Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN
Pubertas adalah perubahan fisik, emosional dan karakteristik seksual dari
fase anak-anak dan remaja. Transisi ini terjadi pada remaja perempuan
meliputi perubahan payudara, pertumbuhan rambut pubis, pertumbuhan
rambut aksilla, percepatan perkembangan dan dimulainya menstruasi atau
menarke yang merupakan peristiwa penting pada seorang perempuan.
Umumnya siklus pertama menstruasi terjadi pada usia antara 12 atau 13
tahun, dengan 98 % remaja perempuan sudah mengalami menarke sebelum
usia 15 tahun. Jarak yang normal antara siklus menstruasi antara 21-45 hari
dengan durasi haid 2-7 hari.1,2
Amenorea adalah masa ketika seorang perempuan tidak mengalami
menstruasi pada usia reproduksi. Secara umum amenorea terjadi pada saat
perempuan sedang hamil dan menyusui. Diluar masa tersebut amenorea
terjadi pada masa kanak-kanak dan setelah menopause.1
Amenorea diklasifikasikan sebagai amenorea primer dan sekunder
berdasarkan kapan terjadinya (sebelum atau sesudah menarke). Amenorea
didefinisikan primer ketika menarke tidak terjadi di usia 16 tahun pada
seorang

anak

perempuan

dengan

perkembangan

tanda-tanda

seks

sekundernya sempurna, atau di usia 14 tahun tanpa perkembangan tandatanda seks sekunder. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab
yang lebih berat dan sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan
kongenital dan genetik.1,2
Angka kejadian amenorea yang bukan disebabkan oleh kehamilan,
laktasi dan menopause umumnya hanya berkisar antara 3-4%. Angka
kunjungan penderita amenorea primer pertahun umumnya tidak terlalu
banyak. Data yang berasal dari pusat rujukan hanya menunjukkan sekitar
10-15 kunjungan per tahunnya. Data dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo
menunjukkan jumlah yang semakin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun
2001, paling tidak terdapat kurang dari 10 kunjungan per tahun. Namun
pada tahun 2010 didapatkan hampir 50 kunjungan pertahun . Amenorea
1

primer terjadi pada sebanyak 42 % pasien RSCM yang berumur 17-20 tahun
sedangkan pasien yang berumur 16 tahun atau kurang hanya sebesar 13,3 %
(2001-2009). Penyebab amenorea primer yang sering adalah< disgenesis
gonad (50,4%), gangguan pada hipofisis atau hipotalamus (27,8%), dan
abnormalitas pada traktus genitalia (21,8%)1,2
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya
amenorea primer pada perempuan dan bagaimana pemeriksaan yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan berdasarkan
etiologinya.

II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Amenorea primer berasal dari dua suku kata, yaitu amenorea yang
berarti tidak datangnya haid pada seorang wanita dan primer yang menyatakan
bahwa wanita tersebut belum pernah mengalami haid sebelumnya3.
Amenorea primer didefinisikan 1:
- Tidak terjadinya siklus haid pada umur 14 tahun disertai dengan tidak
adanya perkembangan tanda seksual sekunder (perkembangan payudara dan
-

rambut pubis dan aksilla)


Tidak terjadinya siklus haid pada umur 16 tahun walaupun terdapat tanda
seksual sekunder normal (perkembangan payudara dan rambut pubis dan
aksilla)

Gambar 4: Tanner Stage5


Adanya perkembangan payudara yang normal menunjukkan adanya
sekresi estrogen dari gonad. Sedangkan adanya pertumbuhan rambut pubis dan
aksilla menunjukkan adanya sekresi androgen dari gonad dan juga menunjukkan
adanya fungsi reseptor androgen4.
B. Epidemiologi
Angka kejadian amenorea yang bukan disebabkan oleh kehamilan, laktasi
dan menopause umumnya hanya berkisar antara 3-4%. Angka kunjungan
penderita amenorea primer pertahun umumnya tidakterlalu banyak. Data yang
berasal dari pusat rujukan hanya menunjukkan sekitar 10-15 kunjungan per
tahunnya. Data dari RS Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan jumlah yang
3

semakin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2001, paling tidak terdapat
kurang dari 10 kunjungan per tahun. Namun pada tahun 2010 didapatkan hampir
50 kunjungan pertahun . Penyebab amenorea yang paling sering adalah:
disgenesis gonad (50,4 %), gangguan apada hipofisis atau hipotalamus (27,8%),
dan abnormalitas pada traktus genitalia (21,8 %)1,4.
C. Etiopatogenesis
Evaluasi penyebab amenorea dilakukan berdasarkan pembagian 4
kompartemen, yaitu5:
Kompartemen I

: gangguan pada uterus dan patensi (outflow tract)

Kompartemen II

: gangguan pada ovarium

Kompartemen III

: gangguan pada hipofisis (pituitary anterior)

