekatan sistem adalah dapat menilai masukan
secara efisien, menilai proses secara efektif, menilai keluaran secara
optimal, dan menilai umpan balik secara adekuat. Akan tetapi,
pendekatan sistem memiliki kelemahan, yaitu terjebak pada detail
sehingga sulit menarik kesimpulan.8
2.2.3. Evaluasi Program
Definisi evaluasi menurut The American Public Association adalah suatu
proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan
suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 8 Evaluasi adalah
kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan merupakan
suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai
oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan. 9 Evaluasi merupakan
proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang dicapai
dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan sebagai upaya
untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan.10
Berdasarkan tujuannya, evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:8
a. Evaluasi formatif
Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada tahap awal program.
Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk meyakinkan bahwa rencana

17

yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang


ditemukan, sehingga nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut.
b. Evaluasi promotif
Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada saat program sedang
dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi promotif adalah untuk mengukur
apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan
rencana atau tidak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat
merugikan tujuan program.
c. Evaluasi sumatif
Ini merupakan jenis evaluasi yang dilaksanakan pada saat program telah
selesai. Tujuannya adalah untuk mengukur keluaran (output) atau dampak
(impact) bila memungkinkan. Jenis evaluasi ini yang dilakukan dalam
makalah ini.
Secara umum, langkah-langkah membuat evaluasi program meliputi (1)
penetapan indikator dari unsur keluaran, (2) penetapan tolak ukur dari tiap
indikator keluaran, (3) perbandingan pencapaian masing-masing indikator
keluaran program dengan tolak ukurnya, (4) penetapan prioritas masalah, (5)
pembuatan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan, (6)
pengidentifikasian penyebab masalah, (7) pembuatan alternatif pemecahan
masalah, (8) penentuan prioritas cara pemecahan masalah yang dirangkum
dalam kesimpulan dan saran.

18

BAB III
METODE EVALUASI

3.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data bersumber dari data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan penanggung jawab
Program Pengendalian Tuberkulosis (P2TB) di UPT Puskesmas Rawat
Inap Satelit.
2. Data sekunder
Data sekunder didapatkan dengan mempelajari dokumentasi Puskesmas
yaitu dari Profil UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit dan Buku Registrasi
Pasien TB periode Januari 2015 September 2016 di Klinik TB Paru.
3.2 Cara penilaian dan Evaluasi
3.2.1. Penetapan Indikator dan tolak ukur penilaian
Evaluasi dilakukan pada Program Pengendalian Tuberkulosis di UPTD
Puskesmas Rawat Inap Satelit. Sumber rujukan tolak ukur penilaian
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Profil UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2015
2. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2014.2
3. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.1

19

Tabel 3.1 Penetapan Indikator dan tolak ukur penilaian.2


Variabel
Case

Definisi operasional atau rumus

Target

Detection

Jumlah pasien baruTB BTA positif


x 100
Jumlah pasien baru TB BTA positif sembuh

85%

Rate Kasus

24

TB BTA (+)
(%)
Cure Rate
kasus TB BTA
(+) (%)

85%

Jumlah pasien baru TB positif yang dilapo rkan


x 100
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif

Sumber : Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014

3.3 Cara Analisis


3.3.1. Menetapkan indikator dan tolak ukur dari unsur keluaran
Mengetahui atau menetapkan indikator dan tolok ukur atau standar
yang ingin dicapai merupakan langkah pertama untuk menentukan
adanya suatu masalah dari pencapaian hasil output. Indikator
didapatkan dari berbagai rujukan, rujukan tersebut harus realistis dan
sesuai sehingga layak digunakan untuk mengukur. Tolak ukur juga
diperoleh dari rujukan.
3.3.2.

Menganalisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi

Mencari adanya masalah dengan mengidentifikasi dan membandingkan


hasil pencapaian program (output) dengan tolak ukurnya.
3.3.3. Menetapkan Masalah
Masalah dalam pendekatan sistem adalah kesenjangan antara tolak ukur
dengan hasil pencapaian pada unsur keluaran. Adanya masalah

20

diidentifikasi dengan membandingkan keluaran pada program dengan


tolak ukur. Tolak ukur program P2TB dapat dilihat pada tabel 3.1.
3.3.4. Menetapkan Prioritas Masalah
Masalah bisa lebih dari satu, tergantung dari indikator yang dipakai.
Jika terdapat lebih dari satu masalah, maka harus ditentukan prioritas
masalah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan dan sumber daya,
serta kemungkinan masalah-masalah tersebut saling berkaitan. Tujuan
menetapkan prioritas masalah adalah menetapkan masalah yang akan
dipecahkan masalahnya terlebih dahulu. Masalah yang menjadi prioritas
adalah masalah yang dianggap paling besar, mudah diintervensi, dan
paling penting, di mana jika masalah tersebut diatasi maka masalahmasalah lain juga dapat teratasi. Jika masalah lebih dari satu, maka
penetapan prioritas masalah dilakukan dengan teknik kriteria matriks
(criteria matrix technique). Kriteria ini dibedakan atas tiga macam,
yaitu:8
1. Pentingnya masalah (Importancy = I)
Makin

penting

masalah

tersebut,

makin

diprioritaskan

penyelesainnya. Ukuran pentingnya masalah yaitu :


a. Besarnya masalah (Prevalence = P)
b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Severity = S)
c. Kenaikan besarnya masalah (Rate of Increase = RI)
d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of
Unmeet need = DU)
e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social Benefit =
SB)
f. Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (Public Concern =
PO)
g. Suasana politik (Political Climate = PC)

21

2. Kelayakan teknologi (Technology = T)


Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk
mengatasi

masalah,

makin

diprioritaskan

masalah

tersebut.

Kelayakan teknologi yang dimaksud adalah menunjuk penguasaan


ilmu dan teknologi yang sesuai.
3. Sumber daya yang tersedia (Resources = R)
Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi
masalah makin diprioritaskan masalah tersebut. Sumber daya yang
dimaksud adalah yang menunjuk pada tenaga (man), dana (money)
dan sarana (material).
Beri nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat
penting) untuk setiap kriteria yang sesuai. Perhitungan prioritas masalah
dilakukan dengan rumus I x T x R. Masalah yang dipilih sebagai
prioritas adalah yang memiliki nilai tertinggi.
3.3.5.

Identifikasi penyebab masalah

a. Kerangka Konsep Masalah


Untuk menentukan penyebab masalah, gambarkan terlebih dahulu
proses terjadinya masalah atau kerangka konsep prioritas masalah.
Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor faktor penyebab
masalah yang telah diprioritaskan yang berasal dari komponen
sistem yang lainnya, yaitu komponen masukan (input), proses,
lingkungan, dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka
konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui
dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

22

b.

Identifikasi Penyebab Masalah


Identifikasi dilakukan dengan mengelompokkan faktor

dalam

unsur masukan, proses, lingkungan, dan umpan balik yang


diperkirakan berpengaruh terhadap prioritas masalah. Masing
masing masalah ditentukan indikator dan tolak ukur, kemudian
dibandingkan antara pencapaian dari unsur tersebut dengan tolak
ukurnya. Suatu faktor ditetapkan menjadi penyebab masalah jika
ada kesenjangan antara pencapaian indikator dengan tolak ukur.
Diperlukan pengumpulan data baik data berupa dokumentasi
puskesmas, maupun data dari wawancara untuk mengetahui
pencapaian di lapangan. Tolak ukur pada komponen masukan,
proses, lingkungan, dan umpan balik dapat dilihat pada tabel 3.2,
tabel 3.3, tabel 3.4, dan tabel 3.5.
Tabel 3.2. Tolak ukur pada komponen masukan
No

Variabel

1.

Tenaga

2.

Dana

3.

Sarana

Tolak Ukur
Tenaga pelaksana minimal : 1 dokter, 1 perawat, 1
petugas administrasi, dan 1 analis sebagai pemeriksa
laboratorium
Pelaksanaan program telah sesuai prosedur
Tersedianya dana khusus untuk pelaksanaan program
yang berasal dari APBD dan APBN
Tersedianya sarana:
a.
Sarana medis : alat-alat pemeriksaan seperti
stetoskop, senter, timbangan, tensimeter, dan
termometer
b.
Sarana non medis: ruangan dilengkapi
dengan ruang tunggu yang terbuka, ruang periksa
pasien, ruang laboratorium, ruang suntik, ruang
obat, tempat untuk memeriksa, lemari
penyimpanan obat, bangku untuk ruang tunggu,
status, alat tulis, buku catatan

23

c.
d.
e.

