Anda di halaman 1dari 74

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi
Kementerian Kehutanan untuk menuju pemerintahan yang baik dapat kami
selesaikan. Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan ini disusun
mengacu kepada Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 2025 yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010, dan
Road Map Reformasi Birokrasi 2010 2014 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2010. Dalam kedua peraturan tersebut ditegaskan bahwa reformasi birokrasi
Indonesia harus dapat mencapai tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun
2025.
Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan pada dasarnya sudah dilakukan
sejak tahun 2000 namun belum dilakukan secara sistematis dan intensif. Mulai tahun
2010, Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan sudah didasarkan atas
Rencana Reformasi Birokrasi kementerian Kehutanan 2010 2014. Namun dengan
diterbitkannya Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 2025 dan Road map
Reformasi Birokrasi 2010 2014 yang baru, maka Rencana Reformasi Birokrasi
Kementerian Kehutanan perlu disesuaikan kembali.
Road map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 2011 2014 ini
bertujuan untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian
Kehutanan agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan secara efektif, efisien,
terukur, konsisten, terintegrasi, dan berkelanjutan. Kami menyadari bahwa road map
ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami menghargai semua masukan untuk
menyempurnakannya di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga road map ini
dapat bermanfaat sebagai upaya percepatan reformasi birokrasi pada Kementerian
Kehutanan.
Jakarta,

Oktober 2011

DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif
KATA PENGANTAR .............................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

ii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................

iii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................

iv

I.

PENDAHULUAN ............................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................
B. Maksud dan Tujuan .................................................................................

1
1
4

II.

5
KONDISI BIROKRASI ....................................................................................
5
A. Pelayanan Publik .....................................................................................
B. Tugas Umum Pemerintahan ................................................................... 16
C. Persoalan yang dihadapi ......................................................................... 17
D. Langkah-langkah Pembenahan .............................................................. 17

III. KONSOLIDASI RENCANA AKSI PROGRAM DAN KEGIATAN


REFORMASI BIROKRASI .............................................................................
A. Pencapaian Reformasi birokrasi ...........................................
B. Rencana Reformasi Birokrasi 2011-2014 ...............................................
C. Kriteria Keberhasilan ...............................................................................
D. Agenda Prioritas ......................................................................................
E. Waktu Pelaksanaan dan Tahapan Kerja .................................................
F. Penanggungjawab Kegiatan ...................................................................
G. Rencana Anggaran .................................................................................

22
22
30
32
39
42
42
45

IV. PENUTUP ......................................................................................................

47

Lampiran-lampiran

ii

DAFTAR TABEL
1. Capaian Quick Wins s/d September 2011.....................................................

19

2. Capaian Rencana Jangka Pendek ............................................

22

3. Capaian Rencana Jangka Menengah. .........................

24

4. Indikator Keberhasilan tahun 2010 2014 ....................................................

28

5. Waktu Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan ..............

35

iii

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Uraian

Hal.

1. Perumusan Quick Wins Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan ......

48

2. Penetapan Quick Wins ................................................................................

51

3. Pemilihan Quick Wins ..................................................................................

55

4. Rencana Penerapan Quick Wins .................................................................

60

iv

I. PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) merupakan


tuntutan dalam administrasi publik dewasa ini dan sejalan dengan meningkatnya
tingkat pengetahuan masyarakat serta semakin efektifnya interaksi internasional
sebagai bagian dari aspek globalisasi. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik
mensyaratkan kinerja birokrasi harus memiliki daya saing yang tinggi.
Sistem birokrasi di Indonesia yang dicirikan dengan struktur, norma, nilai
dan regulasi belum berpihak kepada kepentingan publik, rendahnya kualitas dan
kuantitas dalam memberikan pelayanan publik, serta budaya pelayan publik
yang belum berorientasi kepada kebutuhan pelanggan.Dalam sistem birokrasi
yang seperti ini, praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme cenderung terjadi
dan seperti hal yang lumrah. Situasi ini mengakibatkan masyarakat harus
membayar lebih mahal atas layanan birokrasi (high cost economic), yang
berimplikasi kepada penurunan minat investasi sehingga bermuara kepada
penurunan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sistem birokrasi seperti ini juga terjadi di lingkungan Kementerian
Kehutanan, sehingga ketidakpastian usaha, ketidakpastian hukum, dan
ketidakjelasan pengelolaan hutan telah mengakibatkan degradasi hutan yang
lajunya pada periode tahun 2003 - 2006 mencapai 1,17 juta ha/tahun.Hal ini
dikarenakan birokrasi Kementerian Kehutanan masih menerapkan sistem
birokrasi tradisional yang mana layanan birokrasinya belum mengakomodasikan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penyebab utama rendahnya kinerja birokrasi
di lingkungan Kementerian Kehutanan adalah :
1.

Organisasi yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran. Berdasarkan tipologi
organisasi bahwa organisasi Kementerian Kehutanan termasuk tipe
organisasi yang terintegrasi (integrated type). Tipologi seperti ini mengamanatkan pembagian tugas dilakukan berdasarkan proses, dari mulai
tahapan perencanaan hingga kepada tahapan pemasaran.
Dalam perkembangannya duplikasi tugas masih terjadi, selain itu juga tugas
yang tidak ditangani oleh unit manapun juga. Tugas yang berkaitan dengan
penyelesaian konflik yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan (tenurial
kehutanan), hingga saat ini belum ada yang menanganinya. Persoalan
tenurial telah menimbulkan kerugian secara sosial, ekonomi, dan politik
sehingga mendesak untuk segera ditangani. Oleh karenanya pengalokasian
tugas fungsi yang berkaitan dengan penyelesaian tenurial kehutanan,
merupakan salah satu prioritas dalam penataan organisasi.
Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional selama ini berperan
sebagai lembaga yang koordinatif, sementara itu yang diperlukan adalah
pembangunan kehutanan yang berbasis ekosistem regional. Oleh karenanya
Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional akan diposisikan

sebagai regional planner dalam bidang kehutanan, berikut fasilitasi untuk


mengaplikasikannya.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas tugas pemasaran hasil hutan
adalah, diperlukan penanganan tugas yang berkaitan dengan sertifikasi
hasil hutan. Informasi sertifikasi hasil hutan sangat diperlukan oleh Negaranegara pengimpor hasil hutan yang telah menerapkan green market, seperti
Jepang, Amerika, dan negara Uni Eropa. Penataan tugas yang berkaitan
dengan lincencing information unit merupakan prioritas untuk segera
dibenahi.
2.

Ketatalaksanaan, masih belum mencerminkan sistem ketatalaksanaan yang


transparan, akuntabel, dan terstandarisir. Sistem prosedur kerja saat ini
telah tersedia pada masing-masing unit kerja akan tetapi belum secara
keseluruhan dilakukan secara elektronik (e-government). Saat ini telah
diterbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.02/Menhut-II/2011
tentang Pedoman Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi
Kebijakan Publik di Lingkungan Kementerian Kehutanan, yang baru pada
tahapan penyebarluasan.

3.

Peraturan Perundang-undangan yang tidak harmonis, tumpang tindih,


inkonsisten, dan multitafsir. Peraturan yang kurang harmonis dengan
peraturan bidang kehutanan adalah yang berkaitan dengan antara UU No.
41 Tahun 1999 dengan UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, juga UU
No. 41 Tahun 1999 dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Persoalan lainnya masih belum konsistennya dan multi tafsir dari peraturan
yang berkaitan dengan karbon hutan.

4.

Sumberdaya Manusia Aparatur Kehutanan saat ini mencapai 17.456 orang


yang tersebar pada 9 (sembilan) unit eselon I. Sumberdaya Manusia
Kehutanan tersebut teralokasikan pada tingkat Kementerian (3.683 orang),
pada UPT (13.773 orang), dan diperbantukan pada BUMN (210 orang).
Sekitar 60,40 % Sumberdaya Manusia Kehutanan memiliki kualifikasi
tingkat pendidikan menengah ke bawah. Permasalahan umum yang terjadi
yang berkaitan dengan Sumberdaya Manusia Kehutanan adalah distribusi
pegawai belum sesuai dengan beban tugas, kompetensi pegawai belum
sesuai dengan kompetensi jabatan, ketimpangan dalam pengisian jabatan,
dan masih banyaknya tenaga honorer dengan kompetensi rendah;

5.

Pengawasan masih lemah dikarenakan sistem pengendalian internal masih


belum efektif. Akibat dari belum efektifnya sistem pengendalian internal
tersebut masih ditemukan kelemahan administrasi, masih adanya hambatan
dalam pelaksanaan tugas fungsi, penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran, pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan,
pelanggaran prosedur kerja, dan masih adanya kejadian-kejadian yang
merugikan negara.

6.

Pelayanan Publik yang belum mampu memenuhi harapan publik. Salah satu
tugas dan fungsi Kementerian Kehutanan adalah melaksanakan pelayanan
publik. Pelayanan publik yang dilakukan Kementerian Kehutanan
2

berdasarkan jenisnya terdapat sekitar 59 buah, mulai dari pemberian


perizinan usaha hingga kepada pencadangan areal kerja. Proses pemberian
pelayanan publik masih terkesan lambat dan berbelit-belit, dan belum
dilaksanakan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan. Untuk
penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu waktu yang diperlukan
antara 2 3 tahun, demikian juga untuk penerbitan izin pinjam pakai
kawasan hutan bisa mencapai 3 tahun. Situasi ini yang mengakibatkan in
efisien. Peningkatkan kualitas pelayanan publik akan diupayakan dengan
mengembangkan pelayanan yang berbasis elektronik untuk jenis-jenis
pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (hutan alam dan hutan
tanaman), penggunaan kawasan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan
untuk pengadaan barang/jasa.
7.

Akuntabilitas kinerja masih lemah yang ditunjukan masih belum


melembaganya sistem kinerja (yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, pelaporan) sampai kepada unit organisasi terkecil. Akuntabilitas
kinerja masih sebatas kepada unit organisasi pada tingkat Kementerian.
Perbaikan akuntabilitas diarahkan untuk berjalannya sistem akuntabilitas
kinerja organisasi yang efektif sampai kepada unit organisasi terkecil
(SATKER).

8.

Pola pikir dan budaya kerja yang tidak efisien, tidak efektif, tidak produktif,
tidak profesional, dan belum melayani masyarakat. Budaya kerja organisasi
masih bersifat paternalistik, sehingga belum mampu mengantisipasi
perubahan lingkungan global. Dalam era globalisasi organisasi Kementerian
Kehutanan dituntut untuk selalu melakukan inovasi, sehingga organisasi
Kementerian Kehutanan harus menjadikan pengetahuan sebagai asset
utama, kreativitas design serta kapabilitas kunci, serta perubahan peran
manajerial sebagai kebutuhan. Oleh karenanya budaya kerja organisasi
harus mengalami perubahan dari paternalistik ke arah organisasi
pembelajaran (learning organization).

Untuk meningkatkan kinerja birokrasi di lingkungan Kementerian


Kehutanan, perlu dilakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi di
lingkungan Kementerian Kehutanan merupakan keharusan karena perbaikan
kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam aspek-aspek
sosial, politik, ekonomi, dan ekologi.
Secara konseptual, reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan
diarahkan kepada debirokratisasi organisasi, perbaikan bisnis proses, serta
peningkatan kemampuan sumber daya manusia aparatur. Melalui proses
reformasi birokrasi seperti ini diharapkan pada tahun 2014 akan terwujud
birokrasi Kementerian Kehutanan yang efisien, efektif, profesional, dan
akuntabel.

B.

Maksud dan Tujuan

Road Map Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan ini


dimaksudkan sebagai arah pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan
Kementerian Kehutanan secara sistematis dan konsisten untuk periode tahun
2011 - 2025.
Tujuan Road Map Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Kehutanan
adalah untuk mewujudkan birokrasi Kementerian Kehutanan yang profesional,
berintegritas, akuntable, transparan serta berorientasi melayani masyarakat.

II. KONDISI BIROKRASI


A. Pelayanan Publik
Misi pokok Kementerian Kehutanan adalah menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan tugas pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian
Negara. Obyek yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan meliputi sumberdaya
hutan baik yang berada dalam hutan negara (kawasan hutan), hutan hak (hutan
milik), sumberdaya lahan pada daerah aliran sungai (DAS), serta
keanekaragaman hayati yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya
alam tersebut memiliki berbagai manfaat yang dirasakan oleh publik baik
langsung maupun tidak langsung. Manfaatnya dirasakan bukan oleh hanya
masyarakat setempat, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat regional, nasional,
bahkan internasional. Dengan demikian maka pelayanan publik merupakan
salah satu tugas dan fungsi yang melekat dalam menjalankan misi pokok
Kementerian Kehutanan.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat 54
jenis pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan, mulai
dari perizinan penggunaan kawasan hutan, pemanfaatan hutan, pemanfaatan
hasil hutan, hingga kepada perizinan masuk kawasan hutan. Selain pelayanan
publik seperti tersebut diatas, terdapat pelayanan publik yang akan berkembang
di masa yang akan datang adalah pemanfaatan jasa lingkungan seperti
pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan, serta pemanfaatan hutan untuk
konservasi karbon.
A.1. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan
sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan
kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan, dengan
mempertimbangkan batasan luas, jangka waktu tertentu dan kelestarian
lingkungan. Penggunaan kawasan hutan diberikan berdasarkan izin pinjam
pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
Penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kehutanan
diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008
tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari
Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar
Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan, Peraturan
Presiden Nomor 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah, dan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan.
5

Penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan


kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang
mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakan meliputi: (a) religi;
(b) pertambangan; (c) instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik
serta teknologi energi baru dan terbarukan; (d) pembangunan jaringan
komunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; (e) jalan
umum, jalan tol, dan jalan kereta api; (f) sarana transportasi yang tidak
dikatagorikan sebagai transportasi umum untuk pengangkutan hasil
produksi; (g) sarana prasarana sumberdaya air, pembangunan jaringan
instalasi air, dan saluran air bersih atau air limbah; (h) fasilitas umum; (i)
industri terkait kehutanan; (j) pertahanan dan keamanan; (k) sarana
penunjang keselamatan umum; dan (l) penampungan sementara korban
bencana alam.
Tata waktu penyelesaian penerbitan persetujuan prinsip penggunaan
kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan survei
dan eksplorasi paling lama 125 hari kerja, dan tata waktu penyelesaian izin
pinjam pakai kawasan hutan (kegiatan operasi produksi) paling lama 215
hari kerja.
Sampai dengan tahun 2010 telah diterbitkan persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan sebanyak 502 unit pada areal seluas 359.430,32
hektar, izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi sebanyak 245 unit
pada areal seluas 1.505.312,68 hektar, dan izin pinjam pakai kawasan hutan
sebanyak 302 unit pada areal seluas 243.127,88 hektar.
A.2. Pelepasan Kawasan Hutan
Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional yang tidak
terpisahkan, Kementerian Kehutanan telah mengalokasikan sebagian hutan
produksi yang dapat dikonversi untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan. Perubahan peruntukan kawasan hutan produksi yang
dapat dikonversi bagi pembangunan nasional dilakukan melalui mekanisme
pelepasan kawasan hutan.
Pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi diatur dalam
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan
Produksi yang Dapat Dikonversi jis Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.17/Menhut-II/2011 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.44/Menhut-II/2011.
Pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan antara lain untuk penempatan korban bencana alam,
waduk dan bendungan, fasilitas pemakaman, fasilitas pendidikan, fasilitas
keselamatan umum, rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat,
6

kantor Pemerintah dan/atau pemerintah daerah, pemukiman dan/atau


perumahan, transmigrasi, bangunan industri, pelabuhan, bandar udara,
stasiun kereta api, terminal, pasar umum, pengembangan/pemekaran
wilayah, pertanian tanaman pangan, budidaya pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan, atau sarana olah raga. Secara normatif proses
penyelesaian pelepasan kawasan hutan paling lama 306 hari, di mana 155
hari kerja diselesaikan di Kementerian Kehutanan sedangkan sisanya
diselesaikan di tingkat Pemerintah Daerah. Dalam kenyataannya, untuk
menerbitkan satu izin tersebut memerlukan waktu yang bervariasi antara
600 900 hari kerja. Hal ini dikarenakan rangkaian prosesnya cukup
panjang, yang dimulai dari tingkat pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
provinsi, dan yang terakhir di tingkat Kementerian Kehutanan.
Sampai dengan tahun 2010 telah diterbitkan persetujuan prinsip
pelepasan kawasan hutan sebanyak 301 unit pada areal seluas 4.638.292,29
hektar, dan keputusan pelepasan kawasan hutan sebanyak 559 unit pada
areal seluas 4.991.883,56 hektar.
A.3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam, Restorasi
Ekosistem dan Hutan Tanaman Industri
Sampai dengan tahun 2009, terdapat 304 perusahaan yang memiliki izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam, dengan areal
mencakup 25,77 juta hektar, dengan jatah produksi 9,1 juta m3per tahun.
Terdapat 231 perusahaan (206 izin definitif dan 25 izin sementara) yang
telah memiliki izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman dengan
areal 9,16 juta ha dan dengan realisasi tanaman seluas 4,31 juta ha.
Proses penerbitan perizinan pemanfatan hasil hutan kayu pada hutan
alam, hutan tanaman (baik hutan tanaman industri maupun hutan tanaman
rakyat), dan pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem, diawali
dengan Rekomendasi Bupati/Walikota dan Rekomendasi Gubernur, yang
akhirnya bermuara kepada penerbitan izin oleh Menteri Kehutanan. Total
waktu yang diperlukan untuk seluruh proses penerbitan perizinan
pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam maupun hutan tanaman adalah
sekitar 253 hari kerja.
Kenyataannya, proses penerbitan rekomendasi dari kepala daerah
hingga terbitnya izin definitif membutuhkan waktu antara 491 938 hari
kerja. Proses penerbitan izin tersebut termasuk dengan proses penilaian
analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang memerlukan waktu
150 180 hari. Apabila waktu untuk proses AMDAL ditiadakan, maka
waktu yang diperlukan untuk proses penerbitan IUPHHK adalah 152 hari
kerja, namun pada prakteknya membutuhkan waktu antara 311 758 hari
kerja.