Kompartemen IV

: gangguan pada hipotalamus / susunan saraf pusat

1. Gangguan pada kompartemen I


a. Hymen Imperforata
Hymen dibentuk oleh invaginasi dari dinding posterior sinus urogenital dan
biasanya ruptur secara spontan selama periode perinatal. Hymen imperforata
terjadi secara sporadis. Dilaporkan dari beberapa keluarga yang anggota
keluarganya dengan hymen imperforata menyatakan bahwa beberapa kasus bisa
disebabkan oleh genetik dan faktor keturunan6.
Umumnya pasien amenorea dengan hymen imperforata datang pada waktu
yang diekspektasikan untuk menarke disertai keluhan nyeri abdomen
intermitten, yang waktu terjadinya seperti siklus haid. Hal ini terjadi karena
akumulasi aliran menstruasi yang tersumbat, hematometra (akumulasi aliran
darah menstruasi dalam uterus) atau hematokolpos (akumulasi aliran darah
menstruasi dalam vagina) selama periode pubertas.Pasien juga bisa datang
dengan retensi urin akut akibat kompresi urethra dan vesika urinaria oleh vagina
yang distensi. Selain itu, berhubungan juga dengan kesulitan defekasi. Diagnosis
hymen imperforata dapat ditegakkan dengan mudah selama pemeriksaan

perineum, ketika hymen yang menggembung dan berwarna kebiruan ditemukan


di introitus vagina6,7.
b. Septum vagina tranversalis
Septum vagina tranversalis merupakan obstruksi vagina kongenital, di mana
lempeng vagina gagal untuk membelah atau kanalisasi selama embriogenesis,
vagina bagian atas dan bagian bawah terpisah. Septum vagina transversalis
dapat terjadi pada tiga tingkat septum , yaitu proksimal, medial dan distal
vagina.Pasien dengan septum vagina transversalis datang di usia menarke
disertai keluhan nyeri perut yang bersifat siklik akibat adanya akumulasi darah
dalam vagina yang membentuk hematokolpos. Pada pemeriksaan fisis,
menunjukkan orifisium vagina yang normal, pemendekan vagina dengan
panjang bervariasi, serviks tidak terlihat, dan hematokolpos pada bagian
proksimal vagina yang terpalpapasi diatas obstruksi dan atau massa pada pelvis
sebagai akibat hematometra dan hematoslpinges (penumpukan darah menstruasi
pada tuba). 6,7
c. Agenesis Mullerian ( Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser)
Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser adalah kelainan kongenital pada
saluran genital yang diakui sebagai penyebab yang lebih umum dari amenorea
setelah disgenesis gonad, yang memiliki insiden 1/5000. Sindrom ini juga
disebut Agenesis Mullerian karena ditandai dengan tidak adanya atau hipoplasia
dari derivatif duktus mullerian. Gambaran utama dari sindrom ini adalah,
ovarium normal, anomali perkembangan uterus mulai dari tidak adanya residu
rudimenter dari uterus dan aplasia dari dua per tiga atas vagina. Lebih lanjut
lagi, wanita yang terpengaruh menunjukkan perkembangan karakteristik seksual
sekunder dengan kariotipe 46, XX2,6.
Etiologi sindrom MRKH belum diketahui tapi dikaitkan dengan translokasi
kromosom atau terjadi dalam agregasi familial (dasar genetik). Secara logis,
agenesi mullerian terjadi karena aktifnya mutasi gen yang mengkode AMH (anti
Mullerian Hormon) atau reseptornya, sehingga aktivitas AMH meningkat.
Terdiri atas 2 tipe: tipe A, dengan karakteristik rudimenter uteri yang simetris,
5

muskular dan tuba fallopi yang normal; tipe B, dengan karakteristik rudimenter
uteri yang asimetris dan tidak adanya tuba fallopi atau hipoplasia tuba fallopi.
Anomali urologik sering muncul ( 15-40%) dan malformasi skeletal (10-15%),
terutama pada tipe B2,6.
d. Sindrom Insensitivitas Androgen
Sindrom Insensitivitas Androgen (SIA) adalah penyebab ketiga paling sering
dari amenorea primer setelah disgenesis gonad dan agenesis mullerian. Pasien
dengan SIA memiliki kariotipe normal laki-laki (46,XY) dan testis yang
memproduksi testosterone dan AMH. Meskipun, mutasi yang tidak aktif pada
gen yang mengkode reseptor androgen intraseluler (yang berlokasi di lengan
panjang

kromosom

X,

Xq)

menghasilkan

insensitivitas

dalam

end

organterhadap kerja androgen yang menghambat maskulinisasi normal pada


genitalia eksterna dan interna selama perkembangan embriogenik. Karena itu,
genitalia eksterna dari seorang wanita (tidak ada kerja androgen), serviks dan
uterus tidak ada (akibat kerja normal AMH), dan vagina pendek dan ujungnya
tidak terlihat2,6.
Pasien dengan SIA normal saat kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan
pada masa kanak juga umumnya normal, meskipun tinggi badan biasanya di atas
rata-rata. Pada masa pubertas, mammae berkembang akibat derivat estrogen dari
konversi perifer terhadap sirkulasi level testosterone yang tinggi, tanpa dilawan
oleh aksi androgen. Mammae pada pasien ini memiliki sedikit jaringan
glandular, papil yang kecil dan areola yang pucat akibat kekurangan aksi
progesteron. Labia minora biasanya kurang berkembang dan vagina pendek
dengan ujung yang tidak terlihat. Rambut pubis dan aksilla tidak berkembang,
akibat tidak adanya stimulasi androgen. Testis bisa berada di intrabdomen tetapi
sering secara parsial diturunkan, lebih dari setengah pasien dengan SIA komplit
memiliki hernia inguinal 6.

2. Gangguan pada kompartemen II


a. Disgenesis Gonad
Disgenesis gonad didefinisikan sebagai pembentukan yang tidak lengkap
atau pembentukan yang cacat dari Gonad, yang dihasilkan dari gangguan dalam
migrasi dan organisasi sel germinal, disebabkan oleh abnormalitas struktur atau
numerik kromososm seks atau mutasi gen yang terlibat dalam pembentukan
urogenital dan diferensiasi seksual dari gonad berpotensi ganda. Disgenesis
Gonad termasuk situasi yang ditandai oleh anomali perkembangan yang
menghasilkan garis gonad. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan
kariotipe normal serta abnormal8. Agenesis gonad merupakan kegagalan
pembentukan yang komplit dari gonad. Perempuan tersebut bisa bergenotif
45,XO, 46 XX atau 46 XY.7
b. Sindrom Turner
Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan
sindroma yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck,
dan kubitus valgus. Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita
dengan klitoris agak membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka
dibesarkan sebagai wanita6.
Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks
negatif. Pola kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian
dalam bentuk mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara
10.000 kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa
jaringan parut mesenkhim (streak gonads), dan saluran Muller berkembang
dengan adanya uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa,
berhubung tidak adanya pengaruh dari estrogen6.
Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat
dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai
dengan puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak
dan pubis sedikit atau tidak ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas
rambut belakang yang rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis,
7

gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu


ginjal), dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon
gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedang 17kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah6.
Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang
klasik

berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks.

Pada kasuskasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang
penting yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner,
yaitu tubuh yang pendek yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks
sekunder yang sangat minimal atau tidak ada sama sekali6.
c. Sindrom Swyer
Penderita berfenotip wanita dengan kariotipe XY dengan sistem Mulleri
yang teraba, kadar testoteron wanita normal dan kurangnya perkembangan
seksual dikenal sebagai sindroma Swyer. Terdapat vagina, uterus, dan tuba
falopii, tetapi pada usia pubertas gagal terjadi perkembangan mammae dan
amenorea primer. Gonad hampir seluruhnya berupa berkas-berkas tak
berdiferensiasi kendati pun terdapat kromosom Y yang secara sitogenetik
normal. Pada kasus ini, gonad primitif gagal berdiferensiasi dan tak dapat
melaksanakan fungsi-fungsi testis, termasuk supremasi duktus Mulleri. Sel-sel
hillus dalam gonad mungkin mampu memproduksi sejumlah androgen; maka
dapat terjadi sedikit virilisasi, seperti pembesaran klitoris pada usia pubertas.
Pertumbuhan normal; tidak terdapat cacat penyerta. Transformasi tumor pada
gonadal ridge dapat terjadi pada berbagai usia, ekstirpasi gonadal streaks harus
dilakukan segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang usia5,6
d. Premature Ovarian Failure
Keadaan ini seringkali terjadi, yaitu berupa habisnya folikel ovarium
yang terjadi lebih awal dari semestinya. Sekitar 1% wanita akan mengalami
kegagalan ovarium sebelum usia 40 tahun, dan pada wanita dengan amenorea
primer, frekuensi berkisar antara 10%-28%. Etiologi POF tidak diketahui pada
kebanyakan kasus. Kemungkinan merupakan akibat kelainan genetik dengan
8

peningkatan laju hilangnya folikel. Seringkali, kelainan kromosom seks yang


spesifik dapat diidentifikasi. Kelainan yang paling sering adalah 45-X dan 47XXY diikuti oleh mosaicism dan kelainan struktur kromosom seks yang
spesifik. Akselerasi atresia paling sering karena 46-X (sindroma Turner). POF
dapat disebabkan suatu proses autoimun, atau mungkin destruksi folikel oleh
infeksi seperti oofritis mumps, atau irradiasi maupun kemoterapi.1,8 Masalah
yang timbul dapat terjadi pada berbagai usia tergantung pada jumlah folikel
yang tersisa. Jika hilangnya folikel berlangsung cepat, akan terjadi amenorea
primer dan terhambatnya perkembangan seksual. Jika hilangnya folikel terjadi
selama atau setelah pubertas, kemudian berlanjut sampai dewasa, perkembangan
fenotipe dan onset terjadinya amenorea sekunder akan sesuai.1

Mengingat

meningkatnya jumlah kasus yang dilaporkan dimana terjadi mulai laginya


fungsi yang normal, tidak dapat dipastikan bahwa penderita-penderita ini akan
steril selamanya. Di sisi lain, laparotomi dan biopsi ovarium full thickness
tidak diperlukan pada semua pasien ini. Sperrof berpendapat bahwa pendekatan
yang minimal, dengan survey untuk penyakit autoimun (meskipun diakui
bahwa tidak ada metode klinik yang dapat mendiagnosis secara akurat
autoimmune ovarium failure) dan penilaian aktivitas ovarium-pituitary sudah
mencukupi5,6.
3. Gangguan pada Kompartemen III
a. Gangguan Hipofisis Anterior
Adanya gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis pertama kali fokus
kita harus tertuju pada adanya masalah tumor hipofisis. Dengan munculnya
amenorea, penderita dengan perkembangan tumor hipofisis yang perlahan dapat
muncul beberapa tahun sebelum tumor menjadi besar dan dapat dideteksi secara
radiologis. Untungnya, tumor maligna tidak terlalu banyak dijumpai. Sampai
dengan tahun 1989 tidak lebih dari 40 kasus yang dilaporkan di literatur
internasional. Tetapi tumor jinak dapat menimbulkan problem sebab dapat
berkembang dan terjadi pendesakan ruangan maupun jaringan lain, tumor akan
tumbuh ke atas, akan menekan chiasma nervi optici yang menyebabkan
hemianopsia bitemporalis. Dengan ukuran tumor yang kecil, kelainan visual
kadang sulit dideteksi. Tidak semua massa intrasellar adalah neoplasma.
9

