Anda di halaman 1dari 19

A.

KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian.
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif Muttaqin,
2008).
2. Epidemiologi
Fraktur subtrochanter femur banyak terjadi pada wanita tua dengan usia
lebih dari 60 tahun dimna tulang sudah mengalami osteoporosis, trauma
yang dialami oleh lansia biasanya ringan (karena terpeleset di kamar mandi)
sedangkan pada penmderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan.
Sedangkan

fraktur

batang

femur,

femur

supracondyler,

fraktur

intercondyler , fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki-laki


dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dri ketinggian. Sedangkan fraktur
batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain.
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
menjadi tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan tubuh.
Tulang dlh jaringan terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi
utama:
1) Membentuk rangka badan
2) Sebagi pengumpil dan tempat melekat otot
3) Sebagai bagian dari tubuh untuk

melindungi

dan

mempertahankan alat-alt dalam (otot, sumsum tulang belakang,


jantung, dan paru-paru)
4) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium
dan garam.
5) Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai
fungsi tambahan lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk
memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

Gambar anatomi tulang femur


Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan
organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk
suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen
dan proteoglikan. Matriks organik tulang juga disebut osteosid. Sekitar
70% dari osteosid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberi tinggi

pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi 6:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.


Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal
Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.
Tulanmg tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra
Tulang Sesmoid: tulang patella
Tulang Sutura: atap tengkorak

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luarnya yang
disebut dengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.
b. Fisiologi tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel:
1) Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid
melalui suatu proses yangh disebut osifikasi.
2) Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3) Osteoklas
Adalh sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim
proteolitik, yang memecah matriks dan beberapa asam yang
melarutklan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas
ke dalam aliran darah (Arif Muttaqin, 2008).
c. Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang terhubung dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris.
Disebelah atas dan bawah kolumna femoris terdapat taju yang disebut
trokanter mayor dan trokanter

minor. Di bagian ujung membentuk

persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus


medialis dan kondilus lateralis. Di antara kedua kondilus ini terdapat
lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela) yang disebut
dengan fosa kondilus.

Os tibialis dan fibularis merupakan tulang pip yng terbesar sesudah


tulang paha yang membentuk persendian dengan os femur. Pda bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut maleolus lateralis atau mata kaki
luar. Os tibia bentuknya lebih kecil, pada pangklal melekat os fibula,
pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki
dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis (Syaifuddin, 2006).
4. Etiologi
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pad paha
b. Fraktur femur tertutup
Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha
yang menyebabkan fraktur patologis (Arif Muttaqin, 2011).

5. Patofisiologi

6. Tanda dan gejala


a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Gerakan luar biasa
5

Bagian bagian yang tidak dapat digunkan cendrung bergerak secara


tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya.
c. Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus tulang (derik tulang)
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi
setelah beberapa jam atau hari (Brunner Suddarth, 2010).
7. Klasifikasi
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut;
a. Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,
dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
b. Fraktur ekstrakapsular
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang
lebih besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari
2 inci di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur:
a. Fraktur leher femur (Colum Femur)
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama
wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur
leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan
perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
b. Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.
Pemeriksaan dpat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokanter
minor.
c. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.
Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara
trokanter mayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering
terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat

memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor


tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur
dapat bersifat kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
d. Fraktur diafisis femur
Dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan biasanya karena
trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
e. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus
femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai
femur terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai
kekatan aksial dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada
daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot (Arif Muttaqin, 2008).
8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan berdasar jenis fraktur femur:
a. Fraktur leher femur
Pemeriksaan radiologis dapat mengetahui jenis fraktur dan jenis
pengobatan yang dapat diberikan.
b. Fraktur subtrokanter
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di
bawah trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik
atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam
posisi fleksi, sedangkan fragmen distal dlam posisi adksi bergeser ke
proksimal.
c. Fraktur diafisis femur
Klien mengalami pembengkakan dan deformitas pada tungkai atas
berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin datang
dengan keadaan syok.
d. Fraktur suprakondilar femur
Adanya pembengkakan dan deformitas terdapat krepitasi (Arif Muttaqin,
2008).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan prinsip 4R:
1. Recognition diagnosis penilaian fraktur:
pada awal pengobatan perlu diperhatikan.
a. lokalisasi fraktur
b. bentuk fraktur
c. menetukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
d. komplikasi yang mugkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2. Reduction / reduksi fraktur apabila perlu.
7

posisi yang baik adalah:


a. alignment yang sempurna
b. aposisi yang sempurna
dua metode reduksi:
a. reduksi terbuka
b. reduksi tertutup.
3. Retention:
imobilisasi fraktur:
a. traksi kontinu
b. pembebatan dengan gips
c. pemakaian penahanan fungsional
d. fiksasi internal
e. fiksasi eksternal
4. Rehabilitasi
Tujuannya adalah mengembangkan aktivitas fungsional semaksimal
mungkin
a. rehabilitasi: mengembangkan aktifitas funsinal semaksimal
mungkin
b. diperlukan tindakan rehabilitasi untuk mencegah disuse
athrophy dan kekakuan sendi distal dari tulang yang fraktur
dengan melaksankan aktif isometrik exercise.
a. Fraktur Femur Terbuka
Menurut Apley (1995), fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermt
untuk mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka,
iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut
meliputi:
1) Profilaksis antibiotik
2) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati
dieklsisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang
tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi, terapi yang cukup dengan
debridemen terbatas saja.
3) Stabilisasi
Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
4) Penundaan tertutup
5) Penundaan rehabilitasi
b. Fraktur Femur Tertutup

Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam


melakukan asuhan keperawatan. Denagn mengenal tindakan medis,
perawat dapat mengenal impliksi pada setiap tindakan medis yang
dilakukan.
1) Fraktur trokanter dan sub trokanter femr, meliputi:
a) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan
dengan gips pinggul selama 7 minggu merupakn alternaltif
pelaksanaan pada klien usia muda.
b) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan
pilihan dengan memergunakan plate dan screw.
2) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konserfativ
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara

sebelum

dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.


c) Traksi tu;lang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi
lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat
kominutif dan segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur
secara klinis.
3) Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau
distal femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan
operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail
terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur
kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan
penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi
secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan
nail-phorc dare screw dengan berbagai tipe yang tersedia (Arif
Muttaqin, 2011).
10. Komplikasi
a. Fraktur leher femur
9

Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang bersifat


umum adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus.
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai
pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur
lrbih ke proksimal, kemungklinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
b. Fraktur diafisis femur
1) Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat
yang melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis
femur. Perawat dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan
yang optimal apabila telah mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan
patofisioloigi patah tulang.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah
sebagai berikut:
a) Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur
bersift tertutup.
b) Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan
fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus
jaringan

lunak

dan

merusak

arteri

femoralis

sehingga

menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.


d) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan
fragmen dapat disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari
neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi
pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu nervus tibialis
dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi tromboemboli.
f) Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan
operasi.
2) Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan komplikasi
bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu

10

memperhatikan dan mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar


komplikasi tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa
situasi, perawat akan berhadapan dengan klien fraktur diafisis femur
yang

menga;lami

komplikasi

lanjut. Perawat

yang

mempunyai

pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat mengidenmtifikasi


kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap lanjut dari fraktur diafissi
femur.
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur
adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami
union dalam empat bulan.
b) Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik,
perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu,
diperlukan fiksasi internal dan bone graft.
c) Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,
diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi
lebih sering ditemukan. Mal union juga mnyebabkan pemendekan
tungkai sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila
fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang
solid (Arif Muttaqin, 2008).
11. Prognosis
Penderita fraktur femur setelah operasi pemasngan fiksasi interna denmgan
plate dan screw bila tanpa komplikasi dan mendapat p[elayanan fisioterapi
yang cepat dan adekuat diharapkan kemampuan fungsionalnya membaik.
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
11

darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan
diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa
nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma bagian pada
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi atau
istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien antara 110
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha,
pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobt ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget menybabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk menyambung. Selain itu,
klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadi osteomielitis
akut dan kronis dan penyaklit diabetes melitus menghambat proses
penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah
faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran
klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
12

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda gejala yang perlu
dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmetis yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau
keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan pada
kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal karena ada
gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien fraktur
femur tidak mengalami kelainaan pernafasan. Pada palpasi thorak,
didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi
tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus tidak
teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris., tidak

ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.


Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.
Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain
tidak mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah simetris,

tidak ada lesi dan edema.


Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada klien
dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan). Klien yang
mengalami

fraktur

femur

terbuka

biasanya

mengfalami

perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.


Telinga : Tes bisik dan weber msih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi dan nyeri tekan.

13

Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping

hidung.
Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi

perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.


b) Pemeriksaan fungsi serebral
Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien.
c)

Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.


Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: fungsi pendiuman tidak ada gangguan.
Saraf II: ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata,

pupil isokor.
Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah dan reflek

kornea tidak ada kelainan.


Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah

simetris.
Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius.
Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan

tidak ada faskulasi. Indra pengecapan normal.


d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami
gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk teraba. Perkusi:
suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik

14

normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada pembesaran limfe


dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adanya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) LOOK
Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya
pembengklakan yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas. Perhatikan
adanya sindrom kompartemen pada bagian distal fraktur femur. Apabila
terjadi fraktur terbuka, perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda
trauma jaringan lunak sam[pai kerusakann intergritas kulit. Fraktur obli,
spiral atau bergeser mengakibatkan pemendekan batang femur.

Ada

tanmda cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf


dan

pembuluh

darah)

paha,

sepertoi

bengkak

atau

edema.

Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.


