Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15 44
tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara
berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan
frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada hampir
separuh dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan
bagian

yang

tersering

dan

rentan

terlibat

dalam

suatu

kecelakaan.

Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif, yaitu
antara 15 44 tahun, dengan usia rata rata sekitar tiga puluh tahun , dan lebih
didominasi oleh kaum laki laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab
yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan
jatuh (terutama pada kelompok usia anakanak.
Pada kehidupan sehari hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi kalangan
medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan proses
patofisiologis yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi diagnosik medis
mutakhir cenderung bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai istilah lama seperti
kromosio dan kontusio kini sudah ditingalkan dan kalsifikasi cedera kepala lebih
mengarah dalam aplikasi penanganan klinis dalam mencapai keberhasilan penanganan
yang

maksimal.

Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit
kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak,
sampai jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus.
Dengan pemahaman landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing
masing proses di atas, yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan
akurat, diharapkan dapat menekan

morbilitas

dan

mortalitasnya.

Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit. Pada garis
besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban dinamik. Beban
statik timbul perlahan lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan diterapkan pada
kepala secara bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami gencetan atau efek

tekanan yang lambat dan berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili
detik. Dapat mengakibatkan terjadinya keretakan tulang, fraktur multiple, atau
kominutiva tengkorak atau dasar tulang tengkorak.Biasanya koma atau defisit
neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila deformasi tengkorak hebat sekali
sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan otak, serta selanjutnya
mengalami

kerusakan

yang

fatal.

Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik, dimana
peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari 200 mili
detik). Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan. Komplikasi
kejadian ini dapat berupa hematom intrakranial, yang dapat menjadikan penderita
cedera kepala derajat ringan dalam waktu yang singkat masuk dalam suatu keadan
yang

gawat dan

mengancam

jiwanya.

Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah
sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak frekuensi hematom ini terdapat
pada 75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal .
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai
dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan
operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah,
Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi.
Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari
tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan
faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .Hemorragi ini
biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi
pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka
.intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)
1.2

TUJUAN
a. Menjelaskan konsep teori Intra Cerebral Hemoragge
b. Menjelaskan konsep medis Intra Cerebral Hemoragge

c. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. T dengan COR+ICH diruang


Gardena RSD dr. Soebandi Jember.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

KONSEP TEORI
A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah.
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi
ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat
terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.
Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya
diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh
pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan
.ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter
dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera.
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal
ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi.
B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Obat, Merokok.
C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial
kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif

aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating
kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid
internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan
postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat
banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi
sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang
dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan
mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit
maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan
duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan

mual dengan muntah

terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan.
Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung
ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia
basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral
dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat
ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran
garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada
kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang
kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan
serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel. 80% pasien adalah
hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat
datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau
rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA.
Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75
tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga
penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia
dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat
seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata
pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler

pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer
serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%,
substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 512%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang
lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia
disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur
vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan
Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada
otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan
aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor.
Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami
perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah
tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan
defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama
tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan.
Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984
memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah
Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih
baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema
ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter
lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan
kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai
outcome buruk.

D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang,
hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun
begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan
gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah
yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa
terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra kranium.
E. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari.
Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak
bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh
seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obatobatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke
yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet
(plasma segar yang dibekukan)

4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom
adalah sebagai berikut :
1.
2.

Observasi dan tirah baring terlalu lama


Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom

secara bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5.
Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium
lainnya yang menunjang.
2.2

KONSEP MEDIS
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
a.

Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan
gaya hidup klien
1.

Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.

2.

Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

3.
4.

Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit dahulu

5.
6.
7.

8.

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat psikososial
Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i.
Pola reproduksi seksual
j.
Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c.

Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik


Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d.

Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,


wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e.

Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f.

Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine


g.

Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.


h.

Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks

9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Gangguan
mobilisasi
fisik b.d
kondisi yang
melemah

Gangguan
intoleransi
aktivitas b.d
kelemahan
tonus otot

Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
waktu 4X24 jam pasien
diharapkan dapat
melakukan mibilisasi
fisik secara optimal.
Kriteria hasil:
- Tonus otot bertambah
- Mobilisasi ROM pasif
menjadi aktif
- Tidak mengeram
kesakitan dalam
proses latihan

1. Observasi kondisi fisik klien


2. Rencanakan proses latihan
yang efisien bila perlu
kolaborasikan dengan
fisioterapi untuk menambah
proses latihan
3. Atur posisi senyaman
mungkin
4. Mengajari pasien ROM pasif
dan aktif
5. Biarkan pasien
mempraktikan kembali yang
sudah diajarkan tapi dengan
pengawasan perawat
6. Observasi kembali
peningkatan gerak fisik
7. Berikan HE(healt
education)tentang pentingnya
latihan ROM.

