TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gliserol
Gliserol merupakan suatu produk samping cukup besar yang dihasilkan dari
proses pembuatan biodiesel. Hampir 10% gliserol dihasilkan pada setiap proses
pembuatan biodiesel. Gliserol adalah senyawa golongan alkohol polihidrat dengan
tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus struktur
gliserol pada gambar 1.
diperoleh setelah proses pemisahan ini mengandung sebagian kecil ekses metanol dan
sebagian besar sisa katalis serta sabun (Andika, 2007).
Gliserol harus dipisahkan dari biodiesel karena gliserol dapat membentuk
senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat.
Senyawa ini akan membentuk deposit pada pompa injektor sehingga menyebabkan
kerusakan pada mesin diesel. Selama ini gliserol hasil samping produksi biodiesel
masih bernilai ekonomis rendah, karena kemurniannya masih belum memenuhi
standar. Gliserol hasil samping produksi biodiesel belum dapat dimanfaatkan, baik
dalam bidang farmasi maupun makanan sebagaimana lazimnya gliserol paling banyak
digunakan. Jumlah gliserol yang dihasilkan dari setiap produksi biodiesel kurang
lebih 10 % dari total produksi biodiesel. Adapun sifat-sifat fisika dan kimia dari
Gliserol ditunjukan dalam tabel 1.
Tabel 1. Sifat Sifat Fisika dan Kimia Gliserol
Sifat Fisika Gliserol
(sumber: http://www.chem-is-try.org)
Kegunaan dari gliserol sangatlah banyak tetapi kebutuhan yang paling besar
pada pembuatan resin sintetis dan ester gums, obat - obatan, kosmetika, dan pasta
gigi. Pemrosesan tembakau dan makanan juga membutuhkan gliserol dalam jumlah
yang besar. Selain itu gliserol juga dimanfaat sebagai bahan adiktif pada bahan bakar
seperti bensin dan biodiesel yang berfungsi sebagai penurun titik kabut dan titik tuang
dengan metode konversi gliserol. Konversi gliserol biasanya dilakukan dengan cara
esterifikasi gliserol, eterifikasi gliserol, oksidasi gliserol, dan reduksi gliserol. Proses
4
esterifikasi gliserol yaitu mereaksikan gliserol dengan asam organik maupun asam
anorganik akan menghasilkan gliserol ester, dari golongan asam organik misalnya
dari kelompok asam karboksilat bisa dihasilkan gliserol asetat, gliserol benzoat,
gliserol carbonat, dan sebagainya. Proses eterifikasi gliserol yaitu merekasikan
gliserol dengan aryl/alkyl alcohol dihasilkan gliserol eter, proses oksidasi gliserol
biasa dilakukan untuk mendapatkan berbagai produk yang mengandung asam
glikolat, asam oksalt, dan asam formiat.
Arbianti dkk., (2008) meneliti tentang esterifikasi enzimatis gliserol dengan
asam laurat yang menghasilkan senyawa lesitin yang mampu menurunkan tegangan
permukaan air dan stabilitas emulsi minyak-air. Dakka dkk., (2010) meneliti tentang
pembuatan glycerol tripthanoate yang dilakukan dengan cara esterifikasi antara
gliserol
sebagai plasticizer untuk PVC (poly vinyl chloride). Pada penelitian ini juga
menghasilkan hexanal, yang kemudian akan dioksidasi menjadi asam hexanoat.
Trejda dkk., (2011) juga meneliti tentang konversi gliserol menjadi glycerol triacetate
dengan reaksi esterifikasi gliserol dengan asam asetat dengan katalis Niobium silica
SBA-15, penelitian ini diperoleh konversi paling besar adalah 94% dan selektivitas
paling besar untuk glycerol triacetate adalah 40%. Hilyati dkk., (2001) juga
melakukan penelitian tentang sintesis glycerol monostearat yang dilakukan dengan
reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam strearat dengan katalis asam (HCL) dan
basa (KOH). Kiatkittingpong dkk., (2010) melakukan penelitian tentang sintesis
gliserol eter dengan eterifikasi gliserol dengan tetra-butyl alcohol dengan reaktor
berpengaduk dan kemudian dipisahkan menggunakan kolom distilasi dalam skala
laboratorium hasilnya adalah TTBG (tri tert-butil ether glycerol).
Gambar 2. Skema Gliserol yang Terkonversi Menjadi Produk Kimia Lain yang
Memiliki Nilai Tambah (sumber: petrochemical).
Gliserol yang diubah menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah
ditunjukkan panah biru, dan sebagian besar bahan kimia yang disebutkan di atas
dihasilkan dari propena yang ditunjukkan panah putus putus. Penggunaan gliserol
sebagai bahan adiktif bahan bakar memungkin untuk menghemat penggunaan bahan
bakar fosil. Untuk mendapatkan produk gliserol yang bisa digunakan sebagai bahan
adiktif bahan bakar diesel maka bisa dilakukan proses eterifikasi yang sudah
dilakukan beberapa peneliti.
2.3 Eter
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus ROR',
dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum
adalah pelarut dan anestetik dietil
eter (etoksietana,
CH3-CH2-O-CH2-CH3).
Eter
sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini
merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin.
2.3.1 Struktur dan Ikatan Eter
Eter memiliki ikatan C-O-C yang bersudut ikat sekitar 110 dan jarak C-O
sekitar 140 pm. Sawar rotasi ikatan C-O sangatlah rendah. Menurut teori ikatan
valensi, hibridisasi oksigen pada senyawa eter adalah sp3.
Oksigen lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga hidrogen yang berada
pada posisi alfa relatif terhadap eter bersifat lebih asam daripada hidrogen senyawa
hidrokarbon. Walau demikian, hidrogen ini kurang asam dibandingkan dengan alfa
hidrogen keton.
2.3.2 Sifat sifat Fisika dan Kimia Eter
Ada dua sifat sifat eter atau alkoksi alkana yang akan dibahas, yaitu sifat
fisika eter dan sifat kimia eter (reaksi eter).
Sifat-sifat fisika
Alkoksi Alkana merupakan cairan tidak berwarna yang mudah menguap dan
terbakar, serta berbau enak tetapi mempunyai sifat membius. Titik didih alkoksi
alkana realtif lebih rendah jika dibandingkan dengan isomer gugus fungsinya,
alkohol, yang setara (memiliki jumlah atom C sama) karena di dalam alkohol terdapat
ikatan hidrogen, sedangkan pada Alkoksi alkana tidak (adanya gaya London, yang
lebih lemah dari ikatan hidrogen).
Eter secara umumnya memiliki reaktivitas kimia yang rendah, walaupun ia lebih
reaktif daripada alkana. Beberapa contoh reaksi penting eter adalah sebagai berikut
2.3.3.1 Pembelahan Eter
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam
mineral seperi asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter
dengan sangat lambat. Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr CH3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3]+Br-. Beberapa jenis eter
dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam beberapa
kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil bromida.
Berganting pada substituennya, beberapa eter dapat dibelah menggunakan berbagai
jenis reagen seperti basa kuat.
2.3.3.2 Pembentukan Peroksida
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat
membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen
(ataupun udara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida
yang
dihasilkan
dapat meledak.
Oleh
karena
ini,
diisopropil
eter
Sintesis
Eter dapat disintesis melalui beberapa cara:
kloroperoksibenzoat (m-CPBA).
Melalui substitusi nukleofilik intramolekuler halohidrin
11
mesin karena kristalisasi pada suhu tertentu, mengingat bahwa beberapa wilayah di
Indonesia memiliki iklim dingin (suhu rendah). Dan mekanisme proses pembuatan
gliserol eter ditunjukkan pada gambar 3.
12
13
14
katalis homogen ataupun katalis heterogen. Reaksi gliserol dengan tert-butil alkohol
akan menghasilkan air, yang mengganggu reaksi. Hal ini dikarenakan reaksi bersifat
bolak balik sehingga gliserol tert-butil eter yang terbentuk dapat terhidrolisis kembali.
c.
Dong Chaoqi.,et al. (2013) meneliti proses eterifikasi gliserol dan metanol
dengan katalis SO3H-Functioned Ionic Liquids. Didapatkan konversi gliserol sebesar
84.5%. adapun mekanisme reaksi eterifikasi antara gliserol dan metanol ditunujukkan
pada gambar 6.
15
struktur porinya besar, serta mempunyai luas permukaan dengan kisaran 100-200
m2/g.
Dengan karakteristik ini, menyebabkan alumina sering digunakan dalam
industri, antara lain sebagai adsorben, amplas, katalis, dan penyangga katalis. Sifat
alumina sangat bervariasi tergantung pada cara pembuatannya. Alumina bersifat
amfoter, artinya mempunyai sifat keasaman dan kebasaan yang ditentukan oleh gugus
atau ion permukaan yang berada di ujung mikrokristalit. Dalam bentuk aktif, alumina
mempunyai permukaan polar yang mampu mengadsorpsi senyawa-senyawa polar.
Sifat-sifat tersebut dapat berubah-ubah sesuai dengan suhu dan pH.
2.4.1 Klasifikasi Alumina
Alumina terdapat dalam bentuk anhidrat dan terhidrat.
a. Dalam bentuk hidrat (aluminium hidroksida)
Aluminium hidroksida terdiri dari kandungan gugus hidroksida dan oksida
hidroksida. Yang termasuk golongan alumina hidrat antara lain Gibbsite, Bayerite,
dan Boehmite.
1. Gibbsite (-aluminium trihidrat / -Al(OH) 3)
Gibbsite dikenal juga sebagai hidragilit. Dalam industri, -aluminium trihidrat
diperoleh melalui kristalisasi larutan NaAlO2. Ukuran partikelnya bervariasi dari 0,5200 m tergantung pada metode pembuatannya.
2. Bayerit (-aluminium trihidrat / -Al(OH) 3)
Bayerit dibuat dengan mengendapkan larutan natrium aluminat yang hasilnya berupa
gel, lalu di-aging dengan penetralan garam aluminium dengan larutan amonia.