4.

Metode

Sarana penyuluhan: brosur, poster


Sarana khusus pencatatan dan pelaporan
Laboratorium

Pengobatan penderita Tuberkulosis Paru sesuai dengan


pedoman pemberantasan penyakit Tuberkulosis Paru :
Penemuan tersangka pasien TB paru BTA (+)
Penentuan diagnosis pasien TB paru
Pengobatan pasien TB paru
Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kepada penderita dan keluarga
Penyuluhan ke masyarakat
Pembinaan dan pelatihan kader
Pencatatan dan pelaporan kasus Tuberkulosis Paru

Tabel 3.3.Tolak ukur pada komponen proses


No
1.

Variabel
Perencanaan

Tolak ukur
Adanya perencanaan operasional (plan of action) yang
jelas: Jenis kegiatan, target kegiatan, waktu kegiatan.

2.

Organisasi a. Adanya struktur pelaksana program


b. Adanya pembagian tugas, tanggung jawab, dan
monitoring yang jelas

3.

Pelaksanaana. Penemuan tersangka pasien TB paru BTA (+)


Penentuan diagnosis pasien TB paru
Pengobatan pasien TB paru
Pengawasan Menelan Obat
b. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB paru
Penyuluhan TB

4.

Pencatatan a. Penilaian kegiatan dalam bentuk laporan tertulis secara


dan
periodik (bulanan, triwulan, semester, tahunan)
pelaporan b. Pengisian laporan tertulis yang lengkap
c. Penyimpanan laporan tertulis yang benar
d.
5.
Pengawasan Adanya pengawasan eksternal maupun internal
Tabel 3.4. Tolak ukur komponen umpan balik
No
1.

Variabel
Masukan a.
hasil laporan

Tolak Ukur
Digunakan data-data tentang hasil kegiatan dan
analisis sebagai masukan dan perbaikan program
selanjutnya

Tabel 3.5. Tolak ukur komponen lingkungan

24

No
1.

Variabel
Kemauan b.
penduduk ke
puskesmas
Sosial,
c.
ekonomi dan
pendidikan

Tolak Ukur
Semua penduduk datang ke puskesmas sesuai
wilayahnya untuk berobat
Masyarakat yang ekonomi dan pendidikan tinggi
ataupun rendah mengerti dan memahami mengenai TB

Penyebab masalah bisa lebih dari satu. Namun tidak semua


penyebab dapat diselesaikan karena mungkin ada masalah yang
saling berkaitan dan adanya keterbatasan kemampuan dalam
menyelesaikan semua penyebab masalah.
d. Membuat Alternatif Pemecahan Masalah
Sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukan, maka dibuat
alternatif pemecahan masalah. Alternatif pemecahan masalah dibuat
dengan melihat kerangka konsep prioritas masalah, sehingga tersusun
daftar alternatif pemecahan masalah, dengan memperhatikan kondisi,
kemampuan, dan situasi fasilitas kesehatan di Puskesmas. Alternatif
pemecahan masalah dibuat secara rinci, meliputi tujuan, sasaran, target,
metode, jadwal kegiatan, serta rincian dananya.

e. Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah.


Setelah membuat alternatif jalan keluar yang dianggap paling baik dan
memungkinkan, kemudian menentukan prioritas cara pemecahan
masalah. Pemilihan cara pemecahan masalah ini dengan memakai
teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang lazim digunakan adalah
efektivitas dan efisiensi jalan keluar.8

25

1.

Efektivitas jalan keluar


Tetapkan nilai efektifitas untuk setiap alternatif jalan keluar
dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan
angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai
efektifitasnya paling tinggi. Untuk menentukan efektifitas jalan
keluar digunakan kriteria tambahan yang dapat dilihat di bawah ini.
a) Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude)
Makin besar masalah yang dapat diatasi, makin tinggi prioritas
jalan keluar tersebut.
b) Pentingnya jalan keluar (Importancy)
Pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan kelanggengan masalah.
Makin lama masa bebas masalahnya, makin penting jalan keluar
tersebut.
c) Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability)
Sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi
masalah. Makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar
tersebut.

2. Efisiensi jalan keluar


Tetapkan nilai efisiensi untuk setiap alternatif jalan keluar. Nilai
efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan
untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang
diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Berikan angka
1 (biaya paling besar) sampai dengan angka 5 (biaya paling sedikit).

26

Nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif jalan keluar ditentukan


dengan membagi nilai hasil perkalian M x I x V dengan C. Alternatif
jalan keluar dengan nilai P tertinggi adalah prioritas jalan keluar yang
terpilih. Lebih jelas rumus untuk menghitung prioritas jalan keluar
dapat dilihat di bawah ini:
MxIxV
P=
C
Keterangan =

P: Priority, M: Magnitude, I: Importancy,


V: Vulnerability, C : Cost

3.4 Cara Evaluasi


3.4.1.

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan data di tabel-

tabel yang tersedia, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan secara


komputerisasi.
3.5 Waktu dan Lokasi
Data yang diambil mulai dari Januari 2015 September 2016 di Klinik
TB Paru UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit.

BAB IV
PENYAJIAN DATA
4.1. Data Analisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi
4.1.1. Data Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit seluas 853 Ha dan
mempunyai 7 Kelurahan di Kecamatan Kedamaian, yaitu:
a. Kelurahan Tanjung Gading
b. Kelurahan Tanjung Raya
c. Kelurahan Kedamaian
d. Kelurahan Bumi Kedamaian
e. Kelurahan Tanjung Baru
f. Kelurahan Kali Balau Kencana

27

g. Kelurahan Tanjung Agung Raya


Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah
sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Way Halim dan
Sukarame
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bumi Waras dan
Enggal
c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang
Timur
d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukabumi

4.1.2. Data Demografis


34 penduduk wilayah kerja Puskesmas
Dari data didapatkan jumlah
Rawat Inap Satelit sebesar 43.043 jiwa. Adapun gambaran jumlah
penduduk tiap kelurahan sebagai berikut
Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah, Jumlah KK dan Luas Wilayah di Wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2015
No
1
2
3
4
5
6
7

Kelurahan
Tanjung Gading
Tanjung Raya
Kedamaian
Bumi Kedamaian
Tanjung Baru
Kali Balau Kencana
Tanjung Agung Raya
Jumlah

Jumlah
Penduduk
3.909
6.784
8.315
7.371
6.037
8.675
1.958
43.043

Jumlah
Rumah
780
1.276
1.929
1.556
1.538
1.926
436
9431

Jumlah
KK
1.015
1.731
2.026
1.794
1.539
2.189
457
10.751

Luas
Wilayah
165 Ha
97 Ha
120 Ha
91 Ha
110 Ha
155 Ha
15 Ha
853 Ha

4.1.3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah sebagai berikut

28

Tabel 4.2 Sarana Pelayanan Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit
Tahun 2015
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Nama Sarana

Jumlah

Puskesmas Induk Satelit


Puskeskel
Dokter Praktek Umum
Dokter Praktek Gigi
Dokter Praktek Spesialis
Bidan Praktek Swasta
Balai Pengobatan Swasta
Toko Obat/Apotek
Posyandu
Laboratorium Kesehatan Swasta
Salon Kecantikan

1
7
6
3
2
3
2
5
30
2
4

4.1.4. Tingkatan Pendidikan masyarakat


Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat
Inap Satelit Tahun 2015
No

Pendidikan

1
2

Sarjana
Sarjana
Muda
SLTA
STLP
SD
TK
Belum
Sekolah
Buta Huruf

3
4
5
6
7
8

Kelurahan
BK
TB
652
353

TG
304

TR
1.209

KDM
3.151

90

1.130

2.428

297

1.065
665
665
137

1.275
1.427
1.187
0

563
807
525
127

977

556

Jumlah

KBK
545

TAR
215

145

742

86

4.918

1.918
1.329
1.609
554

965
733
601
405

1.781
2.530
2.491
252

1.150
105
225
41

8.717
7.596
7.303
1.516

383

885

307

334

132

3.574

127

28

155

6.429

4.1.5. Tingkatan Pekerjaan Masyarakat


Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap
Satelit Tahun 2015

No

Pekerjaan

1
2
3
4
5
6
7
8

PNS
TNI/Polri
Tani
Tukang
Buruh
Pensiunan
Pedagang
Lain-lain

Jumla
h

Kelurahan
TG
660
11
42
174
685
114
427
1.790

TR
103
6
49
302
103
137
250
4.698

KDM
1.189
416
119
297
1.214
773
2.199
1.777

BK
269
0
29
353
2.434
45
705
3.508

TB
228
33
12
231
764
105
273
1.378

KBK
120
25
0
155
691
52
248
7.38

TAR
103
6
0
49
302
103
137
250

2.575
491
251
1.561
6.175
1.329
4.239
20.785

29

4.1.6. Gambaran Mengenai Puskesmas


Sumber daya tenaga Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah sebagai
berikut

Tabel 4.5 Sumber daya tenaga Puskesmas Rawat Inap Satelit


No
1
2
3
4
5

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Jenis Tenaga
Dokter Umum
Dokter Gigi
SKM
Sarjana Umum
Perawat
a. SPK
b. D3
c. S1
Bidan
a. D1
b. D3
c. D4
Perawat Gigi
a. SPRG
b. D3
Apoteker
Asisten Apoteker
Sanitarian
a. SPPH
b. D3
Gizi
Analis Kesehatan
D3 Bahasa Inggris
SLTA
SMP
SD
Bidan Psukeskel
Perawat Puskeskel
Jumlah

PNS
5
3
1
1

Status Tenaga
PTT
Kontrak
0
1
0
0
0
0
0
2

Jumlah
TKS
0
0
0
0

6
3
1
3

1
9
1

0
0
0

0
7
2

0
0
1

2
16
4

2
2
2

0
0
0

0
7
0

0
3
0

2
12
2

2
1
1
1

0
0
0
0

0
1
0
0

0
1
0
1

2
2
1
2

2
1
1
2
0
2
0
1
0
0
39

0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
4

0
0
0
0
1
3
0
0
4
12
41

0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
10

2
1
1
3
1
6
1
1
8
12
95

30

31

4.1.7. Struktur Organisasi


KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA BANDAR LAMPUNG
dr. Hi. EDWIN RUSLI, M. KM

KEPALA PUSKESMAS SATELIT dr. Hj. RIA SARI


Kasubag Tata Usaha

SARGAN

Kegiatan :
Sistem Informasi Puskesmas: HARYATI, A. Md. Kep Kepegawain: SARG
Rumah Tangga: RUMPOKONINGSIH
Keuangan: drg. ERRY INDRIANA, MM

an Keperawatan Kesehatan
Masyarakat
dr.Penanggung
NOVITA
FITRIATI
Penanggung dan
jawab
Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaringan fasyankes
Penanggung
Jawab UKM
Pengembangan
jawab UKP Kefarmasian
Laboratorium
dr. DERA MEILENI

dr. BIE N U, M

dr. DHUFITA FITRIANA

Pelayanan Pemeriksaan Umum


Pelayanan Kesehatan Jiwa
es
dr. DERA MEILENI
DINI, S. KMAKHAMD RIDUAN, A. Md. Kep
Pelayanan Kesehatan Gigi
dr. NURLITA WN
Pelayanan Kesehatan
Gizi Masyarakat
atan Lingkungan
WINARTI,
A. Md. KL
Pelayanan KIA/ KB
SISKA RATMAWATI, A. Md. KG
Hj. DEVI SUARTY
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
HERNAWATI, S, Kep
Y
Pelayanan Gawat
dr. NOVITA FITRIATI
Pelayanan Kesehatan Lansia
ENDANG SURYOWULAN
P Darurat
KM
Pelayanan
Pelayanan Kesehatan Kerja Olahraga HERNAWATI,
S, Kep Gizi-UKM
, A. Md. Gizi
TUTI MARIYANI, A. Md. Gizi
Pelayanan Upaya Kesehatan Sekolah
Pelayanan Persalinan
I, S. Kep ELIYATI
Gambar
4.1 Struktur
EVI AVIVAH,
S, STOrganisasi BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap
awatan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan Rawat Inap
AN, A.Md. Kep
dr. NOVITA FITRIATI
Pelayanan Kefarmasian
NURHAYATI ANBIYA, S, Si, Apt
Pelayanan Kefarmasian
WINDA SULISTIYANI, A. Md. Ak

Pustu Kedamaian: PARINGAN, A. Md. Kep

PoskeskelKEDAMAIAN
PoskeskelB. KEDAMAIAN
PoskeskelTJ. AGUNG RAYA
PoskeskelTJ. RAYA
PoskeskelTJ. GADING
PoskeskelTJ. BARU
PoskeskelKALI BALAU KENCANA

Satelit
Poskeskel
Puskesmas Pembantu

Pustu Tj. Baru: SUTIKNO, A. Md. Kep

Pustu Tj. Ga

32

4.1.8. Struktur

Organisasi

Program

Pencegahan

dan

Penanggulangan TB paru
Kepala Puskesmas Rawat Inap Satelit
(dr.Hj. Ria Sari)
Penanggung jawab UKM Esensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
(dr. Novita Fitriati)
Penanggung Jawab
(Ibu Linda Warzati, S.Kep)
Pelaksana
(tenaga kesehatan puskesmas dan kader terkait)
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Program Pencegahan dan Penanggulangan TB paru

4.1.9. Data Khusus


Program Pencegahan dan Penanggulangan TB Paru (P2TB) periode
Januari 2015 September 2016 dilaksanakan pada semua pasien
dengan hasil pemeriksaan sputum BTA Positif yang datang ke
Puskesmas Rawat Inap Satelit Bandar Lampung. Berikut adalah datadata hasil pencapaian program P2TB Puskesmas Rawat Inap Satelit
Bandar Lampung. Tidak ada pasien yang meninggal dari semua
kelompok umur. Tidak ada data pasien yang ditangani dari Puskeskel
atau Pustu di wilayah kerja puskesmas.

Tabel 4.6. Jumlah pasien dengan gejala TB Paru dan pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas
Rawat Inap Satelit Bandar Lampung periode Januari 2015 Desember 2015
BTA BTA
Kelompok usia
Jumlah
(-)
(+)
Bulan
10-18
18-25
25-40
>40
<10
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Januari
0
0
0
3
1
3
1
4
Februari
0
0
0
3
1
2
2
4
Maret
0
1
0
3
6
5
5
10

33

April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
1
0
0
0
0
2

2
2
0
1
2
1
3
1
0
12

1
3
2
2
3
3
1
3
2
29

1
2
8
3
10
4
3
6
6
51

1
3
6
3
6
3
6
3
4
45

3
4
4
3
10
5
1
7
4
49

4
7
10
6
16
8
7
10
8
94

Tabel 4.7. Jumlah pasien dengan gejala TB Paru dan pemeriksaan sputum BTA di Puskesmas
Rawat Inap Satelit Bandar Lampung periode Januari 2016 September 2016
BTA BTA
Kelompok usia
Jumlah
(-)
(+)
Bulan
10-18
18-25
25-40
>40
<10
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Januari
0
0
0
2
4
4
2
6
Februari
0
0
2
1
2
2
3
5
Maret
0
0
0
1
2
2
1
3
April
0
0
1
2
2
2
3
5
Mei
0
0
2
3
1
2
4
6
Juni
0
0
2
1
0
2
1
3
Juli
0
1
1
2
0
1
3
4
Agustus
0
0
0
3
1
3
1
4
September
0
0
0
2
3
4
1
5
Jumlah
0
1
8
16
15
22
19
41

Program P2TB periode Januari 2015 September 2016,


dilaksanakan pada penderita dengan hasil pemeriksaan sputum BTA
Positif yang datang ke Puskesmas dengan segala variasi usia, namun
pada kasus TB anak dirujuk ke RS. Untuk memudahkan maka
penderita dikelompokkan menjadi penderita berusia<10 tahun, 10-18
tahun, 18-25 tahun, 25-40 tahun dan lebih dari 40 tahun. Jumlah
penderita TB Paru BTA Positif selama periode tersebut berjumlah 67
orang. Selama periode itu, tidak terdapat penderita berusia <10 tahun,
ada 3 penderita TB BTA Positif berusia 10-18 tahun, penderita TB
berusia 18-25 tahun sebanyak 20 orang, penderita TB berusia 25-40
tahun sebanyak 46 orang dan penderita TB berusia > 40 tahun

34

sebanyak 66 orang. Tidak ada penderita TB Paru BTA Positif yang


ditangani oleh kader pada periode Januari 2015 September 2016.
Tabel 4.7 Pencapaian program P2TBPuskesmas Rawat Inap Satelit Bandar Lampung
N
o
1.
2.

