Anda di halaman 1dari 2

Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus kewajiban

yang
harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Pemerintah dan segenap
masyarakat
bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan
kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari pembangunan kesehatan sehingga
pelaksanaannya
tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan yang terstruktur
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di seluruh
Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU) dengan
jumlah
kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan jumlah Rumah
Sakit Umum 1.033
Rumah Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini
kemudian
memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat
(Keputusan
Menteri Kesehatan, 2009)
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD)
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Instalasi Rawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di
rumah
sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde
(2009) telah
membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time)
bahkan pada pasien
selain penderita penyakit jantung. Mekanisme response time, disamping
menentukan keluasan
rusaknya organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan.
Kecepatan dan ketepatan
pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar
sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan
response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai
dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai
standar
(Kepmenkes, 2009)
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD)

Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang memengaruhi


keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien,
penempatan staf,
ketersediaan stretcher dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan
manajemen dan,
strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih. Hal ini bisa menjadi
pertimbangan dalam
menentukan konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit.
Yoon, P., Steiner, I., Reinhardt, G.(2003). Analysis of factos influencing length of stay
in the
emergency departments, (Online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17472779,
diakses 7 Juni 2016)

Adanya desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Daerah harus
menyusun
perencanaan di bidang kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat yang baik
dan terarah.
Sebagai acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat
khususnya di Instalasi
Gawat Darurat RS, Menteri kesehatan pada tahun 2009 telah menetapkan salah
satu prinsipumumnya tentang penanganan pasien gawat darurat yang harus
ditangani paling lama 5 (lima)
menit setelah sampai di IGD (Kepmenkes, 2009).
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia.(2009). Standar Instalasi Gawat
Darurat (IGD)
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai