Anda di halaman 1dari 19

Mengenal KRPL

Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak
terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari waktu ke waktu. Ke depan, setiap
rumah tangga diharapkan mengoptimalisasi sumberdaya yang dimiliki, termasuk pekarangan, dalam
menyediakan pangan bagi keluarga.
Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan
Lestari (RPL). RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk
dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan
bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam. Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas,
berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan
Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, KRPL juga mencakup upaya
intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan
lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil.
Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan
dan kemandirian pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii) konservasi sumberdaya
genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju (v)
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui


KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari) Kawasan
Perkotaan Dan Pedesaan
zaky rabbani

Minggu, 14 Juni 2015

PENDAHULUAN
Ketahanan pangan (Food Security) telah menjadi isu global, terpenuhinya
pangan bagi setiap rumah tangga merupakan tujuan sekaligus sebagai sasaran dari
ketahanan pangan yang ada di daerah maupun secara nasional. Oleh karenanya
pemantapan ketahanan pangan dapat dilakukan melalui pemantapan ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga.
Namun demikian, disadari bahwa perwujudan ketahanan pangan perlu
memperhatikan sistem hierarki mulai dari tingkat global, nasional, regional, wilayah, rumah
tangga dan individu, tersedianya pangan yang cukup secara nasional maupun wilayah
merupakan syarat keharusan dari terwujudnya ketahanan pangan nasional, namun itu saja

tidak cukup, syarat kecukupan yang harus dipenuhi adalah terpenuhinya kebutuhan pangan
di tingkat rumah tangga/individu. Berdasar pemikiran tersebut, adalah penting untuk
mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Tanpa berpretensi mengabaikan
pentingnya ketahanan pangan di tingkat nasional maupun wilayah, tulisan ini membatasi
uraian pada perwujudan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga melalui diversifikasi
pangan.
Kesadaran tentang pentingnya upaya diversifikasi pangan telah lama dilaksanakan
di Indonesia, namun demikian hasil yang dicapai belum seperti yang diharapkan. Kebijakan
diversifikasi pangan. diawali dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1974 tentang
Upaya Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR), dengan menggalakkan produksi Telo,
Kacang dan Jagung yang dikenal dengan Tekad, sampai yang terakhir adanya Peraturan
Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Walaupun telah berbagai upaya telah
dilakukan pemerintah dan berbagai kalangan terkait, namun pada kenyataannya tingkat
konsumsi masyarakat masih bertumpu pada pangan utama beras. Hal itu diindikasikan oleh
skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang belum sesuai harapan, dan belum optimalnya
pemanfaatan sumber bahan pangan lokal dalam mendukung penganekaragaman konsumsi
pangan.
Dikaitkan dengan potensi yang ada, Indonesia memiliki sumber daya hayati yang
sangat kaya. Ironisnya, tingkat konsumsi sebagian penduduk Indonesia masih dibawah
anjuran pemenuhan gizi. Oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan dan gizi keluarga dapat dilakukan melalui pemanfaatkan sumberdaya yang tersedia
maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui
pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh rumah tangga.

TUJUAN
Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan dasar pemikiran, perencanaan dan
pelaksanaan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL) (Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan Daerah) merupakan
gerakan diversifikasi pangan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan berbasis
sumberdaya lokal dan pelestarian sumberdaya genetik melalui pengembangan kebun bibit
kelurahan. Dari pembelajaran kasus pelaksanaan KRPL di daerah lain yang telah
menerapkan dimaksud disimpulkan beberapa faktor kunci untuk menjadikan pengembangan
KRPL sebagai solusi pemantapan ketahanan pangan daerah.

DASAR PEMIKIRAN PENGEMBANGAN MODEL KRPL


Malalui pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah
tangga merupakan salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah
tangga.

