TAHUN 2015
I. PENDAHULUAN
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai
dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Dalam UU NO.32
Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau
gabungan parpol. Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU No.12
Tahun 2008, Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah dapat juga diajukan dari calon
perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari dilakukannya
pilkada adalah untuk mempercepat konsolidasi demokrasi di Republik ini. Selain itu juga untuk
mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa terlibat langsung dalam proses
pembuatan kebijakan.
Untuk menjalankan amanat UUD tersebut maka dilaksanakanlah Pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA) di masing-masing daerah yang telah habis masa jabatan kepala daerahnya. Pada
Pelakasanaan Pilkada mulai Tahun 2015 pelaksanaannya dilakukan secara serentak seluruh
Indonesia dimana pelaksanaan pemungutan suara dilakukan pada tanggal 9 Desember 2015.
syarat namun gagal mengajukan pasangan calon. Akibat lebih lanjut, partai politik
maupun konstituen kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kepala daerah
yang merupakan preferensi mereka
3. Pemasalahan pada Masa kampanye :
a. Manuver politik incumbent untuk menjegal lawan politik
b. Care taker yang memanfaatkan posisi untuk memenangkan PILKADA.
c. Money politics
d. Pemanfaatan fasilitas negara dan pemobilisasian birokrasi
e. Kampanye negative
f. Pelanggaran etika dalam kampanye
g. Curi start kampanye, kampanye terselubung, dan kampanye di luar waktu yang
telah ditetapkan
4. Manipulasi dalam penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan
a. Belum terwujudnya transparansi mengenai hasil penghitungan suara
rekapitulasi penghitungan suara.
b. Manipulasi penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara dilakukan oleh
KPU Kab / kota, dan KPU Provinsi.
c. Belum lengkapnya instrument untuk mengontrol akuntabilitas PPK,
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi.
d. Keterbatasan saksi-saksi yang dimiliki oleh para pasangan calon.
e. Keterbatasan
anggota
Panwas
mengontrol
hasil
penghitungan
rekapitulasi hasil penghitungan suara
dan
PPK,
KPU
dan
III. PENUTUP
Potensi potensi permasalahan setiap tahapan, berpeluang memunculkan konflik baik antara
Peserta (Pasangan Calon serta Pendukung baik Parpol maupun masyarakta), Penyelenggara
dalam hal ini KPU Prov / Kab /Kota beserta jajarannya, Pengawas dalam hal ini Bawaslu
Provinsi dan Panwas Pemilihan Kab/Kota beserta jajaran dan Pihak Keamanan dalam hal ini
Kepolisian Republik Indonesia.