Gumma, tuberkuloma, dan deposit lemak telah dilaporkan dan menyebabkan


penekanan dan menyebabkan amenorea hipogonadotropin. Lesi pada daerah
sekitar sella tursika seperti aneurisma arteri karotis, obstruksi aquaeduktus
Sylvii dapat juga menyebabkan amenorea. Tumor hipofisis yang bisa terjadi:
Adenoma hipofisis, Adenoma gonadotrop, adenoma tirotrop, adenoma
somatotrop, adenoma kortikotrop, adenoma laktotrop (prolaktinoma).5,6
Diagnosis banding dari lesi yang luas pada area sella tursika termasuk
diantaranya adalah makroadenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma,
dan proses inflamasi seperti sarkoid, kista arakhnoid, dan penyakit metastase.
Peningkatan kadar FSH, LH, subunit, subunit LH dalam sirkulasi
menunjukkan adanya suatu adenoma gonadotropin. Peningkatan basal FSH, LH,
subunit , dan LH telah terdeteksi pada lebih dari 40% penderita dengan
nonsekresi, adenoma hipofisis yang memproduksi gonadotropin5,6.
b. Amenorea dengan Hiperprolaktinemia
Wanita dengan hiperprolaktinemia secara khas muncul dengan
galaktorea dan berbagai keadaan gangguan menstruasi mulai dari menstruasi
yang normal sampai amenorea yang diikuti dengan infertilitas. Gangguan yang
terlihat mungkin berkaitan dengan hiperprolaktinemia ketika adenoma hipofisis
yang menekan nervus optikus, traktus nervus optikus, chiasma nervi optici atau
nervus kranialis yang lain. Pada pengamatan secara radiografi terhadap kelenjar
hipofisis pada wanita dengan hiperprolaktinemia mungkin didapatkan
makroadenoma, mikroadenoma, atau tidak didapatkan adenoma. Meskipun
untuk memiliki kadar prolaktin yang tingggi, ukuran dari adenoma tidak
berhubungan secara linier dengan kadar prolaktin5,6.
Prolaktin merupakan polipeptida yang terdiri atas 200 asam dengan berat
molekul antara 19.000 22.000 Dalton. Prolaktin dihasilkan oleh sel-sel
laktotrof yang terletak di dalam bagian distal lobus anterior kelenjar hipofisis.
Hiperprolaktinemia adalah suatu gejala yang merupakan hasil dari suatu
spektrum yang luas dari kelebihan produksi laktotrof dari prolaktin dengan
keadaan mulai dari ukuran hipofisis yang normal sampai perubahan
10

adenomatosa dengan pembesaran hipofisis. Follow up jangka panjang pada


wanita hiperprolaktinemia yang tidak diobati menunjukkan bahwa wanita
dengan adenoma atau tanpa adenoma hipofisis biasanya tidak menunjukkan
perkembangan dari penyakit sebagai hasil yang nyata dari adanya pengamatan
secara radiologis5,6.
Pada setiap hiperprolaktinemia harus terlebih dahulu diketahui apakah
peningkatan tersebut akibat tumor hipofisis atau karena penyebab lain. Untuk
membedakan

dapat

digunakan

uji

provokasi.

Kadang-kadang

adanya

mikroadenoma tidak dapat diketahui secara radiologik, tetapi dengan uji


provokasi mikroadenoma ini mudah diketahui5,6.
4. Gangguan pada kompartemen IV
a. Gangguan makan
Gangguan

makan

merupakan

penyebab

sering

lainnya

yang

menyebabkan amenorea karena fungsi hipotalamus. Diantara beberapa


gangguan makan pada manusia,

anoreksia nervosa dan bulimia nervosa

mempengaruhi lebih dari 5% wanita usia produktif yang menyebabkan


amenorea dan infertilitas.2
Anoreksia nervosa didefinisikan dengan berat badan yang kurang dari
85 % dari berat badan yang diharapkan atau BMI yang kurang dari 17,5 kg/m 2,
retriksi kalori, ketakutan untuk menaikkan berat badan dan gangguan persepsi
terhadap bentuk badan. Bulimia nervosa didefinisikan kebiasaan makan yang
berlebihan (pesta makan) diikuti muntah-muntah, aktivitas fisik yang intens dan
aktivitas kompensasi lainnya2,6.
Abnormalitas metabolisme berhubungan dengan anoreksia nervosa dan
bulimia nervosa adalah disfungsi regulasi hipotalamus dalam hal nafsu makan,
suhu, tidur, keseimbangan otonom, dan sekresi endokrin. Abnormalitas endokrin
termasuk rendahnya serum FSH, LH, estradiol, IGF-1, dan konsentrasi leptin,
dan peningkatan kortisol. Prolaktin, TSH dan T4 normal, T3 menurun,
sedangkan rT3 meningkat. Naiknya berat badan dapat menurunkan abnormalitas
metabolisme dan endokrin6.
11

b. Latihan dan amenorea


Pada abad ke-20, telah ada suatu kewaspadaan bahwa para atlit wanita, dan
wanita yang memerlukan suatu latihan keras seperti penari balet, tari modern,
didapatkan insidens yang signifikan adanya gangguan menstruasi sampai adanya
amenorea, keadaan ini disebut supresi hipotalamus. Dua pertiga pelari memiliki
fase luteal, yang pendek sehingga terjadi anovulasi. Bila latihan keras tersebut
dimulai sebelum menars, menars mungkin akan terlambat sampai lebih kurang 3
tahun, dan kejadian menstruasi yang tidak teratur akan menjadi lebih tinggi5,6,7.
Kemunculan amenorea ini disebabkan oleh 2 sebab yaitu suatu kadar kritis
dari lemak tubuh dan efek dari stress itu sendiri. Para atlit wanita yang
senantiasa ikut kompetisi/perlombaan memiliki 50% kadar lemak lebih sedikit
dibanding dengan atlit yang bukan kompetitor. Pengurangan lemak tubuh tidak
harus mengurangi berat badan, sebab lemak dikonversi menjadi massa otot.
Pengamatan secara kritis didapatkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat
dari lemak tubuh dan gangguan menstruasi tetapi hanya satu korelasi saja5,6,7.
Prognosis

dari

para

atlit

wanita

mungkin

baik.