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga


sudah dilakukan masyarakat sejak lama dan terus berlangsung hingga sekarang namun
belum dirancang dengan baik dan sistematis pengembangannya terutama dalam menjaga
kelestarian sumberdaya. Oleh karena itu, komitmen Pemerintah Daerah Kota Banjarbaru
melalui Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kota Banjarbaru untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan
kemandirian pangan melalui diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan konservasi
tanaman pangan untuk masa depan perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan kembali
budaya menanam di lahan pekarangan terutama bagi merek-mereka yang masih memiliki
lahan perakarangan yang masih luas ataupun melalui pemanfaatan teknologi tepat guna
yang tidak memerlukan lahan.
Diversifikasi pangan sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan
pangan karena kualitas konsumsi pangan dilihat dari indikator skor Pola Pangan Harapan
(PPH) nasional masih rendah. Pada tahun 2009 baru mencapai 75,7 dan harus ditingkatkan
terus untuk mencapai sasaran tahun 2014 PPH sebesar 95. Agar mampu menjaga
keberlanjutannya, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan
dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan Optimalisasi
Pekarangan (GPOP).
Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan Model
Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL) yang merupakan kumpulan dari Rumah
Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang
ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga,
diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa
depan, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan
dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Kelurahan, unit
pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah.
Berdasar pemikiran tersebut, seperti tertuang Pedoman Umum Model KRL oleh
Kementerian Pertanian, dengan tujuan pengembangan Model KRPL adalah: (1) Memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan secara lestari; (2) .Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam
pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman
pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan,
pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos; (3)
Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan pekarangan
dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan (4)
Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkat
kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara
mandiri.
Berdasar tujuan tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah
berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang
sejahtera.

Dampak yang diharapkan dari pengembangan KRPL antara lain:


1. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melaluioptimalisasi pemanfaatan
pekarangan secara lestar;
2. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan
untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), ternak dan ikan,
serta pengolahan hasil dan limbah rumah tangga menjadi kompos;
3. Terjaganya kelestarian dan keberagaman sumber pangan lokal;
4. Berkembangnya usaha ekonomi produktif keluarga untuk menopang kesejahteraankeluarga dan
menciptakan lingkungan lestari dan sehat.

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN MODEL KRPL


Pemanfaatan lahan pekarangan rumah merupakan salah satu alternatif untuk
mewujudkan kemandirian pangan dalam rumah tangga, kenapa bisa demikian?
Karena dengan kegiatan ini sudah barang tentu masyarakat akan menjadi terbiasa dan
terdidik untuk memanfaatkan potensi yang ada walau hanya sejengkal tanah, soal
kebutuhan pangan dan gizi keluarga tidak perlu dipusingkan lagi, pendapatan keluarga juga
akan bertambah.
Bagi rumah tangga yang mempunyai pekarangan luas khususnya dipedesaan
pekarangan akan lebih mudah dikembangkan dan dimanfaatkan seperti untuk bercocok
tanam, beternak, dan membuat kolam ikan. Namun lain halnya bagi masyarakat
perkotaan yang lahan pekarangan sempit bahkan tidak ada sama sekali. Masalah luas atau
sempit hendaknya jangan dijadikan patokan untuk bisa atau tidak dalam pemanfaatan
pekarangan rumah kita yang penting ada kemauan pasti akan dapat terlaksana.
Untuk pekarangan yang luas tentu lebih bisa memilih jenis dan model pengelolaan
pekarangannya, namun bagi masyarakat yang pekarangannya sempit dapat diterapkan
sistim TABULAPOT (tanaman Buah/bumbu dalam pot). Bila hal ini dapat kita lakukan dan
mengaturnya sesuai dengan penataan eksterior tentunya pekarangan rumah akan tampak
asri dan juga bermanfaat untuk upaya diversifikasi pangan dan gizi yang secara langsung
dapat berkontribusi mewujudkan ketahanan pangan dan meningkatkan kualitas kesehatan.
Pemilihan komoditi yang akan di kembangkan tentunya harus juga mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta pengembangannya secara komersial
berbasis kawasan.

PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA BANJARBARU


Kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari kegiatan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi masyarakat di Kota Banjarbaru semakin hari semakin meningkat ini terlihat dari
meningkatnya upah minimum regional, dan juga pembangunanpembangunan perumahan
serta berbagai fasilitas publik seperti, pembukaan lahan untuk di jadikan jalan raya,
perumahan dan sekolah. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan alih fungsi lahan
terutama lahan pertanian, yang dijadikan berbagai bangunan untuk menunjang fasilitas
publik ataupun pribadi.

Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan produksi dari berbagai komoditas menjadi
menurun, sehingga ini mempengaruhi terhadap harga-harga barang, terutama kebutuhan
konsumsi dasar rumah tangga yang tersedia di pasaran yakni imbasnya adalah tingginya
harga, maka dengan solusi pemanfaatan lahan pekarangan untuk mengurangi harga
tertinggi produk pertanian yang ada dipasaran. Jika satu rumah tangga melakukan dan
menerapkan sistem seperti ini adalah dengan efek yang akan di rasakan dari produk, harga
dan juga kemadirian masyrakat yang tidak tergantung terhadap produk yang ada di pasaran.
Pemanfaatan lahan pekarangan tidak hanya terfokus dengan penggunaan menanam
tanaman hortikultura, masih banyak jenis tanaman lain yang bisa ditanam di pekarangan
rumah, seperti tanaman obat-obatan yakni yang sering dikenal saat ini adalah toga,
konsep yang seperti ini masih segelincir masyarakat yang mengetahuinya, dikarenaka
kembali lagi dari kesadran yang dimiliki masih rendah.
Berikut ini merupakan Analisis SWOT tentang Pemanfaatan Lahan Pekarangan,
yaitu sebagai berikut :
1. Kekuatan (Strengths)
a. Dukungan kebijakan pemerintah;
b. Dapat mendatangkan keuntungan secara finansial dan kepuasan rohani;
c. Media tanam dan bahan tanam yang mudah didapatkan;
d. Tekhnik yang dugunakan sangat mudah;
2. Kelemahan (Weaknesses)
a. Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat kota terhadap pemanfaatan; lahan pekarangan;
b. Paradigma msayarakat yang menganggap pekarangan hanya untuk dinikmati bukan untuk
dimanfaatkan;
c. Ketergantungan terhadap barang yang tersedia di pasar;
3. Peluang(Opportunities)
a. Berkembang pesatnya tekhnologi pertanian terhadap lahan yang terbatas;
b. Mendatangkan keuntungan secara finansial;
c. Adanya program pemerintah yakni recycling;
4. Ancaman (Threats)
a. Iklim yang tidak menentu;
b. Penolakan masyarakat dalam mengadopsi pemanfaatan lahan pekarangan rumah;

Berdasarkan analisis SWOT tersebut maka dapat dilakukan beberapa cara yang
untuk menghindari ancaman dan meningkatkan kekuatan yang ada sehingga kesadaran
dan kepedulian akan produk pertanian ini lebih meningkat secara signifikan. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan diantaranya adalah menjadikan adanya rumah percontohan yang
peduli akan pemanfaatan pekarangan rumah, dikarenakan pada umumnya penduduk akan
mengadopsi suatu yang baru dengan cara melihat terlebih dahulu dari pemanfaatan lahan
pekarangan yang terlihat lebih indah dan juga sejuk untuk dilihat pandang mata.

Tingkat kesadaran penduduk harus diiringi dengan penjelasan dan pemahan tentang
keuntungan secara finansial yang dapat di datangkan dari pemanfaatan lahan pekarangan,
dikarenakan suatu tindakan dalam menyadarkan tingkat kesadran penduduk harus
diikutsertakan dalam pembahsan, agar penduduk lebih tertarik dalam megadopsi percontohan
pemanfaatan lahan pekarangan.

PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN MODEL KRPL


Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan Model KRPL,dibutuhkan
9 (sembilan) tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam Pedoman Umum Model KRLP
oleh Kementerian Pertanian yaitu :
1. Persiapan, yang meliputi :
a. Pengumpulan informasi awal tentang potensi sumber daya dan kelompok sasaran
b. Pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok
sasaran dan lokasi
c. Koordinasi dengan dinas pertanian dan dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota
d. Memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan.
2. Pembentukan kelompok : Kelompok sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga
dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan
adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa.
Kelompok dibentuk dari, oleh dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara
berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian,
kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.
3. Sosialisasi: menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk
rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran
dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.
4. Penguatan kelembagaan kelompok, dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok:
a. Mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah
b. Mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama
c. Mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi
d. Mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong royongan)
e. Mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
5. Perencanaan kegiatan: melakukan perencanaan atau rancang bangun pemanfaatan lahan
pekarangan dengan menanam dengan berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan
dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya local, pelestarian tanaman pangan untuk
masa depan, kebun bibit desa, serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan
penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan
kelompok dan dinas instansi terkait.
6. Pelatihan : pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan dilapangan. Jenis pelatihan yang dilakukan
diantaranya teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikann dan
ternak, pembenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan
limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan.

7. Pelaksanaan : pelaksanaan kegiatan dilaksanakan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh
peneliti dan pendampingan antara lain oleh penyuluh dan petani andalan. Secara bertahap dalam
pelaksanaannya menuju pada pencapaian kemandirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan
berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit
desa dan peningkatan kesejahteraan.
8. Pembiayaan : bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah daerah dan pusat,
perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Swasta dan dana lain yang tidak mengikat.
9. Monitoring dan Evaluasi, dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dan
menilai kesesuai kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan. Evaluator dapat dibentuk
oleh kelompok dan dapat juga berfungsi sebagai motivator bagi pengurus, anggota kelompok dalam
meningkatkan pemahaman yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya yang tersedia
dilingkungannya agar berlangsung lestari.

Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan


instansi terkait pusat dan daerah yang masing-masing bertanggung jawab terhadap sasaran
atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci peran setiap elemen tersebut dapat disimak pada
tabel dibawah :
No

Pelaksana

1.

Masyarakat

Tugas/peran dalam kegiatan

Kelompok Sasaran

Pelaku utama

Pamong Desa (RT, RW, Kasun) dan tokoh

Pendamping

Masyarakat

2.

Monitoring dan Evaluasi


Pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh

Pemerintah daerah (Dinas Pertanian


Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas
Perikanan, Kantor Kecamatan, Kantor
Kelurahan dan Lembaga Terkait lainnya)

petugas lapang
Penanggung jawab keberlanjutan kegiatan
Replika kegiatan kelokasi lainnya

3.

Pokja 3, PKK

Koordinator Lapangan

Kantor Ketahanan Pangan


4.

Ditjen

Komoditas

dan

Badan

Lingkup

Pengembangan Model sesuai Tupoksi Instansi

Kementrian Pertanian
5.

Badan Litbang Pertanian

Membangun Model KRPL


Narasumber dan pengawalan imovasi teknologi dan
kelembagaan

6.

Perguruan Tinggi/Swasta/LSM

Dukungan dan Pengawalan

7.

Pengembang Perumahan

Fasilitasi Pemanfaatan Lahan kosong dikawasan


perumahan

Sumber: Pedoman Umum Model KRPL, Kementrian Pertanian, 2011.

Ada bebrapa konsep yang dapat diterapkan dalam Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL), yaitu sebagai berikut :
1. Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan,
2. Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal,
3. Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan, hortikultura untuk masa
yang akan datang,
4. Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan Lestari,
5. Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit terpenuhi, baik bibit
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan dan lainnya,
6. Antisipasi dampak perubahan iklim.

PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pekarangan merupakan sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan
dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga.
Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup.
Pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan
terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan
bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga.
Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan
adalah untuk menghasilkan :
1. Bahan makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya;
2. Sayur dan buah-buahan;
3. Unggas, ternak kecil dan ikan;
4. Rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian;
5. Bahan kerajinan tangan;

Usaha di pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan potensi


pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat
memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga.

FASILITAS PEKARANGAN.
Dalam pekarangan dilengkapi beberapa fasilitas yang merupakan kebutuhan
anggota keluarga yaitu: Lahan pertanaman, Kandang ternak, Kolam ikan, Lumbung atau
gudang, Tempat menjemur hasil pertanian, Tempat menjemur pakaian, Halaman tempat
bermain anak-anak, Bangku, Sumur, Kamar mandi, Tiang bendera, Tiang lampu, Garasi,
Lubang sampah, Jalan setapak, Pagar,Pintu Gerbang dan lain-lain.

ZONASI PEKARANGAN
Zona pekarangan dibagi menjadi halaman depan (buruan), halaman samping (pipir)
dan halaman belakang (kebon). Halaman depan merupakan area penempatan lumbung,
tanaman hias, pohon buah, tempat bermain anak, bangku taman, tempat menjemur hasil
pertanian, halaman samping adalah tempat jemur pakaian, pohon penghasil kayu bakar,
bedeng tanaman pangan, tanaman obat, kolam ikan, sumur dan kamar mandi dan untuk
halaman belakang terdiri dari bedeng tanaman sayuran, tanaman bumbu, kandang ternak,
tanaman industri.

POTENSI PEMANFAATAN PEKARANGAN


Pemilihan jenis tanaman dapat disesuaikan dengan kondisi lahan setempat,
sehingga pertumbuhan tanaman dapat tumbuh dengan optimal yang tentunya dapat
memberikan hasil panen yang melimpah, berikut ini beberapa jenis tanaman yang dapat
diusahakan antara lain :
1. Tanaman pangan: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah, bumbu, obat
2. Tanaman yang bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias (bunga potong, tanaman pot,tanaman
taman)
3. Ternak: unggas hias, petelur, pedaging. Ikan: hias, produksi daging, dll.

TEKNIK BUDIDAYA
Dengan teknik budidaya sebagai berikut :
1. Budidaya organik

Budidaya tanaman secara organik sesedikit mungkin menggunakan bahan anorganik.