Variabel
Temuan pasien TB BTA Positif
Temuan pasien TB BTA Positif sembuh

Tolak
ukur

Pencapaian
2015

85%
85%

62,5%
60%

Pencapaian
Januari-September
2016
30,5%
24,5%

4.2 Menetapkan Masalah


Identifikasi masalah yang ada pada program P2TB BTA Positif dilakukan
dengan membandingkan pencapaian keluaran dengan tolak ukur.
Tabel 4.8 Identifikasi masalah program P2TB BTA Positif di wilayah kerja Puskesmas Rawat
Inap Satelit Bandar Lampung
No

Variabel

Tolak
ukur

Temuan pasien TB BTA


Positif
2.

Temuan pasien TB BTA Positif


sembuh

85%

Pencapaian
Pencapaian
Januari September Masalah
2015
2016
62
30,5%
85
.5
(+)
%
%
60%

24,5%

(+)

Dari data di atas kemudian diidentifikasi beberapa masalah dalam Program


P2TB BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Satelit Bandar Lampung yaitu :
1. Penemuan kasus baru TB BTA Positif yang rendah
2. Kepatuhan pasien masih rendah dalam menjalani pengobatan
3. Kurangnya PSP (pengetahuan, sikap dan perilaku) masyarakat mengenai TB

4.3 Penetapan Prioritas Masalah


Berdasarkan tabel 4.8, didapatkan beberapa masalah pada program P2TB
BTA Positif yang harus diselesaikan. Ditemukannya permasalahan ini maka
harus dibuat program prioritas penanganan masalah karena adanya
keterbatasan dana dan sumber daya. Penetapan prioritas masalah dilakukan

35

dengan menggunakan kriteria matriks seperti pada Tabel 4.9. Prioritas


masalah ditetapkan dengan sistem skoring dan akan dinilai beberapa kriteria:
a) Pentingnya masalah (importancy) yang terdiri dari:
- Besarnya masalah (Prevalence = P)
- Akibat yang ditimbulkan masalah (severity) = S
- Kenaikan besarnya masalah (rate of increase) = RI
- Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social benefit) = SB
- Derajat keinginan masyarakat tidak terpenuhi (degree of unmeetneeds)
= DU
- Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern) = PB
- Suasana politik (political climate) = PC
b) Kelayakan teknologi (technilcal feasibility) = T
c) Sumber daya yang tersedia (Resources availability) = R
Untuk setiap kriteria diberikan nilai dalam rentang 1 (tidak penting) hingga
5 (sangat penting). Masalah yang menjadi prioritas utama ialah masalah
dengan nilai tertinggi.
Tabel 4.9 Penetapan prioritas masalah

No

1.
2.
3.

Importance

Daftar Masalah
P
Penemuan kasus TB BTA (+)
4
baru masih rendah
Kepatuhan pasien masih rendah
4
dalam pengobatan
Kurangnya PSP (pengetahuan,
sikap dan perilaku) masyarakat 5
mengenai TB

Jumlah
P=I
xT
T R
xR

RI DU SB PB PC

4 3

312

2 3

156

5 4

620

Dari penetapan prioritas berdasarkan teknik kriteria matriks di atas,


maka prioritas masalah yang dipilih adalah kurangnya PSP masyarakat
mengenai penyakit TB. Adapun urutan prioritas masalah yang berhasil
ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya PSP masyarakat/pasien mengenai penyakit TB
2. Rendahnya penemuan kasus TB baru dengan BTA (+)
3. Kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

36

Kurangnya PSP masyarakat mengenai penyakit TB merupakan masalah


yang menjadi prioritas suatu masalah kesehatan masyarakat (prevalence).
Kurangnya tingkat PSP ini menggambarkan kurangnya informasi masyarakat
mengenai suatu penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas. Kurangnya
PSP masyarakat dapat berdampak pada temuan penyakit atau kepedulian
masyarakat dalam upaya pemecahan masalah kesehatan, terlebih dalam kasus
TB yang merupakan salah satu jenis penyakit menular. Selain memberikan
pelayanan berupa pengobatan, puskesmas juga diharapkan mampu melakukan
pencegahan, salah satunya dengan mengadakan penyuluhan atau sosialisasi
baik secara aktif maupun pasif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat.
Rendahnya angka kunjungan penderita ke puskesmas dapat diartikan
masih banyak yang kasus yang tidak teridentifikasi, sehingga tindak lanjut
berupa penyuluhan mengenai penyakit TB haruslah sampai pada penderita
atau masyarakat. Akibat dari kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga
mengenai pencegahan TB Paru dapat meningkatkan risiko penularan ke
keluarga dan bahkan ke masyarakat sekitar, terlebih lagi jika kegiatan
penyuluhan ke masyarakat tidak berjalan. Atas alasan-alasan di atas, akibat
yang ditimbulkan (severity) oleh kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku
masyarakat mengenai penyakit TB diberikan nilai paling besar.
Angka cakupan penemuan kasus TB BTA (+) yang belum memenuhi
target menunjukan bahwa masih banyak penderita TB Paru yang tidak datang
berobat ke puskesmas dan tidak adanya pelayanan pemeriksaan atau
pengobatan TB di puskeskel/pustu (seperti program puskesmas keliling), atau

37

porsi pemeriksaan dan pengobatan dilakukan juga oleh beberapa pusat


pelayanan kesehatan yang lain seperti praktek dokter swasta serta pusat
pelayanan kesehatan swasta lainnya.
Nilai kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang masih rendah
dapat mengakibatkan kesembuhan TB menjadi lebih lama bahkan
dikhawatirkan terjadi resistensi, sebaiknya hal seperti ini disampaikan kepada
pasien agar selalu memperhatikan pengobatannya dan kepada pihak keluarga
pasien agar turut serta dalam mengawasi minum obat serta kontrol
pengobatannya. Jika dibiarkan, hal ini dapat memunculkan anggapan buruk
pada masyarakat tentang penanganan di Puskesmas yang akan semakin
membuat angka kesembuhan dapat berkurang atau terjadinya peningkatan
risiko penularan pada masyarakat.
Kenaikan besar masalah (Rate of Increase) untuk angka cakupan
penemuan kasus baru TB BTA (+) mencapai 63,8% dari nilai idealnya 85%.
Ini berarti terdapat kesenjangan sebesar 21,2%. Jumlah pelaksanaan
screening yang lebih kecil dari standar untuk tiap penderita dapat
menyebabkan penegakan diagnosis dan penanganan TB menjadi terlambat.
Hal ini terkendala pada kemauan pasien dengan gejala TB untuk dilakukan
pemeriksaan sputum BTA, atau pasien tersebut mengalami kesulitan untuk
mengeluarkan dahak yang akan dilakukan pemeriksaan BTA.
Selain rendahnya temuan kasus baru, kepatuhan yang masih rendah dan
kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat mengenai penyakit
juga memiliki nilai yang sama. Kurang aktifnya peran petugas puskesmas dan
kader juga dapat mencerminkan kurangnya perhatian dan peran serta
masyarakat terhadap penanggulangan kasus TB. Oleh karena itulah,