Hanya

tingkat

reversibilitasnya tidak diketahui dengan pasti, meskipun beberapa penelitian


menunjukkan mengindikasikan bahwa sebagian besar atlit wanita akan
mengalami ovulasi kembali bila stress dan latihan mulai bisa dibatasi. Namun
demikian sebagian atlit tidak menginginkan untuk menghentikan untuk
menghentikan

latihan

kerasnya.

Pemberian

terapi

hormonal

bisa

dipertimbangkan pada wanita dengan hipoestrogen guna menjaga agar tidak


terjadi perubahan pada tulang dan kardiovaskuler5,6,7.
c. Amenorea dan anosmia, sindrom kallman
Suatu kondisi yang jarang pada wanita, yaitu ditandai oleh adanya sindroma
hipogonadotropik-hipogonadism kongenital yang berhubungan dengan anosmia
atau hiposmia, dikenal sebagai sindroma Kallmann. Untuk mempermudah
mengingat gambaran gejalanya sering disebut juga sebagai sindroma amenorea
dan anosmia. Pada wanita, gejala yang muncul berupa amenorea primer,
perkembangan seksual infantil, kadar gonadotropin rendah, kariotipe wanita
12

normal, dan ketidakmampuan untuk mempersepsi aroma. Seringkali penderita


tidak menyadari adanya gangguan penciuman tersebut. Gonad mampu untuk
memberikan respon terhadap gonadotropin; dengan demikian induksi ovulasi
dengan gonadotropin eksogen bisa berhasil2,6.
Sindroma Kallmann mempunyai kaitan dengan defek anatomi yang spesifik.
Pemeriksaan MRI (seperti juga pemeriksaan postmortem) memperlihatkan
bahwa terdapat hipoplasia atau tidak ada sulkus olfaktorius di rhinencephalon.
Defek ini mengakibatkan

kegagalan olfactory axonal dan GnRH neuronal

bermigrasi dari placode olfaktorius di hidung. Sel-sel yang memproduksi GnRH


berasal dari area olfaktorius dan bermigrasi selama embriogenesis sepanjang
nervus kranialis yang menghubungkan hidung dan forebrain. Terjadinya
sindroma ini sebagai akibat mutasi yang melibatkan gen tunggal pada lengan
pendek kromosom X yang berisi kode pembentukan protein yang mengatur
fungsi yang diperlukan untuk migrasi neuronal2,6.
D. Diagnosis
Dokter harus melakukan anamnesis pasien secara komprehensif dan
pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada pasien dengan amenore. Banyak
algoritma yang ada untuk evaluasi amenore primer. Uji laboratorium dan
radiografi, jika diindikasikan, harus dilakukan untuk mengevaluasi dugaan
penyakit sistemik. Jika karakteristik seksual sekunder dijumpai, kehamilan harus
disingkirkan. Radiografi rutin tidak dianjurkan5.

13

Gambar 5. Algoritma evaluasi amenorea primer9


Anamnesis8

Adanya karakteristik seksual sekunder. Apakah rambut aksila dan pubisada dan ada
perkembangan payudara (lihat stadium Tanner). Jika tidak ada karakteristik seksual
sekunder, biasanya ada penundaan dalam pubertas karena malnutrisi(stunting),
penyakit kronis pada masa kanak-kanak, aktivitas fisik yang berlebihan yang
dikombinasikan dengan kurangnya asupan energi.

Riwayat infeksi, terutama ensefalitis. Ensefalitis dan meningitis mungkin telah


merusak hipotalamus atau hipofisis.

Riwayat operasi (abdomen). Pengangkatan ovarium karena tumor,kista atau abses


tubo-ovarii.

Usia ibu dan kakak perempuan saat menarche.Usia yang lebih tua saat menarche
bersifat herediter.

Penyakit kronis (di masa kecil) dan / atau riwayat penyakit mayor dalam 3 tahun
terakhir. Penyakit kronis yang melemahkan dapat menyebabkan anovulasi melalui
disfungsi hipotalamus.

14

Nyeri abdomen siklik. Bersama dengan massa abdominal, gejala ini bisa
mengindikasikan septum vagina atau himen imperforata

Berat badan. Penurunan berat badan yang berat Misalnya karena penyakit kronis
mempengaruhi fungsi hipotalamus.

Hirsutisme. Distribusi maskulin dari rambut tubuh (payudara, abdomen, wajah,


paha) dan / atau akne mengindikasikan kelebihan androgen dan gejala sindrom
ovarium polikistik.

Hubungan seksual (kehamilan). Tanyakan gadis dengan hati-hati tentang seks:


apakah dia terlibat dalam hubungan seksual konsensual atau ia adalah korban
kekerasan seksual? Infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV dan kehamilan
harus disingkirkan.

Tabel 1.Temuanan amnesis dan pemeriksaan fisik yang terkait dengan amenorea9

Pemeriksaan
15

Pemeriksaan Fisik 8,10


Selalu jelaskan kepada perempuan atau wanita apa yang akan Anda lakukan dan
tanyakan kepadanya apakah dia ingin seseorang yang diapercaya hadir pada saat
pemeriksaan.

Tinggi dan berat badan. Indeks massa tubuh(IMT): Berat(kg) /panjangpanjang(m).


IMT<18 adalah underweight dan IMT>30 adalah obesitas.

Tanda-tanda malnutrisi, TBC, HIV/AIDS,penyakit kronis.