Bahan organik berasal dari sisa kegiatan hulu pertanian. Bahan-bahan sisa kegiatan

pertanian berupa sekam, arang sekam, sabut kelapa, kulit kacang tanah, serbuk gergaji,
sampah daun bambu, bahkan sampah rumah tangga dan lumpur endapan kolam ikan.
Teknik-teknik baru menggunakan EM4, dekomposisi bahan organik ini menjadi kompos telah
dapat dipercepat dari 2-4 bulan menjadi 2-4 minggu.
2. Vertikulture

Vertikultur adalah usaha pertanian dengan memanfaatkan semaksimal mungkin ruang


dalam pengertian 3 dimensi, di mana dimensi tinggi (vertikal) dieksploitasi sehingga indeks
panen per satuan luas lahan dapat dilipatgandakan dengan cara bertanam tanaman dengan
media selain tanah pada bak-bak tanaman yang diatur bertangga ( Cascade planting)
struktur etage bouw pada pekarangan. Bertanam dalam pot-pot gantung yang mengisi
penuh ruang, yang tahan teduh di bawah dan yang lebih suka panas diletakkan di atas.
3. Tabulampot

Menanam tanaman buah-buahan didalam pot, dengan syarat media tanam harus mampu
menopang tanaman, dapat menyediakan hara, air dan aerasi yang baik. Menanam tanaman
buah-buahan (bisa tanaman lainnya: bunga) didalam pot. Pot yang kurang baik, mempunyai
aerasi yang buruk sehingga kurang menguntungkan untuk perkembangan akar.

PENERAPAN PEMANFAATAN PEKARANGAN POLA KRPL


Pola Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan aktualisasi pemanfaatan
lahan pekarangan secara optimal dengan maksimalisasi produktivitas lahan lain yang ada
di lingkungannya untuk pengembangan ketersediaan pangan yang beranekaragam tiap
rumah tangga dalam suatu wilayah desa/dusun/kampung. Konsep KRPL yang ditumbuh
kembangkan mempunyai pengertian sebagai kawasan/ wilayah yang dibangun dari
beberapa Rumah Pangan Lestari, yakni unit unit rumah tangga yang menerapkan prinsip
pemanfaatan pekarangan secara optimal yang ramah lingkungan dan ditopang pula oleh
maksimalisasi produktivitas lahan di luar pekarangan di dalam kawasan untuk pemenuhan
kebutuhan

pangan

kesejahteraannya

dan
berbasis

gizi

keluarga,

partisipatif

serta
aktif

meningkatkan

dan

pendapatan

kolektifitas/terintegrasi

dan
dalam

masyarakatnya. Pada hakekatnya KRPL ini merupakan suatu gerakan sekelompok


masyarakat yang mandiri untuk meningkatkan kapasitas kemandirian pangannya (aspek
ketersediaan, akses, dan keaneka ragaman pangan) secara bersama/ terintegrasi/
kolektifitas melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan sekitarnya secara optimal. Oleh
karena itu untuk mewujudkan suatu KRPL di suatu daerah/ wilayah (dalam satuan desa/

dusun/ kampung) selain diperlukan sentuhan terhadap aspek teknis produksi dan ekonomi
(technology and economic approach) melainkan juga yang tidak kalah urgensinya adalah
adanya sentuhan perekayaan sosial yang berkaitan dengan perubahan perilaku dan
peningkatan kapasitas SDM masyarakatnya untuk aplikasi inovasi teknologi pertanian
unggul mendukung RPL yang sehat dan bergizi.

Dalam PEDUM Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Kementrian Pertanian,


2011) lahan pekarangan dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masingmasing memiliki spesifikasi baik dalam menetapkan komoditas yang akan ditanam,
besarnya skala usaha pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak dan ikan.
1. Pekarangan Perkotaan

Pekarangan perkotaan dikelompokan menjadi empat, yaitu :


a. Rumah tipe 21 dengan total luas tanah sekitar 36 m2 atau tanpa halaman.
b. Rumah tipe 36, luas tanah sekitar 72 m2 atau halaman sempit.
c. Rumah tipe 45, luas tanah sekitar 90 m2 atau halaman sedang, dan
d. Rumah tipe 54 atau 60 dengan luas tanah sekitar 120 m2 atau halaman luas.
2. Pekarangan Perdesaan

Pekarangan perdesaan dikelompokan menjadi 4, yaitu:


a. Pekarangan sangat sempit (tanpa halaman).
b. Pekarangan sempit (<120 m2).
c. Pekarangan sedang (120 400 m2), dan
d. Pekarangan luas (>400 m2).

