Anda di halaman 1dari 18

ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN BREBES

BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh :
Nuzul Ashari
270110140094
Kelas D

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

Daftar Isi
BAB I........................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
BAB II.......................................................................................................... 2
PEMBAHASAN.............................................................................................. 2
2.1 Kondisi Geologi....................................................................................... 2
2.2 Kondisi Curah Hujan................................................................................. 3
BAB III......................................................................................................... 5
HASIL PENELITIAN....................................................................................... 5
3.1 Daerah yang Terkena Longsor dan Pergeseran Tanah.........................................5
3.2 Analisis Kemantapan Lereng.......................................................................9
BAB IV....................................................................................................... 16
PENUTUP................................................................................................... 16
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Bantarkawung dan sekitarnya, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah
2

merupakan daerah yang mempunyai potensi gerakan tanah yang cukup tinggi (Djadja
dkk, 2009). Sehingga potensi bencana longsor akan sangat besar terjadi pada daerah
tersebut. maka dari itu diperlukan suatu penyelidikan berupa kajian potensi gerakan
tanah pada daerah tersebut. Daerah yang diteliti secara geografis terletak pada
kordinat 10855 sampai 10905 Bujur Timur dan antara 710 sampai 725 Lintang
Selatan
Kegiatan ini berupa pengumpulan data lapangan yang berhubungan dengan
potensi/kerentanan gerakan tanah dan dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan penentuan potensi/tingkat kerentanan gerakan tanah serta
kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan sekitar berupa lahan pemukiman serta
sarana-prasarana yang terdapat di daerah ini.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk
melakukan penyelidikan analisis risiko bencana gerakan tanah dan penyiapan tata
ruang bagi pembangunan wilayah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Lokasi mana sajakah yang sterkena longsor dan bagaimana pergerakan tanahnya ?
2. Bagaimana analisa kemantapan lereng pada daerah tersebut ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui lokasi lokasi yang terkena longsor serta pergerakan tanahnya.
2. mengetahui analisa kemantapan lereng pada daerah tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Geologi
Menurut Darsoatmodjo, dkk (2008) Secara morfologi daerah penelitian
bervariasi dari pedataran hingga perbukitan yang terjal dan sangat terjal dengan
3

kemiringan lereng 25 - 45. Berdasarkan pengamatan di lapangan, geomorfologi


daerah penyelidikan dapat dibedakan menjadi : Satuan Morfologi Pedataran, Satuan
Morfologi Perbukitan Berelief Sedang, Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar
dan Satuan Morfologi Perbukitan Berelief Sangat Kasar.
Kastowo dan Suwarna (1996), dalam Peta Geologi Lembar Majenang membagi
formasi batuan di daerah penyelidikan dari tua ke muda sebagai berikut: Formasi
Rambatan (Tmr), Formasi Pemali (Tmp), Formasi Batugamping Kalibiuk (Tmpk),
Formasi Halang (Tmph),
Formasi Tapak (Tpt), Formasi Kaliglagah (Tpg), Formasi Lempung Kalibiuk (Tpb),
Formasi Gintung (Qpg), Formasi Linggopodo (Qpl), Endapan Lahar (Qls),
Gunungapi Muda (Qpm) dan Aluvium (Qa). Deskripsi Lengkap dari masing-masing
satuan dapat dilihat pada Gambar 2. Geologi struktur yang berkembang di daerah
penyelidikan terutama terdiri dari sesar naik dan sesar normal. Arah umum dari sesar
naik adalah baratlaut tenggara, sedangkan sesar normal berarah timurlaut
baratdaya. Dalam Peta Geologi (Kastowo dan Suwarna, 1996) setidaknya terdapat 5
buah sesar naik dan, sebuah sesar normal dan 2 sesar diperkirakan berarah baratlaut
tenggara.
2.2 Kondisi Curah Hujan
Pada tahun 2008, Kabupaten Brebes mengalami jumlah rata-rata curah hujan
2.063 mm, sedangkan jumlah rata-rata hari hujan 82 hari. Curah hujan tertinggi
terjadi

di

Kecamatan

Paguyangan

sebesar 3.158

mm, sedangkan jumlah hari

hujan

terbanyak adalah 153 hari

terjadi

di

Kecamatan Bumiayu (Tabel 1).

Bantar-kawung
Bumiayu
Tonjong
Larangan
Ketanggungan
hh/mm
hh/mm
hh/mm
hh/mm
hh/mm
Jan
13/142
18/205
18/175
18/288
17/377
Feb
17/497
15/262
25/251
16/350
13/323
Mar
23/394
27/338
20/392
14/180
15/352
April
15/133
19/273
7/61
14/308
13/285
Mei
5/17
6/29
6/25
5/49
4/40
Juni
3/2
5/22
2/19
3/37
2/25
Juli
0
0
Agst
0
4/1
4/2
3/41
2/26
Sept
4/7
0
0
0
0
Okt
19/263
20/514
20/479
8/159
6/141
Nop
24/304
17/403
16/249
12/212
10/236
Des
14/290
22/133
14/157
18/447
13/343
RATA2
11/171
13/182
10/150
8/172
7/178
Tabel 1. Banyaknya Hari Hujan (hh) dan Curah Hujan (mm) di Kabupaten Brebes dan Beberapa Tempat
Pengukuran (Sumber: Kab. Brebes Dalam Angka 2008).
Bulan

BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1 Daerah yang Terkena Longsor dan Pergeseran Tanah
Berikut adalah beberapa daerah yang terkena longsor dan hasil analisis
pergerakan tananhya :
1. Longsor di Kota Bumiayu, berada di tebing Sungai Kali Erang dengan
ketinggian sekitar 7 meter, dinding hampir tegak, satu rumah hancur. Batuan
berupa endapan aluvial. Morfologi berelief sedang, termasuk kedalam
Formasi Kaliglagah (Tpg) yang ditumpangi oleh endapan aluvial. Tebal tanah

penutup 1 sampai 2 meter. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah


Menengah - Rendah.
2. Di Desa Bantarkawung, terjadi longsor di sekitar jembatan Sungai Cilakar,
tinggi tebing sekitar 10 meter, dinding hampir tegak, berupa kebun dan sedikit
pemukiman. Batuannya berupa batupasir berlapis yang kurang kompak.
Secara geologi termasuk kedalam Formaso Pemali (Tmp) dan Formasi Halang
(Tmph). Morfologi berupa Perbukitan Berelief Sedang Kasar. Termasuk
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
3. Longsoran di Desa Jipang, pada tebing sungai dengan kemiringan yang
curam, arah longsoran relatif ke utara. Berupa Morfologi Perbukitan Berelief
Sedang sampai Kasar. Vegetasi berupa ladang dan pohon-pohon pinus. Batuan
berupa batupasir atau tuf berwarna kuning termasuk kedalam Formasi Pemali
(Tmp). Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
4. Logsoran di Desa Cigareng, Kecamatan Salem, tinggi tebing 7 meter,
kemiringan tebing dari 30 sampai 90. Batuan berupa breksi vulkanik,
berlapis, terdapat alterasi, warna umum merah tua dan sebagian berwarna
putih yang merupakan tanda-tanda alterasi. Tataguna lahan berupa
pemukiman dan ladang campuran. Secara morfologi termasuk kedalam
Perbukitan Berelief Kasar sampai Sangat Kasar. Termasuk Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Menengah sampai Tinggi.
5. Longsor di Desa Maronggeng, Kecamatan Bantarkawung. Merupaka
longsoran besar, dengan lebar sekitar 150 meter dan panjang sekitar 200
meter, mengikuti alur sungai. Secara geologi termasuk Formasi Halang
(Tmph) dan Formasi Rambatan (Tmr). Secara morfologi termasuk ke dalam
Perbukitan Berelief Sangat Kasar. Tataguna lahan berupa pemukiman, jalan
dan kebun campuran. Longsoran ini menyebabkan terputusnya jalan beraspal
di daerah Maronggeng. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.
6. Longsor di daerah Babakan Ciputih, dinding longsoran hampir tegak, berada
di tebing sungai. Tinggi 30 meter, lebar longsoran sekitar 20 meter. Batuan
berupa batupasir bersisipan batulempung, dan juga sisipan lava. Berdasarkan
Peta Geologi Regional termasuk ke dalam Formasi Halang (Tmph).
Longsoran ini menyebabkan terputusnya jalan antara Ciputih dengan
6