38

diharapkan petugas puskesmas untuk meningkatkan kualitas kinerjanya dan


bagi kader yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sebenarnya
diharapkan mampu memperluas daya jangkau program P2TB yang berjalan di
wilayah kerja puskesmas.
Pemerintah telah membentuk program P2TB dan sangat mendukung
dalam pelaksanaan program tersebut dengan penerapan protap Global Fund.
Dikarenakan hal tersebut maka keseluruhan permasalahan tersebut memiliki
nilai political climate yang sama, namun ada baiknya puskesmas melakukan
strategi baru dalam menjalankan Program P2TB agar dapat mencapai target
program P2TB.
Dari penilaian teknis (technical feasibility), data mengenai tingkat PSP
masyarakat yang masih rendah mendapatkan nilai yang paling tinggi, karena
pada saat ini, sudah banyak kemajuan teknologi yang dapat digunakan untuk
mendukung dalam edukasi masyarakat. Screening temuan kasus baru juga
mendapat sorotan, namun hal ini sebenarnya tidaklah sulit dilakukan karena
di puskesmas sendiri sudah tersedia pemeriksaan sputum BTA. Mengenai
kepatuhan pasien, hal tersebut terkendala oleh pasien sendiri dikarenakan
terdapat pasien yang tidak melakukan kontrol atau pengambilan OAT sesuai
jadwal yang ditentukan.
4.4 Identifikasi Penyebab Masalah
4.4.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibuat dengan menggunakan pendekatan analisis,
hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab masalah
tidak tercapainya program penanganan TB paru BTA (+) Puskesmas

39

Rawat Inap Satelit. Kerangka konsep yang telah dipikirkan untuk


masalah tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Belum tercapai target


Lingkungan
Umpan balik
Dana

Sarana

Proses

Masukan
Metode

SDM

Penilaian

Perencanaan

Pencatatan dan pelaporan


Pelaksanaan
Kurangnya
penemuan
Kualitas
TB secara
kinerjatenaga
aktif kurang
Kurangnya sarana
penyuluhan
TB kasus
Kurangnya penyuluhan TBKepatuhan pengobatan rendah
Pengisian laporan kurang rapi
prosedur namun belum ada tindak lanjut hasil temuan
Belum ada pelatihan kaderSesuai
TB

rendah

Gambar 4.3 Kerangka Konsep


Pengorganisasian
Monitoring perancanaan belum aktif berjalan

4.4.2. Estimasi Penyebab Masalah


Masalah dalam pelaksanaan program penanganan TB paru BTA (+)
akan

dibahas

sesuai

dengan

pendekatan

sistem

yang

Sebagian
penduduk
keadaan
sosial
ekonomi
dan pendidikan
Kemauan penduduk
mengunjungi
puskesmas
rendah
mempertimbangkan
seluruh
faktor
baik
dari unsur
masukan, menengah
proses, ke bawah

umpan balik, dan lingkungan


Pada komponen masukan, yang berpotensi menjadi penyebab
masalah adalah kualitas kinerja sumber daya manusia termasuk di
dalamnya adalah dokter, perawat, tenaga administrasi dan kader TB,

40

sarana penyuluhan di puskesmas rawat inap satelit, dan metode yang


digunakan. Mengenai kualitas kinerja sumber daya manusia, terdapat
pada kurang maksimalnya kinerja pemegang program yang ada. Hal
ini diperkirakan karena saat ini pemegang program yaitu 1 perawat
yang merangkap juga menjadi petugas administrasi. Untuk sarana
penyuluhan di puskesmas, poster ataupun brosur mengenai TB dirasa
masih kurang, hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi TB secara
pasif. Untuk metode, pada penemuan kasus TB paru BTA(+), hanya
ada secara pasif yaitu pasien datang sendiri ke puskesmas untuk
berobat, dan masih kurang secara aktif di mana para kader TB terlatih
menemukan pasien dengan gejala TB dan disarankan ke puskesmas.
Dan juga penyuluhan dari puskesmas kepada masyarakat mengenai
TB dirasa masih kurang, sehingga tindakan preventif juga minimal.
Oleh karena itu bila kualitas kinerja tenaga, sarana penyuluhan kurang
memadai dan kurangnya penyuluhan, hal ini dapat mengakibatkan
metode yang digunakan dalam pelaksanaan program menjadi kurang
optimal, sehingga partisipasi masyarakat menjadi lebih rendah dari
yang diharapkan dan menyulitkan pelaksanaan program ini.
Pada komponen proses, yang menjadi masalah pada program ini
yaitu pada pengorganisasian, pelaksanaan dan pencatatan dan
pelaporan. Untuk pengorganisasian, pada monitoring dari perencanaan
belum efektif berjalan, sehingga ini dapat mempengaruhi pelaksanaan.
Untuk pelaksanaan, pada penemuan kasus TB paru BTA (+) belum
efektif karena baik pada pelaksana program maupun kader TB belum

41

ada menindaklanjuti hasil temuan yang telah dilakukan secara


prosedur. Pada pengobatan, masih banyak pasien yang sulit untuk
mengikuti pengobatan selama 6 bulan, terlihat dari banyaknya pasien
yang telat untuk mengambil obat bahkan tidak mengambil obat,
diperkirakan karena kurangnya kemauan pasien untuk ke puskesmas
dan pasien tidak ingin mengantre. Untuk pencatatan dan pelaporan,
yang menjadi masalah yaitu pengisian laporan yang terkesan kurang
rapi, yang dapat berujung pada kurang lengkapnya laporan yang
dicatat.
Pada komponen lingkungan, yang menjadi masalah ialah
kemauan penduduk ke puskesmas dan sosial ekonomi dan pendidikan.
Pada kemauan penduduk ke puskesmas, terdapat kurangnya
kunjungan penderita TB ke puskesmas rawat inap satelit pada
beberapa kelurahan, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya keinginan
sebagian penduduk untuk berkunjung ke puskesmas rawat inap satelit,
yang diperkirakan karena pada sebagian wilayah terdapat puskesmas
wilayah lain yang lebih dekat bila penduduk sekitar pergi ke
puskesmas tersebut. Pada sosial ekonomi dan pendidikan, kebanyakan
masyarakat merupakan kalangan menengah ke bawah dan dengan
pendidikan tamatan SD, SLTP dan SLTA yang terbanyak sehingga
banyak dari masyarakat yang kesadarannya rendah mengenai TB, dan
pentingnya pemeriksaan dahak.
4.4.3. Konfirmasi Penyebab Masalah
Dilakukan wawancara dengan pihak terlibat (penanggung jawab
program P2TB puskesmas rawat inap satelit) dan membandingkan

42

hasil dan tolak ukur dilakukan untuk mengkonfirmasi penyebab


masalah. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab
masalah tersebut dapat dilihat pada beberapa tabel berikut ini.
Tabel 4.10 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Masukan
Unsur
Tenaga

Dana

Sarana

Metode

Tolak Ukur

Pencapaian

Tena ga pelaksana minimal: 1 dokter, 1Ada dokter yang membawahi


perawat, 1 petugas administrasi,
program, ada 1 perawat
dan 1 analisis sebagai pemeriksa
yang
merangkap
laboratorium
administrasi, ada 1 analis
Pela Pelaksanaan program belum
ksanaan program telah sesuai
maksimal
prosedur
Tersedianya dana khusus untuk Ada dana untuk kegiatan
pelaksanaan
program
yang dari BOK
berasal dari APBD dan APBN
Tersedianya sarana:
1. Sarana
medis:
alat-alat 1. Tersedia
pemeriksaan
seperti
stetoskop, senter, timbangan,
tensimeter, dan termometer
2. Tersedia
2. Sarana non medis: ruangan
dilengkapi dengan ruang
tunggu
yang
terbuka
, ruang periksa pasien , ruang
laboratorium, ruang suntik,
ruang obat, tempat untuk
memeriksa,
lemari
penyimpanan obat, bangku
untuk ruang tunggu, status,
3. Belum memadai
alat tulis, buku catatan
3. Sarana penyuluhan: brosur,
4. Tersedia
poster
4. Sarana khusus pencatatan dan 5. Tersedia
pelaporan
5. Laboratorium
Peng a. Penemuan
tersangka
obatan penderita TB Paru sesuai
TB dilakukan secara
dengan pedoman pemberantasan
pasif dengan pasien
penyakit TB Paru :
datang
sendiri
ke
a. Penemuan tersangka pasien
puskesmas dan masih
TB paru BTA +
kurang secara aktif
b. Penentuan diagnosis pasien
yaitu oleh kader yang

Penyebab
Masalah

+
+

43

TB paru
c. Pengobatan pasien TB paru
Penyuluhan kesehatan
a. Penyuluhan kepada penderita
dan keluarga
b. Penyuluhan ke masyarakat
Pembinaaan dan pelatihan kader
TB
Pencatatan dan pelaporan kasus
Tuberkulosis Paru

terlatih jika pasien


menunjukkan
gejala
khas TB.
b. Sudah sesuai prosedur
c. Sudah sesuai prosedur
Penyuluhan kesehatan
A. Sudah dilakukan
B. sudah dilakukan namun
kurang maksimal
- Belum ada pembinaan dan
pelatihan kader TB
- Sudah sesuai prosedur