TINDAK LANJUT
Beberapa faktor kunci yang perlu dicermati sebagai simpul kritis untuk keberhasilan
dan keberlanjutan secara lestari dari pengembangan model KRPL ini adalah :
1. Para petugas lapangan setempat dan ketua kelompok sejak awal harus dilibatkan secara aktif mulai
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini akan memudahkan
proses keberlanjutan dan kemandiriannya;
2. Ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, serta pasar bagi produk yang
dihasilkan. Untuk itu, diperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan Kebun Benih/Bibit,
pengolahan hasil, dan pemasaran. Selanjutnya, untuk mewujudkan kemandirian kawasan, perlu
dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak.

3. Untuk menuju Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan
kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak,
kacang- kacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat
memberikan kontribusi pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
4. komitmen dan dukugan serta fasilitasi dari pengambil kebijakan utamanya Pemerintah Daerah untuk
mendorong implementasi model inovasi teknologi seperti model KRPL tersebut dalam gerakan secara
masif di wilayah kerjanya untuk dilaksanakan secara konsisten merupakan hal penting yang
menentukan cepatnya adopsi dan keberlanjutan model KRPL tersebut.

Apabila beberapa faktor kunci untuk keberhasilan dan kelestarian pengembangan


model KRPL dapat diwujudkan, maka akses rumah tangga terhadap pangan dapat
ditingkatkan melalui diversifikasi pangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan
pekarangan berbasis sumberdaya lokal. Melalui gerakan secara massif di semua
wilayah/kawasan di Kota Banjarbaru dengan pengembangan komoditas sesuai potensi
spesifik lokal, bukan tidak mungkin bahwa pengembangan model KRPL merupakan salah
satu solusi untuk mewujudkan dan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga di Kota
Banjarbaru.

DEFINISI DAN PENGERTIAN KAWASAN RUMAH PANGAN


LESTARI (KRPL)

Kawasan Rumah Pangan Lestari diwujudkan dalam satu Rukun Tetangga atau Rukun
Warga/Dusun (Kampung) yang telah menerapkan prinsip Rumah Pangan Lestari dengan
menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya
(Sekolah, rumah ibadah dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan
pemasaran hasil.
Kementrian Pertanian telah menyusun konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip
pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan
pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, pelestarian tanaman
pangan untuk masa depan serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam
konsep model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan kebun bibit Desa, Unit pengolahan serta
pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah (Kementrian Pertanian, 2011)
Berdasarkan pemikiran tersebut, seperti tertuang dalam Pedoman Umum Model KRPL
(Kementrian Pertanian, 2011), tujuan pengembanngan Model KRPL adalah :
1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan
pekarangan secara lestari,
2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan
diperkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat
keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah
tangga menjadi kompos,
3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan
melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan, dan
4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

Berdasarkan tujuan tersebut sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah
berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera
(Kementrian Pertanian, 2011)
Perencanaan dan pelaksanaan Model KRPL
Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan model KRPL, dibutuhkan sembilan
tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam pedoman umum model KRPL (Kementrian
Pertanian, 2011), yaitu :
1. Persiapan, yang meliputi :
a. Pengumpulan informasi awal tentang potensi sumber daya dan kelompok sasaran
b. Pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok
sasaran dan lokasi
c. Koordinasi dengan dinas pertanian dan dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota
d. Memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan.
2. Pembentukan kelompok : Kelompok sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga
dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan
adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa.
Kelompok dibentuk dari, oleh dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara
berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian,
kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.
3. Sosialisasi: menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk
rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran
dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.
4. Penguatan kelembagaan kelompok, dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok:
a. Mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah
b. Mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama
c. Mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi
d. Mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong royongan)
e. Mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
5. Perencanaan kegiatan: melakukan perencanaan atau rancang bangun pemanfaatan lahan
pekarangan dengan menanam dengan berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan
dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya local, pelestarian tanaman pangan untuk
masa depan, kebun bibit desa, serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan

penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan
kelompok dan dinas instansi terkait.
6. Pelatihan: pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan dilapangan. Jenis pelatihan yang dilakukan
diantaranya teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikann dan
ternak, pembenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan
limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan.
7. Pelaksanaan : pelaksanaan kegiatan dilaksanakan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh
peneliti dan pendampingan antara lain oleh penyuluh dan petani andalan. Secara bertahap dalam
pelaksanaannya menuju pada pencapaian kemandirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan
berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit
desa dan peningkatan kesejahteraan.
8. Pembiayaan : bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah daerah dan pusat,
perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Swasta dan dana lain yang tidak mengikat.
9. Monitoring dan Evaluasi, dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dan
menilai kesesuai kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan. Evaluator dapat dibentuk
oleh kelompok dan dapat juga berfungsi sebagai motivator bagi pengurus, anggota kelompok dalam
meningkatkan pemahaman yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya yang tersedia
dilingkungannya agar berlangsung lestari.
Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait
pusat dan daerah yang masing-masing bertanggung jawab terhadap sasaran atau keberhasilan
kegiatan. Secara rinci peran setiap elemen tersebut dapat disimak pada tabel dibawah :

No

Pelaksana

1.