Peningkatan pertumbuhan rambut pada wajah, daerah pubis,abdomen dan/ataupaha.

Karakteristik seksual sekunder (perkembangan payudara dan rambut pubis dan


aksila).

Payudara: keluarnya susu secara spontan atau setelah mengeluarkannya dengan


hati-hati.

Pemeriksaan abdomen: kehamilan, tumor.

Genitalia eksternal: klitoris, himen, pertumbuhan rambut. Pada seorang gadis


dengan amenore primer cari himen yang menggembung yang menunjukkan hymen
imperforata.

Pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan pelvis (jika seorang gadis/wanita tidak


virgin): atrofi, sekret,kelainan serviks, eksitasi serviks,ukuran uterus, massa pelvis.

Pemeriksaan USG(abdominal dengan kandung kemih penuh atau vaginal): ada


tidaknya uterus,ukuran uterus, endometrium, ukuran ovarium dan ada atau tidaknya
folikel, massa tubo-ovarium, kista,cairan bebas. Pada seorang gadis dengan
amenore primer yang secara khusus dicoba untuk memvisualisasikan uterus dengan
tanpa uterus menunjukkan kelainan kongenital atau kelainan kromosom.

Analisa Kromosom11
Analisis kromosom sebaiknya dilakukan pasa wanita dengan amenorea primer
yang mana dicurigai terdapat abnormalitas kromosom. Buccal smears atau sampel
darah dapat digunakan untuk pemeriksaan ini.
Profil Hormon11
16

Pemeriksaan hormon pertama yang dilakukan tes kehamilan menggunakan urin.


Pemeriksan

ini digunakan untuk mendeteksi

adanya

- Human

Chorionic

Gonadotrophin. Kadar serum gonadotrophin juga penting. Kadar FSH (Follicle


Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) meningkat dengan adanya
kegagalan ovarium, sedangkan pada amenorea hipotalamus dan amenorea karena
hypogonadotrophic kadar FSH dan LH lebih rendah dari batas normal. Pada Policystic
Ovarian Syndrome rasio LH:FSH biasanya lebih besar dari 2,511.
Kadar serum Prolaktin harus diperiksa untuk menyingkirkan hiperprolaktinemia.
TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dan Tiroksin bebas sebaiknya di periksa untuk
mendeteksi adanya disfungsi tiroid atau jika hiperprolaktinemia sudah terkonfirmasi11.
Kadar serum testosteron bisa normal atau meningkat pada Policystic Ovarian
Syndrom meskipun testosteron bebas biasanya meningkat. Jika serum kadar serum
testosteron tinggi, bisa dicurigai adanya androgen-secreting dari tumor ovarium atau
tumor adrenal 9.
Pemeriksaan Diagnostik
Ultrasonografi pelvis dapat membantu mengkonfirmasi ada atau tidaknya
uterus, dan dapa tmengidentifikasi kelainan struktural organ saluran reproduksi. Jika
tumor hipofisis dicurigai, magnetic resonance imaging (MRI) dapat diindikasikan.
Hormonal challenge (misalnya, medroxyprogesteron easetat [Provera], 10 mg oral per
hari selama tujuh sampai 10 hari) dengan antisipasi withdrawal bleeding untuk
mengkonfirmasi anatomi yang fungsional dan estrogenisasi yang memadai,secara
tradisional menjadi pusat evaluasi. Beberapa ahli menunda pengujian ini karena
korelasinya dengan status estrogen relatif tidak dapat diandalkan11,10.

E. Penatalaksanaan
17

Penatalaksanaan defek anatomi dari traktus genitalia


Setiap defek anatomi dari traktus genitalia memerlukan prosedur bedah yang
tepat. Septum vagina transversal memerlukan eksisi, hymen imperforata
membutuhkan pengangkatan jaringan dalam bentuk segitiga dan sinekia intra uterin
membutuhkan pelepasan. Selanjutnya, agenesis serviks mungkin memerlukan
histerektomi sementara disgenesis serviks mungkin memerlukan kanalisasi
serviks2,6.
Pada anak perempuan dengan diagnosis sindrom insensitivitas androgen
panjang vagina yang memadai untuk melakukan hubungan seksual dapat dicapai
melalui dilatasi non bedah. Namun, dalam beberapa kasus koreksi bedah pada
anomali traktus genitalia harus dilakukan untuk membuat neovagina. Pada anak
perempuan yang terkena sindrom insensitivitas androgen sangat penting untuk
menjamin dukungan psikologis yang konstan.2,6
Penatalaksanaan sindrom MRKH
Penatalaksanaan agenesis vagina pada sindrom Mayer-Rokitanksy-KusterHauser selalu menjadi topik yang kontroversial.Pilihan prosedur dan usia pasien
pada saat rekonstruksi tergantung pada anatomi individu, potensi kesuburan
danfaktor psikologis dan sosial. Awalnya, argumen berpusat pada apakah akan
melakukan operasi atau mencoba dilatasi pasif serta pada usia berapa intervensi
dilakukan. Karena teknik bedah baru-baru ini telah diperbaharui, pertanyaannya
adalah, jika operasi dipilih,jaringan apa yang harus digunakan (graft usus vs kulit)
dan, jikaskin graft, dari daerah mana ia diambil. Tujuannya adalah memuaskan
aktivitas seksual dengan anatomi dan fungsi vagina yang baik bersama dengan
luaran jangka panjang mekanis. Sampai saat ini, terapi yang direkomendasikan,
ketika reseksi kornu rudimenter diindikasikan, adalah laparotomi. Tujuan yang sama
saat ini dapat dicapai dengan laparoskopi. Laparoskopi tidak hanya berguna untuk
diagnosis malformasi uterus, tetapi juga berharga untuk perawatan yang diperlukan
untuk jenis malformasi ini bersama dengan penciptaan vagina buatan (vaginoplasti
yang dibantu laparoskopi).2,6