Kadumanis (daerah Gandoang). Morfologi berupa Perbukitan Berelif Kasar


sampai Sangat Kasar. Vegetasi berupa kebun, pohon-pohon kayu, serta di
sekitarnya terdapat pemukiman. Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Tinggi.
7. Nangka gede Bentar. Terdapat gawir dengan ketinggian sekitar 3 meter dan
panjang sekitar 100 meter. Batuan vulkanik berwarna merah dan berlapis,
termasuk ke dalam Formasi Linggopodo (Qpl). Morfologi berupa Perbukitan
berelief sedang. Tataguna lahan berupa pemukiman, sawah serta pepohonan.
Termasuk Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
8. Desa Pengarasan. Lonsoran-longsoran di Gunung Panongan, tebing logsoran
5 sampai 10 meter, memanjang, setempat-setempat sepanjang sekitar 500
meter. Merupakan Morfologi Perbukitan Berelief Kasar. Secara geologi
termasuk ke dalam Formasi Kaliglagah (Tpg). Vegetasi berupa hutan.

Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan contoh tanah/batuan yang


dilakukan pada 10 (sepuluh) lokasi (Tabel 2) yang terletak di wilayah Bantarkawung
dan sekitarnya (Kadarsetia, dkk, 2010). Contoh tanah atau lapukan batuan yang
diambil pada lokasi tersebut diperlukan untuk analissis kemantapan lereng.
Pengambilan conto tanah/batuan ini dilakukan pada lokasi -lokasi yang belum pernah
mengalami gerakan tanah, dimaksudkan untuk mengetahui kemantapan lereng di
daerah tersebut.
Tabel. 2. Daftar lokasi pengambilan contoh tanah/batuan untuk analisa kemantapan lereng
Daerah Bantarkawung dan sekitarnya.

No
Uru
t

No.
Lokas
i

1.

BR01
BR02

2.

Kampung
Koordin
at
BT o
108 57
42
108 52
16

LS o
07 12
47
07 12
21

Kedalaman
Test Pit
(cm)

Tanah/
batuan

Tata Guna
Lahan

Kalinusu

150 cm

Lanau

Terlaya

150 cm

Lempung

Hutan kayu
dan bambu
Lempung
pasiran

3.
4
5.
6.
7.
8.
9
10

BR03
BR04
BR05
BR06
BR07
BR08
BR09
BR10

108 54
23
108 50
00
108 48
15
10859
03
108 54
16
10850
30
10849
00
10858
31

07 10
32
0709
30
07 08
00
0710
08
07 09
01
07 13
24
0710
47
0709
34

Sindang
Wangi
Ciputih

150 cm

Pasirr
Panjang
Pengarasan
Kemuning

150 cm

Tambang
Serang
Gunung
Larang
Gardu

150 cm

150 cm
150 cm

Lempung
lanauan
Pasir
Lempung
pasiran
Pasir

150 cm

Lempung
lanauan
Lempung
lanauan
Lempung

150 cm

Lempung

150 cm

Ladang,
semak,pohon
Pohon,
ladang
Ladang,
pemukiman
Ladang dan
pemukiman
Ladang,
pohon
Ladang
Ladang
Ladang,
pemukiman

Beberapa sifat fisik contoh tanah/batuan berdasarkan hasil laboratorium dan


kondisi lapangan disekitarnya :

Tabel 3. Sudut lereng kritis pada tiap lokasi contoh tanah / batuan untuk jenis gerakan tanah
translasi di Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya, Kabupaten Brebes.
Sudut
Batuan/tanah
(Tanpa
Rh =0,1

Fs = 1,2
Gempa )
Rh =0,5

Rh=0,9

Lereng
(Dengan
Rh= 0,1

Kritis
Fs =1,2
Gempa)
Rh=0,5

Rh=0,9

23o

21o

19o

2o

1o

0o

2.BR-02 =
Lempung pasiran
(Terlaya)

21o

19o

17o

1o

0o

0o

3.BR-03 = Lempung
pasiran
(Sindangwangi)

21o

20o

19o

2o

1o

0o

4. BR-04 = Pasir
lanauan
(Ciputih)

22o

20o

18o

0o

0o

0o

5. BR-05 =Lempung
lanauan
(Pasirpanjang)

16o

15o

11o

0o

0o

0o

(Pengarasan)

24o

23o

21o

12o ?