3. Boehmite (-aluminium oksida hidroksida / -AlO(OH))
16
Boehmite dibuat melalui perubahan hidrotermal gibbsite pada suhu di atas 150C.
Kisi boehmite terdiri dari lapisan rangkap dengan ion O2- tersusun secara kemasan
rapat kubus.
b. Dalam bentuk anhidrat
Yang termasuk alumina anhidrat adalah alumina stabil (-alumina) dan alumina
transisi (alumina metastabil).
1. Alumina stabil (-alumina / korundum)
Alumina ini mempunyai sifat paling stabil diantara alumina lain. - Al 2O3 merupakan
produk akhir dari proses dekomposisi termal dan hidrotermal aluminium hidroksida
pada suhu diatas 1100C, yang bersifat keras, inert, kuat, dan titik lelehnya tinggi
(2100C).
2. Alumina metastabil (alumina transisi / alumina aktif)
Alumina aktif diperoleh dari hasil dehidrasi termal aluminium hidroksida pada
rentang suhu 250-800C. Berdasarkan kisaran suhu pemanasannya, alumina aktif
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Kelompok -
Kelompok ini meliputi -, -, dan - Al 2O3, yang dihasilkan dari pemanasan boehmite
dengan suhu dibawah 600C dan berbentuk Al2O3.x H2O.
Kelompok
Kelompok ini meliputi , -, dan - Al 2O3, yang diperoleh dari hasil pemanasan
boehmite pada suhu 900-1000C dan berbentuk anhidrat.
2.4.2 Gamma-Alumina (- Al2O3)
-Al2O3 merupakan alumina transisi dan berbentuk padatan amorphous yang
mempunyai struktur spinel yang cacat, dimana ion oksigen membentuk kemasan
17
rapat kubus (ccp), yang mempunyai 16 lubang oktahedral dan 8 lubang tetrahedral.
Ion-ion Al3+ menempati koordinasi oktahedral dan tetrahedral dalam kisi oksigen
tersebut. Struktur Al3+ oktahedral dikelilingi 6 atom O2- dan struktur Al3+
tetrahedral dikelilingi 4 atom O2-.
- Al2O3 terbentuk melalui pemanasan Al(OH)3 pada suhu 500-800C.
Pemanasan Al(OH)3 menyebabkan Al(OH)3 terdekomposisi menjadi suatu oksida
dengan sistem mikropori dan luas permukaan yang besar. Alumina transisi yang
paling terkenal kegunaannya sebagai katalis adalah - Al2O3 dan - Al2O3
Perbedaan antara - Al2O3 dan - Al2O3 antara lain adalah - Al2O3 lebih
bersifat asam daripada - Al2O3. Namun, - Al2O3 mempunyai luas permukaan dan
pori-pori yang lebih besar daripada - Al 2O3, serta stabil dalam proses katalisis.
Selain itu, - Al2O3 juga tidak mahal, stabil pada suhu tinggi, stabil secara fisik dan
kuat, mudah dibentuk dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu, - Al2O3 paling
banyak digunakan sebagai katalis.
2.4.3 Pembuatan -Alumina (- Al2O3)
Proses pembuatan alumina secara sintetik adalah melalui proses Bayer,
dengan pembentukan gel dari aluminium hidroksida. Al(OH)3 larut dalam asam kuat
dan basa kuat, tetapi pada kisaran pH tertentu (netral) terjadi pengendapan hidroksida
menghasilkan sol dan berubah menjadi gel.
Pembuatan - Al2O3 dapat dilakukan dari larutan garam yang mengandung
Al3+ seperti aluminium klorida. Penambahan basa akan meningkatkan pH larutan
dan menyebabkan terbentuknya endapan Al(OH)3. Aluminium hidroksida yang
terbentuk akan berbeda sesuai dengan pH karena penambahan basa. Pada 3<pH<7,
endapan akan membentuk gel dari mikrokristal boehmite (AlO(OH)), dan dengan
pemanasan lebih tinggi dari 500C akan membentuk - Al2O3 amorf. Jika endapan
terbentuk pada pH 6 8 maka akan membentuk endapan gel dari kristal boehmite.
Setelah di-aging, disaring, dicuci, dan dikalsinasi pada suhu 500C, boehmite ini akan
membentuk - Al2O3. (Nurhayati.,2008)
18
2.5 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol adalah senyawa kimia dengan
rumus kimia (CH3OH). Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan
atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah
terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan
sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika
krisis minyak bumi terjadi pada tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan murah.
Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-bensin. Untuk
menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen cenderung mencampur
metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan teknik pencampuran dan
penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan mutu bahan bakar yang
dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk digunakan sebagai bahan
bakar bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel yang dikeluarkan oleh
General Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi dengan setiap kombinasi etanol,
metanol dan/atau bensin. (http://id.wikipedia.org/wiki/Metanol). Dengan sifat sifat
fisik dan kimia metanol ditunjukan dalam tabel 2.
Tabel 2. Sifat Sifat Fisika dan Kimia Metanol
(sumber: http://www.chem-istry.org)
19
20
21