Proses perizinan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam memiliki


tiga tahapan, yaitu tahapan di Pemerintahan Kabupaten/Kota untuk
kegiatan pemberian rekomendasi dan proses AMDAL, tahapan di
Pemerintah Provinsi untuk proses rekomendasi Gubernur, dan tahapan di
Kementerian Kehutanan untuk proses perijinannya. Di Kementerian
Kehutanan sendiri, proses tersebut memiliki 3 (tiga) tahap yaitu izin prinsip
(SP1), SP2, dan izin definitif (SP3).
Untuk sampai pada tahap SP1, diperlukan telahaan terhadap berbagai
kelengkapan administrasi dan persyaratan teknis. Setelah kelengkapan
administrasi dan persyaratan teknis dipenuhi, proses selanjutnya adalah
diterbitkan Surat Perintah kepada pemohon untuk melaksanakan AMDAL.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan AMDAL bervariasi antara 150
180 hari kerja, dan pada beberapa kasus bisa lebih lama lagi.
Setelah dokumen AMDAL disetujui oleh Tim Daerah, maka dokumen
AMDAL disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan,
guna diterbitkan SP2 yaitu surat yang ditujukan kepada Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan untuk menerbitkan Working Area Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan working area mencapai 36 60 hari kerja.
Setelah Working Area diterbitkan oleh Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan, maka Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan akan
memproses penerbitan Keputusan Menteri tentang Pemberian Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. Setelah diterbitkan Surat Keputusan
Pemberian Izin Usaha, pemohon wajib membayar iuran izin pemanfaatan
hasil hutan kayu kepada Pemerintah. Setelah iuran izin tersebut dilunasi
oleh pemohon (bukti setor kepada Bank yang ditunjuk), barulah Izin
definitif tersebut diberikan kepada pemohon (SP3). Rangkaian proses
pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam seperti ini
membutuhkan waktu yang relatif lama.
A.4. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat
Pemberian izin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
rakyat diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.23/MenhutII/2007 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat Dalam Hutan Tanaman jo. No.
P.5/Menhut-II/2008. Izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman
rakyat dimaksudkan untuk mendorong dan meningkatkan enterpreunership
masyarakat lokal melalui usaha hutan tanaman, yang alokasi arealnya
maksimum 15 ha/KK. Sampai pertengahan tahun 2011 telah dicadangkan
areal hutan tanaman rakyat seluas 650.663 ha, dan telah diterbitkan izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat (definitif) untuk
areal seluas 126.978 ha.

Terdapat 2 (dua) tahapan kegiatan penerbitan perizinan pemanfaatan


hasil hutan kayu hutan tanaman rakyat, yaitu tahapan pencadangan areal
oleh Menteri Kehutanan, dan tahapan pemberian izin yang diterbitkan oleh
Bupati. Prosedur pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan
tanaman rakyat adalah sebagai berikut:
A.4.1. Tahapan Pencadangan Areal
Tahap pencadangan areal diawali dengan arahan indikatif lokasi
hutan tanaman rakyat per provinsi yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Planologi Kehutanan, yang disampaikan kepada Bupati.
Berdasarkan arahan indikatif tersebut, Kepala Dinas Kehutanan
Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan teknis kepada Bupati,
setelah terlebih dahulu mendapat asistensi perpetaan dari Balai
Pemantapan Kawasan Hutan. Berdasarkan pertimbangan teknis dari
Kepala
Dinas
Kehutanan
Kabupaten/Kota,
selanjutnya
Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana pembangunan hutan
tanaman rakyat kepada Menteri Kehutanan dengan dilampiri peta 1 :
50.000.
Atas dasar usulan Bupati/Walikota, Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan dan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan melakukan
verifikasi peta usulan dan melakukan verifikasi teknis administratif.
Apabila hasil verifikasinya dianggap layak, maka Direktorat Jenderal
Bina Usaha Kehutanan menyiapkan konsep peta pencadangan areal
hutan tanaman rakyat, untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
Kehutanan. Selanjutnya, peta areal pencadangan yang telah ditetapkan
Menteri Kehutanan tersebut disampaikan kepada Bupati guna diproses
pemberian izin definitifnya.
A.4.2. Tahapan Pemberian Izin
Proses pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan
tanaman rakyat diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai areal yang akan dialokasikan untuk pembangunan hutan
tanaman rakyat. Selanjutnya, pemohon melengkapi persyaratannya
berupa keterangan dari Kepala Desa, dan pembuatan sketsa areal yang
dimohon, yang difasilitasi oleh penyuluh kehutanan atau pejabat yang
ditunjuk. Setelah kelengkapan persyaratan dipenuhi, selanjutnya
pemohon melalui Kepala Desa mengajukan permohonan kepada
Bupati/Walikota. Kepala Desa melakukan verifikasi terhadap
keabsahan permohonan, yang selanjutnya memberikan rekomendasi
kepada Bupati/Walikota.
Paralel dengan proses sosialisasi, Balai Pemantauan Pemanfaatan
Hutan Produksi melakukan verifikasi persyaratan administratif dan
sketsa peta areal kerja yang dimohon berkoordinasi dengan Balai
9

Pemantapan Kawasan Hutan. Proses selanjutnya Balai Pemantauan


Pemanfaatan Hutan Produksi memberikan pertimbangan teknis
kepada Bupati. Atas dasar pertimbangan teknis Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi dan hasil verifikasi Kepala Desa,
selanjutnya Bupati menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu hutan tanaman rakyat.
Tahapan pemberian izin tersebut terkesan panjang rentang
kendalinya bahkan dalam hal verifikasi terjadi duplikasi antara yang
dilakukan Kepala Desa dengan yang dilakukan Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi. Demikian juga dalam hal persyaratan
permohonan yang terkait dengan pembuatan sketsa areal, yang mana
prosesnya harus difasilitasi penyuluh atau pejabat yang ditunjuk.
Sketsa areal kerja tersebut diverifikasi oleh Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan.
A.5. Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas
dan pemberian akses kepada masyarakat setempat untuk mengelola hutan
secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat
setempat. Dengan lain perkataan bahwa kebijakan hutan kemasyarakatan
adalah kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan
masyarakat lokal melalui pemberian akses untuk mengelola hutan negara
sesuai prinsip pengelolaan hutan secara lestari. Bentuk pemberian akses
kepada masyarakat tersebut dalam bentuk pemberian izin usaha
pemanfaatan hutan kemasyarakatan. Pemberian izin usaha pemanfaatan
hutan kemasyarakatan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan yang
disempurnakan dengan P.18/Menhut-II/2009 dan yang terakhir dengan
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.13/Menhut-II/2010.
Hingga saat ini tercatat areal yang telah ditetapkan sebagai areal kerja
hutan kemasyarakatan seluas 172.214,36 ha, dan yang telah diberikan
IUPHKm secara definitif kepada kelompok masyarakat seluas 35.130,55 ha.
Hingga pertengahan tahun 2011 terdapat kawasan hutan seluas 276.185,02
ha yang sedang dalam proses verifikasi untuk ditetapkan sebagai areal kerja
hutan kemasyarakatan, dan seluas 102.503,94 ha telah selesai diverifikasi
untuk ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri
Kehutanan.
A.5.1. Tahapan Penetapan Areal Kerja
Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan didahului dengan
peran pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai melakukan koordinasi dengan UPT Kementerian
10

Kehutanan terkait dan Pemerintah Daerah untuk menentukan calon


areal kerja HKm dan memfasilitasi masyarakat setempat untuk
membuat permohonan. Proses berikutnya, masyarakat setempat
dengan melampirkan peta skala 1 : 50.000 dan deskripsi wilayah
mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota, untuk selanjutnya
oleh Bupati/Walikota diusulkan kepada Menteri Kehutanan.
Tahapan berikutnya Menteri Kehutanan menugaskan Direktur
Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial untuk
melakukan verifikasi terhadap usulan Bupati/Walikota. Verifikasi
dilakukan oleh Tim yang dibentuk Direktur Jenderal Bina Pengelolaan
DAS dan Perhutanan Sosial, untuk melakukan pencermatan kepastian
lahan bebas dari segala hak/izin serta kesesuaian dengan fungsi
kawasan.
Berdasarkan hasil verifikasi, Tim dapat menolak atau menerima
seluruh atau sebagian usulan penetapan areal kerja hutan
kemasyarakatan. Apabila ditolak maka Tim membuat surat penolakan
yang ditujukan kepada Bupati/Walikota. Apabila hasil verifikasi
diterima, maka diproses lebih lanjut guna ditetapkan sebagai areal
kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan. Hasil penetapan
areal kerja tersebut disampaikan kepada Bupati/Walikota, dan
selanjutnya Bupati/Walikota menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan
Hutan Kemasyarakatan kepada pemohon.
A.5.2. Tahapan Pemberian Izin
Berdasarkan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan yang telah
ditetapkan oleh Menteri, maka Bupati menerbitkan izin usaha
pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada kelompok masyarakat
yang mengajukan tersebut. Apabila telah mendapatkan izin usaha
pemanfaatan hutan kemasyarakatan, pemegang izin usaha telah
memperoleh kepastian akan areal kerjanya, akan tetapi pemegang izin
belum dapat memanfaatkan hasil hutan berupa kayu, yang dapat
dimanfaatkan hanyalah hasil tanaman sela (tumpangsari), serta
kegiatan penanaman terhadap areal kerjanya.
Apabila pemegang izin usaha akan memanfaatkan kayunya, maka
pemegang izin usaha harus mengajukan izin pemanfaatan hasil hutan
kayu hutan kemasyarakatan. Situasi seperti ini terkesan bahwa upaya
untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat terkendala dengan
peraturan yang ada (Peraturan Pemerintah No. 6/2007), disisi lain
pemberian izin pemanfaatan hasil hutan kayu yang diperuntukkan
bagi pelaku usaha menengah keatas cukup dengan 1 (satu) tahapan
izin dan sudah bisa langsung memanfaatkan kayunya.

11

A.6. Izin Pengelolaan Hutan Desa


Pemberian izin pengelolaan hutan desa diatur berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa yang
disempurnakan dengan P.14/Menhut-II/2010. Proses pemberian izin
pengelolaan hutan desa sama dengan proses pemberian izin usaha
pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan, yaitu melalui 2 (dua) tahapan proses,
yaitu tahapan pencadangan areal oleh Menteri Kehutanan dan tahapan
pemberian izin yang diterbitkan oleh Gubernur. Yang membedakan dengan
hutan kemasyarakatan adalah bentuk izinnya, yang mana untuk hutan desa
adalah hak pengelolaan hutan desa yang diberikan kepada lembaga desa.
Proses untuk untuk pemanfaatan kayunya dilakukan dalam 2 (dua) tahap
perijinan seperti halnya hutan pada hutan kemasyarakatan.
A.6.1. Tahapan Penetapan Areal Kerja
Pengembangan kegiatan hutan desa dilandasi oleh upaya
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Upaya yang dilakukan pemerintah yang dilakukan oleh Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang berkoordinasi dengan UPT
Kementerian Kehutanan terkait dan Pemerintah Daerah untuk
menentukan calon areal kerja hutan desa dan memfasilitasi masyarakat
setempat untuk membuat permohonan. Proses berikutnya, masyarakat
setempat mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota dengan
dilampiri peta skala 1 : 50.000 dan deskripsi wilayah. Selanjutnya
Bupati/Walikota mengusulkan permohonan tersebut kepada Menteri
Kehutanan.
Tahapan berikutnya, Menteri Kehutanan menugaskan Direktur
Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial untuk
melakukan verifikasi terhadap usulan Bupati/Walikota. Verifikasi
dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Bina
Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, untuk melakukan
pencermatan kepastian bahwa areal yang dimohon bukan merupakan
areal yang telah dibebani hak/izin, serta kesesuaian tujuan
permohonan tersebut dengan fungsi kawasan.
Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, Tim dapat menolak atau
menerima seluruh atau sebagian usulan penetapan areal kerja hutan
desa. Apabila ditolak, maka Tim membuat surat penolakan yang
ditujukan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada
Gubernur. Apabila hasil verifikasi diterima, maka permohonan
tersebut diproses lebih lanjut guna penetapan areal kerja hutan desa
oleh Menteri Kehutanan. Hasil penetapan areal kerja tersebut
disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota guna diterbitkan
Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada pemohon.

12

A.6.2. Tahapan Pemberian Izin


Lembaga Desa mengajukan permohonan Hak Pengelolaan Hutan
Desa kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota dengan melampirkan
persyaratan :
1. Peraturan desa tentang penetapan lembaga desa;
2.

Surat pernyataan dari Kepala Desa yang diketahui Camat


bahwa areal yang dimohon termasuk kedalam wilayah
administrasi desa yang bersangkutan;

3.

Luas areal kerja yang dimohon;

4.

Rencana kegiatan dan bidang usaha lembaga desa.

Bupati/Walikota meneruskan permohonan Hak Pengelolaan


Hutan Desa ke Gubernur dengan melampirkan surat rekomendasi
yang menerangkan bahwa Lembaga Desa yang bersangkutan telah: (a)
Mendapatkan fasilitasi; (b) Siap mengelola hutan desa; (c) Areal
kerjanya telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
Proses selanjutnya Gubernur melakukan verifikasi atas
permohonan yang dikirimkan oleh Bupati/Walikota. Terhadap hasil
yang tidak memenuhi syarat, Gubernur menyampaikan surat
pemberitahuan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.
Terhadap verifikasi yang memenuhi syarat, Gubernur menerbitkan
hak pengelolaan hutan desa dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian
Hak Pengelolaan Hutan Desa, dengan tembusan kepada Menteri
Kehutanan dan Bupati/Walikota yang bersangkutan.
A.7. Izin Masuk Kawasan Konservasi
Salah satu layanan publik yang disediakan oleh Kementerian Kehutanan
kepada masyarakat adalah memberikan izin masuk kawasan konservasi
(kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru), disingkat
Simaksi. Jenis kegiatan masuk kawasan konservasi meliputi kegiatan
penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan,
pembuatan film, pembuatan foto, ekspedisi, dan jurnalistik.
Tata cara memasuki kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,
dan taman buru diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Izin untuk kegiatan memasuki
kawasan konservasi bagi warga negara asing dengan tujuan lokasi yang
berada didalam wilayah kerja 2 (dua) Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau
lebih diterbitkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal PHKA. Izin untuk
memasuki kawasan konservasi bagi warga negara Indonesia, dan bagi
warga negara asing dengan tujuan lokasi yang berada didalam wilayah kerja
1 (satu) UPT diterbitkan oleh Kepala UPT yang bersangkutan (UPT
Konservasi Sumber Daya Alam/ Taman Nasional).
13

A.8. Izin Pengusahaan Pariwisata Alam


Proses pemberian perizinan pengusahaan pariwisata alam diatur
dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.48/Menhut-II/2010. Secara
normatif waktu yang diperlukan untuk menerbitkan Izin Pengusahaan
Pariwisata Alam adalah sekitar 60 hari kerja, yang prosesnya diawali
dengan permohonan dari pemohon kepada Menteri Kehutanan.
Atas permohonan tersebut, Menteri menugaskan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk melakukan penilaian
teknis maupun administratif. Apabila hasil penilaian tersebut dapat diterima
maka proses permohonan dilanjutkan, sedangkan bila hasil penilaiannya
berupa tidak memenuhi persyaratan maka permohonan tersebut
dikembalikan lagi kepada pemohon.
Berdasarkan hasil penilaian, selanjutnya Direktur Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam memberikan pertimbangan teknis kepada
Menteri Kehutanan. Proses berikutnya berdasarkan pertimbangan teknis
tersebut Menteri Kehutanan menerbitkan izin prinsip.
Setelah izin prinsip diterbitkan, selanjutnya Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menerbitkan SPP-IUPJSWA
(Surat perintah bayar IUPJSWA) kepada pemohon. Setelah melunasi
IUPJSWA, maka Menteri kehutanan akan menerbitkan izin definitif
Pengusahaan Pariwisata Alam. Namun apabila dalam waktu 1 (satu) tahun
pemohon tidak memenuhi kewajiban membayar SPP IUPJSWA, maka
persetujuan prinsip akan dibatalkan.
Pemanfaatan jasa lingkungan utamanya difokuskan pada 50 Taman
Nasional. Hal ini sejalan dengan implementasi 6 program prioritas
Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014. Taman Nasional selain sebagai
habitat keanekaragaman hayati, juga pada umumnya merupakan wilayah
yang memberikan pengaruh besar terhadap tata air, yang tentunya
diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal terhadap
perekonomian secara berkelanjutan. Potensi permintaan pasar terhadap jasa
lingkungan hutan sangat tinggi, sebagai contoh adalah permintaan terhadap
penyimpanan dan penyerapan karbon sebesar 8.200 juta ton CO2 dengan
nilai sebesar US $ 8.400 milyar.
Total nilai ekonomi Taman Nasional dari potensi pemanfaatan jasa
lingkungan adalah Rp. 596,5 trilyun/tahun dengan potensi PNBP sebesar
Rp. 7,9 trilyun/tahun. Untuk mewujudkan target penerimaan PNBP
tersebut diperlukan investasi total sebesar Rp. 26 trilyun/tahun baik dari
pemerintah maupun swasta, penyediaan tenaga profesional sebanyak 21.917
orang untuk 19 TN Mandiri, serta 2.319 orang untuk 31 TN yang dikelola
dengan skenario business as usual. Disamping itu, dibutuhkan dana
tambahan dari APBN untuk pengelolaan Taman Nasional sebesar Rp. 7,5
trilyun/tahun. Untuk itu, Kementerian Kehutanan telah membuka
14

kesempatan pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi baik di


kawasan pelestarian alam (KPA) maupun di kawasan suaka alam (KSA),
melalui revisi PP 68 tahun 1998 menjadi PP 28 tahun 2011 tentang KSA dan
KPA. Pemanfaatan jasa lingkungan tersebut antara lain adalah pemanfaatan
jasa lingkungan air (massa, panas, energi), geotermal, dan karbon.
A.9. Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan dalam bentuk
pengkajian, penelitian dan pengembangan, penangkaran, perdagangan,
peragaan, pertukaran, budidaya tanaman obat-obatan, pemeliharaan untuk
kesenangan, dan perburuan (PP No. 8 Tahun 1999 pasal 3). Kebijakan
pemanfaatan spesies tumbuhan dan satwa liar lebih ditekankan pada upaya
konservasi ex-situ.
Konservasi ex-situ merupakan pengelolaan keanekaragaman hayati di
luar habitat alamnya untuk mendukung konservasi in-situ. Bagi jenis-jenis
yang telah terancam punah, maka konservasi ex-situ sangat diperlukan
sebagai pembantu untuk memulihkan populasi dengan reintroduksi hasil
penangkaran ke habitat alaminya. Untuk konservasi tumbuhan, di beberapa
tempat telah dilakukan upaya pengkayaan tanaman (enrichment planting).
Selain itu, upaya penangkaran untuk jenis-jenis langka yang permintaannya
tinggi, maka konservasi ex-situ ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan pasar
disamping sebagai penyangga agar tekanan terhadap populasi di alam dapat
dikurangi.
Dalam kaitan dengan tujuan tersebut, Kementerian Kehutanan
mempunyai misi untuk menyelamatkan sumberdaya alam tersebut agar
tidak punah, sehingga pemangku kepentingan (stakesholders) lainnya, baik
pemerintah maupun dunia usaha dan organisasi non pemerintah dapat
mengembangkannya untuk berbagai kepentingan bagi kesejahteraan
masyarakat. Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dan Peraturan Pemerintah No.
8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar,
konservasi ex-situ dilakukan dalam bentuk pengembangbiakan jenis di luar
habitat alami antara lain melalui kegiatan penangkaran dan budidaya
tumbuhan obat, dan pengembangbiakan di lembaga-lembaga konservasi.
Saat ini telah tercatat 323 unit penangkaran dan 48 unit lembaga konservasi.
Dalam Rencana Strategis Ditjen PHKA 2010 2014, kegiatan
penangkaran dan pemanfaatan TSL diharapkan meningkat sebanyak 5%.
Kenaikan 5% itu diterjemahkan sebagai peningkatan jumlah unit
penangkaran dan jenis yang ditangkarkan, jumlah unit lembaga konservasi,
jumlah unit pengelolaan perburuan, dan jumlah unit pengedar tumbuhan
dan satwa liar sebesar masing-masing 5%, yang pada gilirannya berimplikasi
pada peningkatan perolehan devisa negara.