9) FEEL
Kaji adnya nyeri tekan dan krpitasi pada daerah paha.
10) MOVE
Pemeriksaan dengan menggerakkan eksteremitas apakh terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang gerak. Dilakukan
pemeriksaan gerak aktif dan pasif. Berdasar pemeriksaan didapat adanya
gangguan / keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan
tungkai, penurunan kekuatan otot.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan

dengan

gangguan

muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan


otot.
c. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, hambatan mobilitas.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi interna.
f. Ansietas berhubungan dengan stres, krisis situasional.

15

3. Rencana Keperawatan
No

Diagnosa

Rencana Keperawatan

Keperawatan

Nursing Out Come (NOC)

Nyeri akut

Classification (NIC)
Setelah dilakukan tindakan a. Kaji nyeri pasien

berhubungan

keperawatan selama 3x24

dengan agen

jam diharapkan nyeri

cedera fisik.

hilang/ berkurang dengan


kriteria hasil:
a. Melaporkan nyeri
pada skala 0-1
b. TTV dalam batas
normal
c. Ekspresi wajah
tidak menahan

Nursing

Intervention

dengan pengkajian
nyeri OPQRSTUV
b. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(misal suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kegaduhan)
c. Berikan teknik

nyeri

relaksasi
d. Ajarkan manajemen
nyeri (misal nafas
dalam)
e. Kolaborasi dengan
dokter untuk
2

Hambatan

pemberian analgetik.
Setelah dilakukan tindakan a. Kaji mobilitas yang

mobilitas fisik

keperawatan selama 3x24

ada dan observasi

berhubungan

jam diharapkan pasien

terhadap peningkatan

dengan

mampu melakukan

gangguan

aktifitas fisik sesuai

muskuloskelet

dengan kemampuannya

al, kerusakan

dengan kriteria hasil:


a. Mampu melakukan

integritas
struktur

perpindahan
b. Meminta bantuan

tulang,

16

kerusakan
b. Pantau kulit bagian
distal setiap hari
terhadap adanya iritasi,
kemerahan.
c. Ubah posisi pasien
yang imobilisasi

penurunan
kekuatan otot.

untuk aktifitas
mobilisasi.
c. Tidak terjadi
kontraktur

minimal setiap 2 jam.


d. Ajarkan klien untuk
melakukan gerak aktif
pada ekstremitas yang
tidak sakit.
e. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk

Defisit

latihan fisik klien.


Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kemampuan

perawatan diri

keperawatan selama 3x24

(mandi,

jam diharapkan pasien

eliminasi)

mengalami peningkatan

berhubungan

perilaku dalam merawat

dengan

diri dengan kriteria hasil:


a. Klien mampu

gangguan
muskuloskelet
al, hambatan
mobilitas.

melakukan aktifitas
perawatan
dirisesuai denmgan
tingkat kemampuan
b. Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihantubuh,
hygiene mulut.

penggunaa alat bantu


b. Kaji kondisi kulit saat
mandi
c. Berikan bantuan
sampai pasien mampu
secara mandiri untuk
melakuakn perawatan
diri
d. Letakkan sabun,
handuk, peralatan
mandi, peralata
BAB/BAK, didekat
klien.
e. Ajarkan pasien atau
keluarga untuk
menggunakan metode
alternaltif dalam
mandi, hygiene mulut,
BAB/BAK.
f. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian supositoria

Kerusakan

kalau terjadi konstipasi


Setelah dilakukan tindakan a. Kaji adanya faktor

integritas kulit

keperawatan selama 3x24

17

resiko yang

berhubungan

jam diharapkan tidak

menyebabkan

dengan

terjadi kerusakan integritas

kerusakan integritas

tonjolan

kulit secara luas dengan

tulang.

kriteria hasil:
a. Nyeri lokal
ekstremitas tidak
terjadi
b. Menunjukkan
rutinitas perawatan
kulit yang efektif.

kulit
b. Observasi kulit setiap
hari dan catat sirkulasi
dan sensori serta
perubahan yang terjadi
c. Berikan bantalan pada
ujung dan sambungan
traksi
d. Jika memungkinkan
ubah posisi 1-2 jam
secara rutin
e. Konsultasikan ka ahli
gizi untuk maknan
tinggi protein untuk
membantu
penmyembuhan luka

Ansietas

Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan

berhubungan

keperawatan selama 3x24

dokumentasikan

dengan stres,

jam diharapkan tingkat

tingkat kecemasan

krisis

kecemasan berkuranmg

situasional.

dengan kriteria hasil:


a. Tidak

klien
b. Kaji cara pasien untuk

menunjukkan
perilaku agresif
b. Melaporkan tidak
ada manifestasi
kecemasan secara

mengatasi kecemasan
c. Sediakan informasi
yang aktual tentang
diagnosa medis dan
prognsis
d. Ajarkan ke pasien
tentang peggunaan

fisik.

teknik relaksasi

18

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8


Vol 3. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta:EGC.
Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC
Arif Muttaqin. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai