Anda di halaman 1dari 3

Nama

: Indah Juniarti

NIM

: P17320114042

Tingkat

: 3A

TB paru merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Muttaqin:2008).


Hal ini dikarenakan penyebaran bakteri BTA+ dapat menularkan kepada 10-15 orang lainnya
dan sekitar 17% pada orang terdekat (Widoyono:2008).
Melihat kejadian kasus TB yang semakin meningkat, pada awal 1990-an World
Health Organization (WHO) dan International Union Against TB and Lung Disease
(IUATLD) mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai program
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) (Depkes RI: 2006).
Pengobatan TB dengan program DOTS dapat memberikan kesembuhan bagi pasien
TB jika pasien patuh dan melakukan pengobatan secara teratur. Namun pengobatan yang
lama membuat pasien TB bosan untuk mengkonsumsi obat sehingga dapat mengakibatkan
pasien TB tidak sembuh dan juga resisten terhadap OAT. Salah satu komponen DOTS adalah
pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Depkes RI: 2011)
Pada tahun 2014, sebanyak 9,6 juta orang di diagnosis sebagai penderita tuberkulosis
dan 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis. Prevalensi terbesar untuk penderita
tuberkulosis kasus baru, yaitu sekitar 58%, terdapat di Asia Tenggara dan Pasifik Barat
(WHO, 2015).
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun
2013 adalah 0,4% yang berarti bahwa tiap 100.000 penduduk terdapat 400 orang yang
didiagnosis menderita TB paru. Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi TB paru
cenderung meningkat pada usia dewasa, dengan pendidikan rendah, dan yang mempunyai
pekerjaan (Riskesdas, 2013).
Di Indonesia, jumlah penderita tuberkulosis menempati urutan kedua terbanyak di
dunia. Insidensinya yaitu 399 orang dalam seratus ribu populasi. Berdasarkan laporan WHO,
angka penderita tuberkulosis di Indonesia tiap tahunnya tidak mengalami penurunan yang
signifikan. Pada tahun 2014, rata-rata insidensinya adalah sekitar 1 juta orang dan untuk
prevalensinya adalah 1,6 juta orang (WHO, 2015).

Provinsi Jawa Barat menjadi jumlah penderita tuberkulosis terbanyak se-Indonesia,


yaitu sekitar 18%. Jumlah kasus tuberkulosis adalah sebesar 62.225 penderita pada tahun
2012 (DEPKES, 2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2012
(2013), penderita tuberkulosis yang telah didiagnosis secara klinis maupun dari hasil
laboratorium di kota Bandung mencapai 2.456 kasus dan kasus TB dengan hasil BTA positif
adalah sebanyak 1.173 kasus. Angka ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2011. Kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2011 mencapai 2.482 kasus. Laporan kasus tuberkulosis tersebut
berhubungan dalam menilai tingkat keberhasilan program pengendalian tuberkulosis. Ada
beberapa indikator yang menggambarkan keberhasilan program pengendalian tuberkulosis,
salah satunya adalah angka penemuan kasus/ Case Detection Rate (CDR) dan angka
kesembuhan/ Cure Rate/ Treatment Success Rate. Target nasional untuk CDR adalah 70%
dan angka kesembuhan (cure rate) minimal 85%. CDR di Indonesia adalah sebesar 46% pada
tahun 2014. Untuk angka kesembuhan di Jawa Barat masih dibawah target yaitu sebesar 81%
(DEPKES, 2015).
Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi
DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang di integrasikan
dalam pelayanan kesehatan dasar. Fakta menunjukkan bahwa TB masih merupakan masalah
utama kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain:
1

Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah


India, Cina, Afrika Selatan dan.Nigeria (WHO, 2009). Diperkirakan jumlah pasien
TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan,
setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus
TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk.
Pada tahun 2009, prevalensi HIV pada kelompok TB di Indonesia sekitar 2.8% .
Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR)
diantara kasus TB baru sebesar 2%, sementara MDR diantara kasus penobatan
ulang sebesar 20%. (WHO, 2009).
Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan
nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara
Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3

wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000
penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000
penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per
100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB
adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun
2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 %
setiap tahunny

Berdasarkan data dan masalah tersebut, maka saya berminat mengambil penelitian
tentang Gambaran pengetahuan klien TB paru tentang Multi Drug Resisten Tuberkulosis Paru
(MDR TB). Hubungan Efek Samping OAT dengan motivasi klien TB untuk melanjutkan
pengobatan. Hubungan Kinerja Pengawas Menalan Obat (PMO) dengan kepatuhan berobat
pada klien TB paru. Hubungan tingkat pengetahuan pasien TB paru tentang penyakit TB paru
dengan kepatuhan berobat (yang disetujui pembimbing).
Alat pengumpulan data untuk tingkat pengetahuan berupa kuisioner.
Untuk indikator kepatuhan adalah pasien yang meminum obat atau melaksanakan pengobatan
secara terus menerus setiap hari selama 6 bulan penuh atau minimal 6 bulan.

Anda mungkin juga menyukai