15

Pengembangan sistem basis data lembaga konservasi dalam rangka


tertib administrasi dan kemudahan pengawasan keberadaan fisik satwa liar
di Lembaga Konservasi termasuk pengenalan program International Species
Inventory System (ISIS program) juga tengah dilakukan, serta penetapan 20
(dua puluh) orang studbook keeper nasional untuk spesies terancam punah
prioritas (14 spesies) yang akan ditingkatkan populasinya.
Selain kegiatan pemberian perizinan-perizinan tersebut, terdapat bentuk
pelayanan publik lainnya yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan seperti
pengesahan rencana karya usaha pemanfaatan hasil hutan, penerbitan izin usaha
industri pengolahan hasil hutan, perizinan angkut tumbuhan dan satwa liar,
perizinan di bidang perbenihan tanaman hutan, dan perizinan yang berkaitan
dengan penangkaran tumbuhan dan satwa liar.
Dari keseluruhan pelayanan publik yang diterbitkan oleh Kementerian
Kehutanan, secara keseluruhan masih dilakukan dengan menggunakan
paradigma tradisional yang mana prosesnya terkesan berbelit-belit dan rantainya
panjang. Situasi seperti ini diakibatkan masih rendahnya kualitas aparatur
penyelenggara pelayanan publik terhadap makna pelayanan publik itu sendiri.
Prinsip pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan belum
sepenuhnya merujuk kepada prinsip-prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian
waktu, akurasi, dan keamanan, serta belum didukung oleh sarana prasarana
pelayanan publik yang memadai.
Makna pengaturan pelayanan publik di lingkungan Kementerian Kehutanan
pada dasarnya adalah untuk menjamin agar distribusi manfaat sumberdaya
hutan teralokasikan kepada masyarakat secara berkeadilan. Makna tersebut
tentunya akan berimplikasi kepada harus diterapkannya prinsip better service dan
memenuhi persyaratan Good Governance dalam pelayanan publik di lingkungan
Kementerian Kehutanan.
B. Tugas Umum Pemerintahan
Disamping tugas yang berkaitan dengan pelayanan publik dalam bentuk
perizinan-perizinan, Kementerian Kehutanan memiliki tugas pembangunan
dalam rangka meningkatkan kualitas dan fungsi hutan, serta kualitas daerah
aliran sungai agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Permasalahan pokok di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan
adalah yang berkaitan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), yang diindikasikan dari opini atas laporan keuangan. Sejak
tahun 2003 sampai dengan tahun 2008, laporan keuangan Kementerian
Kehutanan mendapatkan opini Disclaimer, namun pada tahun 2009 dan 2010
Laporan Keuangan Kementerian Kehutanan telah memperoleh predikat Wajar
Dengan Pengecualian (WDP).

16

Persoalan dalam pelaksanaan APBN adalah karena sistem informasi


manajemen akuntansi Kementerian Kehutanan yang terkait dengan barang milik
negara, belum sepenuhnya dipahami.
C. Persoalan yang dihadapi
Dari gambaran tersebut maka persoalan mendasar dalam birokrasi di
Kementerian Kehutanan adalah pelayanan publik maupun pelayanan umum
belum dilakukan secara optimal. Situasi ini diindikasikan dengan berkurangnya
investasi dalam usaha bidang kehutanan, serta menurunnya kualitas hutan.
Persoalan tersebut dipicu oleh kelembagaan yang belum tepat antara ukuran
dengan fungsi, sistem ketatalaksanaan dalam bidang layanan publik maupun
layanan umum yang belum optimal, sumberdaya manusia yang rendah
kompetensinya, dan sistem reward/punishment yang belum diimplementasikan
secara konsekuen, merupakan faktor pendorong terjadinya praktek birokrasi
yang tidak sesuai prinsip-prinsip good governance.
D. Langkah-langkah Pembenahan
Untuk mengatasi persoalan birokrasi Kementerian Kehutanan, akan
dilakukan pembenahan secara sistimatik, sistemik, terintegrasi dan
berkesinambungan, meliputi 8 (delapan) area perubahan, yaitu:
D.1. Penataan Organisasi
Organisasi diarahkan meningkatnya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
tugas dan fungsi dan terhindarkannya duplikasi tugas dan fungsi yang dapat
mendorong percepatan reformasi birokrasi. Indikator kinerja kegiatan adalah
tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja yang tepat fungsi dan tepat
ukuran (right sizing), dan terbentuknya unit organisasi yang menangani
pelayanan perizinan secara online.
Penataan organisasi dilakukan dengan cara penataan tugas, yang
meliputi penataan tugas yang berkaitan dengan penanganan konflik tenurial,
penanganan sertikasi produk hasil hutan (lincencing information unit), serta
peningkatan peran dan fungsi Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan
Regional sebagai regional planner, penerapan regional planning, dan sebagai
fasilitator dalam rangka harmonisasi pelaksanaan tugas antara Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Penataan organisasi juga dilakukan dengan menata kembali sistem sarana
dan peralatan Kehutanan, sehingga akan terintegrasi antara tugas teknis
operasional dengan sarana dan peralatan. Pembentukan Pusat Sarana dan
Peralatan Kehutanan adalah salah satu upaya meng-integrasikan kegiatan
operasi kehutanan dengan sarana dan peralatan. Juga akan dibangun
kelembagaan procurement yang berbasis elektronik.

17

Disamping melakukan penataan organisasi, juga akan dilakukan


penguatan organisasi dalam bentuk perubahan budaya kerja organisasi yang
menerapkan learning organization.
D.2. Penataan Ketatalaksanaan
Penataan ketatalaksanaan (business process) adalah kegiatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja
yang jelas, efektif, efisien dan terukur. Proses perbaikan dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen pemerintahan sehingga
meningkatkan daya saing usaha bidang kehutanan dalam pasar global.
Proses perbaikan ketatalaksanaan dilakukan dengan 2 (dua) tingkatan,
yaitu proses inti (core process), dan proses pendukung (supporting process).
Kriteria proses inti adalah sebagai berikut : (1) Berperan langsung dalam
memenuhi kebutuhan pengguna; (2) berpengaruh terhadap keberhasilan
organisasi; dan (3) memberikan respon dan memenuhi kebutuhan pengguna.
Proses pendukung (supporting process) adalah : (1) memenuhi kebutuhan
pengguna internal, para pelaku, atau fungsi di proses inti; (2) tidak memiliki
kaitan langsung dengan nilai manfaat organisasi.
Perbaikan ketatalaksanaan didasarkan kepada hasil evaluasi atas tata
laksana yang telah diimplementasikan, dan berbagai masukan dari
pemangku kepentingan. Sedangkan tujuan dari perbaikan ketatalaksanaan
adalah sebagai berikut : (1) penurunan biaya transaksi; (2) peningkatan
kualitas output; (3) peningkatan kualitas layanan publik; dan (4) peningkatan
kecepatan delivery.
Substansi kegiatan yang menjadi target proses inti (core process) penataan
ketatalaksanaan adalah berbagai jenis peraturan yang berkaitan dengan
pelayanan publik di bidang kehutanan, seperti pemberian izin pinjam pakai
kawasan hutan, izin pelepasan kawasan hutan, izin pemanfaatan hasil hutan
kayu, sampai kepada perizinan masuk kawasan konservasi.
Penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan
manajemen pemerintahan merupakan kondisi yang diyakini dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses manajemen pemerintahan
sehingga kinerjanya meningkat. Target yang ingin dicapai dari penataan
ketatalaksanaan adalah:
1.
2.

Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses


penyelenggaraan manajemen kementerian.
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen
kementerian.

18

D.3. Penataan Peraturan Perundang-undangan


Undang-undang yang menjadi landasan kerja Kementerian Kehutanan
yang utamanya adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Pelaksanaan kedua undang-undang tersebut belum sepenuhnya efektif
karena peraturan pelaksanaannya yang merupakan turunan dari kedua
undang-undang tersebut belum sepenuhnya tersedia. Peraturan
pelaksanaan yang tersedia baru kurang lebih 50% dari seharusnya.
Penyelesaian peraturan pelaksanaan dari kedua undang-undang tersebut
menjadi salah satu target dalam upaya reformasi birokrasi jangka panjang.
Harmonisasi antara UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan
UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, dan UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, akan terus dilakukan. Juga meningkatkan
harmonisasi peraturan dengan karbon hutan, akan terus dilakukan. Melalui
kegiatan penataan peraturan perundang-undangan, diharapkan tercipta
kondisi yang ideal, tidak tumpang tindih, serta harmonis satu sama lain.
Indikator kinerja pencapaiannya diukur dari 3 (tiga) unsur, yaitu : (1)
teridentifikasinya peraturan perundang-undangan; (2) teridentifikasinya
peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis; (3) teridentifikasinya
peraturan perundang-undangan yang terimplementasikan.
D.4. Penataan Sumberdaya Manusia Aparatur
Sumberdaya Manusia di Kementerian Kehutanan diarahkan pada
pengembangan aparatur yang berbasis kompetensi sehingga Kementerian
Kehutanan ke depan akan memiliki aparatur yang profesional, berintegritas
dan bertanggung jawab dan berorientasi melayani masyarakat.
Sistem rekrutmen secara transparan dan penerapan sistem reward and
punishment secara konsekuen dan konsisten menjadi prasyarat utama dalam
mensukseskan reformasi birokrasi. Keseimbangan distribusi baik dari aspek
kuantitas maupun kualitas aparatur.Target yang ingin dicapai adalah:
1.
2.
3.
4.

Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan


Sumberdaaya Manusia Aparatur.
Meningkatnya disiplin Sumberdaya Manusia Aparatur.
Meningkatnya efektivitas manajemen Sumberdaya Manusia
Aparatur.
Meningkatnya profesionalisme Sumberdaya Manusia Aparatur.

Indikator kinerja penataan sumberdaya manusia adalah : (1)


terbangunnya sistem rekrutmen yang terbuka, transparan, akuntabel dan
berbasis kompetensi; (2) tersedianya uraian dan peringkat jabatan; (3)
19

tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; (4) tersedianya peta


profil kompetensi individu; (5) tersedianya indikator kinerja individu yang
terukur; (6) tersedianya data pegawai yang mutakhir dan akurat.
D.5. Penguatan Pengawasan
Guna meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, strategi yang dikembangkan adalah
menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah di semua unit
organisasi secara konsisten dan konsekuen. Acuan dalam mengembangkan
Sistem Pengendalian Internal ini adalan Peraturan Pemerintah Nomor 60
tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Melalui
peningkatan pengawasan, diharapkan kepatuhan terhadap pengelolaan
keuangan negara menjadi lebih baik, sehingga efektivitas pembangunan
dapat lebih optimal, dan opini BPK RI terhadap laporan keuangan
Kementerian Kehutanan Tahun 2011 menjadi wajar tanpa pengecualiaan
(WTP). Hal-hal yang ingin dicapai dari program ini adalah:
1. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara.
2. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara.
3. Meningkatnya status opini BPK atas laporan keuangan.
4. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang.
D.6. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik di Kementerian Kehutanan yang saat ini masih belum
memuaskan masyarakat. Melalui reformasi birokrasi, diharapkan kualitas
pelayanan publik menjadi lebih baik, lebih cepat, lebih murah, lebih mudah,
dan aman. Standardisasi pelayanan di semua unit organisasi dengan standar
internasional merupakan langkah yang akan mendorong perbaikan
pelayanan publik.Indikator lainnya meningkatkan kepuasan masyarakat
atas layanan yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan, sehingga
terjadinya peningkatan investasi di bidang kehutanan. Indikator kinerja
kegiatan ini adalah : (1) terimplementasinya penggunaan standar pelayanan
dalam pelayanan publik; (2) terimplementasinya penggunaan SPM; (3)
peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
D.7. Peningkatan Akuntabilitas
Perbaikan akuntabilitas diarahkan untuk berjalannya sistem
akuntabilitas kinerja organisasi yang efektif sampai kepada unit organisasi
terkecil (SATKER). Indikator kinerja dari kegiatan ini adalah : (1)
peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan laporan
akuntabilitas kinerja sampai unit organisasi yang terkecil; (2) terbangunnya
sistem perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan yang mampu
mendorong tercapainya kinerja organisasi yang terukur sampai kepada unit
20

kerja terkecil; (3) tersusunnya Indikator Kinerja Utama (IKU) sampai unit
organisasi terkecil.
D.8. Pola Pikir dan Budaya Kerja
Manajemen perubahan bertujuan untuk melakukan perubahan secara
sistematis, konsekuen, dan berkelanjutan dari sistem dan mekanisme kerja
organisasi serta pola pikir dan budaya kerja baik individu maupun unit
kerja, sehingga tujuan dan sasaran reformasi birokrasi dapat dicapai dengan
baik. Terdapat dua hal yang sangat penting dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi, yaitu:
1.

Meningkatnya komitmen pimpinan dan semua pegawai dalam


melakukan reformasi birokrasi.

2.

Terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja ke arah yang


lebih baik.

Budaya kerja inovatif, produktif, efisien dan efektif akan menunjang


peningkatan capaian kinerja organisasi Kementerian Kehutanan pada era
globalisasi yang harus diisi dengan berbagai inovasi. Perubahan budaya dari
pola paternalistik kepada pola inovatif, tentunya memerlukan perubahan
paradigma dari segenap unsur organisasi.

21

III.

KONSOLIDASI RENCANA AKSI PROGRAM DAN


KEGIATAN REFORMASI BIROKRASI

Program reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan merupakan bagian


dari reformasi birokrasi nasional. Pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian
Kehutanan menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan
(administration process), dan peningkatan manajemen sumber daya manusia (sdm),
dalam rangka membangun dan atau membentuk birokrasi yang bersih, birokrasi
yang efisien, efektif dan produktif, birokrasi yang transparan dan birokrasi yang
melayani masyarakat, serta birokrasi yang akuntabel. Hal tersebut di atas
terutama didasarkan pada kesadaran, bahwa birokrasi Kementerian Kehutanan
yang ada sekarang ini masih memerlukan pembenahan, untuk mengubah
persepsi masyarakat yang negatif terhadap kinerja Kementerian Kehutanan.
Mengubah persepsi negatif di mata masyarakat memerlukan suatu pendekatan
yang sistematis, konseptual, dan visioner, serta kerjasama yang baik antara
sesama instansi pemerintah, sebagai wujud keinginan bersama untuk melakukan
perubahan dari paradigma yang berorientasi pada kekuasaan, menuju paradigma
yang berorientasi pada pelayanan publik yang dapat memuaskan masyarakat.
Reformasi birokrasi sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan di
Kementerian Kehutanan sudah dilakukan sejak 2000, namun secara terencana dan
sistimatis dimulai sejak tahun 2010. Beberapa capaian dan rencana reformasi
tersebut adalah sebagai berikut:
A.

Pencapaian Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan sudah dimulai sejak tahun


2000, tetapi secara sistematis dan terencana telah dimulai terhitung sejak tahun
2010. Sampai dengan Bulan September 2011, capaian pelaksanaan reformasi
birokrasi Kementerian Kehutanan periode 2011 2025 adalah sebagai berikut:
A.1. Capaian Rencana Quick Wins
Dari keempat agenda quick wins Kementerian Kehutanan yang telah
ditetapkan, capaian sampai dengan September 2011 sebagaimana tertuang
dalam Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Capaian Rencana Quick Wins s/d September 2011.
Quick Wins

1. Penataan Sistem

Informasi Izin
Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan

Capaian
Persen

Produk

80 %

P.50/MenhutII/2010

Dampak

Pemohon puas
Ada kejelasan
waktu
Efisien dapat
dipantau dr
22

Quick Wins

Capaian
Persen

Produk

Alam
2. Penataan Sistem

Informasi Izin
Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan
Tanaman

Dampak

website
Profesional
80 %

P 50/MenhutII/2010
Proses izin
paling lama
226 hari

Pemohon puas
Ada kejelasan
waktu
Efisien dapat
dipantau dr
website
Profesional

3. Penataan Sistem

Informasi Izin
Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
Dengan
Kompensasi
Membayar PNBP
Penggunaan
Kawasan Hutan

4. Penataan Sistem

Informasi
Pelepasan
Kawasan Hutan
untuk Budidaya
Perkebunan

75 %

P.18/MenhutII/2011
Waktu proses
sampai terbit
izin pinjam
pakai untuk
eksplorasi 125
hari
Waktu proses
sampai terbit
izin pinjam
pakai Operasi
Produksi 215
hari

75 %

P.33/MenhutII/2010 jo P.
17/MenhutII/2011.jo
44/MenhutII/2011
Waktu proses
sampai dengan
terbit
pelepasan
kawasan hutan

Kepuasan
pemohon
meningkat dengan
indikasi
meningkatnya
permohonan
Efisien dan
transparan dapat
dipantau melalui
website
Efektif dengan izin
pinjam pakai
sekaligus berlaku
sebagai izin
pemanfaatan
kayu, izin masuk
dan penggunaan
alat
Profesionalisme
unit layanan
meningkat
Kepuasan
pemohon
meningkat,
Efisien dan
transparan dapat
dipantau melalui
website
Efektif
Profesionalisme
unit layanan
meningkat
23

Quick Wins

Capaian
Persen

Produk

Dampak

155 hari
Secara keseluruhan, capaian penyelesaian rencana kegiatan yang
termasuk kedalam quick win ssampai dengan bulan September 2011 telah
dicapai 75 % dari target. Capaian tersebut memberikan dampak terhadap
beberapa pelayanan publik sebagai berikut:
1.

Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu


Hutan Alam.
Perubahan bisnis proses menjadi Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.20/Menhut-II/2007 jo. P.12/Menhut-II/2008 tentang Tata
Cara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam
Hutan Alam pada Hutan Produksi Melalui Permohonan kepada
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang
Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Restorasi
Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan
Produksi, telah meningkatkan kepastian waktu proses, efisiensi, dan
transparansi. Kejelasan waktu proses memacu kepada peningkatan
profesionalisme aparatur pelaksana layanan publik izin pemanfaatan
hasil hutan kayu hutan alam. Efisiensi dan transparansi, karena
pemohon tidak harus datang ke kantor Kementerian Kehutanan tapi
cukup dengan memantau dari website. Perbaikan yang sedang
dilakukan telah menimbulkan kepuasan di kalangan pemohon izin
pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam.

2.

Penataan Sistem Informasi Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu


Hutan Tanaman.
Perubahan bisnis proses menjadi Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.19/Menhut-II/2007 jo. P.11/Menhut-II/2008 tentang Tata
Cara Pemberian Izin dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan
Tanaman pada Hutan Produksi kepada Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan
Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Dalam Hutan Alam, Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan
Tanaman Industri pada Hutan Produksi, telah meningkatkan
kepastian waktu proses, efisiensi, dan transparansi. Kejelasan waktu
proses memacu kepada peningkatan profesionalisme aparatur
pelaksana layanan publik izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan
tanaman. Efisiensi dan transparansi, karena pemohon tidak harus
datang ke kantor Kementerian Kehutanan tapi cukup dengan
memantau dari website. Perbaikan yang sedang dilakukan telah
24

menimbulkan kepuasan di kalangan pemohon izin pemanfaatan hasil


hutan kayu hutan tanaman.
3.

Penataan Sistem Informasi Izin Pinjam Pakai kawasan hutan dengan


kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.
Perubahan bisnis proses dari Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.43/Menhut-II/2008 kepada Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan
Hutan, telah terjadi peningkatan kepastian waktu proses, dan
peningkatan efektivitas izin. Kejelasan waktu proses tersebut memicu
kepada peningkatan profesionalisme aparatur pelaksana layanan
publik Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Peningkatan efisiensi dan
transparansi, yaitu pemohon dapat memantau proses melalui website
tanpa harus datang ke kantor Kementerian Kehutanan. Peningkatan
efektivitas izin adalah satu buah izin (pinjam pakai kawasan hutan)
oleh penerima izin dapat digunakan untuk 3 (tiga) kegiatan yang
bersamaan, yaitu pinjam pakai kawasan hutan, pemanfaatan kayu,
dan pemasukan dan penggunaan alat berat untuk kegiatan
usahanya. Perubahan sistem informasi tersebut memicu kepada
peningkatan kepuasan pelanggan dalam hal ini pemohon izin pinjam
pakai.

4.

Penataan Sistem Informasi Pelepasan kawasan hutan untuk budidaya


perkebunan.
Perubahan bisnis proses dari 7 (tujuh) Peraturan Menteri
Kehutanan yang terkait dengan proses pelepasan hutan menjadi 1
(satu) buah Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2010
jo P.17/Menhut-II/2011 jo P.44/Menhut-II/2011 tentang Pedoman
Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi, telah
terjadi peningkatan kepastian waktu, efektivitas, dan efisiensi proses.
Kejelasan waktu proses tersebut memicu kepada peningkatan
profesionalisme aparatur pelaksana layanan publik pelepasan
kawasan hutan karena setiap aparatur pelaksana memiliki kepastian
waktu dalam memproses setiap permohonan. Peningkatan efisiensi
dan transparansi, karena pemohon dapat memantau proses tanpa
harus datang ke Kementerian Kehutanan cukup dengan melalui
website. Perubahan sistem informasi tersebut memicu kepada
peningkatan kepuasan pelanggan dalam hal ini permohonan
pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan budidaya perkebunan.

A.2. Capaian Rencana Jangka Pendek


Hingga September 2011 perkembangan pelaksanaan kegiatan reformasi
birokrasi Kementerian Kehutanan yang termasuk kedalam rencana jangka
pendek adalah sebagai berikut :

25

Tabel 2. Capaian Rencana Jangka Pendek s/d September 2011.


Capaian

Sasaran Jangka Pendek


Persen

1. Percepatan proses
sertifikasi mutu
sumber benih dan
bibit tanaman hutan

2. Penyempurnaan
penetapan areal
kerja hutan
kemasyarakatan

75 %

100 %

3. Percepatan
penetapan areal
kerja hutan desa

100 %

4. Penyederhanaan
izin usaha industri
primer hasil hutan

25 %

5. Penyempurnaan
pencadangan areal
hutan tanaman
rakyat (HTR)

30 %

6. Penataan izin usaha


penyediaan jasa
dan sarana wisata
alam (IUPJSWA) di
hutan lindung.

40%

Produk

Dampak

Permenhut
Nomor P 02/VSet/2010.
Waktu dari 15
hari menjadi 7
hari
Revisi
Permenhut No. P
37/MenhutII/2009 jo P
18/MenhutII/2009

Tahapan sosialisasi

Revisi Perdirjen
No. P 07/VSet/2009
Waktu proses 60
hari kerja
Revisi terhadap
Permenhut No.
49/MenhutII/2008
Waktu proses 60
hari kerja
P.9/MenhutII/2010

P.23/MenhutII/2007 jo.
P.5/MenhutII/2008
Waktu proses 7
hari kerja

Draft Permenhut
tentang Pedoman
kegiatan usaha
pemanfaatan jasa
lingkungan wisata
alam pada hutan

Telah terjadi
peningkatan
kesepahaman
pemroses dan
stakeholders.

Telah terjadi
peningkatan
kesepahaman para
pemroses.

Kesepahaman
dengan stakeholders
Tahapan
pengkajian

Efisien
Efektif
Kemanfaatan
meningkat

26

Capaian

Sasaran Jangka Pendek


Persen

Produk

Dampak

lindung
7. Penataan Izin
Usaha Penyediaan
Jasa dan Sarana
Wisata Alam
(IUPJSWA) di KSA
dan KPA

75%

PP 26 Tahun 2010
Permenhut No.
P.48/MenhutII/2010

Efisien
Efektivitas
Kemanfaatan
meningkat

Perdirjen No.
P.02/IV-Set/2011
tentang Pedoman
Pemberian Tanda
Batas Areal
Pengusahaan PA
Perdirjen No.
P.03/IV-Set/2011
tentang Pedoman
Penyusunan
Design Tapak
Pengelolaan PA
Permenhut
pemanfaatan air
dan energi air di
KSA dan KPA

Efisien
Efektif
Kemanfaatan
meningkat

8. Penataan izin usaha


pemanfaatan jasa
lingkungan airdi
KSA dan KPA

40%

9. Pengaturan sistem
peminjaman jenis
satwa liar
dilindungi ke luar
negeri untuk
kepentingan
konservasi
(conservation loan)

40%

Permenhut tentang
Efisien
peminjaman jenis
Efektif
satwa liar dilindungi Kemanfaatan
ke luar negeri untuk
meningkat
kepentingan
konservasi
(Conservation Loan)

10. Penyederhanaan
sistem peragaan
tumbuhan dan
satwa liar
dilindungi

40%

Efisien
Efektif
Kemanfaatan
meningkat

11. Penyempurnaan
pengaturan
lembaga konservasi

40%

Revisi Permenhut
No. P.52/MenhutII/2006 tentang
peragaan jenis
tumbuhan dan satwa
liar dilindungi
Revisi Permenhut
No. P.53/MenhutII/2006

12. Penyederhanaan

40%

Permenhut tentang

Efisien

Efisien
Efektif
Kemanfaatan
meningkat

27

Capaian

Sasaran Jangka Pendek


Persen

sistem pertukaran
jenis tumbuhan
atau satwa
dilindungi dengan
lembaga konservasi
di luar negeri

Produk

Dampak

pertukaran jenis
tumbuhan atau
satwa dilindungi
dengan lembaga
konservasi di luar
negeri

Efektif
Kemanfaatan
meningkat

Secara keseluruhan capaian pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi


Kementerian Kehutanan periode jangka pendek berkisar antara 25 100 %.
Variasi capaian tersebut dikarenakan dalam proses pemberian izin yang
diberikan oleh Kementerian Kehutanan selalu terintegrasi dengan seluruh
unit eselon I maupun dengan Pemerintah Daerah, sehingga dalam proses
pelaksanaannya perlu waktu untuk mendapatkan pemahaman yang sama.
A.3. Capaian Rencana Jangka Menengah
Capaian hasil perkembangan pelaksanaan rencana jangka menengah
kegiatan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan adalah sebagaimana
tertuang dalam Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Capaian Rencana Jangka Menengah s/d September 2011.
Sasaran Jangka Menengah

Capaian
Persen

Produk

Dampak

1. Penyederhanaan izin
usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu pada
hutan kemasyarakatan

20 %

Resume Rapat
dengan
stakeholders
Naskah
Akademis
RPP
Perubahan PP
6/2007

Analisis
permasalahan
Rekomendasi
penyelesaian
masalah
Naskah
akademis
Pemegang izin
dapat memanen
secara legal
Peraturan
tersosialisasi ke
stakeholders
Jumlah IUPHHK
HKm meningkat

2. Penyederhanaan izin
usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu pada

20 %

Resume Rapat
dengan
stakeholders

Analisis
permasalahan
Rekomendasi
28

hutan desa

Naskah
Akademis
RPP
Perubahan PP
6/2007

penyelesaian
masalah
Naskah
akademis
Pemegang izin
dapat memanen
secara legal
Peraturan
tersosialisasi ke
stakeholders
Jumlah
IUPHHKHD
meningkat

3. Penataan Izin Usaha


Pemanfaatan Jasa dan
Lingkungan Geotermal
di KSA dan KPA

40%

Permenhut
tentang
Pemanfaatan
Kondisi
Lingkungan
Geotermal di
KSA dan KPA

Efisien
Efektivitas
Kemanfaatan

4. Percepatan Perizinan
Pengambilan atau
Penangkapan serta
Peredaran Tumbuhan
dan Satwa Liar

25%

Revisi
Kepmenhut
No.SK.447/M
enhut-II/2003

Efisien
Efektif
Kemanfaatan
meningkat

5. Penyusunan
mekanisme tata cara
perizinan perolehan
TSL dilindungi dan
atau termasuk Appendix
I CITES yang
bersumber dari
Lembaga Konservasi

25%

Revisi
Kepmenhut
No.SK.447/M
enhut-II/2003

Kepastian waktu
Kepastian proses

6. Penyempurnaan sistem
penilaian kinerja
pegawai

10 %

Konsep penilaian Prosedur kerja


kinerja individu
penilaian kinerja
individu
Pemahaman
persepsi
Kinerja individu
pegawai yang
lebih terukur

29

Capaian pelaksanaan rencana kerja Reformasi Birokrasi Kementerian


Kehutanan jangka menengah baru mencapai rata-rata 12,5%. Hampir semua
kegiatan baru memasuki tahap persiapan atau perencanaan.
B.

Rencana Reformasi Birokrasi 2011 - 2014

Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan periode 2011 s/d 2025


merupakan kegiatan yang terus berlanjut, serta akan dilaksanakan melalui 4
(empat) tahap kegiatan, yaitu :
1.

Tahap percepatan (quick wins), September 2011 s/d 2012.

2.

Tahap jangka pendek (short term), September 2011 s/d 2013.

3.

Tahap jangka menengah (medium term), September 2011 s/d 2014.

4.

Tahap jangka panjang (long term), September 2011 s/d 2025.

Salah satu prioritas dalam pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian


Kehutanan adalah program percepatan atau quick wins. Program quick wins ini
merupakan program yang mengawali proses reformasi birokrasi, yang
diharapkan dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat (public trust building) terhadap Kementerian Kehutanan. Untuk itu
program quick wins harus memiliki daya ungkit (key leverage) yang potensial
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, berkaitan dengan produk utama
dari Kementerian Kehutanan, serta harus bersentuhan langsung dengan
kepentingan publik. Sasarannya adalah merubah pola pikir dan budaya kerja
serta manajemen Kementerian Kehutanan.
Strategi implementasi dari program percepatan adalah:
1.

Menggunakan pendekatan pragmatis.

2.

Kegiatan dilaksanakan oleh para pejabat pengambil keputusan di tingkat


pusat sampai dengan tingkat unit pelaksana teknis, dan para pelaksana di
lapangan.

3.

Adanya komitmen seluruh pejabat dan semua pegawai.

Program percepatan (Quick Win) akan menjadi prioritas utama dalam agenda
reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan. Dalam rangka mengubah pola pikir,
dan memastikan berjalannya sistem dan terjadinya perubahan menuju good
governance, Kementerian Kehutanan juga mengagendakan program-program
yang akan dilaksanakan dalam rangkaian reformasi birokrasi, jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang.
B.1. Program Percepatan (Quick wins)
Quick wins merupakan program yang mengawali proses reformasi
birokrasi, dan diharapkan dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat (public trust building) terhadap Kementerian
30

Kehutanan. Quick wins yang dikembangkan diupayakan agar memiliki daya


ungkit (key leverage) yang potensial untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap Kementerian Kehutanan. Pemilihan produk layanan
(public services) yang akan dijadikan quick wins menjadi sangat krusial,
karena harus bersentuhan langsung dengan kepentingan publik. Target dari
quick wins adalah melakukan perubahan pola pikir dan budaya kerja serta
manajemen aparatur Kementerian Kehutanan.
Secara umum kriteria quick wins adalah sebagai berikut : (1) merupakan
program reformasi birokrasi; (2) merupakan bagian utama dari peran, tugas,
fungsi dan karakteristik; (3) memberikan dampak perubahan yang besar; (4)
manfaat perbaikan dan perubahan dapat dirasakan secepatnya.
Berdasarkan hasil perumusan dengan stakeholders, telah ditetapkan
program quick wins Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut :
1.

Penataan sistem informasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan


alam.

2.

Penataan sistem informasi izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan


tanaman.

3.

Penataan sistem informasi izin pinjam pakai kawasan hutan


dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.

4.

Penataan sistem informasi pelepasan kawasan hutan untuk


budidaya perkebunan.

B.2. Rencana Jangka Pendek


Kegiatan reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan yang termasuk
kedalam rencana jangka pendek adalah sebagai berikut :
1.

Percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman


hutan.

2.

Percepatan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan.

3.

Percepatan penetapan areal kerja hutan desa.

4.

Penyederhanaan izin usaha industri primer hasil hutan.

5.

Menyempurnakan pencadangan areal hutan tanaman rakyat.

6.

Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam


(IUPJSWA) di hutan lindung.

7.

Penataan izin usaha penyediaan jasa dan sarana wisata alam


(IUPJSWA) di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

8.

Penataan izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan


suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

31

9.

Pengaturan sistem peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar


negeri untuk kepentingan konservasi (conservation loan).

10. Penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar


dilindungi.
11. Penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi.
12. Penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa
dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri.
B.3. Rencana Jangka Menengah
Rencana jangka menengah yang akan dilaksanakan oleh Kementerian
Kehutanan mencakup Aspek Kelembagaan, Aspek Ketatalaksanaan dan
Aspek SDM Aparatur adalah sebagai berikut :
1.

Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada


hutan kemasyarakatan.

2.

Penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada


hutan desa.

3.

Penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geotermal di


kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

4.

Percepatan perizinan pengambilan


peredaran tumbuhan dan satwa liar.

5.

Penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan tsl dilindungi


dan atau termasuk appendix I CITES yang bersumber dari lembaga
konservasi.

6.

Penyempurnaan sistem penilaian kinerja pegawai.

atau

penangkapan

serta

B.4. Rencana Jangka Panjang


Program jangka panjang yang akan dilaksanakan oleh Kementerian
Kehutanan, yaitu aspek-aspek Kelembagaan, Ketatalaksanaan dan
Kepegawaian yang menunjang kepada perbaikan birokrasi sampai dengan
tahun 2025.
C. Kriteria Keberhasilan
Secara keseluruhan bahwa kriteria keberhasilan reformasi birokrasi di
lingkungan Kementerian Kehutanan, adalah mengacu kepada kriteria yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan MENPAN dan RB No. 11 Tahun 2011, seperti
dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.

32

Tabel 4. Indikator Keberhasilan Tahun 2011 2014.

No.
A

Tahapan Kegiatan

Kriteria Keberhasilan

QUICK WINS
1

Penataan Sistem Informasi Izin


Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Hutan Alam

Penataan Sistem Informasi Izin


Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Hutan Tanaman

Penataan Sistem Informasi Izin


Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Dengan Kompensasi Membayar
PNPB Penggunaan Kawasan Hutan

Penataan Sistem Informasi Pelepasan


Kawasan Hutan Untuk Budidaya

Perkebunan

Waktu pelayanan semakin


cepat
Transparansi proses
Peningkatan tingkat
kepuasan dalam pelayanan
penerbitan izin
Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan
Waktu pelayanan semakin
cepat
Transparansi proses
Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan
Waktu pelayanan tepat
waktu
Transparansi proses
Efektif
Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan
Waktu pelayanan tepat
waktu
Transparansi proses
Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan

JANGKA PENDEK
1

Percepatan Proses Sertifikasi Mutu


Sumber Benih dan Bibit Tanaman
Hutan

Percepatan penetapan areal kerja

Tersedia data hasil analisis


permasalahan
Rekomendasi penyelesaian
masalah
Naskah Akademis
Waktu proses makin cepat
Tersedia data hasil analisis
permasalahan
33

No.

