Anda di halaman 1dari 12

PEMANFAATAN IKAN KARANG ACANTHURUS SP.

DAN
ELAGATIS SP. SEBAGAI BAHAN BAKU OLAHAN NUGGET IKAN
Rita Yuliati, A.Md 1)*
1)

Jurusan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas MIPA Universitas Terbuka


*Email : yuliatirita@yahoo.com

ABSTRAK
Peranan biofisik ekosistem terumbu karang sangat beragam, diantaranya sebagai
tempat tinggal, tempat berlindung, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi
beragam biota laut, disamping berperan sebagai penahan gelombang dan ombak serta
sebagai penghasil sumberdaya hayati yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan karang adalah salah
satunya (Nontji, A. 1993). Salah satu jenis olahan hasil perikanan yang saat ini mulai
dikembangkan yaitu nugget ikan. Nugget ikan adalah suatu bentuk olahan dari daging lumat
dan diberi bumbu serta dicampur dengan tepung kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu
selanjutnya dilumuri dengan tepung roti dan akhirnya dilakukan penggorengan.
Pengamatan ini bertujuan untuk mempelajari teknik pengawetan produk perikanan
dengan cara iradiasi dan selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui : (1) pembuatan
nugget ikan karang Acanthurus sp. dan Elagatis sp. (2) mutu organoleptik ikan karang
Acanthurus sp. dan Elagatis sp. (3) rendemen ikan karang Acanthurus sp. dan Elagatis sp.
Kata-kata kunci: nugget ikan, ikan karang, terumbu karang
1. PENDAHULUAN
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem unik perairan tropis dengan tingkat
produktifitas dan keanekaragaman biota yang sangat tinggi. Peranan biofisik ekosistem
terumbu karang sangat beragam, diantaranya sebagai tempat tinggal, tempat berlindung,
tempat mencari makan dan berkembang biak bagi beragam biota laut, disamping berperan
sebagai penahan gelombang dan ombak serta sebagai penghasil sumberdaya hayati yang
bernilai ekonomis tinggi. Ikan karang adalah salah satunya (Nontji, A. 1993). Secara umum,
ikan karang akan menyesuaikan pada lingkungannya. Setiap spesies memperlihatkan
preferensi/kecocokan habitat yang tepat yang diatur oleh kombinasi faktor ketersediaan
makanan , tempat berlindung dan variasi parameter fisik. Sejumlah besar spesies ditemukan
pada terumbu karang adalah refleksi langsung dari besarnya kesempatan yang diberikan
habitat (Allen dan Steene, 1996).
1

Jenis ikan yang ditemukan di ekosistem terumbu karang, terdapat kebiasaan mencari
makan dan fungsinya dalam sistem ekosistem tersebut yaitu: 1) Kelompok ikan diurnal (ikan
yang aktif pada siang hari)

seperti Pomacentridae, Chaetodotidae, Pomachantidae,

Acanthuridae, Labridae, Lutjanidae, Balistidae, Serranidae, Cirrithidae, Tetraodontidae,


Bleiidae dan Gobiidae. 2) Kelompok ikan nokturnal (ikan yang aktif pada malam hari) yang
sering melintasi ekosistem terumbu karang pada saat tertentu untuk mencari makan, namun
tidak menghabiskan seluruh daur hidupnya di ekosistem ini, ikan ini merupakan ikan Famili
Scombridae, Sphyraenidae, dan Caesionidae. 3) Kelompok ikan Crespuscular (ikan yang
aktif diantara pergantian siang ke malam atau malam ke siang), beberapa famili yang masuk
dalam kelompok ini adalah Carangidae, Barracuda, dan Scorpaenidae.
Potensi ikan karang yang melimpah dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta
merupakan komoditi ekspor mendorong eksploitasinya secara besar-besaran, yang dapat
mengancam kelestariannya. Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah penghasil ikan
karang konsumsi salah satunya adalah ikan malelang (Acanthurus sp.) dan ikan gontoran
(Elagatis sp.) sehingga upaya pengelolaan peningkatan pola konsumsi masyarakat salah
satunya yaitu produk nugget ikan yang pada akhir- akhir ini mulai berkembang dan banyak
digemari masyarakat terutama kelas menengah atas karena produk ini hanya dijual di
supermarket dan harganya relatif mahal.
Berkaitan dengan meningkatkan pola konsumsi masyarakat terhadap ikan karang adalah
dengan diversifikasi produk diharapkan mampu menurunkan tingkat kekurangan gizi.
Perkembangan pengetahuan manusia yang semakin bertambah menyebabkan penilaian
keberhasilan suatu pengolahan perikanan tidak cukup hanya didasarkan pada penilaian
organoleptik saja tetapi juga kandungan nilai gizi dan hasil olahan akan semakin penting
apabila memiliki nilai gizi yang tinggi dan aspek kesehatan yang baik serta dapat diterima di
pasaran (Aswar, 1995). Daging ikan mengandung 1524 % protein, 66-68 % air, 0,1-22 %
2

lemak, 1-3 karbohidrat dan 0,8 2 % bahkan anorganik dan bagian yang dapat dimakan 45
50 %. Sedang air merupakan komponen kimia daging ikan yang paling besar jumlahnya dan
dapat mempengaruhi kandungan lemak ikan. Bila kadar air semakin tinggi maka kadar lemak
akan semakin rendah (Suzuki, 1981 dalam Sunersih, 2000).
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang
dicetak dalam bentuk potongan empat persegi. Potongan ini kemudian dilapisi tepung
berbumbu (battered dan breaded) (Anonymous, 2003). Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui: (1) pembuatan nugget ikan karang Acanthurus sp. dan Elagatis sp. (2) mutu
organoleptik ikan karang Acanthurus sp. dan Elagatis sp. (3) rendemen ikan karang
Acanthurus sp. dan Elagatis sp.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Workshop Unit Pengolahan Ikan Graha Lemuru Balai Pendidikan
dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Banyuwangi. Penelitian dilaksanakan dimulai tanggal 1
Oktober sampai 30 November 2016.
Bahan penelitian menggunakan ikan karang Acanthurus sp. dan Elagatis sp, sedangkan
Alat yang digunakan adalah pan plastik, timbangan digital, pisau, sendok, baskom, alat
pelumat daging, penyampur daging, pan pencetak, alat penggoreng. Alat untuk uji
organoleptik ikan segar dan nugget ikan menggunakan lembar score sheet mutu ikan segar
dan uji hedonik.
Proses Pengolahan Fish Nugget yaitu Bahan baku pembuatan nugget terbuat dari ikan
berupa Acanthurus sp. dan Elagatis sp., yaitu untuk membedakan mutu dari kedua jenis ikan
berdasarkan kebiasaan mencari makan dan fungsinya dalam sistem ekosistem terumbu karang
dengan dilakukan pemfilletan dengan cara menusuk bagian punggung ikan dan membelah ke
arah bagian ekor, kemudian daging diambil dengan menggunakan sendok.

Daging dilumatkan dengan meat sparator, lumatan daging dapat dibuat surimi (dengan
melalui proses leaching) atau minced meat (tanpa proses leaching). Proses leaching dilakukan
dengan suhu dibawah 50C dan dengan bantuan air dan garam. Campurkan dan haluskan
semua bahan jadi satu (dengan menggunakan blender atau food procesor), ratakan pada
loyang yang sudah dilapisi plastik dan diolesi margarin. Kukus sampai matang (60 90
menit). Gunakan loyang yang cukup besar agar adonan tidak terlalu tebal. Atau jika lebar
diameter kukusan anda lebih kecil dari besar loyang yang digunakan, bagi adonan menjadi
beberapa loyang. Setelah adonan matang, dinginkan potong-potong sesuai dengan selera atau
ukuran 3 x 4 x 1 cm. Gulingkan adonan tersebut pada tepung bumbu lalu celupkan dalam
telur kocok baru kemudian gulingkan pada tepung roti atau tepung panir. Simpan kembali
dalam lemari es selama 1 jam dalam kantung plastik. Nugget digoreng dengan merendam
seluruh bagian (deep freying) Goreng adonan pada suhu 180 0C dengan durasi 3 menit
hingga berwarna coklat keemasan dan siap disajikan.
Persiapan bahan baku