+
+
-

Tabel 4.11 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Proses
Unsur
Perencanaan
Organisasi

Pelaksanaan

Pencatatan dan
pelaporan
Pengawasan

Tolak Ukur

Pencapaian

Adanya perencanaan operasional Sudah ada perencanaan


yang jelas: jenis kegiatan, target kegiatan pada program ini
kegiatan, waktu kegiatan.
Adanya
struktur
pelaksana Ada struktur pelaksana
program
program
Adanya
pembagian
tugas, Sudah ada pembagian
tanggung jawab dan monitoring tugas yang jelas kepada
yang jelas
kader
TB,
namun
monitoring kurang
Penemuan tersangka pasien TB Sudah sesuai prosedur,
paru BTA +
namun belum ada tindak
Penentuan diagnosis pasien TB lanjut hasil temuan
paru
Sudah sesuai prosedur
Pengobatan pasien TB paru
Sudah sesuai prosedur,
Pengawasan Menelan Obat
namun pasien banyak telat
Pemeriksaan ulang dahak pasien mengambil obat
TB paru
PMO telah ditentukan
Penyuluhan TB
Sudah sesuai prosedur
Sudah dilakukan saat
proses pengobatan
Penilaian kegiatan dalam bentuk Laporan tertulis dilakukan
laporan tertulis secara periodik
secara periodik tahunan
Pengisian laporan tertulis yang Pengisian terkesan kurang
lengkap
rapi dan cukup lengkap
Penyimpanan laporan tertulis Penyimpanan
laporan
yang benar
cukup baik
Adanya pengawasan eksternal Pengawasan program
maupun internal
dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Bandar
Lampung dan secara
internal oleh kepala
puskesmas

Penyebab
Masalah
+

+
+
+
-

44

Tabel 4.12 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Umpan Balik
Penyebab
Unsur
Tolak Ukur
Pencapaian
Masalah
Masukan
Digunakan data-data
Data tentang hasil
hasil
tentang hasil kegiatan
kegiatan dan analisis ada
laporan
dan analisis sebagai
tiap bulan
masukan dan perbaikan
program selanjutnya
Tabel 4.13 Konfirmasi Penyebab Masalah Program P2TB Pada Komponen Lingkungan
Penyebab
Unsur
Tolak Ukur
Pencapaian
Masalah
Kemauan
Semua penduduk datang ke
Sebagian penduduk
penduduk
puskesmas sesuai wilayahnya
terutama penderita TB
ke
untuk berobat
masih banyak yang
+
puskesmas
datang ke puskesmas
wilayah lain
Sosial
Masyarakat yang ekonomi dan
Banyak masyarakat baik
ekonomi
pendidikan tinggi ataupun rendah ekonomi atau pendidikan
dan
mengerti dan memahami
yang menengah ke
+
pendidikan mengenai TB
bawah masih belum
sadar mengenai
pentingnya mengenai TB

Berdasarkan tabel di atas maka ditetapkan penyebab belum


optimalnya program P2TB di Puskesmas Rawat Inap Satelit untuk
periode Januari-Desember 2015 berdasarkan komponen masukan,
proses, umpan balik dan lingkungan adalah sebagai berikut.
a. Masukan
Pada komponen masukan, kualitas kinerja sumber daya manusia,
dana, sarana penyuluhan TB di puskesmas, penemuan tersangka
pasien TB paru BTA (+), penyuluhan TB ke masyarakat serta
pelatihan kader dapat menjadi penyebab masalah. Agar program ini
dapat terlaksana secara optimal, maka dibutuhkan kinerja yang
maksimal dari tenaga pelaksana program.
Hal ini masih belum terpenuhi karena hanya ada 1 perawat
yang memegang program ini dan perawat tersebut juga merangkap

45

untuk mengerjakan administrasi, sehingga perawat tidak dapat


terfokus untuk melaksanakan program. Sarana medis yang tersedia
sudah sesuai dengan standar yang ada, namun kekurangan pada
sarana non-medis, yaitu pada media penyuluhan TB di mana
kurangnya poster atau leaflet mengenai TB. Pada segi metode,
kekurangan yang ada yaitu kurangnya penemuan kasus pasien TB
baru BTA (+) secara aktif, yaitu di mana terdapat para pelaksana
program dan kader TB yang mencari penduduk di masyarakat
yang terdapat gejala-gejala khas TB. Penyuluhan mengenai TB
kepada masyarakat juga masih kurang, sehingga kesadaran
masyarakat mengenai penyakit TB juga kurang berkembang.
Pelatihan terhadap kader juga belum ada, sehingga tenaga
kader TB yang ada belum terlatih untuk menangani dan
menghadapi pasien TB. Hal-hal inilah yang menjadi penyebab
masalah kurang optimalnya program ini.
b. Proses
Salah satu komponen proses yaitu pengorganisasian, terdapat
masalah yaitu belum adanya monitoring dari perencanaan kegiatan
yang baik, dikarenakan kurangnya komunikasi antara pelaksana
program dan kader TB. Pada pelaksanaan terdapat beberapa
masalah, yaitu penemuan tersangka TB paru BTA (+) yang belum
ada tindak lanjut dari hasil temuan sesuai prosedur, dikarenakan
kurangnya monitoring dari pelaksana program dan para kader TB
tidak mampu untuk melakukan pencarian penduduk yang memiliki

46

gejala khas TB dan pemeriksaan dahak. Hal ini dikarenakan para


penduduk biasanya menyangkal untuk gejala, dan tidak mau untuk
periksa dahak atau beralasan tidak bisa mengeluarkan dahak. Pada
pengobatan TB, banyak pasien yang masih terlambat untuk
mengambil obat OAT, bahkan ada yang tidak mengambil kembali.
Telatnya pasien mengambil obat kemungkinan disebabkan
pasien ingin menghindari antrean panjang. Layanan untuk pasien
TB pada puskesmas rawat inap satelit di adakan pada hari senin, di
mana pada hari senin dan selasa merupakan hari banyaknya
kunjungan pasien, sehingga harus antrean panjang untuk
mendaftar. Untuk menghindari itu, maka para pasien mengambil
obat di hari yang lain. Banyak juga pasien yang bahkan harus
dihubungi terlebih dahulu agar mengambil obat. Pada pencatatan
dan pelaporan, terdapat masalah yaitu kurang rapinya data yang
dicatat, sehingga sedikit kesulitan dalam pembacaan data dan
dikhawatirkan pencatatan data yang kurang lengkap.
c. Lingkungan
Kemauan penduduk berkunjung ke puskesmas dan tingkat
pendidikan sosial ekonomi pada aspek ini yang berpotensi
menyebabkan program ini kurang berjalan dengan optimal. Pada
kemauan penduduk ke puskesmas, yang menjadi masalah adalah
kurangnya kunjungan pasien TB dari beberapa kelurahan di
wilayah kerja puskesmas rawat inap satelit. Hal ini disebabkan
para penduduk yang masih dalam wilayah kerja puskesmas rawat

47

inap satelit banyak yang mendatangi puskesmas wilayah kerja


lain, umumnya dikarenakan jaraknya lebih dekat untuk ke
puskesmas lain tersebut daripada untuk ke puskesmas rawat inap
satelit.
Hal ini menyebabkan temuan pasien TB secara pasif di
puskesmas berkurang. Pada masalah pendidikan, penduduk di
wilayah kerja puskesmas rawat inap satelit sebagian besar
pendidikannya menengah ke bawah, hal ini mempengaruhi
tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB. Demikian juga
dengan tingkat ekonomi masyarakat di wilayah kerja puskesmas
rawat inap satelit yang dilihat dari pekerjaannya di mana sebagian
besar berpendapatan menengah ke bawah, hal ini juga
mempengaruhi kemauan penduduk untuk berobat ke layanan
kesehatan

berkurang.