18

Pada sindrom MayerRokitansky-Kuster-Hauser, pasien dapat mengambil


manfaat dengan bedah pembentukan neovagina; uterus yang tidak berkembang
harus diangkat dengan adanya endometrium fungsional karena dapat bertanggung
jawab atas pembengkakan uterus dan nyeri berulang abdomen bagian bawah.6,12
Waktu yang ideal untuk intervensi adalah pada saat remaja atau setelahnya,
ketika seorang wanita telah mencapai maturitas fisik dan psikologis. Di masa lalu,
prosedur rekonstruksi vagina dilakukan pada bayi dan anak-anak perempuan prapubertas dan ini memerlukan revisi bedah yang tak terelakkan dimasa remaja
sebelum aktivitas seksual. Penundaan pengobatan juga memungkinkan wanita untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan dan juga meningkatkan kepatuhan dengan
terapi dilatasi ajuvan yang mungkin diperlukan.6,12
Dilator vagina memiliki sedikit komplikasi karena tidak ada risiko anestesi atau
bedah, tetapi memakan waktu, menyebabkan ketidak nyamanan pada pasien, dan
membutuhkan motivasi pasien yang baik.6,12
Pengobatan bedah dari sindrom MRKH dicapai dengan rekonstruksi vagina,
yang meliputi; vaginoplasti Williams, yang mencakup menjahit labia majora
menjadikan tong perineum, tapi vagina yang dibuat adalah eksternal, pendek, dan
tidak memuaskan untuk hubungan seksual penetratif; prosedur ini tidak lagi
dipraktekkan. Prosedur Vecchiettiter diri dari meningkatkan ukuran vagina dengan
secara bertahap menerapkan traksi pada dinding vagina. Akhirnya, neo-vagina dapat
dibuat dalam ruang rekto vesika dan dilapisi oleh jaringan yang berbeda seperti kulit
(McIndo-Reed), peritoneum(Davydov), danusus.6
Penatalaksanaan gangguan hipotalamus dan hipofisis
Amenorea hipotalamus harus diterapi sesuai dengan etiologi nya. Pengobatan
amenorea hipotalamus fungsional harus diselesaikan dengan kemunculan atau
regulasi siklus menstruasi dengan memulai terapi estrogen dan progestin.
Selanjutnya,terapi ini harusnya mencegah perkembangan osteoporosis. Sehubungan
dengan estrogen oral, telah ditunjukkan bahwa terapi penggantian hormon
transdermal memiliki efek yang lebih baik pada densitas tulang daripada terapi
penggantian hormon oral karena tidak adanya metabolisme hepatik first-pass. Selain
19

itu, suplementasi kalsium dan vitamin D sangat disarankan. Secara khusus, pada
atlet dengan trias atlet perempuan target terapi adalah untuk memulihkan menstruasi
melalui pengurangan aktivitas fisik, peningkatan berat badan, suplementasi kalsium
dan terapi estrogen.2,6
Sehubungan

dengan

sindrom

Kallmann,

target

terapi

adalah

untuk

mempromosikan perkembangan payudara melalui terapi penggantian estrogen dan


progestin pada anak perempuan dan untuk mempromosikan virilisasi melalui terapi
penggantian testosteron pada laki-laki. Selanjutnya, terapi hormonal bisa ditawarkan
sebagai metode yang valid untuk memulihkan kesuburan pada pasien ini. Pemberian
gonadotropin-releasing hormone atau gonadotropin pulsatil telah digunakan untuk
menstimulasi ovulasi pada wanita dan aktivitas spermatogenik pada laki-laki. Pada
sebagian besar subyek yang terkena hipogonadisme hipogonadotropik idiopatik,
terapi gonadotropin-releasing hormone pulsatil eksogen jangka panjang telah
terbukti efisien karena menginduksi pertumbuhan testis dan perkembangan sperma
saat ejakulasi, yang mendukung kehidupan seksual dan meningkatkan prognosis
reproduksi. Namun, sebagian kecil dari populasi ini tidak merespon penggantian
gonadotropin-releasing hormone, yang menyarankan defek hipofisis dan testikular
pada subyek ini tidak benar-benar merupakan konsekuensi dari defisiensi
gonadotropin-releasing hormone.2,6
Sehubungan dengan prolaktinoma, terapi harus menargetkan untuk memulihkan
menstruasi dan menjamin kesuburan. Agonis dopamin adalah terapi favorit untuk
hiperprolaktinemia karena mereka mampu mengurangi kadar prolaktin, untuk
mengurangi ukuran tumor dan untuk mengembalikan fungsi gonad. Dua agonis
dopamin digunakan untuk mengobati prolaktinoma : bromocriptine dan cabergoline.
Secara khusus, cabergoline telah terbukti lebih berkhasiat dengan kurangnya efek
samping dari pada bromocriptine pada wanita dengan mikroadenoma. Oleh karena
itu, cabergoline merupakan pendekatan terapi utama. Perempuan dengan
makroadenoma juga bisa mendapatkan keuntungan dengan agonis dopamin atau,
dalam beberapa kasus, mereka harus menjalani operasi pengangkatan tumor.2,6

20

Penatalaksanaan penyakit terkait insufisiensi ovarium


Sindrom Turner membutuhkan terapi yang mempromosikan pertumbuhan yang
bertujuan untuk memperoleh perkembangan pubertas yang normal dan pencapaian
tinggi dewasa yang normal. Hormon pertumbuhan merupakan fokus dari terapi
promosi pertumbuhan karena terapi ini mampu meningkatkan kecepatan
pertumbuhan dan tinggi akhir. Sehubungan dengan induksi pubertas, tepat untuk
memberikan dosis gonadotropin sebelum memulai terapi penggantian hormon untuk
mengesampingkan pubertas tertunda. Data terbaru telah menunjukkan bahwa
pengobatan dengan estrogen harus dimulai pada sekitar usia 12 tahun untuk
mempromosikan perkembangan pubertas yang normal tanpa mengganggu terapi
hormon pertumbuhan untuk tinggi akhir. Sebenarnya,estrogen oral serta transdermal
dan bentuk injeksi depot dari estradiol telah tersedia. Terapi estradiol umumnya
dimulai dengan dosis rendah (dari 1/10- 1/8 dari dosis dewasa) diikuti dengan
augmentasi bertahap selama 2-4 tahun, sementara progestin harus dimulai setelah
minimal 2 tahun atau ketika perdarahan uterus terjadi yang memungkinkan
perkembangan uterus dan payudara secara teratur. Selain itu, suplementasi kalsium
sangat disarankan dalam sindrom Turner.2,6
Pada sindrom Swyer, terapi penggantian estrogen harus dimulai setelah
gonadektomi pada sekitar usia 11 tahun untuk memungkinkan kecepatan pubertas
normal.6
Wanita dengan diagnosis kegagalan ovarium prematur harus menjalani terapi
penggantian estrogen sampai usia menopause normal untuk menggantikan defisit
estrogen ovarium dan melawan gejala menopause. Secara khusus, bagi perempuan
yang memiliki uterus yang intak lebih baik untuk memulai terapi hormon kombinasi
estrogen dan progestin untuk menghindari hiperplasia endometrium. Karena
defisiensi estrogen, wanita dengan kegagalan ovarium prematur juga berisiko
osteoporosis; karena alasan ini, aktivitas fisik,makanan yang kaya kalsium dan
vitamin D tanpa merokok atau konsumsi alkohol adalah wajib.2,6

F. Prognosis
21

Prognosis dari amenorea adalah baik. Amenorea biasanya tidak mengancam


jiwa . Tumor dapat ditemukana dan di terapi. Banyak pasien dengan amenorea
hipotalamus akan secara spontan kembali ke siklus menstruasi normal. Semua
perempuan dengan amenorea yang tidak memiliki kegagalan ovarium prematur
dapat ovulasi dengan dopamin agonist, klomipen sitrat, insulin-sensitizing agent,
dan gonadotropin13
III.

KESIMPULAN
Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi

pada wanita yang berusia 16 tahun ke atas dengan karaktersitik seksual sekunder
normal, atau umur 14 tahun ke atas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual
sekunder. Gangguan yang ada bisa terjadi pada kompartemen I (gangguan pada uterus),
kompartemen II (gangguan pada ovarium), kompartemen III (gangguan pada hipofisis
anterior) atau pada kompartemen IV (gangguan pada sistem syaraf pusat). Penanganan
terhadap amenorea primer disesuaikan dengan kelainan yang terjadi. Kelainan yang
diakibatkan oleh kelainan endokrinologik, maka diberikan pengobatan yang berupa
pemberian hormonal. Bila kelainan bersifat psikis, maka pengobatan yang diberikan
adalah mengeliminasi trauma psikis, bila perlu bekerjasama dengan ahli jiwa.
Sedangkan kelainan yang diakibatkan oleh kelainan anatomik bisa diberikan dengan
memperbaiki kelainan anatomis selama hal itu dimungkinkan.

IV.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Hestiantoro, Andon, et al. Best practices on IMPERIAL: Infertility, Menopause,


PCOS, Endometriosis, Recurrent misscarriage, Invitro fertilization, Adolescent
gynecology, Abnormal Uterine Bleeding. Jakarta: Sagung Seto.2012
2. Chiavaroli, Valentina, et al. Update on Mechanism of Hormone Action- Focus
on

Metabolism,

Growth

and

Reproduction:

Primary

and

Secondary

Amenorrhea.2011; Chapter 20:427-46


3. Marieke, Lagro. Chapter 8: Introduction of Amenorrhea. 2006:Chapter 8: 84-90
4. Agacayak, Elif, et al. The Frequency and The Type of Different Etiological
Factors in Primary Amenorrhea.2014; 30:383-87
5. Djuantono,Tono,et al. Step by step: penanganan kelainan endokrinologi
reproduksi dan fertiltas dalam praktik sehari-hari. Jakarta: CV Sagung Seto.2012
6. Fritz, Marc A, Leon Speroff. Clinical Gynecologic and Infertility Eight
Edition.2011: Chapter 11:447-93
7. Edmonds,D Keith. Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynaecology Eight
Edition.2012: Chapter 37:473-78
8. Gambone, Hacker M. Essentials of Obstetrics and Gynecology Fourth Edition:
Amenorrhea, Oligomenorrhea, and Hyperandrogenic Disorders.2004: Chapter
33: 398-403
9. Hunter-Master T, Diana L. Amenorrhea: Evaluation and Treatment.2006;73(8) :
1374-382
10. Klein, David, Merrily A. Poth. Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and
Management.2013; 87(11): 781-88
11. Alam, Naureen, et al. Crash Course; Obstetrics and Gynecology: Abnormal
Bleeding .2007; Chapter 1: 3-6
12. Quint-Elisabeth, Yolanda R. Primary Amenorrhea in Teenager. 2006; 107(2):
414-17
13. Decherney, Alan.H, et al. Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and

Gynecology.2007. 11: 889-99

23

Anda mungkin juga menyukai