Tahapan Kegiatan
hutan kemasyarakatan

Kriteria Keberhasilan

Percepatan penetapan areal kerja


hutan desa

Penyederhanaan izin usaha industri


primer hasil hutan

Menyempurnakan pencadangan

Rekomendasi penyelesaian
masalah
Kesesuaian isi draft
akademis dengan
permasalahan penetapan
areal kerja hutan
kemasyarakatan
Masukan penyempurnaan
draft akademis
Proses penetapan areal
kerja semakin baik
Peraturan diketahui oleh
stakeholders
Jumlah penetapan AKHKm
meningkat
Tersedia data hasil analisis
permasalahan
Rekomendasi penyelesaian
masalah
Kesesuaian isi draft
akademis dengan
permasalahan penetapan
areal kerja hutan
kemasyarakatan
Masukan penyempurnaan
draft akademis
Proses penetapan areal
kerja semakin baik
Peraturan diketahui oleh
stakeholders
Jumlah penetapan AKHD
meningkat
Waktu pelayanan semakin
singkat
Peningkatan tingkat
kepuasan dalam pelayanan
penerbitan ijin
Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan
Waktu pelayanan semakin
cepat
34

No.

Tahapan Kegiatan

Kriteria Keberhasilan

areal hutan tanaman rakyat (HTR)

6.

Penataan sistem informasi izin usaha


penyediaan jasa dan sarana dan
sarana wisata alam (IUPJSWA) di
hutan lindung.

Transparansi proses
Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan
Pengetahuan SDM
Rekomendasi pemanfaatan
Naskah Akademis
Permenhut

7.

Penataan izin usaha penyediaan jasa


wisata alam (IUPJSWA) di kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian
alam

Pengetahuan SDM
Rekomendasi pemanfaatan
Naskah Akademis
Permenhut

8.

Penataan izin usaha pemanfaatan


jasa lingkungan air di kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian
alam

Pengetahuan SDM
Rekomendasi pemanfaatan
Naskah Akademis
Permenhut

Pengaturan izin peminjaman jenis


satwa liar dilindungi ke luar negeri
untuk kepentingan konservasi
(Conservation Loan)

Gap analisis komprehensif


Pengkayaan materi dari
para pemangku
kepentingan
Perolehan manfaat bagi
negara dalam bentuk inkind (in-kind contribution)
untuk konservasi spesies
Panduan proses
dankepastian waktu proses
pelayanan perizinan
Pemahaman publik
terhadap peraturan
perundangan meningkat
Adanya feedback konstruktif
tentang kepuasan
pelanggan dari
implementasi kebijakan
publik

10.

Penyederhanaan sistem peragaan


tumbuhan dan satwa liar dilindungi

Gap analisis komprehensif


Pengkayaan materi dari
para pemangku
35

No.

Tahapan Kegiatan

Kriteria Keberhasilan

11

Penyempurnaan pengaturan
lembaga konservasi

12

Penyederhanaan sistem pertukaran


jenis tumbuhan atau satwa
dilindungi dengan lembaga
konservasi di luar negeri

kepentingan
Tertibnya tata niaga
pemanfaatan TSL
Panduan proses dan
kepastian waktu proses
pelayanan perizinan
Pemahaman publik
terhadap peraturan
perundangan meningkat
Adanya feedback konstruktif
tentang kepuasan
pelanggan dari
implementasi kebijakan
publik
Gap analisis komprehensif
Pengkayaan materi dari
para pemangku
kepentingan
Perolehan manfaat bagi
negara dalam bentuk inkind (in-kind contribution)
untuk konservasi spesies
Panduan proses dan
kepastian waktu proses
pelayanan perizinan
Pemahaman publik
terhadap peraturan
perundangan meningkat
Adanya feed back
konstruktif tentang
kepuasan pelanggan dari
implementasi kebijakan
publik
Gap analysis komprehensif
Pengkayaan materi dari
para pemangku
kepentingan
Perolehan manfaat bagi
negara dalam bentuk inkind (in-kind contribution)
untuk konservasi spesies
Panduan proses dan
36

No.

Tahapan Kegiatan

Kriteria Keberhasilan

kepastian waktu proses


pelayanan perizinan
Pemahaman publik
terhadap peraturan
perundangan meningkat
Adanya feed back
konstruktif tentang
kepuasan pelanggan dari
implementasi kebijakan
publik

JANGKA MENENGAH
1

Penyederhanaan izin pemanfaatan


hasil hutan kayu hutan
kemasyarakatan

Penyederhanaan izin pemanfaatan


hasil hutan kayu hutan desa

Penataan izin usaha pemanfaatan


jasa dan lingkungan geotermal di
kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam

Analisis permasalahan
Rekomendasi penyelesaian
masalah
Naskah Akademis
Pemegang izin dapat
memanen secara legal
Peraturan tersosialisasi ke
stakeholders
Jumlah IUPHHK HKm
meningkat
Analisis permasalahan
Rekomendasi penyelesaian
masalah
Naskah Akademis
Pemegang izin dapat
memanen secara legal
Peraturan tersosialisasi ke
stakeholders
Jumlah IUPHHK HD
meningkat
Tertingkatkannya capacity
building/keilmuan
pemanfaatan jasling
geotermal.
Teridentifikasinya potensi
dan kelayakan usaha
pemanfaatan jasling.
Terumuskannya masalah
proses pemanfaatan jasling.
Draft Permenhut
37

No.

Tahapan Kegiatan

Kriteria Keberhasilan

4.

Percepatan perizinan pengambilan


atau penangkapan serta peredaran
tumbuhan dan satwa liar

5.

Penyusunan mekanisme tata cara


perizinan perolehan TSL dilindungi
dan atau termasuk Appendix I CITES
yang bersumber dari Lembaga
Konservasi

Unit layanan melakukan


pelayanan sesuai prosedur
kerja
Pemegang IUPJG
melaksanakan ijin sesuai
dengan aturan
Gap analisis komprehensif
Pengkayaan materi dari
para pemangku
kepentingan
Tertibnya tata niaga
pemanfaatan TSL
Panduan proses dan
kepastian waktu proses
pelayanan perizinan
Pemahaman publik
terhadap peraturan
perundangan meningkat
Adanya feed back
konstruktif tentang
kepuasan pelanggan dari
implementasi kebijakan
publik
Gap analisis komprehensif
Pengkayaan materi dari
para pemangku
kepentingan
Tertib administrasi legalitas
asal usul koleksi TSL di
unit Lembaga Konservasi
Panduan proses dan
kepastian waktu proses
pelayanan perizinan
Pemahaman publik
terhadap peraturan
perundangan meningkat
Adanya feedback konstruktif
tentang kepuasan
pelanggan dari
implementasi kebijakan
publik

38

No.
6

Tahapan Kegiatan
Penyempurnaan sistem penilaian
kinerja pegawai

Kriteria Keberhasilan

Prosedur kerja penilaian


kinerja individu yang
obyektif
Adanya pemahaman
persepsi
Kinerja organisasi efektif

Indikator keberhasilan pada tahun 2025 adalah menghasilkan governance yang


berkualitas yang diindikasikan sebagai berikut :
1. Tidak ada korupsi.
2. Tidak ada pelanggaran hukum.
3. APBN telah dilakukan secara baik.
4. Seluruh program diselesaikan dengan baik.
5. Seluruh perizinan selesai dengan cepat dan tepat.
6. Komunikasi dengan publik relatif baik.
7. Penggunaan waktu kerja yang efektif dan produktif.
8. Sistem reward and punishment diterapkan secara konsisten dan
berkelanjutan.
9. Hasil pembangunan nyata (pro growth, pro poor, pro job dan pro
environment).
D.

Agenda Prioritas

Prioritas Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan adalah seiring dengan


sasaran Reformasi Birokrasi Nasional pada tahun 2014, yaitu penguatan birokrasi
dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih, dan bebas KKN,
meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi.
Prioritas pertama adalah penguatan birokrasi diutamakan untuk
mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan publik yang menjadi tuntutan
stakeholders. Prioritas kedua adalah penguatan birokrasi dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas birokrasi. Sedangkan prioritas yang
ketiga penguatan birokrasi dalam rangka pemerintahan yang bersih, dan bebas
KKN.

39

D.1. Agenda Prioritas 1 adalah peningkatan kualitas pelayanan publik,


penguatan organisasi dan ketatalaksanaan
Unsur-unsur untuk menerapkan agenda prioritas pertama, meliputi area-area
Pelayanan Publik, Penataan Ketatalaksanaan, dan Penguatan Organisasi.
Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.

Pelaksanaan Quick Wins Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan


yang mana sistem informasi perizinan telah berjalan pada tahun 2012.
Adapun yang dilaksanakan pada tahapan ini adalah melakukan penataan
sistem pemberian perizinan secara elektronik untuk 4 (empat) bidang
usaha, yaitu : (a) izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam; (b)
izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman; (c) izin pinjam
pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP penggunaan
kawasan hutan; dan (d) pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan
budidaya perkebunan.

2.

Persiapan Pelaksanaan Rencana Jangka Pendek, berupa perumusan


konsep peraturan yang berkaitan dengan bidang-bidang pelayanan
publik sebagaimana tercantum dalam rencana jangka pendek, yaitu : (a)
percepatan proses sertifikasi mutu sumber benih dan bibit tanaman
hutan; (b) percepatan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan; (c)
percepatan penetapan areal kerja hutan desa; (d) penyederhanaan izin
usaha industri primer hasil hutan; (e) menyempurnakan pencadangan
areal hutan tanaman rakyat; (f) penataan izin usaha penyediaan jasa dan
sarana wisata alam (IUPJSWA) di hutan lindung; (g) penataan izin usaha
penyediaan jasa dan sarana wisata alam (IUPJSWA) di kawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam; (h) penataan izin usaha pemanfaatan
jasa lingkungan air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam;
(i) pengaturan sistem peminjaman jenis satwa liar dilindungi ke luar
negeri untuk kepentingan konservasi (conservation loan); (j)
penyederhanaan sistem peragaan tumbuhan dan satwa liar dilindungi;
(k) penyempurnaan pengaturan lembaga konservasi; dan (l)
penyederhanaan sistem pertukaran jenis tumbuhan atau satwa dilindungi
dengan lembaga konservasi di luar negeri.

3.

Penataan Organisasi, dimulai dengan melakukan penataan tugas pada


unit-unit organisasi di lingkungan Sekretariat Jenderal, Direktorat
Jenderal Planologi Kehutanan, Direktorat Jenderal Bina Usaha
Kehutanan, dan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya
Manusia Kehutanan, termasuk pembentukan Lembaga Pengadaan
Barang/Jasa Secara Elektronik (LPSE). Penataan organisasi tersebut
diharapkan akan terselesaikan pada tahun 2012.

4.

Penataan Ketatalaksanaan, dimulai pada tahun 2011 dengan


mengintroduksi sistem pelayanan publik secara elektronik yang meliputi
sistem informasi perizinan, pengadaan barang dan jasa secara elektronik,
serta sistem informasi verifikasi legalilitas kayu (lincencing information
units). Penataan sistem ini diharapkan selesai pada bulan September 2012.

40

5.

Penyiapan Pelaksanaan Rencana Jangka Menengah, yang dimulai sejak


pertengahan tahun 2011, yang meliputi : (a) Penyederhanaan izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan kemasyarakatan; (b)
penyederhanaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
desa; (c) penataan izin usaha pemanfaatan jasa dan lingkungan geotermal
di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; (d) percepatan
perizinan pengambilan atau penangkapan serta peredaran tumbuhan dan
satwa liar; (e) penyusunan mekanisme tata cara perizinan perolehan TSL
dilindungi dan atau termasuk appendix I CITES yang bersumber dari
lembaga konservasi; dan (f) penyempurnaan sistem penilaian kinerja
pegawai.

D.2. Agenda Prioritas 2 adalah peningkatan kapasitas dan akuntabilitas,


sumberdaya manusia, serta perubahan pola pikir dan budaya
Unsur-unsur yang terkait dengan agenda prioritas 2 adalah area-area terkait
peningkatan kapasitas dan akuntabilitas Sumberdaya Manusia, serta
Perubahan Pola Pikir dan Budaya Kerja.
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa salah satu target area
perubahan bidang sumberdaya manusia meningkatnya disiplin dan
profesionalisme aparatur Kementerian Kehutanan. Target dalam area
perubahan pola pikir dan budaya kerja adalah meningkatnya komitmen
unsur-unsur organisasi untuk melakukan reformasi birokrasi, serta tumbuh
kembangnya budaya organisasi yang produktif, inovatif dan berorientasi
kepada
masyarakat.
Target
dalam
akuntabilitas
adalah
mempertanggungjawabkan tugas-tugas organisasi baik dari aspek proses
maupun hasil kerja.
Agenda prioritas 2 tersebut akan dilaksanakan secara serentak mulai tahun
anggaran 2011.
D.3. Agenda Prioritas 3 adalah peningkatan pengawasan dan penataan
peraturan perundang-undangan
Unsur-unsur perubahan yang terkait dengan agenda perioritas 3 adalah
pengawasan dan penataan organisasi. Urutan kegiatannya adalah pada
tahun anggaran 2011 dimulai peningkatan pengawasan. Sedangkan
penataan peraturan perundang-undangan mulai dilakukan pada tahun
anggaran 2013.

41

E. Waktu Pelaksanaan dan Tahapan Kerja


Waktu pelaksanaan kegiatan reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan
dimulai awal tahun 2011 hingga tahun 2025, dengan tahapan kerja sebagaimana
tercantum dalam Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Waktu Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan.
No

Kegiatan

Tahun
2011

1.

Tahapan Perencanaan
Reformasi Birokrasi,
yang meliputi kegiatan
yang berkaitan dengan
penyusunan dokumen
usulan, road map, dan
job grading berikut
persetujuannya, serta
penilaian atas capaian
reformasi birokrasi
yang telah dilakukan.

Tahapan Pelaksanaan
kegiatan Reformasi
Birokrasi yang meliputi
penyusunan peraturan
baru, sosialisasi,
penerapannya, dan
pengukuran output dan
outcomes, serta tingkat
kepuasan masyarakat.

Monitoring dan
evaluasi.

2012

2013

2014

2015

F. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian
Kehutanan adalah Sekretaris Jenderal, sedangkan dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh Tim Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan yang dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 25/Menhut-II/2011
tanggal 31 Januari 2011.
Secara lengkap susunan tim kerja reformasi birokrasi Kementerian Kehutanan
adalah sebagai berikut:

42

Tim Pengarah:
Ketua

: Menteri Kehutanan

Sekretaris

: Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan

Anggota

: 1. Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan


2. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan
3. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam
4. Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai dan Perhutanan Sosial
5. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan
6. Kepala Badan Penyuluhan dan
Sumberdaya Manusia Kehutanan

Pengembangan

7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan


Tim Pelaksana:
Ketua

: Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan

Wakil Ketua

: Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan

Ketua Harian

: Staf Khusus Menteri Kehutanan Bidang Pengembangan


Sumberdaya Manusia dan Reformasi Birokrasi

Sekretaris I

: Kepala Biro Hukum dan Organisasi

Sekretaris II

: Sekretaris Inspektorat Jenderal

Anggota

1. Kepala Biro Kepegawaian


2. Kepala Biro Keuangan
3. Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam
4. Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial
6. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan
7. Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Kehutanan
8. Sekretaris Badan
Kehutanan

Penelitian

dan

Pengembangan

43

Tim Teknis

Ketua

Krisna Rya, SH, MH

Wakil Ketua

Ir. Mujihanto Soemarmo, MM

Sekretaris

Dr. Ir. Suhaeri

Anggota

1. Ir. Edi Muchtar Rosjadi


2. Ir. Abdul Hakim, M.For.ST
3. Ir. Samidi, M.Sc
4. Ir. Wijanarko, MM
5. Dewi Yuniarti, SH, MM
6. Hendra Noviandry, ST, MMSI
7. Ricky Budiman Faried, S.Sos

Nara Sumber

1. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Revitalisasi


Industri Kehutanan
2. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi dan
Perdagangan Internasional
3. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Lingkungan dan
Perubahan Iklim
4. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar
Lembaga
5. Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Keamanan hutan

Dalam pelaksanaan kegiatan Reformasi Birokrasi, pelaksana penyusunan


konsep adalah dari masing-masing penanggungjawab kegiatan di setiap eselon I
yang terkait dan dipimpin oleh pejabat eselon II yang bersangkutan. Peran tim
pelaksana reformasi birokrasi adalah mendorong terjadinya reformasi birokrasi di
Kementerian Kehutanan dan mendorong agar para pelaksana dapat
melaksanakan reformasi birokrasi di masing-masing unit kerjanya.

44

G. Rencana Anggaran
Untuk melaksanakan program Reformasi Birokrasi di lingkungan
Kementerian Kehutanan sampai dengan jangka menengah diperlukan anggaran
sebesar Rp 57.544.601.390,- yang rinciannya tertuang pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Rencana Kegiatan dan Anggaran
No.

Pelaksanaan Kegiatan

Rencana Anggaran
(Rupiah)

1.

Tahapan percepatan

13.329.462.000,-

2.

Tahapan jangka pendek

29.767.949.390.-

3.

Tahapan jangka menengah

14.447.190..000.-

4.

Tunjangan kinerja/tahun

924.085.600.000,-

Sedangkan rata-rata anggaran belanja Kementerian Kehutanan per tahun


adalah sekitar Rp. 6,106 trilyun/tahun, yang rinciannya adalah sebagaimana
tertuang dalam Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Anggaran Belanja Kementerian Kehutanan Periode Tahun 2010 2014
No.

Program

Alokasi Anggaran Baseline


(Miliar Rupiah)
2010

2011

2012

2013

2014

Total

1.

Perencanaan Makro
Bidang Kehutanan dan
Pemantapan Kawasan
Hutan

331,25

371,62

378,48

385,71

390,97

1.858,03

2.

Peningkatan Usaha
Kehutanan

298,83

340,78

347,08

353,71

358,54

1.698,94

3.

Konservasi Keanekaragaman Hayati dan


Perlindungan Hutan

1.354,21

1.288,21

1.312,02

1.337,10

1.355,33

6.646,87

4.