1. Inspeksi kondisi awal


pasien
2. Merencanakan porsi
latihan untuk menunjang
kesembuhan pasien

1. Observasi kondisi fisik klien


2. Rencanakan proses latihan
Tujuan : setelah
yang efisien bila perlu
dilakukan tindakan
kolaborasikan dengan
keperawatan dalam
fisioterapi untuk menambah
waktu 6X24 jam
proses latihan
diharapkan pasien dapt
3. Atur posisi senyaman
terpenuhi aktivitas sehari
mungkin
hari dengan normal
4. Mengajari pasien ROM pasif
Kriteria hasil :
dan aktif
5.
Biarkan pasien
- Terjadi peningkatan
mempraktikan kembali yang
tonus otot
sudah diajarkan tapi dengan
- Pasien dapat
pengawasan perawat
melakukan aktivitas
6. Bila sudah bisa menyangga
sehari hari dengan
tubuh ajarkan berjalan tapi
mandiri
dengan dammpingan perawat
- Tidak terasa sakit bila
7.
Berikan dukungan dalam
melakukan latihan
setiap tindakan yang sudah
dilakukan.

1. Inspeksi kondisi awal


pasien
2. Merencanakan porsi
latihan untuk menunjang
kesembuhan pasien

3. Memberikan kenyamanan
4. Melakukan tindakan
keperawatan
5. Monitoring tindakan yang
sudah dilakukan

6. Mengetahui
perkembangan latihan
7. Memberikan informasi
kepada pasien.

3. Memberikan kenyamanan
4. Melakukan tindakan
keperawatan
5. Monitoring tindakan yang
sudah dilakukan
6. Melanjutkan proses
latihan keperawatan
7. Memberi semangat untuk
menambah latihan.

Gangguan rasa
nyaman Nyeri
b.d
peningkatan
tekanan
intrakranial
(TIK)

Defisit
perawatan diri
b.d kelemahan
otot

Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan dalam
waktu 3X24 jam
diharapkan rasa nyeri
yang dirasak pasien
dapat berkurang atau
bahkan hilang
Kriteria Hasil :
- Wajah tidak
mengurung dan
menahan kesakitan
- Skala nyeri turun
- Pasien tidak
memegangi bagian
yang sakit

1. Observasi secara subjektiv


skal nyeri yang dirasakan
pasien
2. Beri posisi yang nyaman
3. Ajari metode relaksasi
seperti distraksi, nafas dalam,
dan bila emosi ajarkan
imajinasi terpimpin
4. Anjurkan pasien untuk
melakukan pemeriksaan CTScan
5. Kolaborasikan dengan pihak
medis untuk terapi obat
6. Berikan HE tentang
pentingnya ambulansi saat
emergensi
7. Observasi penurunan skala
nyeri yang dirasakan

1. Observasi kondisi awal


pasien terutama fisik dan
kebersihan
2. Siapkan alat untuk
melakukan PH
3. Memberitahu maksud dan
tujuan tindakan yang
dilakukan
4. Menutup gorden

Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan dalam
waktu 1X24 jam
diharapkan pasien
terpenuhi dalam
perawatan dirinya secara 5. Melakukan PH sambil
optimal
mengajari keluarga
Kriteria Hasil :
6. Observasi tindakan yang
-.Wajah tidak lesu
dilakukan
- Kulit tidak saling
7. Beri HE pentingnya
melengket
perawatan diri
- Badan menjadi harum

1. Inspeksi skala nyeri awal


dari pasien
2. Memberikan rasa nyaman
3. Melakukan terapi
perawatan
4. Memantau adakah
kelainan dari pemeriksaan
5. Membantu mempercepat
kesembuhan pasien
6. Memberi informasi secara
lengkap
7. monitoring perkembangan
setelah dilakukan tindakan
keperawatan

1. Obsevasi kondisi awal


dari pasien
2. Menyiapkan alat dari
suatu bagian tindakan
keperawatan
3. Menghindari penolakan
dri tindakan keperawatan
4. Menjaga privasi pasien
5. Melakukan tindakan
keperawatan
6. Monitoring tindakan yang
sudah dilakukan
7. Membantu memberikan
informasi secara jelas.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TGL/ Jam MRS