Masyarakat

Tugas/peran dalam kegiatan

Kelompok Sasaran

Pelaku utama

Pamong Desa (RT, RW,

Pendamping

Kasun) dan tokoh Masyarakat


2.

Pemerintah daerah (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan


dan Hortikultura, Dinas

Pembinaan dan pendampingan


kegiatan oleh petugas lapang

Perikanan, Kantor Kecamatan,


Kantor Kelurahan dan

Monitoring dan Evaluasi

Penanggung jawab keberlanjutan


kegiatan
Replika kegiatan kelokasi lainnya

Lembaga Terkait lainnya)


3.

Pokja 3, PKK
Kantor Ketahanan Pangan

Koordinator Lapangan

4.

Ditjen Komoditas dan Badan Pengembangan


Lingkup Kementrian Pertanian

5.

Badan Litbang Pertanian

Model

sesuai

Tupoksi Instansi

Membangun Model KRPL

Narasumber

dan

pengawalan

imovasi teknologi dan kelembagaan


6.

Perguruan Tinggi/Swasta/LSM

Dukungan dan Pengawalan

7.

Pengembang Perumahan

Fasilitasi Pemanfaatan Lahan kosong


dikawasan perumahan

Sumber: Pedoman Umum Model KRPL, Kementrian Pertanian, 2011.

Selanjutnya Badan Litbang mengembangkan 6 konsep dalam Kawasan Rumah Pangan


Lestari (KRPL), yaitu:
1. Kemandirian pangan rumah tangga pada suatu kawasan,
2. Diversifikasi pangan yang berbasis sumber daya lokal,
3. Konservasi tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan, hortikultura untuk masa
yang akan datang,
4. Kesejahteraan petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan Lestari,
5. Pemanfaatan kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit terpenuhi, baik bibit
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan dan lainnya,
6. Antisipasi dampak perubahan iklim.
2.1.2. Pemanfaatan Pekarangan

Pekarangan merupakan sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan


dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga.
Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup.
Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan
terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan
bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga.
Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan
adalah untuk menghasilkan :
a. bahan makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya;
b. sayur dan buah-buahan;
c. unggas, ternak kecil dan ikan;
d. rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian;
e. bahan kerajinan tangan;

Usaha di pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan potensi


pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat
memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga. Dari hasil penelitian di Yogyakarta
(Peny,DH dan Benneth Ginting, 1984), secara umum pekarangan dapat memberikan
sumbangan pendapatan antara 7% sampai dengan 45%.
Fasilitas Pekarangan.
Dalam pekarangan dilengkapi

beberapa fasilitas yang merupakan kebutuhan

anggota keluarga yaitu: Lahan pertanaman, Kandang ternak, Kolam ikan, Lumbung atau
gudang, Tempat menjemur hasil pertanian, Tempat menjemur pakaian, Halaman tempat
bermain anak-anak, Bangku, Sumur, Kamar mandi, Tiang bendera, Tiang lampu, Garasi,
Lubang sampah, Jalan setapak, Pagar,Pintu Gerbang dan lain-lain.
Zonasi Pekarangan
Zona pekarangan dibagi menjadi halaman depan (buruan), halaman samping (pipir)
dan halaman belakang (kebon). Halaman depan merupakan area penempatan lumbung,
tanaman hias, pohon buah, tempat bermain anak, bangku taman, tempat menjemur hasil
pertanian, halaman samping adalah tempat jemur pakaian, pohon penghasil kayu bakar,
bedeng tanaman pangan, tanaman obat, kolam ikan, sumur dan kamar mandi dan untuk
halaman belakang terdiri dari bedeng tanaman sayuran, tanaman bumbu, kandang ternak,
tanaman industri.
Potensi Pemanfaatan Pekarangan
a. Tanaman pangan: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah, bumbu, obat
b. Tanaman yang bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias (bunga potong, tanaman
pot,tanaman taman)
c. Ternak:

unggas

hias,

petelur,

pedaging.

Ikan:

hias,

produksi

daging,

dll.