Peningkatan Fungsi dan


Daya Dukung DAS
berbasis Pemberdayaan
Masyarakat

3.098,07

3.017,49

3.073,25

3.132,02

3.174,71

15.495,54

5.

Penelitian dan
Pengembangan

212,26

265,58

270,49

275,66

279,42

1.303.41

45

No.

Program

Alokasi Anggaran Baseline


(Miliar Rupiah)
2010

2011

2012

2013

2014

Total

Kementerian Kehutanan
6.

Pengawasan dan
Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur
Kementerian Kehutanan

41,41

54,24

55,24

56,30

57,07

264,26

7.

Dukungan Manajemen
dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya
Sekretariat Jenderal
Kementerian Kehutanan

546,56

425,53

433,39

441,68

447,70

2.294,86

8.

Penyuluhan dan
Pengembangan SDM
Kehutanan

236,58

240,95

245,56

248,91

972,00

5.882,59

6.000,03

6.110,90

6.222,74

6.312,65

30.533,91

JUMLAH

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sampai dengan tahun 2014 membutuhkan dana


sebesar Rp. 57.544.601.390,- atau sebesar Rp. 19,81 milyar/tahun. Dengan
demikian maka anggararan pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian
Kehutanan hanya sekitar 0,32 % dari nilai anggaran Kementerian Kehutanan
setiap tahunnya. Sementara itu kebutuhan tunjangan kinerja yang nilainya
disesuaikan dengan Keputusan Kepala BKN No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penghitungan Tunjangan Kinerja PNS, yaitu adalah sebesar Rp. 924,085
milyar/tahun, sehingga total kebutuhan anggaran reformasi birokrasi
Kementerian Kehutanan adalah Rp. 943,895 milyar/tahun atau sekitar 15,46 %
dari total anggaran Kementerian Kehutanan.
Anggaran Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan akan diperoleh dengan
melakukan dan mengefektifkan anggaran yang ada, melalui melakukan
penghematan terhadap kegiatan kegiatan yang tidak sesuai dengan Indikator
Kinerja Utama unit organisasi.

46

IV. PENUTUP
Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 2011 2014
merupakan arah pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Kehutanan
untuk periode 2011 2014. Road map ini juga merupakan penyempurnaan dari
Road Map Reformasi Birokrasi Nasional Kementerian Kehutanan periode 2010
2014 yang disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2011. Road map
Reformasi Birokrasi ini disusun dalam setiap 5 (lima) tahun sekali yang
merupakan rencana terinci reformasi birokrasi dari tahun ke tahun berikutnya
secara terus menerus. Sasaran tahun pertama menjadi landasan kerja pada tahun
berikutnya, dan demikian selanjutnya.
Dalam perjalanan pelaksanaannya, road map ini dapat saja disempurnakan
bila dipandang perlu untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan secara
efisien dan efektif. Namun penyempurnaan yang dilakukan tetap selaras dengan
tujuan reformasi birokrasi itu sendiri, yaitu mencapai tata kelola pemerintahan
yang baik. Pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan secara konsisten dan
berkelanjutan untuk menghasilkan kinerja reformasi yang maksimal.
Keberhasilan reformasi birokrasi ini memerlukan komitmen dan tanggung jawab
pimpinan dan seluruh jajaran aparatur Kementerian Kehutanan. Namun
demikian, reformasi birokrasi ini tidak akan optimal bila tidak didukung oleh
para pihak yang terkait dengan sektor kehutanan, baik aparatur pemerintah
lainnya, masyarakat, dan para pelaku bisnis.
Road Map reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan 2011 2014
merupakan instrumen dalam rangka percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi
di Kementerian Kehutanan. Road map ini menjadi pedoman bagi semua aparatur
Kementerian Kehutanan dalam melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan
masing-masing.

47

Lampiran 1.

No.

Perumusan Quick Wins Reformasi Birokrasi Kementerian


Kehutanan

Keluaran Utama
Kementerian

Pemangku
Kepentingan Utama

Harapan Pemangku
Kepentingan Utama

Tingkat
Kinerja Saat
Ini

1.

Izin usaha pemanfaatan BUMN/Swasta/Ko


hasil hutan kayu pada
perasi
hutan alam

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

2.

Izin usaha pemanfaatan BUMN/Swasta/Ko


hasil hutan kayu pada
perasi
hutan tanaman

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

3.

Izin usaha pemanfaatan Swasta/Koperasi


hasil hutan kayu
restorasi ekosistem

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

4.

Izin pinjam pakai


kawasan hutan
dengankompensasi
membayar PNBP
penggunaan kawasan
hutan

Pemerintah/Pemda
/BUMN/BUMS/BU
MD/Koperasi/Yaya
san

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

5.

Pelepasan kawasan
hutan untuk budidaya
perkebunan

Pemerintah/Pemda
/BUMN/BUMS/BU
MD/Koperasi/Yaya
san

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

6.

Izin industri primer


pengolahan hasil hutan

BUMN/Swasta/Ko
perasi/Perorangan

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

Pencadangan areal
kerja hutan tanaman
rakyat

Swasta/Perorangan
/Koperasi

Kepastian waktu
dan prosedur
sederhana

8.

Penetapan areal kerja


hutan kemasyarakatan

Pemda/Masyarakat
/Koperasi

Percepatan waktu

9.

Penetapan areal kerja


hutan desa

Pemda/Masyarakat

Percepatan waktu

10

Izin pemanfaatan hasil


hutan kayu hutan
kemasyarakatan

Masyarakat

Penyederhanaan
prosedur, tidak
perlu perizinan
dilakukan dalam 2
tahapan

48

No.

Keluaran Utama
Kementerian

Pemangku
Kepentingan Utama

Harapan Pemangku
Kepentingan Utama

11.

Tingkat
Kinerja Saat
Ini

Izin pemanfaatan hasil


hutan kayu hutan desa

Lembaga desa

Penyederhanaan
prosedur, tidak
perlu perizinan
dilakukan dalam 2
tahapan

12

Perizinan pengusahaan
pariwisata alam pada
hutan konservasi dan
hutan lindung

Swasta/Koperasi

Penyederhanaan
prosedur

13

Izin masuk kawasan


konservasi

Masyarakat/Peneliti
Asing

Penyederhanaan
prosedur

14

Pengesahan rencana
karya usaha izin
pemanfaatan hasil
hutan kayu hutan alam

BUMN/Swasta/Ko
perasi

Kepastian waktu,
dan biaya

15

Pengesahan rencana
karya usaha izin
pemanfaatan hasil
hutan kayu hutan
tanaman

BUMN/Swasta/kop
erasi

Kepastian waktu,
dan biaya

16

Pengesahan rencana
karya usaha izin
pemanfaatan hasil
hutan kayu hutan
tanaman rakyat

Swasta/koperasi/Pe
rorangan

Kepastian waktu,
dan biaya

17

Izin ekspor benih/bibit


tanaman hutan

Swasta

Kepastian waktu

18

Izinimpor benih/bibit
tanaman hutan

Swasta

Kepastian waktu

19.

Perizinan peminjaman
jenis satwa liar
dilindungi ke luar
negeri untuk
kepentingan konservasi
(Conservation Loan)

Lembaga Konservasi

Kepastian waktu

20.

Perizinan peragaan
tumbuhan dan satwa

Lembaga Konservasi
/ Lembaga

Kepastian waktu

49

No.

Keluaran Utama
Kementerian

Pemangku
Kepentingan Utama

Harapan Pemangku
Kepentingan Utama

Tingkat
Kinerja Saat
Ini

liar dilindungi

Pendidikan Formal

21.

Perizinan pengambilan
pengembalian atau
penangkapan serta
peredaran tumbuhan
dan satwa liar

Swasta/Perorangan

Kepastian waktu

22.

Penyempurnaan
pengaturan lembaga
konservasi

BUMN/ BUMD/
BUMS/Lembaga
Penelitian/Lembaga
Pendidikan Formal/
Koperasi/ Yayasan

Kepastian waktu

23.

Perizinan pertukaran
jenis tumbuhan atau
satwa dilindungi
dengan lembaga
konservasi di luar
negeri

Lembaga Konservasi

Kepastian waktu

24.

Penilaian keberhasilan
penangkaran reptil dan
karang hias

Swasta/Perorangan

Kepastian waktu

25.

Pengembangan
indikator kinerja
individu pegawai

Aparatur
Kementerian
Kehutanan

Obyektivitas
penilaian kinerja
aparatur

26.

Penataan Sistem
Informasi Izin Usaha
Penyediaan Jasa dan
Sarana Wisata Alam
(IUPJSWA) di TN,
TWA, TAHURA, dan
SM.

Swasta/Koperasi

Kepastian waktu
dan kepastian biaya

50

Lampiran 2. Penetapan Quick Wins


No.

Keluaran
Utama Yang
Perlu
Ditingkatkan
Kinerjanya

Dapat
Ditingkatkan

Tingkat
Estimasi
Perbaikan
%

Dalam
Kendali

Bagian dari
Reformasi
Birokrasi
Y

Kurang
dari 12
Bulan
Y

Kandidat
Quick
Wins
Y

Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu pada
hutan alam

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu pada
hutan tanaman

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu restorasi
ekosistem

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Tidak

Izin pinjam
pakai
kawasan
hutan dengan
kompensasi
membayar
PNBP
penggunaan
kawasan
hutan

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

Pelepasan
kawasan
hutan untuk
budidaya
perkebunan

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

Izin industri
primer
pengolahan
hasil hutan

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Tidak

Pencadangan
areal kerja
hutan tanaman
rakyat

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Tidak

51

Keluaran
Utama Yang
Perlu
Ditingkatkan
Kinerjanya

Dapat
Ditingkatkan

Penetapan areal
kerja hutan
kemasyarakatan

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Tidak

Penetapan
areal kerja
hutan desa

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Tidak

10

Izin
pemanfaatan
hasil hutan
kayu pada
hutan tanaman

Ya

75

Ya

Ya

Ya

Tidak

11

Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu pada
hutan
kemasyarakata
n

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

12

Izin usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu pada
hutan desa

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

13

Izin
pengusahaan
pariwisata
alam pada
hutan
konservasi dan
hutan lindung

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Tidak

14

Izin masuk
kawasan
konservasi

Ya

75

Ya

Ya

Ya

Ya

15

Pengesahan
rencana karya
usaha izin
pemanfaatan
hasil hutan
kayu hutan
alam

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Ya

No.

Tingkat
Estimasi
Perbaikan
%

Dalam
Kendali

Bagian dari
Reformasi
Birokrasi
Y

Kurang
dari 12
Bulan
Y

Kandidat
Quick
Wins
Y

52

Keluaran
Utama Yang
Perlu
Ditingkatkan
Kinerjanya

Dapat
Ditingkatkan

16

Pengesahan
rencana karya
usaha izin
pemanfaatan
hasil hutan
kayu hutan
tanaman

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Ya

17

Pengesahan
rencana karya
usaha izin
pemanfaatan
hasil hutan
kayu hutan
tanaman
rakyat

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Tidak

18

Izin ekspor
benih/bibit
tanaman hutan

Ya

75

Ya

Ya

Ya

Ya

19

Izin impor
benih/bibit
tanaman hutan

Ya

75

Ya

Ya

Ya

Ya

20

Perizinan
peminjaman
jenis satwa liar
dilindungi ke
luar negeri
untuk
kepentingan
konservasi
(Conservation
Loan)

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Ya

21

Perizinan
peragaan
tumbuhan dan
satwa liar
dilindungi

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Ya

22

Perizinan
pengambilan
penangkapan
serta
peredaran
tumbuhan dan

Ya

40

Ya

Ya

Ya

Tidak

No.

Tingkat
Estimasi
Perbaikan
%

Dalam
Kendali

Bagian dari
Reformasi
Birokrasi
Y

Kurang
dari 12
Bulan
Y

Kandidat
Quick
Wins
Y

53

No.

Keluaran
Utama Yang
Perlu
Ditingkatkan
Kinerjanya

Dapat
Ditingkatkan

Tingkat
Estimasi
Perbaikan
%

Dalam
Kendali

Bagian dari
Reformasi
Birokrasi
Y

Kurang
dari 12
Bulan
Y

Kandidat
Quick
Wins
Y

satwa liar
23

Perizinan
pertukaran jenis
tumbuhan atau
satwa
dilindungi
dengan lembaga
konservasi di
luar negeri

Ya

30

Ya

Ya

Ya

Ya

24

Penyempurna
an izin
lembaga
konservasi

Ya

30

Ya

Ya

Ya

Tidak

25

Penilaian
keberhasilan
penangkaran
reptil dan
karang hias

Ya

30

Ya

Ya

Ya

Tidak

26

Penataan
Sistem
Informasi Izin
Usaha
Penyediaan
Jasa dan
Sarana Wisata
Alam
(IUPJSWA) di
TN, TWA,
TAHURA, dan
SM.

Ya

50

Ya

Ya

Ya

Ya

54

Lampiran 3. Pemilihan Quick Wins


No.

1.

Kandidat
Quick Wins
Penataan
sistem
informasi izin
usaha
pemanfaatan
hasil hutan
kayu pada
hutan alam

Apa yang
Harus
Diperbaiki
Memperbaiki
prosedur
perizinan

Database

Penerapan
standar
layanan

2.

Penataan
sistem
informasi izin
usaha
pemanfaatan
hasil hutan

Memperbaiki
prosedur
perizinan

Bagaimana
Memperbaikinya

Tingkat
Kesulitan
Perbaikan

Sumberdaya yang
Tersedia

Mengevaluasi
peraturan yang
menghambat

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian

Merumuskan
konsep perbaikan
prosedur perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
prosedur perumusan
kebijakan telah
terbakukan

Membahas dan uji


publik konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
tersedia dana serta
prosedur uji publik
telah terbakukan

Legislasi konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Prosedur legislasi
telah terbakukan

Membangun sistem
database

Sedang

Tersedia SDM, dana


dan pelaksanaan
pembangunan oleh
pihak ketiga

Membuka akses
informasi kepada
pengguna terkait
perizinan

Sedang

Pembukaan akses
dilakukan dengan
mengembangkan
sistem kearsipan yang
online

Unit layanan
melakukan
pelayanan sesuai
dengan prosedur
kerja

Sedang

Tersedia standar
fasilitas, dana yang
memadai, dan
pelaksanaannya oleh
pihak ketiga

Peningkatan
kapasitas aparatur
unit layanan

Sedang

Tersedia dana dan


pelatihan dilakukan
secara berkala

Mengevaluasi
peraturan yang
menghambat

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian

55

No.

Kandidat
Quick Wins

Apa yang
Harus
Diperbaiki

Bagaimana
Memperbaikinya

Tingkat
Kesulitan
Perbaikan

Sumberdaya yang
Tersedia

Merumuskan
konsep perbaikan
prosedur perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
prosedur perumusan
kebijakan telah
terbakukan

Membahas dan uji


publik konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
tersedia dana serta
prosedur uji publik
telah terbakukan

Legislasi konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Prosedur legislasi
telah terbakukan

Membangun sistem
database

Sedang

Tersedia SDM, dana


dan pelaksanaan
pembangunan oleh
pihak ketiga

Membuka akses
informasi kepada
pengguna terkait
perizinan

Sedang

Pembukaan akses
dilakukan dengan
mengembangkan
sistem kearsipan yang
online

Unit layanan
melakukan
pelayanan sesuai
dengan prosedur
kerja

Sedang

Tersedia standar
fasilitas, dana yang
memadai, dan
pelaksanaannya oleh
pihak ketiga

Peningkatan
kapasitas aparatur
unit layanan

Sedang

Tersedia dana dan


pelatihan dilakukan
secara berkala

Mengevaluasi
peraturan yang
menghambat

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian

Merumuskan
konsep perbaikan
prosedur perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
prosedur perumusan

kayu pada
hutan tanaman

Database

Penerapan
standar
layanan

3.

Penataan
sistem
informasi izin
pinjam pakai
kawasan hutan
dengan
kompensasi
membayar
PNBP
penggunaan
kawasan hutan

Memperbaiki
prosedur
perizinan

56

No.

Kandidat
Quick Wins

Apa yang
Harus
Diperbaiki

Bagaimana
Memperbaikinya

Tingkat
Kesulitan
Perbaikan

Sumberdaya yang
Tersedia
kebijakan telah
terbakukan

Database

Penerapan
standar
layanan

Penataan
sistem
informasi
pelepasan
kawasan hutan
untuk
budidaya
perkebunan

Memperbaiki
prosedur
pelepasan
kawasan
hutan

Membahas dan uji


publik konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
tersedia dana serta
prosedur uji publik
telah terbakukan

Legislasi konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Prosedur legislasi
telah terbakukan

Membangun sistem
database

Sedang

Tersedia SDM, dana


dan pelaksanaan
pembangunan oleh
pihak ketiga

Membuka akses
informasi kepada
pengguna terkait
perizinan

Sedang

Pembukaan akses
dilakukan dengan
mengembangkan
sistem kearsipan yang
online

Unit layanan
melakukan
pelayanan sesuai
dengan prosedur
kerja

Sedang

Tersedia standar
fasilitas, dana yang
memadai, dan
pelaksanaannya oleh
pihak ketiga

Peningkatan
kapasitas aparatur
unit layanan

Sedang

Tersedia dana dan


pelatihan dilakukan
secara berkala

Mengevaluasi
peraturan yang
menghambat

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian

Merumuskan
konsep perbaikan
prosedur Pelepasan
kawasan hutan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
prosedur perumusan
kebijakan telah
terbakukan

Membahas dan uji


publik konsep
perbaikan prosedur
Pelepasan kawasan
hutan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
tersedia dana serta
prosedur uji publik
telah terbakukan

57

No.

Kandidat
Quick Wins

Apa yang
Harus
Diperbaiki

Database

Penerapansta
ndar unit
layanan

Penataan
Sistem
Informasi Izin
Usaha
Penyediaan
Jasa dan Sarana
Wisata Alam
(IUPJSWA) di
TN, TWA,
TAHURA, dan
SM.

Memperbaiki
prosedur
perizinan

Database

Bagaimana
Memperbaikinya

Tingkat
Kesulitan
Perbaikan

Sumberdaya yang
Tersedia

Legislasi konsep
perbaikan prosedur
Pelepasan kawasan
hutan

Sedang

Prosedur legislasi
telah terbakukan

Membangun sistem
database

Sedang

Tersedia SDM, dana


dan pelaksanaan
pembangunan oleh
pihak ketiga

Membuka akses
informasi kepada
pengguna terkait
Pelepasan kawasan
hutan

Sedang

Pembukaan akses
dilakukan dengan
mengembangkan
sistem kearsipan yang
online

Unit Layanan
melakukan
pelayanan sesuai
prosedur kerja

Sedang

Tersedia standar
fasilitas, dana yang
memadai, dan
pelaksanaannya oleh
pihak ketiga

Peningkatan
kapasitas aparatur
unit layanan

Sedang

Tersedia dana dan


pelatihan dilakukan
secara berkala

Mengevaluasi
peraturan yang
menghambat

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian

Merumuskan
konsep perbaikan
prosedur perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
prosedur perumusan
kebijakan telah
terbakukan

Membahas dan uji


publik konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Tersedia SDM yang


memiliki keahlian dan
tersedia dana serta
prosedur uji publik
telah terbakukan

Legislasi konsep
perbaikan prosedur
perizinan

Sedang

Prosedur legislasi
telah terbakukan

Membangun sistem

Sedang

Tersedia SDM, dana

58

No.

Kandidat
Quick Wins

Apa yang
Harus
Diperbaiki

Bagaimana
Memperbaikinya

Tingkat
Kesulitan
Perbaikan

database

Penerapan
layanan pada
unit layanan
sesuai
dengan
prosedur
kerja

Sumberdaya yang
Tersedia
dan pelaksanaan
pembangunan oleh
pihak ketiga

Membuka akses
informasi kepada
pengguna terkait
perizinan

Sedang

Pembukaan akses
dilakukan dengan
mengembangkan
sistem kearsipan yang
online

Membangun
fasilitas unit
layanan yang
sesuai prosedur
kerja

Sedang

Tersedia standar
fasilitas, dana yang
memadai, dan
pelaksanaannya oleh
pihak ketiga

Uji sertifikasi unit


layanan

Tinggi

Lembaga penguji
sertifikasi terbatas
sehingga memerlukan
waktu

Peningkatan
kapasitas aparatur
unit layanan

Sedang

Tersedia dana dan


pelatihan dilakukan
secara berkala

59

Lampiran 4:Rencana Penerapan Quick Wins


No

Kegiatan

Penataan
sistem
informasi
izin
usaha
pemanfa
atan hasil
hutan
kayu
pada
hutan
alam

Output
Kegiatan

50 %
pemohon
izin
meningkat
kepuasan

Tahapan Kerja

Output
Tahapa
n Kerja

Kriteria
Keberhasil
an

Statu
s

Peratur
an
Menteri
ttg
tatacara
pemberi
an izin

Kepastian
waktu,
kepastian
biaya dan
kepastian
hukum
izin

Sistem
informa
si
pelayan
an

Meningkatkan
kompetensi
unit
pelayanan

Penyederhana
an tatacara
pemberian
izin usaha
melalui :

Penyederhana
an tatacara
pemberian
izin usaha
melalui :
1. Identifikasi
permasalah
an
2. Perumusan
isu
3. Perumusan
peraturan
4. Legislasi
peraturan
Pengembanga
n Database :
1. Pembangun
an sistem
informasi
2. Membuka
akses
informasi

Penataan
sistem
informasi
izin
usaha
pemanfa
atan hasil
hutan
kayu
pada
hutan
tanaman

50 %
pemohon
izin
meningkat
kepuasan

1.Identifikasi
permasalah
an
2.Perumusan
isu
3.Perumusan
peraturan
4.Legislasi
peraturan
Pengembanga
n Database :
1. Pembangun
an sistem
informasi
2. Membuka
akses
informasi
Meningkatkan
kompetensi
unit

Tahun 2011 - 2012

Rencan
a
Anggar
an (ribu
rupiah)

Penanggu
ng Jawab

Suda
h

3.921.23
8.

Ditjen
Bina
Usaha
Kehutana
n

Proses
perizinan
dapat
dipantau
secara
transparan

Akan

125.000.

Setjen

Unit
layanan
member
ikan
layanan
sesuai
prosedu
r kerja

Proses
perizinan
secara
profesiona
l dan
akuntable

Suda
h

Peratur
an
Menteri
tatacara
pemberi
an izin

Kepastian
waktu,
kepastian
biaya dan
kepastian
hukum
izin

Suda
h

7.141.02
4.

Ditjen
Bina
Usaha
Kehutana
n

Sistem
informa
si
pelayan
an

Proses
perizinan
dapat
dipantau
secara
transparan

Akan

125.000.

Setjen

Unit
layanan
member

Proses
perizinan
secara

Suda
h

10

12

Ditjen
Bina
Usaha
Kehutana
n

Ditjen
Bina
Usaha

60

No

Kegiatan

Penataan
sistem
informasi
izin
pinjam
pakai
kawasan
hutan
dengan
kompens
asi
membay
ar PNBP
penggun
aan
kawasan
hutan

Output
Kegiatan

50 %
pemohon
izin
meningkat
kepuasan

Tahapan Kerja

Output
Tahapa
n Kerja

Kriteria
Keberhasil
an

pelayanan

ikan
layanan
sesuai
prosedu
r kerja

profesiona
l dan
akuntable

Penyederhana
an tatacara
pemberian
izin usaha
melalui :

Peratur
an
Menteri
tatacara
pemberi
an izin
penggu
naan
kawasa
n hutan

Kepastian
waktu,
kepastian
biaya dan
kepastian
hukum
izin

Suda
h

883.600.

Ditjen
Planologi
Kehutana
n

Sistem
informa
si
pelayan
an

Proses
perizinan
dapat
dipantau
secara
transparan

Akan

125.000.

Setjen

Meningkatkan
kompetensi
unit
pelayanan

Unit
layanan
member
ikan
layanan
sesuai
prosedu
r kerja

Proses
perizinan
secara
profesiona
l dan
akuntable

Akan

Penyederhana
an tatacara
pemberian
izin
perubahan
peruntukan
melalui :

Peratur
an
Menteri
tatacara
pemberi
an izin
peruba
han
peruntu
kan
kawasa
n hutan

Kepastian
waktu,
kepastian
biaya dan
kepastian
hukum
izin

Suda
h

883.600.

Ditjen
Planologi
Kehutana
n

Sistem
informa
si
pelayan
an

Proses
perizinan
dapat
dipantau
secara

Akan

125.000.

Setjen

1. Identifikasi
permasalah
an
2. Perumusan
isu
3. Perumusan
peraturan
4. Legislasi
peraturan

Pengembanga
n Database :
1. Pembangun
an sistem
informasi
2. Membuka
akses
informasi

Penataan
sistem
informasi
pelepasa
n
kawasan
hutan
untuk
budidaya
perkebun
an

50 %
pemohon
izin
meningkat
kepuasan

1. Identifikasi
permasalah
an
2. Perumusan
isu
3. Perumusan
peraturan
4. Legislasi
peraturan
Pengembanga
n Database :
1. Pembangun
an sistem
informasi

Statu
s

Tahun 2011 - 2012


8

10

12

Rencan
a
Anggar
an (ribu
rupiah)

Penanggu
ng Jawab

Kehutana
n

Ditjen
Planologi
Kehutana
n

61

No

Kegiatan

Output
Kegiatan

Tahapan Kerja

Output
Tahapa
n Kerja

2. Membuka
akses
informasi
Meningkatkan
kompetensi
unit
pelayanan

Kriteria
Keberhasil
an

Statu
s

Tahun 2011 - 2012


8

10

12

Rencan
a
Anggar
an (ribu
rupiah)

Penanggu
ng Jawab

transparan

Prosedu
r kerja
izin
pinjam
pakai
kawasa
n hutan

Proses
perizinan
sesuai
prosedur

Akan

Ditjen
Planologi
Kehutana
n

62

Program/Kegiatan, Output, Tahapan Kerja, Waktu Pelaksanaan, Kriteria Keberhasilan, Rencana Anggaran dan Penanggungjawab Reformasi Birokrasi Kementerian Kehutanan

No

PROGRAM/
KEGIATAN

A Quick Wins
1 Penataan Sistem
Informasi Izin
Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan
Alam

TAHUN
Output

Tahapan Kerja

Output

Kriteria Keberhasilan

2011

Status
8

Tertatanya manajemen
sistem informasi perizinan
pemanfaatan hasil hutan
kayu pada hutan alam

Penyederhanaan tatacara pemberian


izin usaha

Peraturan Menteri

Waktu pelayanan semakin


cepat

Sdh

Memetakan permasalahan proses izin


sistem online

Terbangunnya Sistem
informasi perijinan secara
on-line

Transparansi proses

Sdh

Sosialisasi tata cara pemberian ijin


Tersebarnya informasi
usaha pemanfaatan hasil hutan sistem pemberian ijin sistem
online
online

Peningkatan tingkat kepuasan


dalam pelayanan penerbitan
ijin

Akn

Pengembangan Database

Terbangunnya sistem

Transparansi proses

Sdh

Penerapan Standar unit layanan

Terimplementasinya
Unit layanan melakukan
pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit
layanan
kerja

10

2012
11

12

2013
8

10

11

12

2014
8

10

11

12

Penanggung
jawab

Rencana Anggaran
8

10

11

12

Rp 3,921,238,000

Rp. 125.000.000

Penataan Sistem
Informasi Izin
Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan
Tanaman

Tertatanya manajemen
sistem informasi perizinan
pemanfaatan hasil hutan
kayu pada hutan tanaman

B
1

Penataan Sistem
Informasi Izin Pinjam
Pakai kawasan hutan
dengan kompensasi
membayar PNBP
Penggunaan Kawasan
Hutan

Penataan Sistem
Informasi Pelepasan
kawasan hutan untuk
budidaya perkebunan

Jangka Pendek
Percepatan proses
sertifikasi mutu
sumber benih dan
bibit tanaman hutan

Tertatanya manajemen
sistem informasi izin pinjam
pakai kawasan hutan dengan
kompensasi membayar
PNBP Penggunaan Kawasan
Hutan

Penyederhanaan tatacara pemberian


izin usaha

Peraturan Menteri

Waktu pelayanan semakin


cepat

Sdh

Terbangunnya Sistem
informasi perijinan secara
on-line
Unit layanan melakukan
pelayanan sesuai prosedur
kerja
Peraturan Menteri
Kehutanan tentang
Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan

Transparansi proses

Akn

Terimplementasinya
penerapan standar unit
layanan
Waktu pelayanan tepat waktu

Sdh

Tertatanya manajemen
sistem pelepasan kawasan
hutan untuk budidaya
perkebunan

Mempercepat proses
sertifikasi mutu sumber
benih dan bibit tanaman
hutan

Penyederhanaan pedoman
penggunaan kawasan hutan:
1. Identifikasi masalahan
2. Perumusan Isu
3. Perumusan Peraturan
4. Penetapan Peraturan
5. Sosialisasi Peraturan

Transparansi proses
Terbangunnya sistem
informasi izin pinjam pakai
kawasan hutan secara online

Akn

Penerapan Standar unit layanan

Unit layanan melakukan


Terimplementasinya
pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit
kerja
layanan

Akn

Peraturan Menteri
Kehutanan tentang Tata
Cara Pelepasan Kawasan
Hutan

Waktu pelayanan tepat waktu

Pengembangan Database:
1. Pembangunan sistem informasi
2. Up dating data
3. Membuka akses informasi

Terbangunnya sistem
informasi pelepasan
kawasan hutan secara online

Transparansi proses

Penerapan Standar unit layanan

Unit layanan melakukan


Terimplementasinya
pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit
kerja
layanan

Percepatan penetapan Menyempurnakan proses


areal kerja hutan
penetapan areal kerja hutan
kemasyarakatan
kemasyarakatan

Direktorat
Penggunaan
Kawasan Hutan

Rp. 125.000.000

Biro Umum,
Sekretariat Jenderal

Direktur
- Penggunaan
Kawasan Hutan
Sdh
Direktorat
Pengukuhan dan
Penatagunaan
Kawasan Hutan,
Ditjen Planologi

Rp. 883.600.000,-

Akn
Rp. 125.000.000

Akn

Mengidentifikasi permasalahan proses Teridentifikasinya


sertifikasi mutu sumber benih dan bibit permasalahan proses
sertifikasi mutu benih
tanaman hutan

Analisis permasalahan

Sdh

Memetakan permasalahan proses


sertifikasi

Terpetakannya
permasalahan

Rekomendasi penyelesaian
masalah

Sdh

Konsultasi publik masalah proses


sertifikasi mutu sumber benih

Terumuskannya masalah
proses sertifikasi mutu
sumber benih

Naskah akademis

Sdh

Waktu proses semakin singkat

Sdh

Akan

Peta permasalahan
Rekomendasi penyelesaian
penetapan areal kerja hutan masalah
kemasyarakatan

Akan

Biro Umum,
Sekretariat Jenderal

Direktorat
Pengukuhan dan
- Penatagunaan
Kawasan Hutan,
Ditjen Planologi

Rp15,986,496,000

Mengidentifikasi permasalahan proses Data permasalahan


Tersedia data hasil Analisis
penetapan areal kerja hutan Permasalahan
penetapan areal kerja hutan
kemasyarakatan
kemasyarakatan
Memetakan permasalahan proses
penetapan areal kerja hutan
kemasyarakatan

Dit. BUHT, Ditjen


BUK

Biro Umum,
Rp. 125.000.000
Sekretariat Jenderal

Sdh

Pengembangan Database:
1. Pembangunan sistem informasi
2. Up dating data
3. Membuka akses informasi

Penyusunan peraturan menteri tentang Peraturan Menteri


Pedoman Penggunaan
proses sertifikasi mutu sumber benih
Kawasan Hutan
dan bibit tanaman hutan

Rp 7,141,024,000

Rp. 883.600.000,-

Penyederhanaan tata cara pelepasan


kawasan hutan:
1. Identifikasi masalahan
2. Perumusan Isu
3. Perumusan Peraturan
4. Penetapan Peraturan
5. Sosialisasi Peraturan

Biro Umum,
Sekretariat Jenderal

Sdh

Pengembangan Database

Penerapan Standar unit layanan

Dit BUHA, Ditjen


BUK

No

PROGRAM/
KEGIATAN

TAHUN
Output

Tahapan Kerja

Draft akademis peraturan Kesuaian isi draft akademis


penetapan areal kerja hutan dengan permasalahan
kemasyarakatan
penetapan areal kerja hutan
kemasyarakatan

Akan

Konsultasi publik draft akademis


penyempurnaan peraturan penetapan
areal kerja hutan kemasyarakatan

Pelaksanaan konsultasi
publik

Masukan penyempurnaan
draft akademis

Akan

Penyempurnaan peraturan penetapan


areal kerja Hutan Kemasyarakatan

Peraturan penetapan areal


kerja hutan
kemasyarakatan
Pelaksanaan Sosialisasi/
diseminasi peraturan

Proses penetapan areal kerja


semakin baik

Akan

Peraturan diketahui oleh


stakeholders

Akan

Percepatan penetapan Mempercepat proses


areal kerja hutan desa penetapan areal kerja hutan
desa

Jajak pendapat terhadap


penetapan AKHKm

Jumlah penetapan AKHKm


meningkat

Akan

Tersedia data hasil Analisis


Mengidentifikasi permasalahan proses Data permasalahan
penetapan areal kerja hutan desa
penetapan areal kerja hutan Permasalahan
desa

Akan

Memetakan permasalahan proses


penetapan areal kerja hutan desa

Rekomendasi penyelesaian
masalah

Akan

Kesuaian isi draft akademis


dengan permasalahan
penetapan areal kerja hutan
desa
Masukan penyempurnaan
draft akademis

Akan

Proses penetapan areal kerja


semakin baik

Akan

Penyusunan draft akademis


penyempurnaan peraturan penetapan
areal kerja hutan desa

Penyederhanaan izin Memperpendek proses izin


primer usaha industri p
primer hasil
usaha industri p
hasil hutan
hutan kayu

Memperpendek proses
Penyempurnaan
pencadangan areal HTR
pencadangan areal
hutan tanaman rakyat
(HTR)

Penataan izin usaha


penyediaan jasa dan
sarana wisata alam
(IUPJWA) di hutan
lindung

Peta permasalahan
penetapan areal kerja hutan
desa
Draft akademis peraturan
penetapan areal kerja hutan
desa

Konsultasi publik draft akademis


penyempurnaan peraturan penetapan
areal kerja hutan desa

Pelaksanaan konsultasi
publik

Penyempurnaan peraturan penetapan


areal kerja Hutan Desa

Peraturan penetapan areal


kerja hutan
kemasyarakatan

Sosialisasi/diseminasi peraturan

Pelaksanaan Sosialisasi/
diseminasi peraturan

Peraturan diketahui oleh


stakeholders

Akan

Jajak pendapat terhadap


penetapan AKHD

Jumlah penetapan AKHD


meningkat

Akan

Penyederhanaan tatacara pemberian


primer hasil hutan
izin usaha industri p

Peraturan Menteri

Waktu proses semakin singkat

Akn

Sosialisasi tata cara pemberian ijin


usaha pemanfaatan hasil hutan sistem
online
Penerapan Standar unit layanan

Terbangunnya Sistem
informasi perijinan secara
on-line
Unit layanan melakukan
l
i
d
Peraturan
Menteri

Peningkatan tingkat kepuasan


dalam pelayanan penerbitan
ijin
Terimplementasinya
t semakin
d
itsingkat
Waktu Proses

Akn

peningkatan tingkat kepuasan


dalam pelayanan penerbitan
ijin HTR

Akn

Penyederhanaan tatacara proses


pencadangan areal HTR

Penyusunan peraturan IUPS/JWA di


hutan lindung

Penataan izin usaha


penyediaan jasa dan
sarana wisata alam
(IUPJWA) di KSA dan
KPA

Tertatanya manajemen
Penyederhanaan tatacara pemberian
perizinan usaha penyediaan izin usaha
jasa dan sarana wisata alam Pengembangan Database
di KSA dan KPA
Penerapan Standar unit layanan

2012
11

12

2013
8

10

11

12

2014
8

10

11

12

Rencana Anggaran
8

10

11

12

Penanggung
jawab

Rp 6,887,893,390

Tertingkatkannya capacity Pengetahuan SDM


building/keilmuan
pemanfaatan jasling wisata
alam.