: 04-01-2016

Ruang

: GARDENA

No. Register

: 0106528

DX. Medis

: COR + ICH + V. laserasi supra orbital dextra

Tgl. Pengkajian

: 06-01-2016

A. IDENTITAS KLIEN
Nama
: Tn. T
Umur
: 62 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku/Bagsa
: jawa/ Indonesia
Bahasa
: jawa+ B. Indonesia
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani

Suami/ Istri/ Orang tua:


Nama
: Ny. R
Pekerjaan
: petani
Alamat
: umbulsari
Penanggung Jawab:
Nama
: Ny. S

Status
Alamat

: Menikah
: Mundurejo umbulsari

Alamat

: umbulsari

B. KELUHAN UTAMA
Pusing
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga klien mengatakan klien mengalami kecelakaan, ditabrak oleh pengendara
sepeda motor lainnya dari arah berlawanan. Klien pada saat kejadian langsung pingsan
lalu dibawa ke PKM mundurejo dan dirujuk ke dr.soebandi jember dan masuk diruang
gardena hari minggu jam 02.00 pagi. Pasien dirujuk ke soebandi karena keluarga takut
klien mengeluarkan darah dari telinga dan ternyata menurut dokter itu hanya benturan
dari kecelakaan saja.
D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Keluarga klien mengatakan bahwa klien belum pernah seperti ini sebelumnya. Tidak
mempunyai riwayat hipertensi dan diabetes militus. Klien selalu kontrol untuk
mengetahu kesehatannya ke PKM terdekat
E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat seperti klien.
Genogram

F. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit


Yang mengakibatkan timbulnya penyakit yaitu klien ditabrak oleh pengendara lainnya
dari arah berlawanan.
G. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola presepsi dan tata laksana kesehatan
Keluaga klien mengatakan pada saat klien sakit biasanya langsung membeli obat di
warung atau apotik terdekat dan jika semakin memburuk langsung dibawa ke PKM
terdekat.
2. Pola nutrisi dan Metabolisme
Sebelum masuk MRS
Pasien makan 3x sehari

Saat masuk MRS


Pasien makan 3x sehari hanya
porsi

Pasien minum 1500 L/hari

Pasien minum 5 gelas/hari

3. Pola eliminasi
Sebelum MRS
Kencing spontan 5-6 kali sehari
BAB 3 kali sehari

Saat MRS
Kencing melalui kateter
Selama MRS klien belum BAB

4. Pola aktifitas
Sebelum MRS
Mampu beraktivitas dengan baik

Saat MRS
Pasien hanya tirah baring di tempat
tidur

5. Pola istirahat tidur


Sebelum MRS
Pasien selalu tidur siang dan
malam

Setelah MRS
Pasien tidur nyenyak dan kadang
sering terjaga

6. Pola kognitif dan preseosi sensori


Klien pada saat diajak bicara menjawab terus walaupun dengan suara kecil
7. Pasien dapat berbicara secara normal
Pasien cenderung tebuka dengan keluarganya maupun perawat, pasien tidak banyak
bicara
8. Pola hubungan peran
Dirumah sakit pasien ditunggu oleh istri dan anak-anaknya untuk saling menjaga
pasien
9. Pola fungsi seksual seksualitas
Klien berusia 62 tahun dan berstatus sebagai kepala rumah tangga
10. pola nilai kepercayaan
Sebelum MRS
Pasien selalu beribadah atau sholat
meminta petunjuk
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran
: composmenris
BB sebelum sakit
: 64 kg
BB saat ini
: tidak terkaji
BB ideal
: tidak terkaji
Perkembangan BB :
Tanda Tanda vital
:

Saat MRS
Pasien jarang melakukan ibadah

GCS
TB

:456
: 160 cm

TD :140/100 mmHg
N
: 80 x menit
2. Kepala
a. Bentuk kepala
b. Ukuran
c. Kondisi
d. Kulit

Suhu
RR

: 36,8 celsius
: 20 x /menit

: bulat bersih
: normal cephalis
: simetris
: bersih

Rambut
a. Keadaan
b. Warna

: rambut pendek
: hitam

Mata
a. Reflik pupil
b. Kelopak mata

: +/+ 3/3
:-

Hidung dan mulut


a. Nafas bau
b. Mulut kotor
3. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dileher pasien tidak terliat jejas
4. Torax ( dada)
Bentuk torak
: normal cest
Pola nafas
: reguler
5. Abdomen
Bentuk abdomen: flat
Tidak ada benjolan
Bising usus normal
Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada benjolan dan tugor kulit baik
Tidak ada nyeri tekan di bagian abdomen
6. Tulang belakang
Tidak ada benjolan pada tulang belakang
Tidak terliat jejas di bagian tulang belakang
7. Ekstrimitas
Ekstremitas bagian tangan kanan tidak ada keluhan dan odema
Ekstremitas bagian tangan kiri terasa sakit dan tidak oedema
Ektremitas kaki kanan dan kiri semua kuat
8. Pemeriksaan neurologis
GCS:456
E
: respon dengan perintah
V
: berorientasi baik
M
: ikut perintah

I. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Laboratorium
a. Hematokrit lengkap
Hemoglobin
: 14,4
Leukosit
: 17,8
Hematokrit
: 40,3
Trombosit
: 192
b. Faal hati
SGOT
: 29
SGPT
: 20
Albumin
:
c. Elektrolit
Natrium
: 141,1
Kalsium
: 3,45
Chlorida
: 111,7
Calsium
: 1,96
d. Faal ginjal
Kreatinin serum
: 0,9
BUN
: 17
Urea
: 37
Asam urat
:
2. Radiologi

J. TERAPI
1. Oral
Susu 4 x 200 cc
2. Pariental
Infus Natrium chorida 1000/24 jam
Inj. Ceftriaxone 3 x 1 amp
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Inj. Citicolin 2 x 250 mg
Infus manitol 2 x 100 cc

Jember,
Mahasiswa

Mamluatul Khasanah

ANALISA DATA
TGL/JAM
06-01-2016
08.30

PENGELOMPOKAN
DATA
DS:
Klien mengatakan pusing

MASALAH
Nyeri akut

KEMUNGKINAN
PENYEBAB
Luka insisi

dan nyeri di area luka


DO:
Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,8 celsius
Pernafasan : 20 x/mnt
GCS : 4 5 6
06-01-2016
08.30

06-01-2016
08.30

DS : DO :
Luka insisi diatas mata dan
dijari jempol kaki
Rubor (+)
Dolor (+)
Lekosit 17,8

DS : DO :
Gigi kotor
Bibir kering
Kuku panjang
Tempat tidur kotor
Baju kotor

Jaringan terputus
Merangsang area
sensorik
Nyeri akut

Risiko infeksi

Luka insisi
Jaringan terbuka
Proteksi kurang
Invasi bakteri

Defisit perawatan
diri

Risiko infeksi
Kelemahan fisik
Mobilisasi terganggu
Defisit perawatan
diri terganggu

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN ATAU MASALAH KOLABORATIF


BERDASARKAN URUTAN PRIORITAS

NO

TGL/JAM

06-01-2016

DIAGNOSA KEPERAWATAN /
MASALAH KOLABORATIF
Nyeri akut yang berhubungan dengan

PARAF
Susan

2
3

08.45
06-01-2016
08.45
06-01-2016
08.45

peningkatan TIK dan nyeri luka


Risiko infeksi yang berhubungan dengan
luka insisi
Defisit perawatan diri yang berhubungan
dengan kelemahan fisik

Susan
Susan

PELAKSANAAAN
MASALAH
KEP./KOLABORATIF

TGL/ JAM

TINDAKAN

PARAF

Timbang terima pasien

Susan

06-01-2016
DX1,DX2,DX3

09.00

09.15

09.30

09.45

10.00

Monitiring ttv tiap jam


R/ Tensi : 140/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8 c
GCS : 456

Menjaga kepatenan jalan


infus
R/ Bertujuan agar pasien
mendapatkan infus secara
indikasi

Memberikan susu kepada


pasien
R/ bertujuan untuk memenuhi
nutrisi pasien

Menganti jalan infus baru


R/ memberikan kenyaman
setelah terpasang infus
selama 4hari

Mengganti balutan luka dan


rawat luka
R/ Agar klien terhindar dari
risiko infeski

Memberikan informasi
kepada keluarga untuk tetap
menjaga kebersihan pasien
R/ agar pasien terlihat segar
dan bersih

10.15

10.30

07-01-2016

Susan

DX1,DX2,DX3

DX1,DX2,DX3

08.00

Timbang terima pasien

09.00

Mengobservasi TTV
TD : 160/100 mmHg
N : 76x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 37
GCS : 456

09.15

Memberikan manitol 1 x 100cc

09.30

Membantu ADL pasien

09.45

Melatih bladder training

10.00

Melatih mobilisasi ditempat tidur

10.15

Mengatur posisi head up 15-30

10.30
08-01-2016

Melatih distraksi relaksasi

08.00

Timbang terima pasien

09.00

Mengobservasi TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 37
GCS : 456