11o ?

10o ?

7, CPG 7 =
Lempung lanauan
(Kemuning)

20o

18o

17o

0o

0o

0o

8. CPG 8 =
Lempung lanauan
(Tambakserang)

19o

18 o

17o

0o

0o

0o

9.CPG 9 = Lempung
(Gununglarang)

17o

16 o

15 o

0o

0o

0o

20 o

18 o

16 o

0o

0o

0o

1. BR-01 = Lanau
(Kalinusu)

6. BR-06 =Pasir

10. KA 10 =
Lempung (Gardu)

3.2 Analisis Kemantapan Lereng


Analisa kemantapan lereng dengan menggunakan ilmu mekanika tanah/batuan
yang dilengkapi oleh data laboratorium mekanika tanah. Perhitungan kemantapan
lereng ini diperlukan untuk mengetahui kondisi kestabilan lereng dan menentukan
besarnya sudut lereng maksimum atau lereng kritis, sehingga diketahui tingkat
kerentanan gerakan tanahnya. Cara analisa kemantapan lereng telah banyak dikenal,
yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

Analisis pengamatan visual ; membandingkan kesetabilan lereng yang ada


berdasarkan pengalaman

Analisis komputasi dengan menggunakan metoda : Fellenius, Bishop dan Janbu

Analisis dengan menggunakan grafik, dengan cara : Cousin, Janbu, Duncan, Hock
& Bray (Wahyudin, dkk, 2007).
Analisis kemantapan lereng dilakukan untuk mendapatkan besarnya nilai

faktor keamanan (Fs) untuk masing-masing tanah pelapukan dari tiap satuan batuan.
Dari analisis ini diperoleh sudut kritis tiap jenis tanah pelapukan dengan sudut lereng
tertentu.Dari data gerakan tanah yang pernah terjadi di daerah penyelidikan umumnya
dari jenis gerakan tanah translasi, maka dalam melakukan analisis digunakan metoda
Fellenius (1955; Wahyudin, dkk, 2007)) yang dikembangkan dalam bentuk program
Fellenius untuk gerakan tanah translasi sehingga didapatkan nilai factor keamanan
yang sesuai dengan tipe gerakan tanah yang paling banyak terdapat di daerah
penyelidikan. Parameter atau sifat fisik tanah yang digunakan untuk analisa didapat
dari pengujian contoh tanah yang diambil di lapangan dan dianalisa di laboratorium
mekanika tanah dan batuan , untuk mendapatkan harga : Berat isi = ; Kohesi = c ;
Sudut geser dalam = Dalam melakukan analisis kemantapan lereng, tinggi muka air
tanah dari bidang lincir (Rh) diasumsikan sebagai berikut : untuk lapisan tanah kering
Rh = 0, 10 ; setengah jenuh Rh = 0,50 dan jenuh Rh = 0,90. Analisis dilakukan pada
model kemiringan lereng 0o sampai 80o yang hasilnya adalah nilai faktor keamanan
(Fs) tanpa gempa, dan nilai faktor keamanan (Fs) dengan gempa, kemudian dibuat