Pemfiletan dan Pemisahan tulang


Pelumatan daging ikan
Pembuatan adonan
Pembentukan
Perebusan 60 - 90 menit
Pelumuran tepung bumbu
Pengemasan

Pembekuan
Penggorengan 180 0C, 3 menit
Gambar 1. Alur Proses Pengolahan Nugget Ikan
Metode pelaksanaan praktek hasil penelitian di uji organoleptik mutu ikan segar
menggunakan

lembar

penilaian

organoleptik

berdasarkan

SNI

2729

:2013 tentang ikan segar meliputi kenampakan (mata, insang, lendir permukaan badan),
daging, bau dan tekstur. Produk akhir di uji organoleptik meliputi rasa, bau tekstur, warna dan
penampakannya

terhadap

tingkat

kesukaan

panelis

dengan

menggunakan

lembar

penilaian/score sheet dengan menggunakan skala hedonik bernilai 1- 9. faktor yang diamati
adalah homogenitas, warna, tekstrur, bau, dan rasa. Formulir terlampir pada lampiran 3. uji
ini dengan panelis 10 orang diminta untuk memberikan penilaian menurut tingkat
kesukaannya pada formulir yang telah disediakan.
Penentuan rendemen ikan dilakukan untuk mengetahui berat total bahan baku yang
digunakan untuk proses pembuatan nuuget ikan setelah mengalami proses penyiangan,
pembuangan kepala, pembuangan kulit, dan pembersihan daging.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Proses Pengolahan Nugget Ikan
3.1.1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku fish nugget adalah Ikan Malelang dan Ikan Gontoran berasal dari perairan
Banyuwangi, memiliki ukuran panjang 15 25 cm dan berat rata-rata sekitar 200- 300 gr/
ekor. Ikan dimatikan dengan cara menusuk dengan pisau bagian punggung dan membelah ke
arah ekor, dalam kondisi ini dimungkinkan ikan dalam keadaan prerigor atau masih segar.
Ikan dicuci dibersihkan dari kotoran dengan air mengalir, kemudian difillet. Rendemen
lumatan ikan yang dihasilkan berkisar antara 30%. Jumlah rendemen yang diperoleh
5

sebesar 30 %, bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sunersih (2000), Rendemen


dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ukuran dan jenis ikan, kondisi ikan yang
digunakan sebagai bahan baku, ketrampilan memfilet dan peralatan fillet. Fillet dilakukan
dengan cepat dan hati-hati agar diperoleh hasil optimal.
3.1.2. Pembuatan Adonan
Pembuatan adonan bertujuan untuk menambahkan

cita rasa, aroma dan tekstur

adonan yang elastis. Proses ini dilakukan penambahan bahan inggradient seasoning dan food
aditive. Penambahan bahan-bahan makanan (Inggradient) yaitu tepung tapioka 15% yang
berfungsi sebagai bahan pengikat. Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan di dalam
bahan makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan, bahan pengikat juga
berfungsi untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan,
memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk membetuk tekstur yang padat
dan menarik air dari adonan Tanikawa (1985) dalam Aswar (1995).
Tapioka berasal dari serealia yang mempunyai rantai panjang karbon. Tapioka terdiri
dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak terlarut disebut amilopktin Winarno (1988). Penambahan gula 1% bertujuan
untuk memperbaiki rasa dan aroma adonan. Penambahan gula akan membuat adonan bersifat
volatil yang menjadikan rasa dan aroma sedap. Gula merupakan senyawa organik dan mudah
dicerna di dalam tubuh juga sebagai sumber kalori (Djaeni, 1985).
Penambahan bumbu-bumbu (Seasoning) yaitu lada 0,4 % yang bertujuan untuk
menambah cita rasa makanan yaitu rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas pada lada
disebabkan adanya zat piperin dan piperanin serta chavicin yang merupakan persenyawaan
dari piperin dengan alkaloida (Aswar, 1995). Garam 1 % yang bertujuan untuk menambah
cita rasa dan juga untuk membuat adonan lebih elastis. Garam akan memudahkan penarikan
air sehingga akan berpengaruh terhadap elastisitas surimi karena dengan adanya garam
6