Sdg

Peraturan Menteri

Waktu pelayanan semakin


cepat

Sdg

Rekomendasi Pemanfaatan

Sdg

Terbangunnya Sistem
informasi perijinan secara
on-line

Rp. 500.000.000

Rp. 50.000.000 PHKA

Rp. 300.000.000 SETJEN

Akn
Rp. 200.000.000 PHKA

Terimplementasinya
penerapan peraturan IPPA

Akn

Waktu pelayanan semakin


cepat
Transparansi proses

Sdh

Rp. 50.000.000 PHKA

Rp. 500.000.000 PHKA

Akn
Rp. 200.000.000 SETJEN

Terimplementasi nya
Unit layanan melakukan
pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit
layanan
kerja

Bimbingan teknis pengusahaan wisata Pemegang ijin IUPS/JWA


alam
melaksanakan ijin sesuai
dengan aturan

Dit. BUHT

Rp. 500.000.000 PHKA

Terumuskannya masalah Naskah akademis


proses pemanfaatan jasling.

Peraturan Menteri

Rp150,800,000

Sdh

Sdh

Bimbingan teknis pengusahaan wisata Pemegang ijin IUPS/JWA


alam
melaksanakan ijin sesuai
dengan aturan
7

Sdh

Terimplementasinya
Unit layanan melakukan
pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit
layanan
kerja

Identifikasi pemanfaatan jasling wisata Teridentifikasinya potensi


alam.
dan kelayakan usaha
pemanfaatan jasling.
Sosialisasi peraturan jasling wisata
alam.

10

Dit. BPPHH

Sosialisasi tata cara pemberian ijin HTR Tersebarnya informasi


pemberian ijin HTR

Mengatur mekanisme
Konsultasi pemanfaatan jasling wisata
perizinan usaha penyediaan alam.
jasa dan sarana wisata alam
di hutan lindung

Akan

Pengukuran dampak peraturan


menteri

Penerapan Standar unit layanan

2011

Status

Penyusunan draft akademis


penyempurnaan peraturan penetapan
areal kerja hutan kemasyarakatan

Pengukuran dampak peraturan


menteri

Kriteria Keberhasilan

Sosialisasi/diseminasi peraturan

Output

Terimplementasinya
penerapan peraturan IPPA

Akn
Rp. 200.000.000 PHKA
Sdg
Rp. 500.000.000 PHKA

No
8

PROGRAM/
KEGIATAN
Penataan izin usaha
pemanfaatan jasa
lingkungan air di
kawasan suaka alam
dan kawasan
pelestarian alam

TAHUN
Output

Output

Kriteria Keberhasilan

2011

Status
8

Mengatur mekanisme
perizinan usaha
pemanfaatan jasling air

Pengaturan Izin
Peraturan Menteri
Peminjaman Jenis
Satwa Liar Dilindungi
ke Luar Negeri Untuk
Kepentingan
Konservasi
(Conservation Loan)

10 Penyederhanaan
sistem peragaan
tumbuhan dan satwa
liar dilindungi

Tahapan Kerja

Peraturan Menteri

Pembelajaran/studi banding
pemanfaatan jasling air

Tertingkatkannya capacity Pengetahuan SDM


building/keilmuan
pemanfaatan jasling air

Sdg

Identifikasi pemanfaatan jasling air

Teridentifikasinya potensi
dan kelayakan usaha
pemanfaatan jasling.

Sdg

Penyusunan peraturan menteri tentang Terumuskannya draft


izin usaha pemanfaatan jasling air
Permenhut

Permenhut

Sdg

Pengembangan Database

Terbangunnya Sistem
informasi perijinan secara
on-line

Transparansi proses

Sdg

Penerapan Standar unit layanan

Unit layanan melakukan


Terimplementasi nya
pelayanan sesuai prosedur penerapan standar unit
kerja
layanan

Akn

Bimbingan teknis pengusahaan


pemanfaatan jasling air

Pemegang ijin IUPJLA


melaksanakan ijin sesuai
dengan aturan

Terimplementasinya
penerapan peraturan
pemanfaatan jasling air

Akn

Mengidentifikasi dan memetakan


permasalahan izin peminjaman jenis
satwa liar
Konsultasi publik

Naskah akademis

Gap analysis komprehensif

Sdh

Dokumen hasil konsultasi


publik

Pengkayaan materi dari para


pemangku kepentingan

Sdh

Penyusunan peraturan

Draft revisi Peraturan


Menteri

Sdh

Penyusunan dan pengesahan SOP

SOP (dokumen internal


Dit. KKH, ISO 9001:2008)

Perolehan manfaat bagi


negara dalam bentuk in-kind
(in-kind contribution) untuk
konservasi spesies
Panduan proses dan kepastian
waktu proses pelayanan
perizinan

Sosialisasi peraturan

Dokumen hasil sosialisasi

Evaluasi dan pengukuran dampak

Dokumen hasil evaluasi


dan pengukuran dampak

Naskah akademis

2012
11

12

2013
8

10

11

12

2014
8

10

11

12

Rencana Anggaran
8

10

11

12

Penanggung
jawab

Rp. 500.000.000 PHKA


Sdg

Mengidentifikasi dan memetakan


permasalahan izin peminjaman jenis
tumbuhan dan satwa liar
Konsultasi publik

10

Rp. 300.000.000 PHKA

Konsultasi publik pemanfaatan jasling Terumuskannya masalah Naskah akademis


air
proses pemanfaatan jasling.

Rp. 200.000.000 PHKA

Rp. 500.000.000 SETJEN

Rp. 200.000.000 SETJEN

Rp. 200.000.000 PHKA

PHKA

Rp. 126.500.000
akan
Rp. 179.890.000 Direktorat KKH

Pemahaman publik terhadap


peraturan
t
perundangan
d
meningkat
Adanya feed back konstruktif
tentang kepuasan pelanggan
dari implementasi kebijakan
publik

akan

Gap analysis komprehensif

Sdh

R 154.300.000
Rp.
154 300 000 Direktorat
Di kt t KKH
akan
Direktorat KKH

Dokumen hasil konsultasi


publik

Pengkayaan materi dari para


pemangku kepentingan

Sdh

Penyusunan peraturan

Draft revisi Peraturan

Pendelegasian kewenangan
untuk percepatan proses
pelayanan publik tentang
peragaan jenis TSL dilindungi

Sdh

Penyusunan dan pengesahan SOP

SOP (dokumen internal


Dit. KKH, ISO 9001:2008)
Dokumen hasil sosialisasi

Sosialisasi peraturan

11 Penyempurnaan
Peraturan Menteri
Pengaturan Lembaga
Konservasi

Rekomendasi Pemanfaatan

Rp. 126.500.000

akan
Pemahaman publik terhadap
peraturan perundangan
meningkat
Adanya feed back konstruktif
tentang kepuasan pelanggan
dari implementasi kebijakan
publik

akan

Rp. 179.890.000 Direktur KKH

akan
Rp. 154.300.000 Direktur KKH

Evaluasi dan pengukuran dampak

Dokumen hasil evaluasi


dan pengukuran dampak

Mengidentifikasi dan memetakan


permasalahan lembaga konservasi
Konsultasi publik

Naskah akademis

Gap analysis komprehensif

Sdh

Dokumen hasil konsultasi


publik

Pengkayaan materi dari para


pemangku kepentingan

Sdh

Penyusunan peraturan

Draft revisi Peraturan

Sdh

Penyusunan dan pengesahan SOP

SOP (dokumen internal


Dit. KKH, ISO 9001:2008)

Perolehan manfaat bagi


negara dalam bentuk in-kind
(in-kind contribution) untuk
konservasi spesies
Panduan proses dan kepastian
waktu proses pelayanan
perizinan

Sosialisasi peraturan

Dokumen hasil sosialisasi

Pemahaman publik terhadap


peraturan perundangan
meningkat

akan

Evaluasi dan pengukuran dampak

Dokumen hasil evaluasi


dan pengukuran dampak

Adanya feed back konstruktif


tentang kepuasan pelanggan
dari implementasi kebijakan
publik

akan

Direktur KKH

Rp. 126.500.000
akan
Rp. 179.890.000 Direktur KKH

Rp. 154.300.000 Direktur KKH

Direktur KKH

No
12

PROGRAM/
KEGIATAN
Penyederhanaan
sistem pertukaran
jenis tumbuhan atau
satwa dilindungi
dengan lembaga
konservasi di luar
negeri

C Jangka Menengah
1 Penyederhanaan izin
usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu pada
HKm

Penyederhanaan izin
usaha pemanfaatan
hasil hutan kayu pada
Hutan Desa

TAHUN
Output

Tahapan Kerja

Penataan izin usaha


pemanfaatan jasa dan
lingkungan
geothermal di KSA
dan KPA

Kriteria Keberhasilan

2011

Status
8

Peraturan Menteri

Mengidentifikasi dan memetakan


permasalahan pertukaran jenis
tumbuhan atau satwa dilindungi
Konsultasi publik

Penyusunan peraturan

Meningkatkan efektivitas
izin IUPHHKm dari 2 Izin
untuk 2 kegiatan menjadi 1
(satu) izin untuk 2 kegiatan
dalam pengelolaan hutan
kemasyarakatan

Gap analysis komprehensif

Sdh

Pengkayaan materi dari para


pemangku kepentingan

Sdh

Draft revisi Peraturan

Pendelegasian kewenangan
untuk percepatan proses
pelayanan publik tentang
pertukaran jenis TSL
dilindungi
Panduan proses dan kepastian
waktu proses pelayanan
perizinan

Sdh

Sosialisasi peraturan

Dokumen hasil sosialisasi

Pemahaman publik terhadap


peraturan perundangan
meningkat

akan

Evaluasi dan pengukuran dampak

Dokumen hasil evaluasi


dan pengukuran dampak

Adanya feed back konstruktif


tentang kepuasan pelanggan
dari implementasi kebijakan
publik

akan

Mengidentifikasi permasalahan proses Teridentifikasinya


permasalahan

Analisis permasalahan

Akan

Memetakan permasalahan proses

Terpetakannya
permaslahan

Rekomendasi penyelesaian
masalah

Akan

Konsultasi publik masalah proses

Terumuskannya masalah

Naskah akademis

Akan

Penyusunan perubahan PP No. 6


Tahun 2007

PP Revisi PP No. 6 Tahun


2007

Net konsep RPP

Akan

Penyusunan peraturan menteri

Peraturan Menteri
Kehutanan

Sosialisasi/diseminasi
peraturan/pedoman

Tersosialisasinya

Pemegang izin hutan


kemasyarakatan dapat
memanen hasilnya dengan 1
(satu) izin
Peraturan tersosialisasi ke
stakeholders

Pengukuran dampak peraturan


menteri

Meningkatnya IUPHHK
HKm

Jumlah IUPHHK HKm


meningkat

Akan

Teridentifikasinya
permasalahan

Analisis permasalahan

Akan

Terpetakannya
permaslahan

Rekomendasi penyelesaian
masalah

Akan

Terumuskannya masalah

Naskah akademis

Akan

2012
11

12

2013
8

10

11

12

2014
8

10

11

12

Rencana Anggaran
8

10

11

12

Penanggung
jawab

Rp. 179.890.000 Direktur KKH

Rp. 154.300.000 Direktur KKH

Direktur KKH

Rp. 2.500.000.000,-.
Direktorat BPS
Ditjen BPDASPS

Akan

Perubahan PP No. 6 Tahun Net konsep RPP


2007

Akan

Penyusunan peraturan menteri

1 (satu) izin pengelolaan


Peraturan Menteri
Pedoman Izin Pengelolaan untuk kegiatan pembangunan
dan pemanfaatan hutan desa
Hutan Desa

Akan

Sosialisasi/diseminasi
peraturan/pedoman

Tersosialisasinya

Peraturan tersosialisasi ke
stakeholders

Akan

Pengukuran dampak peraturan


menteri

Meningkatnya IUPHHK
HD

Jumlah IUPHHK HD
meningkat

Akan

Pembelajaran/studi banding
pemanfaatan jasling geotermal.

Tertingkatkannya capacity Pengetahuan SDM


building/keilmuan
pemanfaatan jasling
geotermal.

Sdg

Identifikasi pemanfaatan jasling


geotermal.

Teridentifikasinya potensi
dan kelayakan usaha
pemanfaatan jasling.

Sdg

Konsultasi publik/sosialisasi
pemanfaatan jasling geotermal.

Terumuskannya masalah Naskah akademis


proses pemanfaatan jasling.

Penyusunan peraturan menteri tentang Terumuskannya draft


Permenhut
izin usaha pemanfaatan jasling
geotermal.
Pengembangan Database
Terbangunnya Sistem
informasi perijinan secara
on-line
Penerapan Standar unit layanan
Unit layanan melakukan
pelayanan sesuai prosedur
kerja
Bimbingan teknis pengusahaan
Pemegang ijin IUPJG
pemanfaatan jasling geotermal
melaksanakan ijin sesuai
dengan aturan

10

akan

Penyusunan peraturan pemerintah

Rekomendasi Pemanfaatan

Rp. 126.500.000

SOP (dokumen internal


Dit. KKH, ISO 9001:2008)

Mengidentifikasi permasalahan proses


Meningkatkan efektivitas
izin IUPHHD untuk 2
kegiatan menjadi 1 (satu) izin
Memetakan permasalahan proses
untuk 2 kegiatan dalam
pengelolaan hutan desa

Mengatur mekanisme
perizinan usaha
pemanfaatan jasling
geothermal

Naskah akademis

Dokumen hasil konsultasi


publik

Penyusunan dan pengesahan SOP

Konsultasi publik masalah proses

Output

Rp. 2.500.000.000,Direktorat BPS


Ditjen BPDASPS

Rp. 500.000.000

Rp. 5.000.000.000 PHKA

Rp. 300.000.000 PHKA


Sdg
Rp. 200.000.000 PHKA

Permenhut

Sdg

Transparansi proses

Sdg

Terimplementasi nya
penerapan standar unit
layanan
Terimplementasinya
penerapan peraturan
pemanfaatan jasling geotermal

Akn

Rp. 500.000.000 SETJEN

Rp. 200.000.000 SETJEN

Rp. 200.000.000 PHKA


Akn
90,000,000 PHKA

No
4

PROGRAM/
KEGIATAN

TAHUN
Output

Output

Kriteria Keberhasilan

2011

Status
8

Percepatan Perizinan Peraturan Menteri


Pengambilan atau
Penangkapan serta
Peredaran Tumbuhan
dan Satwa Liar

Penyederhanaan izin Peraturan Menteri


perolehan tumbuhan
dan satwa laiar
dilindungi dan atau
termasuk Appendix I
CITES yang
Bersumber dari
Lembaga Konservasi

Penyempurnaan
sistem penilaian
kinerja pegawai

Tahapan Kerja

Peraturan Menteri

Mengidentifikasi dan memetakan


permasalahan perizinan pengambilan
atau penangkapan serta peredaran
tumbuhan dan satwa liar

Naskah akademis

Konsultasi publik

Dokumen hasil konsultasi


publik

Pengkayaan materi dari para


pemangku kepentingan

Sdh

Penyusunan peraturan

Draft revisi Peraturan

Sdh

Penyusunan dan pengesahan SOP

SOP (dokumen internal


Dit. KKH, ISO 9001:2008)

Sosialisasi peraturan

Dokumen hasil sosialisasi

Evaluasi dan pengukuran dampak

Dokumen hasil evaluasi


dan pengukuran dampak

Tertibnya tata niaga


pemanfaatan TSL
Panduan proses dan kepastian
waktu proses pelayanan
perizinan
Pemahaman publik terhadap
peraturan perundangan
meningkat
Adanya feed back konstruktif
tentang kepuasan pelanggan
dari implementasi kebijakan
publik

Gap analysis komprehensif

2012
11

12

2013
8

10

11

12

2014
8

10

11

12

Rencana Anggaran
8

10

11

12

Penanggung
jawab

200,000,000

150,000,000
Rp. 90.000.000

akan
Rp. 200.000.000 Direktur KKH
akan
Rp. 150.000.000 Direktur KKH
akan
Rp. 105.000.000 Direktur KKH

Gap analysis komprehensif

akan

Dokumen hasil konsultasi


publik

Pengkayaan materi dari para


pemangku kepentingan

akan

Penyusunan peraturan

Draft Peraturan Menteri

akan

Penyusunan dan pengesahan SOP

SOP (dokumen internal


Dit. KKH, ISO 9001:2008)

Tertib administrasi legalitas


asal usul koleksi TSL di unit
lembaga konservasi
Panduan proses dan kepastian
waktu proses pelayanan
perizinan

Sosialisasi peraturan

Dokumen hasil sosialisasi

Pemahaman publik terhadap


peraturan perundangan
meningkat

akan

Evaluasi dan pengukuran dampak

Dokumen hasil evaluasi


dan pengukuran dampak

Adanya feed back konstruktif


tentang kepuasan pelanggan
dari implementasi kebijakan
publik

akan

Penyiapan mekanisme kerja penilaian


kinerja individu pegawai

Pedoman penilaian kinerja Tersedianya prosedur kerja


individu pegawai
penilaian kinerja individu
pegawai yang lebih obyektif

Sdg

Sosialisasi dan implementasi sistem


penilaian kinerja individu pegawai

Penilaian kinerja individu


pegawai

Akn

Pengukuran dampak perubahan dari


penilaian kinerja individu pegawai di
lingkungan Kementerian Kehutanan

10

Sdh

Naskah akademis

Mengidentifikasi dan memetakan


permasalahan izin peminjaman jenis
satwa liar
Konsultasi publik

Rp. 107.500.000 Direktur KKH

Evaluasi (efektifitas dan


efisiensi) hasil penilaian
kinerja individu pegawai
dengan menggunakan
indikator penilaian yang
baru

Terwujudnya pemahaman
para pejabat struktural
terhadap sistem penilaian
kinerja individu pegawai yang
baru
Terwujudnya kinerja individu
pegawai yang lebih terukur
dan menjadikan kinerja
organisasi yang lebih efektif

Rp. 126.500.000 Direktur KKH

Rp. 126.500.000 Direktur KKH


akan
Rp. 179.890.000 Direktur KKH

Rp. 154.300.000 Direktur KKH

Rp. 345.500.000 Direktur KKH

Rp. 394.000.000

Kepala Biro
Kepegawaian

Rp. 128.000.000

Kepala Biro
Kepegawaian

Akn
Kepala Biro
Kepegawaian

Anda mungkin juga menyukai