Dengan teknik budidaya sebagai berikut :


1. Budidaya organik
Budidaya

tanaman

secara

organik

sesedikit

mungkin

menggunakan

bahan

anorganik. Bahan organik berasal dari sisa kegiatan hulu pertanian. Bahan-bahan
sisa kegiatan pertanian berupa sekam, arang sekam, sabut kelapa, kulit kacang tanah,
serbuk gergaji, sampah daun bambu, bahkan sampah rumah tangga dan lumpur endapan
kolam ikan. Teknik-teknik baru menggunakan EM4, dekomposisi bahan organik ini menjadi
kompos telah dapat dipercepat dari 2-4 bulan menjadi 2-4 minggu.
2. Vertikulture
Vertikultur adalah usaha pertanian dengan memanfaatkan semaksimal mungkin ruang
dalam pengertian 3 dimensi, di mana dimensi tinggi (vertikal) dieksploitasi sehingga indeks

panen per satuan luas lahan dapat dilipatgandakan dengan cara bertanam tanaman dengan
media selain tanah pada bak-bak tanaman yang diatur bertangga (Cascade planting) --struktur

etage

bouw

pada

pekarangan.

Bertanam dalam pot-pot gantung yang mengisi penuh ruang, yang tahan teduh di bawah
dan yang lebih suka panas diletakkan di atas.
3. Tabulampot
Menanam tanaman buah-buahan didalam pot, dengan syarat media tanam harus mampu
menopang tanaman, dapat menyediakan hara, air dan aerasi yang baik. Menanam tanaman
buah-buahan

(bisa

tanaman

lainnya:

bunga)didalam

pot. Pot

yang

kurang

baik, mempunyai aerasi yang buruk sehinggakurang menguntungkan untuk perkembangan


akar.
Pemanfaatan Pekarangan Pola KRPL
Pola Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan aktualisasi pemanfaatan lahan
pekarangan secara optimal dengan maksimalisasi produktivitas lahan lain yang ada di lingkungannya
untuk pengembangan ketersediaan pangan yang beranekaragam tiap rumah tangga dalam suatu
wilayah desa/dusun/kampung. Konsep KRPL yang ditumbuh kembangkan mempunyai pengertian
sebagai kawasan/ wilayah yang dibangun dari beberapa Rumah Pangan Lestari, yakni unit unit
rumah tangga yang menerapkan prinsip pemanfaatan pekarangan secara optimal yang ramah
lingkungan dan ditopang pula oleh maksimalisasi produktivitas lahan di luar pekarangan di dalam
kawasan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraannya berbasis partisipatif aktif dan kolektifitas/terintegrasi dalam masyarakatnya.
Pada hakekatnya KRPL ini merupakan suatu gerakan sekelompok masyarakat yang mandiri untuk
meningkatkan kapasitas kemandirian pangannya (aspek ketersediaan, akses, dan keaneka ragaman
pangan) secara bersama/ terintegrasi/ kolektifitas melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan
sekitarnya secara optimal. Oleh karena itu untuk mewujudkan suatu KRPL di suatu daerah/ wilayah
(dalam satuan desa/ dusun/ kampung) selain diperlukan sentuhan terhadap aspek teknis produksi
dan ekonomi (technology and economic approach) melainkan juga yang tidak kalah urgensinya
adalah adanya sentuhan perekayaan sosial yang berkaitan dengan perubahan perilaku dan
peningkatan kapasitas SDM masyarakatnya untuk aplikasi inovasi teknologi pertanian unggul
mendukung RPL yang sehat dan bergizi.
Dalam PEDUM Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Kementrian Pertanian, 2011) lahan
pekarangan dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki
spesifikasi baik dalam menetapkan komoditas yang akan ditanam, besarnya skala usaha
pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak dan ikan.
1. Pekarangan Perkotaan

Pekarangan perkotaan dikelompokan menjadi empat, yaitu :


a. Rumah tipe 21 dengan total luas tanah sekitar 36 m2 atau tanpa halaman.
b. Rumah tipe 36, luas tanah sekitar 72 m2 atau halaman sempit.
c. Rumah tipe 45, luas tanah sekitar 90 m2 atau halaman sedang, dan
d. Rumah tipe 54 atau 60 dengan luas tanah sekitar 120 m2 atau halaman luas.
2. Pekarangan Perdesaan
Pekarangan perdesaan dikelompokan menjadi 4, yaitu:
a. Pekarangan sangat sempit (tanpa halaman).
b. Pekarangan sempit (<120 m2).
c. Pekarangan sedang (120 400 m2), dan
d. Pekarangan luas (>400 m2).

Anda mungkin juga menyukai