protein miofibrilar yakni aktin dan miosin akan larut dan terdiversi secara homogen sehingga
membentuk pasta yang lekat yang apabila mendapatkan perlakuan panas akan membentuk
gel yang elastis. Kadar garam yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya
pengendapan protein, lebih jauh intensitas dan homogenitas penggilingan dan (pencampuran)
sangat berpengaruh terhadap tingkat elastisitas Niwa (1985) dalam Yunus (2000).
Garam merupakan salah satu bahan untuk mengawetkan berbagai macam makanan
seperti daging dan bahan lainnya, garam juga sebagai penyumbang cita rasa dalam makanan.
Garam menyerap air melalui proses osmosis sehingga dapat berfungsi sebagai bahan
pengawet (Buckle et. al., 1985).
Bawang merah bawang putih yang bertujuan untuk menambah aroma dan
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih mengandung minyak yang
mudah menguap, protein , sellulosa dan element mineral. Bau yang khas berasal dari minyak
volatil yang mengandung komponen sulfur. Aroma bawang putih akan muncul apabila terjadi
pemotongan atau pengrusakan jaringan. Pada saat sel pecah akan terjadi reaksi antar
komponen allin dan enzim allinase membentuk allicin, allicin yang terbentuk akan
memberikan aroma bawang putih dan merupakan zat aktif yang bersifat anti bakteri. Bawang
putih juga mengandung senyawa kompleks thiogloshidin yang berfungsi sebagai anti oksidan
Aswar (1995)
3.1.3. Pengukusan
Pengukusan dilakukan dengan waktu 60 90 menit. Pengukusan bertujuan untuk
pembentukan konstruksi jala atau gel pada produk dengan pengikatan antar protein sehingga
produk menjadi keras dan lebih elastis, disamping itu tujuan lain untuk membunuh bakteri
yang tidak tahan suhu tinggi.
Protein-protein akan saling berinteraksi satu sama lain maupun dengan permukaan
dari potongan-potongan daging, untuk membentuk ikatan yang kohesif apabila dilakukan

pemanasan dan terjadi proses gelatinase. Gelatinase adalah interaksi antara protein dengan
protein yang terjadi karena adanya panas yang kemudian terakogulasi dan membentuk matrik
gel yang stabil yang mempunyai sifat lengket, kuat, dan plastis yang berpengaruh terhadap
tekstur serta ikatan dari produk Richardson (1989) dalam Yuda (2000).
Proses pemanasan akan berpengaruh dalam pembentukan konstruksi jala dan
denaturasi protein, konstruksi jala dapat terbentuk dari konjugasi molekul-molekul protein
dengan bantuan ikatan hidrogen dan sulfida. Ikatan dalam protein dapat berupa garam. Bila
dipanaskan pada suhu kamar dalam waktu yang lama akan terbentuk suwari atau ashi dan bila
elastis itu hilang serta daging menjadi kaku maka fenomena ini disebut modori (Tanikawa,
1985).
Perebusan dalam pengolahan adonan tersebut akan menyebabkan asam-asam amino
mengalami kerusakan atau sering disebut dengan pencoklatan (reaksi maillard). Reaksi ini
sangat dipengaruhi oleh kadar air, pH .reaksi pencoklatan diperlukan pada bahan pangan
tertentu untuk mendapatkan aroma dan cita rasa, walaupun dapat mengakibatkan penurunan
kandungan gizi pada komponen proteinnya (Lund,1989 dalam Magfiroh 2000).
3.1.4. Pelapisan (Butter dan Breading)
Buttering tepung bumbu bertujuan untuk menambahkan suatu lapisan kering pada
nugget yang akan meningkatkan rasa, tekstur dan warna setelah digoreng sehingga dapat
mengimitasikan produk dengan bahan baku lainnya yang lebih baik.
Rasa nugget akan meningkat dengan pelapisan tepung bumbu hal ini dikarenakan
pada tepung bumbu telah terdapat garam, gandum , MSG dan gula. Tekstur dan warna akan
meningkat karena tepung bumbu mengandung tapioka dan tepung gandum yang akan
membuat nugget menjadi keras elastis.

Breading tepung roti bertujuan untuk memberikan penampakan permukaan nugget


dengan bantuan pengikat telur setelah dilakukan battering tepung bumbu. Lapisan ini
merupakan bagian yang penting dalam proses pembuatan produk pangan beku, industri
franchise dan industri-industri lainnya. Kerenyahan produk yang dibreading membuat produk
tersebut lebih enak dan lezat (Fellow, 1992 dalam Magfiroh, 2000).
3.1.5. Pengemasan
Nugget selanjutnya dilakukan pengemasan yang bertujuan untuk melindungi nugget
dari makanan lainnya dan udara lingkungan luar yang mempengaruhi aroma dan cita rasa
nugget. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan bahan pengemas plastik polyetilen
yang memiliki sifat fisik yang bening atau transparans, halus dan cukup kuat untuk menahan
osmose udara lingkungan luar.
Polyetilen dapat melindungi makanan dari penguapan atau reaksi dengan makanan
lainnya serta mencegah ketengikan karena oksidasi lemak. Bahan pengemas yang digunakan
harus memenuhi persyaratan untuk memperbaiki produk menambah daya awet dan
melindungi produk yang membahayakan keamanan produk. Bahan pengemas untuk produk
beku harus cukup kuat, tahan perlakuan physis, mempunyai pemebilitas rendah terhadap uap
air, gas dan bau, tidak mudah ditembus oleh lemak atau minyak, tidak boleh meningkatkan
waktu pembekuan, tidak boleh melekat dan mengkontaminasi produk. Pengemas harus
terbuat dari jenis bahan yang

baik yang memenuhi persyaratan bagi produk, metoda

pengolahan dan pemasaran (SNI 01-3467-1994).

3.1.6. Penggorengan
Penggorengan bertujuan untuk menambah warna menjadi kuning keemasan, cita rasa
dan menambah nilai gizi serta kalori. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar
panas, penambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan makanan. Suhu
9

penggorengan berkisar antara 180 0C dengan lama waktu 3 menit. Suhu dan lama waktu
penggorenan ini akan sangat mempengaruhi penampakan dan cita rasa produk yang
dihasilkan. Pengorengan dengan suhu dan waktu tersebut akan menjadikan warna nugget
menjadi coklat keemasan hal ini diduga karena reaksi maillard. Menurut Winarno (1997)
reaksi maillard terjadi karena adanya reaksi antara karbohidrat khusunya gula pereduksi
dengan gugus amina primer.

Gambar 9. Fish Nugget Ikan Malelang (Acanthurus sp.) dan Gontoran


Penggorengan dilakukan dengan merendam seluruh bagian dari nugget sehingga akan
membutuhkan banyak minyak.

Nugget yang sempurna digoreng mempunyai warna

permukaan coklat keemasan. Cita rasa nugget yang digoreng akan terbentuk sebagai akibat
dari pemanasan protein, karbohidrat dan lemak. Timbulnya warna kuning keemasan pada
permukaan bahan disebabkan karena reaksi browning atau reaksi maillard, reaksi ini
dipengaruhi oleh suhu dan lama penggorengan sedangkan jenis lemak berpengaruh sangat
kecil terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren, 1986).
3.2.