09.15

Memberikan manitol 1 x 100cc

09.30

Membantu ADL pasien

09.45

Melatih bladder training

10.00

Melatih mobilisasi ditempat tidur

10.15

Mengatur posisi head up 15-30

10.30

Melatih distraksi relaksasi

Susan

EVALUASI
MASALAH KEP.
/KOLABORATIF
DX1,DX2,DX3

TGL/JAM
06-01-2016
12.00

CATATAN
KEPERAWATAN
DX1
S:pasien tidak
menunjukkan rasa
nyeri
O: GCS 4-5-6,
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjut

PARAF
Susan

DX2
S:O : lekosit masih
tinggi
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi

DX1,DX2,DX3

07-01-2016

DX3
S : keluarga
mengatakan klien
sedikit-sedikit bisa
merawat diri sendiri
O : ADL masih
dibantu
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
DX1
S:pasien tidak
menunjukkan rasa
nyeri
O: GCS 4-5-6,
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjut

Susan

DX1,DX2,DX3

08-01-2016

DX2
S:O : lekosit masih
tinggi
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
DX3
S : keluarga
mengatakan klien
sedikit-sedikit bisa
merawat diri sendiri
O : ADL masih
dibantu
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
DX1
S:pasien tidak
menunjukkan rasa
nyeri
O: GCS 4-5-6,
A: masalah teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjut
DX2
S:O : lekosit masih
tinggi
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi
DX3
S : keluarga
mengatakan klien
sedikit-sedikit bisa
merawat diri sendiri
O : ADL masih
dibantu

Susan

A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi

BAB IV
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan pada Tn. T dengan COR dan ICH. Pengkajian dilakukan pada
tanggal 06 Januari 2016 pada jam 08.00 WIB. Dari hasil pengkajian didapatkan nyeri akut
yang disebabkan oleh luka bekas jahitan di atas mata, resiko infeksi yang didapatkan dari
adanya luka pada atas mata dan jempol kaki, defisit perawatan diri didapatkan klien kurang
merawat dirinya.
Dari hasil tanda-tanda vital didapatkan hasil pada tekanan darah yaitu 160/100
mmHg, klien mengatakan baru kali ini tekanan darahnya tinggi sebelumnya dalam batas
normal. Setelah dikaji klien juga merasa pusing dan berat pada kepalanya dimungkinkan
karena tekanan darahnya tinggi sehingga kepala terasa berat dan pusing.
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single,
Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom
tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan
biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose
perdarahan subdural. (Paula, 2009)

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .Hemorragi ini
biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka
tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral
hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.
(Corwin, 2009)
Didapatkan dari hasil CT scan yaitu adanya tekanan perdarahan sebanyak 2 cm.
keluarga klien menolak untuk tindakan operasi. Pada kasus-kasus dengan ICH harus
dilakukan tindakan operasi evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.
BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
1. Pada pengkajian didapatkan data bahwa klien mengalami kecelakaan dan cedera
otak ringan dengan intra cerebral hemorrage.
2. Pada diagnosa diprioritaskan nyeri yang perlu dilakukan teknik relaksasi napas
dalam dan pemberian obat analgesik.
3. Rencana tindakan yang dilakukan yaitu mobilisasi duduk ditempat tidur, relaksasi
napas dalam, dan mengatur head up 15-30, dan mengganti balutan luka.
4. Pelaksanaan dilakukan dengan pendampingan penguji klinik yaitu proses relaksasi
nyeri dan mengganti balutan luka serta cara yang benar.
5. Pada evaluasi didapatkan catatan perkembangan pada klien yaitu klien dapat
beradaptasi terhadap nyerinya.

B.

Saran
Peran perawat sangat diperlukan terutama sebagai pendidik. Pendidikan kesehatan
sangat dibutuhkan klien dalam penerimaan kondisi yang dilaluinya saat terjadinya
proses penyakit. Hal ini dapat mempengaruhi klien dan keluarga yang mempengaruhi
efektifitas pelayanan kesehatan sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan yang
berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, EGC, Jakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. T DENGAN COR DAN ICH


(INTRA CEREBRAL HEMORRAGE) DIRUANG GARDENA RSD dr.
SOEBANDI JEMBER

OLEH :
MAMLUATUL KHASANAH
NIM. 15. 0103. 1054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JANUARI 2015

LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan pada Tn. T usia 62 tahun dengan COR dan ICH di ruang Gardena RSD
dr. Soebandi Jember

Telah dilaksanakan pada tanggal 06 Januari 2016 di Ruang Gardena RSD dr. Soebandi
Jember
Jember,

Januari 2016

Penguji :
1. Penguji I

2. Penguji II

3. Penguji II

Mengetahui.
Kepala Ruangan Gardena

Anda mungkin juga menyukai