10

grafik yang menunjukan lereng dalam keadaan kering (Rh = 0,1), setengah jenuh (Rh
= 0,50), serta jenuh (Rh = 0,90), dengan nilai koefisen gempa maksimum 0,20 g
(gravitasi).
Dari grafik grafik tersebut diatas dapat diketahui sudut kemiringan lereng
kritis untuk masing-masing jenis tanah pelapukan batuan dengan asumsi faktor
keamanan Fs = 1,2 (Tabel 3). Sebagai contoh diilustrasikan pada gambar 3.
Potensi kerentanan gerakan tanah menggambarkan kecenderungan suatu
lereng alam untuk terkena gerakan tanah. Dalam menentukan potensi kerentanan
gerakan tanah di daerah penyelidikan digunakan data hasil pengamatan lapangan
meliputi: struktur, jenis batuan, geomorfologi, topografi, kemiringan lereng,
geohidrologi, tata guna lahan dan curah hujan serta hasil analisis kemantapan lereng
dengan menghitung faktor keamanan pada masing-masing tanah pelapukan batuan.
Selain itu data kejadian tanah longsor serta adanya gawir longsoran lama dan peta
Zonasi Kerentanan Tanah regional, juga merupakan parameter dalam menentukan
tingkat kerawanan terhadap tanah longsor. Evaluasi Kerentanan Gerakan Tanah
dilakukan untuk mengetahui:
1 Kestabilan lereng, antara lain dengan analisa kemantapan lereng untuk menentukan
tingkat potensi kerentanan gerakan tanah. Analisa kemantapan lereng ini tidak lepas
dari sifat mekanis tanah, kelerengan dan muka air tanah juga tergantung pada jenis
gerakan tanah yang terjadi atau diperkirakan akan terjadi.
2 Lokasi/zona yang berpotensi tinggi mengalami gerakan tanah sehingga dapat
diantisipasi upaya penanggulangan secepat mungkin sebelum terjadi bencana gerakan
tanah.
3 Kemungkinan dampak longsoran terhadap lingkungan sekitar berupa pemukiman
serta sarana-prasarana yang ada di daerah itu sehingga dapat diantisipasi sedini
mungkin agar tidak menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda bila terjadi
bencana gerakan tanah.
Akibat dari tingkat pelapukan yang tinggi pada batuan-batuan Tersier dan

11

berkembangnya struktur, menyebabkan stabilitas lereng pada zona yang dilaluinya,


sehingga menyebabkan batuan/ tanah menjadi labil dengan kerentanan gerakan
tanah. Selain itu zona-zona sesar juga berperan sebagai tempat meresapnya air hujan
kedalam tanah/batuan, hingga air mencapai lapisan kedap. Curah hujan yang sangat
tinggi mengakibatkan tanah/ batuan menjadi jenuh air, sehingga terjadilah longsoran
pada beberapa titik dalam waktu yang relatif bersamaan, terutama pada daerahdaerah yang memiliki kemiringan lereng cukup curam (lebih dari 15 ). Faktor tata
guna lahan juga cukup berperan terhadap terjadinya gerakan tanah, pemotongan
lereng menjadi hampir tegak tentu saja sangat memicu longsor, seperti di pinggir
jalan atau di areal pemukiman. Daerah-daerah dengan kemiringan lereng lebih dari
15 sebaiknya ditanami tanaman-tanaman keras, guna mengurangi resiko terjadinya
gerakan tanah, karena vegetasi berfungsi sebagai pengikat tanah dan penyerap air.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium didapatkan harga rata-rata besaran
kemiringan lereng dalam hubungannya dengan potensi terjadinya gerakan tanah di
daerah penelitian.
Tabel 4. Hubungan Antara Kemiringan Lereng Dengan Potensi Gerakan Tanah Translasi Untuk Daerah
Bantarkawung dan Sekitarnya, Pada Kondisi Tanah/ Batuan Jenuh Air (Rh = 0,9) Tanpa Gempa
Berdasarkan Hasil Analisis Laboratorium.

Kemiringan
Lereng ()
0
15
6 15
15 <

Potensi Gerakan
Tanah
Sangat Rendah
Rendah
Menengah
Tinggi

Berdasarkan beberapa parameter tersebut di atas, daerah penyelidikan dapat


dikelompokan menjadi 4 (empat) daerah potensi gerakan tanah (lampiran), yaitu :

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah


12

Pada Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah jarang atau hampir
tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah lama maupun gerakan tanah
baru, kecuali pada daerah tidak luas pada tebing sungai. Yang termasuk kedalam zona
ini adalah daerah pedataran sepanjang aliran sungai besar/ utama yang mengalir ke
utara (daerah Pengarasan) dan selatan (daerah Kalilangkap). Luas daerah ini kurang
dari 5% dari seluruh luas daerah penyelidikan. Batuan penyusunnya adalah berupa
endapan aluvial (Qa).
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Termasuk kedalam zona ini adalah daerah yang mempunyai tingkat
kerentanan sangat rendah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini gerakan tanah
jarang terjadi kecuali jika mengalami gangguan pada lerengnya. Namun, jika terdapat
gerakan tanah lama umumnya lereng telah mantap kembali. Zona ini berupa daerahdaerah yang relatif jauh dari aliran sungai dan lembah dengan morfologi pedataran,
perbukitan berelief halus sampai sedang. Luas dari Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Rendah di daerah penyelidikan adalah sekitar 25 %.
Batuan penyusun umumnya berupa batuan vulkanik dari Formasi Kaliglagah
(Tpg) dengan tingkat pelapukan yang rendah dan tidak begitu terpengaruh aktifitas
sesar. Batuan-batuan yang berumur Kuarter seperti Formasi Gintung (Qpg), Formasi
Linggopodo (Qpl), Endapan Lahar (Qls) dan Endapan Gunungapi Muda (Qpm) tidak
mengalami pensesaran dan pelapukan yang cukup lanjut. Sehingga pada daerahdaerah yang disusun oleh formasi-formasi batuan tersebut cukup stabil dan memiliki
potensi gerakan tanah rendah. Tata guna lahan umumnya berupa pemukiman
peladangan, tegalan, kebun campuran dan pesawahan. Zona ini berselang seling
dengan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan juga terkadang muncul Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

Daerah-daerah yang termasuk ke dalam zona ini adalah daerah di bagian


tenggara daerah penyelidikan seperti : Desa Bumiayu, Desa Kalijurang, Desa Galuh
timur, sebagian Desa Kalinusu, Desa Bantarwaru dan Desa Bangbayanghilir. Di
13

bagian timurlaut adalah daerah Kurungsawah, Kutamedal dan Kosambi. Di utara


adalah daerah Jemasih dan Muncang. Di bagian barat dan baratlaut adalah daerahdaerah Salem, Bentarsari, Ciputih, Ganggawang dan Cogreg.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah


Yang teRmasuk zona ini adalah merupakan daerah yang secara umum
mempunyai kerentanan menengah untuk terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah dapat
terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing
pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama
masih mungkin dapat aktif kembali terutama oleh curah hujan yang tinggi. Secara
morfologi berupa perbukitan berelief halus sampai berelief kasar sampai sangat terjal
tergantung pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan serta tanah pelapukan
pembentuk lereng. Zona ini umumnya berada di daerah-daerah aliran sungai dan
lembah.
Secara umum di daerah ini dapat terjadi gerakan tanah terutama bila dipicu
oleh faktor faktor seperti terjadinya pemotongan lereng dan penggundulan
hutan/lahan tanaman dan sering terjadi pada tebing sungai dan peralihan litologi.
Gerakan tanah di daerah ini bisa juga terjadi pada zona lemah seperti sesar, daerah
berlereng terjal dan tebing sungai akibat erosi lateral dan juga bila terjadi gempa
bumi. Batuan penyusun daerah ini umumnya berupa batuan Tersier seperti Formasi
Rambatan (Tmr), Formasi Pemali, Formasi Kalibiuk (Tmpk), Formasi Halang
(Tmph), Formasi Tapak (Tpt), Formasi Kaliglagah (Tpg) dan Formasi Kalibiuk
(Tpb). Batuannya bervariasi mulai dari batupasir, batulanau, batulempung, napal,
batuan vulkanik dan batugamping. Batulempung ini sangat berperan aktif dalam
terjadinya longsor baik karena kondisinya yang kurang mantap ataupun terkadang
bertindak sebagai bidang gelincir. Daerah ini juga terkadang terpengaruh oleh
aktifitas sesar sehingga batuan menjadi lunak, melapuk dan kestabilan lereng menjadi
berkurang. Secara morfologi umumnya terdapat pada morfologi berelief sedang
sampai sangat kasar. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menegah ini tersebar hampir
merata di seluruh daerah penyelidikan, berselang seling dengan Zona Kerentan
14

Gerakan Tanah Rendah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi. Perselingan ini
terutama dikontrol oleh faktor morfologi, litologi dan struktur yang berkembang.
Batuan-batuan Tersier yang tidak terlalu terpengaruh oleh struktur apalagi dengan
relief yang tidak terlalu kasar memiliki kecenderungan untuk memiliki tingkat
kerentanan gerakan tanah menegah. Luas dari zona ini sekitar 50% dari seluruh
daerah penyelidikan.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi


Yang termasuk kedalam zona ini merupakan daerah yang secara umum
mempunyai kerentanan tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah sering
terjadi pada zona ini seperti yang terjadi di G. Linggapada daerah Prupuk, Tegal. Atau
di daerah Maronggeng dan lain-lain. Pada daerah ini gerakan tanah dapat terjadi
sewaktu-waktu meliputi beberapa lokasi gawir longsoran lama seperti longsoran,
nendatan dan retakan yang dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi atau
parameter pemicu lainnya. Bisa juga berupa gerakan tanah muncul pada titik yang
baru apabila terjadi pergerakan sesar aktif ataupun pengaruh eksternal berupa
intensitas hujan yang naik, erosi, pemotongan lereng, perubahan tataguna lahan
ataupun penggundulan hutan. Vegetasi sebagian besar berupa ladang, hutan, sebagian
pemukiman dan lahan pesawahan. Tebing yang terjal dengan kemiringan lebih dari
15 yang berada pada batuan Tersier. Tata guna lahan pada zona ini berupa hutan,
pohon-pohon, semak belukar. Kadang berupa ladang, sawah dan pemukiman.
Daerah ini umumnya berupa zona-zona sesar dan daerah perbukitan berelief
kasar sampai sangat kasar, juga lembah-lembah yang curam. Sifat fisik tanah lapukan
batuan berupa lempung pasiran yang lunak, sarang, mudah hancur dan luruh bila
terkena air karena telah melewati batas kejenuhan. Penyebaran zona ini di daerah
penelitian sekitar 20%, tersebar setempat-setempat di bagian barat dan tengah daerah
penyelidikan, dan sedikit di bagian timurlaut seperti di daerah prupuk dan
pengarasan. Zona ini umumnya berupa batuan-batuan Tersier yang terkontrol kuat
oleh struktur sesar, dengan relief dari kasar sampai sangat kasar.

15

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa parameter yang digunakan, maka daerah penyelidikan
dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) zona kerentanan gerakan tanah, yaitu Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah, Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah,
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan Zona kerentanan Gerakan Tanah
Tinggi. Sebagian besar daerah penelitian berupa Zona Kerentanan Gerakan Tanah

16

Rendah dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah, dan sebagian kecil berupa
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.
Formasi-formasi batuan yang berumur Tersier terutama yang dikontrol oleh
struktur (zona sesar) dengan yang terjal dengan kemiringan lebih dari 15 memiliki
kecenderungan

yang

relatif

tinggi

akan

terjadinya

gerakan

tanah.

Sesar

mengakibatkan terbentuknya gawir-gawir yang curam, kondisi batuan yang


tersesarkan umumnya menjadi lunak dan lapuk sehingga menjadi lebih rentan untuk
terjadinya longsor. Zona sesar juga merupakan zona resapan air, sehingga batuan
menjadi jenuh akan air yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah.
Curah hujan yang tinggi dalam tahun-tahun terakhir menyebabkan
tanah/batuan menjadi jenuh air, yang mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng
dan memicu terjadinya longsor di beberapa tempat.

Daftar Pustaka

Wahyudin, dkk, 2007. Evaluasi Potensi Gerakan Tanah Daerah Bantarkalong


dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pusat Vulkanologi

dan Mitigasi Bencana Geologi.


Kaderesetia Eka, 2011. ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DI
KABUPATEN BREBES BAGIAN SELATAN, PROVINSI JAWA TENGAH.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

17

18

Anda mungkin juga menyukai