Pengujian Organoleptik Mutu Ikan Segar dan Hedonik Produk Akhir

3.2.1. Pengujian Ikan Segar


3.2.2. Pengujian Produk Akhir
Warna yang dihasilkan diduga karena adanya perlakuan leaching yang tujuannya
untuk menyeragamkan warna sedangkan lama waktu penggorengan juga akan berpengaruh
terhadap pemberian warna nugget yang dihasilkan karena adanya reaksi lisinoalanin dan
reaksi maillard. Penerimaan makanan sangat berkaitan dengan warna, bau, tekstur dan rasa
baik produk yang diproses maupun yang tidak diproses. Warna dapat memberikan petunjuk
tentang perubahan kimia yang terjadi dalam bahan makanan seperti pencoklatan dan
karamelisasi (de Man, 1997).
10

Warna merupakan hasil dari indera mata yang bisa menjadi pertimbangan dalam
penilaian suatu produk, secara visual warna tampil terlebih dahulu dan sangat menentukan
sebelum faktor faktor yang lain (Winarno, 1991).
Hasil uji organoleptik uji mutu hedonik terhadap warna diperoleh nilai rata-rata 5,00
sampai dengan 6,77 (dengan penerimaan panelis diatas netral sampai di atas agak suka). Uji
organoleptik terhadap aroma diperoleh nilai berkisar antara 5,75 sampai dengan 6,5 berarti
panelis memberikan tingkat kesukaan antara netral hingga sampai agak suka terhadap produk.
Aroma nugget diduga dipengaruhi adanya perlakuan buttering dan breading tepung bumbu
dan tepung roti serta bahan pengikat, sedangkan aroma ikan hilang karena perlakuan leaching
berulang kali yang salah satu tujuan leaching untuk menyeragamkan aroma surimi.
Nilai uji organoleptik mutu hedonik penampakan permukaan produk nugget diperoleh
nilai rata-rata berkisar antara 5,2 sampai dengan 6,1 berarti tingkat kesukaan panelis biasa
sampai dengan agak suka. Nilai organoleptik uji mutu hedonik untuk teksture diperoleh nilai
rata-rata 5,4 sampai dengan 6,4 (nilai tingkat kesukaan panelis antara netral hingga sampai
agak suka).
Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang timbul oleh elemen struktural bahan
pangan yang dapat dirasakan oleh perabaan, terkait dengan deformasi, disintegrasi dan aliran
dari bahan pangan tekstur paling penting pada makanan lunak dan renyah. Uji organoleptik
terhadap rasa diperoleh nilai rata-rata -rata 5,64 sampai dengan 7,04 (nilai tingkat kesukaan
panelis antara netral hingga sampai suka). Sedangkan penambahan garam tidak memberikan
perbedaan yang nyata artinya dengan penambahan garam semua produk cenderung sama.
3.3.

Rendemen Ikan Malelang (Acantharus sp.) Dan Ikan Gontoran (Elagatis sp.)

11

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1.

Kesimpulan

4.2.

Saran

DAFTAR PUSTAKA
Abduh. M, 2002. Pengaruh Perendaman Udang PDTO Dengan Menggunakan Larutan
Sodium Tripolyphosfat Terhadap Perubahan Beratnya. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan.IPB.
Adam Dewi, 2002. Makanan Favorit Variasi Nugget, Gramedia Pustaka Utama. Palmera
Barat. Jakarta.
Anonymous, 2003. Cara Pembuatan Nugget. Rubrik Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor .
AOAC, 1996. Official Methods of Analysis. 16 Edition Volume II Agriculture Chemical,
Contaminant: Drugs. Publihsed by AOAC International suite 400.2200
wilson Boulevard. Arlington, Virginia 22201 3301 United States of
America.
Ardian Anugrah Prahara Amuka, 1999. Pengamatan Mutu dan Rendemen Tuna Loin Mentah
Beku. Karya Ilmiah Praktek Akhir. STP Jakarta.
Arikunto S, 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. PT. Rineka
Cipta. PT. Asdi Mahasatya, Jakarta.
Aisyah S,1999. Kemampuan Pembetukan Gel Surimi Ikan Nila Hitam (Oreochromis
niloticus) Dan Ikan Lele Dumbo (Clarias garephinus). Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan.IPB.
BBPMHP, 2001. Petunjuk Teknis Pengolahan Minched Fish Dan Surimi Dari Ikan Non
Ekonomis. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
,1997. Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jenderal Perikanan.
Jakarta.
, 1997. Teknologi Pengolahan Surimi Dan Produk Fish Jelly. Direktorat Jenderal
Perikanan. Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai