Anda di halaman 1dari 21

STROKE

A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
Stroke adalah salah satu gangguan yang bisa terjadi pada sistem
persarafan. Stroke atau cedera cerebrovaskuler (CVA) merupakan kehilangan
fungsi otak yang disebabkan berhentinya darah ke otak (Brunner, 2002: 2131).
ada juga yang menyebutkan bahwa stroke merupakan suatu kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh suatu keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh darah otak
(Marilynn E. Doenges, 2000:290).
B. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis
adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau

elastisitas

dinding

pembuluh

darah.

Manifestasi

klinis

atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui


mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan

aritmia

menyebabkan

berbagai

bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil


dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan

otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. FAKTOR RISIKO
Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular
Disorders, faktor risiko stroke iskemik adalah: (1) hipertensi, (2) diabetes
mellitus, (3) penyakit jantung, (4) serangan iskemik sepintas (TIA), (5)
obesitas, (6) hiper-agregasi trombosit, (7) alkoholism, (8) merokok, (9)
peningkatan kadar lemak darah (kolesterol, trigliserida LDL), (10)

hiperurisemia, (11) infeksi, (12) faktor genetik atau keluarga, dan (13) lain lain
(migren, suhu dingin, kontrasepsi tinggi estrogen, status sosio-ekonomi,
hematokrit, peningkatan kadar fibrinogen, proteinuria dan intake garam
berlebih).
Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Garis Keturunan
d. Asal Usul Bangsa
e. Kelainan Pembuluh Darah (Atrial Fibrillation)
Faktor yang Dapat Dimodifikasi
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Dislipidemia
d. Merokok
e. Pemakaian Alkohol
f. Obesitas
g. Serangan Iskemik Sepintas (TIA)
h. Penyakit Jantung
i. Peningkatan Kadar Hematokrit
j. Peningkatan Kadar Fibrinogen
k. Migren
D. MANIFESTASI KLINIS
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

E. PEMERIKSAAN
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
F. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.

2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk


usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan

tindakan

pembedahan

dan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.


3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
G. KLASIFIKASI
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa

juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.


Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)

terutama

karena

hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,


membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,

thalamus, pons dan serebelum.


Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya
arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,

gangguan hemisensorik, dll)


2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1. Transient ischemic Attack (TIA)
Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau
emboli. TIA sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena
durasinya yang kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang,
hanya saja waktu berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan

sampai 21 hari. Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya,
sehingga pada TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien
saja, maka pada RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau
menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24 - 48 jam.
Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit)
akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.
3. Stroke In Evolusion (Progressing stroke)
Pada bentuk ini gejala/ tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48
jam. Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara
bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis
progressing stroke ditegakkan mungkin karena dokter dapat mengamati
sendiri secara langsung atau berdasarkan atas keterangan pasien bila
peristiwa sudah berlalu.
4. Complete Stroke Non-Haemmorhagic
Completed Stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya
sudah menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologi yang muncul
bermacam-macam, tergantung pada daerah otak mana yang mengalami
infark (Gofir, 2009).

H. ALGORITMA

I. EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi.
Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya
kadar glukosa darah dalam tubuh. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013,
prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya
umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia
75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu
sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak lakilaki (7,1%)dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat
tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan
dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar penyakit
terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill
untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke
tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi
Papua (2,3%). Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir
sama (Kemenkes, 2013).
J. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak

yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan
terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya

tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah


dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
(Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
Pathway

K. P
E
N
G
K
A
J
I
A
N KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada


saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
Pengumpulan data
a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi

Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,


whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
.
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
4.
5.
6.
7.

kerusakan neurovaskuler
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

RENCANA KEPERAWATAN
No
1.

Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan Perfusi jaringan
serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat.

Tujuan (NOC)
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1. mendemonstrasikan status sirkulasi yang
ditandai dengan:
Tekanan systole dandiastole dalam
rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatikhipertensi
Tidak ada tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan
menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
memproses informasi
membuat keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori cranial
yang utuh : tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan involunter

Intervensi (NIC)
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor
tekanan intrakranial)
1. Berikan informasi kepada keluarga
2. Set alarm
3. Monitor tekanan perfusi serebral
4. Catat respon pasien terhadap stimuli
5. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon
neurology terhadap aktivitas
6. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
7. Monitor intake dan output cairan
8. Restrain pasien jika perlu
9. Monitor suhu dan angka WBC
10. Kolaborasi pemberian antibiotik
11. Posisikan pasien pada posisi semifowler
12. Minimalkan stimuli dari lingkungan
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi

2.

Kerusakan komunikasi verbal b.d


penurunan sirkulasi ke otak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan,


diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi
lagi dengan kriteria hasil:
1. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
perawat
2. dapat mengerti dan memahami pesan-pesan
melalui gambar
3. dapat mengekspresikan perasaannya secara
verbal maupun nonverbal

3.

Defisit
perawatan
diri; NOC :
mandi,berpakaian, makan, toileting
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
b.d kerusakan neurovaskuler
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen


8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
memahamkan informasi dari / ke klien
2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
komunikasi dengan klien
4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
6. Programkan speech-language teraphy
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan klien
NIC :
Self Care assistance : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,

4.

Kerusakan mobilitas fisik b.d


kerusakan neurovaskuler

5.

Pola nafas tidak efektif


berhubungan dengan penurunan
kesadaran

NOC
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam
peningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)

NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :

untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak


mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
NIC :
Exercise therapy : ambulation
1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara


nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan

6.

Resiko Aspirasi berhubungan


dengan penurunan tingkat
kesadaran

NOC :
Respiratory Status : Ventilation
Aspiration control
Swallowing Status
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak
irama, frekuensi pernafasan normal

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas


buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
NIC:
Aspiration precaution
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
menelan
2. Monitor status paru
3. Pelihara jalan nafas
4. Lakukan suction jika diperlukan

7.

Resiko Injury berhubungan dengan


penurunan tingkat kesadaran

2. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa


terjadi aspirasi, dan mampumelakukan oral
hygiene
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan tidak ada suara nafas
abnormal
NOC : Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari cedera
2. Klien mampu menjelaskan cara/metode
untukmencegah injury/cedera
3. Klien mampu menjelaskan factor resiko
dari lingkungan/perilaku personal
4. Mampu
memodifikasi
gaya
hidup
untukmencegah injury
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan status
kesehatan

5.
6.
7.
8.
9.

Cek nasogastrik sebelum makan


Hindari makan kalau residu masih banyak
Potong makanan kecil kecil
Haluskan obat sebelumpemberian
Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan

NIC : Environment
Management
(Manajemen
lingkungan)
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
penyakit terdahulu pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan
barang-barang
yang
dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

Anda mungkin juga menyukai