Ditambah

dengan

belum

adanya

penyuluhan di masyarakat mengenai TB, sehingga pemahaman


mengenai TB di masyarakat berisiko rendah.
4.5 Alternatif Penyelesaian Masalah
Tabel 4.14 Alternatif Penyelesaian Masalah
N
o
1

Penyebab Masalah

Alternatif Penyelesaian
masalah

Prioritas

Masukan
Tenaga:
- Kualitas kinerja pelaksana - Menambah tenaga
- Menambah tenaga
program kurang maksimal
pelaksana program yaitu
pelaksana yaitu
tenaga yang khusus untuk
tenaga khusus
menangani administrasi
menangani
Sarana:
administrasi
- Kurangnya media
- Melengkapi poster dan
- Melengkapi sarana
penyuluhan TB di
leaflet tentang TB
penyuluhan
puskesmas

48

Metode:
- Mengaktifkan kader TB
- Kurangnya penemuan
agar dapat mencari pasien
pasien TB baru BTA (+)
TB baru BTA (+) secara
secara aktif
aktif bersama pelaksana
- Kurangnya penyuluhan ke
program
masyarakat
Meningkatkan
penyuluhan
- Tidak ada pelatihan kader
tentang TB di masyarakat
- Mengadakan pelatihan
kader TB
2
Proses
Pengorganisasian:
- Monitoring dari
- Meningkatkan monitoring
perencanaan kegiatan
perencanaan kegiatan
kurang memadai
dengan pertemuan rutin
sekaligus pembinaan
antara pelaksana program
dengan kader TB
Pelaksanaan:
- Penemuan kasus TB baru
- Melakukan tindak lanjut
BTA (+) belum ada
berupa pencarian kasus
tindak lanjut dari hasil
TB BTA (+)secara aktif
temuan secara prosedur
- Mengganti hari pelayanan
- Pasien banyak yang
khusus pasien TB di
terlambat bahkan tidak
puskesmas
mengambil obat rutinnya

Pencatatan dan pelaporan:


- Pencatatan laporan kurang - Membuat buku laporan
khusus untuk pasien TB
rapi
Lingkungan
- Kemauan penduduk
- Mengaktifkan pelayanan
berkunjung ke puskesmas
TB minimal hingga
- Pendidikan dan sosial
tingkat pustu
ekonomi menengah ke
- Mengadakan penyuluhan
bawah
rutin mengenai TB

tentang TB di
puskesmas seperti
brosur dan leaflet
Mengadakan
pertemuan dan
pembinaan rutin
serta pelatihan
tentang TB
kepada kader TB
Meningkatkan lagi
penyuluhan TB ke
masyarakat
Mengganti hari
pelayanan khusus
TB dari hari senin
ke hari yang
sekiranya pasien
puskesmas tidak
terlalu banyak
Membuat buku
laporan khusus
untuk pencatatan
pasien TB
Mengadakan
pelayanan TB
hingga di
puskeskel dengan
tenaga
pelaksanaan
program maupun
kader TB yang
sudah mendapat
pelatihan dan
bimbingan

4.6 Prioritas Penyelesaian Masalah


Prioritas pemecahan masalah ditetapkan dengan sistem skoring:
a) Efektifitas jalan keluar, yang terdiri dari M, I dan V
Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude) = M
Pentingnya jalan keluar (Importancy) = I
Sensitivitas jalan keluar (Vulnerabillity) = V
b) Biaya jalan keluar (Cost) = C
Terhadap berbagai alternatif jalan keluar yang sudah dikemukakan di atas.

49

Tabel 4.15 Alternatif Jalan Keluar


Alternatif Jalan Keluar

Menambah tenaga pelaksana


yaitu tenaga khusus
menangani administrasi
Melengkapi sarana
penyuluhan tentang TB di
puskesmas seperti brosur
dan leaflet
Mengadakan pertemuan dan
pembinaan rutin serta
pelatihan tentang TB kepada
kader TB
Meningkatkan lagi
penyuluhan ke masyarakat
Mengganti hari pelayanan
khusus TB dari hari senin ke
hari yang sekiranya pasien
puskesmas tidak terlalu
banyak
Membuat buku laporan
khusus untuk pencatatan
pasien TB
Mengadakan pelayanan TB
hingga di puskeskel dengan
tenaga kader TB yang sudah
mendapat pelatihan dan
bimbingan

Prioritas Jalan
Keluar:
P=(MxIxV)/C
12

12

24

33,3

16

11,25

20

Berdasarkan uraian di atas, terdapat 12 masalah yang menyebabkan


masih kurangnya temuan kasus BTA (+) di Puskesmas Rawat Inap Satelit.
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan urutan prioritas jalan keluar yaitu:
1. Meningkatkan lagi penyuluhan ke masyarakat
2. Mengadakan pertemuan dan pembinaan rutin serta pelatihan tentang TB
kepada kader TB
3. Mengadakan pelayanan TB hingga di puskeskel dengan tenaga
pelaksanaan program maupun kader TB yang sudah mendapat pelatihan
dan bimbingan

50

4. Mengganti hari pelayanan khusus TB dari hari senin ke hari yang


sekiranya pasien puskesmas tidak terlalu banyak
5. Melengkapi sarana penyuluhan tentang TB di puskesmas seperti brosur
dan leaflet
6. Menambah tenaga pelaksana yaitu tenaga khusus menangani administrasi
7. Membuat buku laporan khusus untuk pencatatan pasien TB
Dari kriteria di atas telah ditetapkan prioritas penyelesaian masalah
adalah meningkatkan lagi penyuluhan ke masyarakat. Karena dengan
penyuluhan secara berkesinambungan, maka diharapkan tingkat pengetahuan
dari

masyarakat

mengenai

TB

meningkat.

Dengan

meningkatnya

pengetahuan mengenai TB di masyarakat, maka beberapa masalah dapat di


atasi sekaligus, seperti penemuan kasus TB paru BTA (+), tingkat kunjungan
pasien TB ke puskesmas, dan tingkat kesembuhan pasien TB paru BTA (+).
Dengan penyuluhan, maka masyarakat mengetahui pentingnya pemeriksaan
dahak, gejala khas TB paru, dan pentingnya berobat berkesinambungan,
sehingga diharapkan berkurangnya pasien yang menolak atau kesulitan untuk
pemeriksaan dahak dan pasien yang enggan mengambil obat TB di
puskesmas tepat waktu dan teratur. Prioritas kedua adalah dengan
mengadakan pertemuan dan pembinaan rutin serta pelatihan tentang TB
kepada kader TB. Pertemuan dan pembinaan rutin dilakukan untuk
pembahasan rutin mengenai perkembangan penderita TB di daerah masingmasing kader TB, dan juga dapat sebagai monitoring kegiatan rutin. Pelatihan
juga penting, karena tiap kader TB bertanggung jawab atas pasien TB yang
ada di daerahnya. Dengan kader yang terlatih, maka kader tersebut dapat
lebih mengetahui apa saja yang harus dilakukan untuk penanganan penyakit

51

TB di daerahnya, baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif


sebagai seorang kader.
Lalu solusi selanjutnya dengan mengadakan pelayanan TB hingga ke
puskeskel, supaya penduduk dalam wilayah kerja tetap berobat di dalam
wilayah, dan masyarakat juga dapat dengan mudah mengambil obat rutinnya
terutama pada pasien dengan fase intensif. Dan ini juga membantu pada
masyarakat yang menengah ke bawah atau pada orang-orang desa, di mana
mereka sebagian besar enggan ke puskesmas untuk berobat walaupun mereka
merasa sakit. Dengan adanya puskeskel, maka mereka bisa dijangkau tanpa
para penderita harus ke puskesmas.
Solusi selanjutnya yaitu dengan mengganti hari pelayanan khusus
pasien TB ke hari lainnya, karena hari pelayanan pasien TB yang ada
sekarang yaitu hari senin di mana banyak masyarakat yang juga berobat ke
puskesmas, sehingga terjadi antrean yang panjang. Untuk menghindari itu,
banyak pasien TB yang datang pada hari rabu atau kamis, akibatnya mereka
ada jeda berhenti minum obat dikarenakan obat tersebut habis. Dengan
diganti hari pelayanan, diharapkan pasien datang ke pelayanan khusus pasien
TB tepat waktu. Solusi selanjutnya yaitu dengan melengkapi dan
memperbanyak sarana penyuluhan TB di puskesmas, seperti poster dan
brosur, sehingga pasien yang datang ke puskesmas mendapat sedikit
pengetahuan mengenai TB. Untuk contoh lembar leaflet ada di lampiran.
Solusi selanjutnya yaitu dengan penambahan tenaga pelaksana,
sehingga perawat yang ada dapat terfokus untuk melaksanakan kegiatan, dan
ada yang pegawai yang terfokus pada administrasi. Solusi terakhir yaitu
dengan membuat buku laporan khusus untuk pencatatan pasien TB, sehingga

52

pegawai yang mengatur pencatatan dapat mencatat dengan rapi karena sudah
ada kotak yang harus diisi, dan meminimalisir kesalahan karena kurang
lengkapnya pencatatan.untuk contoh format buku laporan dapat dilampiran.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan evaluasi Program Pengendalian dan Penanggulangan
Tuberkulosis di UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit tahun 2015 adalah
sebagai berikut :
a. Masalah dalam pelaksanaan Program Pengendalian dan Penanggulangan
Tuberkulosis di UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit tahun 2015 adalah
belum tercapainya Case Detection Rate (rate of Increase) puskesmas
(62,5%) lebih kecil dari indikator yang seharusnya dicapai idealnya, yaitu
85%.
b. Penyebab masalahnya adalah pada komponen masukan yaitu pelaksanaan
program belum maksimal, sarana penyuluhan belum memadai, penemuan
tersangka TB secara aktif oleh kader yang terlatih masih kurang, belum
maksimalnya penyuluhan ke masyarakat, belum adanya pembinaan dan

53

pelatihan kader TB, kurangnya kader TB dalam monitoring, belum


maksimalnya dalam tindak lanjut pada penemuan tersangka TB, pasien
yang banyak telat mengambil obat, kurangnya kerapian pengisian laporan
tertulis, penderita TB masih banyak yang datang ke Puskesmas wilayah
lain, dan masih kurangnya kesadaran masyarakat baik ekonomi atau
pendidikan yang menengah kebawah mengenai pentingnya menangani TB.
c. Alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program tersebut adalah
pelaksanaan prioritas.
d. Pemecahan masalah yang terpilih adalah meningkatkan lagi penyuluhan
TB ke masyarakat, mengadakan pertemuan dan pembinaan rutin serta
pelatihan tentang TB kepada kader TB, mengadakan pelayanan TB hingga
di puskeskel dengan tenaga pelaksanaan program maupun kader TB yang
sudah mendapat pelatihan dan bimbingan, mengganti hari pelayanan
khusus TB dari hari senin ke hari yang sekiranya pasien puskesmas tidak
63
terlalu banyak, melengkapi sarana penyuluhan tentang TB di puskesmas
seperti brosur dan leaflet, menambah tenaga pelaksana yaitu tenaga khusus
menangani administrasi, dan membuat buku laporan khusus untuk
pencatatan pasien TB.
5.2 Saran
5.2.1.
a.

Bagi Puskesmas Rawat Inap Satelit


Meningkatkan
kegiatan
masyarakat

sehingga

masyarakat

penyuluhan

mengetahui

ke

pentingnya

pemeriksaan dahak, gejala khas TB paru, dan pentingnya berobat


berkesinambungan

54

b.

Mengadakan pertemuan, pembinaan rutin, dan


pelatihan tentang TB kepada kader TB sehingga program
pelaksanaan

P2TB

dapat

terlaksana

dan

kegiatan-kegiatan

penyuluhan dapat dilakukan lebih baik


c.
Mengadakan pelayanan TB hingga ke puskeskel
agar penduduk dalam wilayah kerja tetap berobat di dalam wilayah.
Dengan adanya puskeskel, maka mereka bisa dijangkau tanpa para
d.

penderita harus ke puskesmas.


Mengganti hari pelayanan khusus pada hari
dimana jumlah antrean tidak panjang sehingga pasien tidak malas

e.

untuk datang mengambil obat


Melengkapi

dan

memperbanyak

sarana

penyuluhan sehingga pasien yang datang ke puskesmas mendapat


f.

sedikit pengetahuan mengenai TB.


Melakukan penambahan

tenaga

pelaksana

program P2TB sehingga perawat dan pegawai yang ada dapat


terfokus pada satu kegiatan.
g.
Membuat buku laporan khusus untuk pencatatan
pasien TB sehingga pegawai yang mengatur pencatatan dapat
mencatat dengan rapi karena sudah ada kotak yang harus diisi, dan
meminimalisir kesalahan karena kurang lengkapnya pencatatan
5.2.2. Bagi Pendidikan
a. Membantu Puskesmas dalam penyediaan sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk penyuluhan (misalnya poster, flipchart, leaflet
mengenai tuberkulosis).

55

b. Memberi kesempatan pada mahasiswa yang sedang menjalani


kepaniteraan untuk berinteraksi dan memberikan penyuluhan ke
masyarakat.
c. Memberi kesempatan pada mahasiswa untuk dapat membantu
pelaksanaan evaluasi program P2TB secara berkala
5.2.3. Bagi Kader dan Masyarakat
a. Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang
dilakukan Puskesmas termasuk penyuluhan tuberkulosis (TB)
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat tuberkulosis.
b. Lebih aktif dalam melaporkan kasus tuberkulosis kepada kader
setempat ataupun petugas Puskesmas.
c. Masyarakat harus berperan aktif dan meningkatkan kesadaran akan
pentingnya kepatuhan dalam berobat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia 2010-2014. Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.
2. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta : Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014.

56

3. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan provinsi Lampung. Bandar lampung.


2014.
4. Departemen Kesehatan RI. Identifikasi dan Obati, Mari Ciptakan Dunia yang
Bebas Tuberkulosis. 2013. Diakses pada tanggal 29 Juli 2016 pada :
www.depkes.go.id/article/view/2280/menkes-identifikasi-dan-obati-mariciptakan-dunia-yang-bebas-TB.html [Diakses tanggal 29 Juli 2016]
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2015.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : PDPI.

dan

7. Persatuan Ahli Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
8. Azwar A. Sistem Kesehatan. Dalam: Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi
3. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010.
9. Notoatmodjo. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
2011.
10. Ayuningtyas, D. Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik. Yogyakarta :
Rajawali Pers. 2014

Ayoo Berantas
TB !!

LAMPIRAN

57

BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap
Satelit

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit


yang disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis pada
paru-paru dan bagian tubuh lain

KEPANITERAAN KLINIK ILMU


KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN

1. Batuk berdahak lebih dari 2 minggu


dan nyeri dada
2. Demam hilang timbul lebih dari 1
bulan
3. Batuk darah atau ada darah didahak
4. Badan lemas dan lesu
5. Berkeringat malam hari
6. Berat badan turun

Bagaimana

APA SAJA
UNIVERSITAS
GEJALANYA
Penyakit
Ini
APA
ITU TBMALAHAYATI
!!
Lampiran 1 Contoh??
Leaflet TB untuk
di puskesmas
2016

Menular ??

58

Langsung
Bila
penderita
batuk (TB)
atau bersin
berhadapan
dengan
orang lain,
terhisap ke
dakam
paru-paru
orang sehat

Lampiran 1 Contoh Leaflet TB untuk di puskesmas

TI
langsung bila

PENCEGAHAN
dan meludah
TB !!
Bagi yang sehat tetap

gan khawatir Anda BISA SEMBUH dengan BEROBAT TUNTAS


mempertahankan pola hidup sehat

egera ke PUSKESMAS atau RS terdekat

sepeti:
Makan dengan gizi seimbang
Istirahat yang cukup
o Menjemur Kasur atau tikar teratur
o Membuka candela pada pagi hinga sore,
agar rumah mendapat cahaya dan udara
yang cukup
Bagi penderita Tb
o Berobat secara teratur sampai TUNTAS
o Apabila anda batuk tutup mulut anda, dan
diterbangkan
buang dahak di empat yang benar agar
orang sekitar anda tidak tertular
o
o

Lampiran 2 Contoh Buku Monitoring Pengobatan TB

Usia
No

Nama Pasien

Alamat
L

1
2

Cek
BTA
Awal

Rontgen
diagnosis
TB

Cek BTA
Ulang I

Fase Intensif
I

II

III

IV

VI

VII

VII
I

Cek BTA
ulang II

Fase Lanjutan
I

II

III

IV

KET

Anda mungkin juga menyukai