Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran
listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di dalam bumi dan
bagaiman cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi
pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara
alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Ada beberapa macam metoda
geolistrik, antara lain : metoda potensial diri, arus telluric, magnetotelluric, IP
(Induced Polarization), resistivitas (tahanan jenis) dan lain-lain. Pada fieldtrip
Geofisika Eksplorasi ini, metode yang digunakan adalah resistivitas atau tahanan
jenis dengan alat Mini Sting Earth Resistivity.
Pada metode geolistrik tahanan jenis ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam
bumi melalui dua elektroda arus. Kemudian beda potensial yang terjadi diukur
melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk
setiap jarak elektroda yang berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga
hambatan jenis masing-masing lapisan dibawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal,
jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000 feet atau 1500
feet. Oleh karena itu metoda ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi
lebih banyak digunakan dalam bidang engineering geology seperti penentuan
kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air, juga digunakan dalam eksplorasi
geotermal.

Oleh karena itu, pada fieldtrip Geofisika Eksplorasi ini akan difokuskan kepada
cara penggunaan alat geolistrik dan pengambilan data di lapangan dengan metode
resistivitas atau tahanan jenis.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya fieldtrip ini adalah sebagai sarana untuk mengoperasikan
alat-alat yang berhubungan dengan geolistrik dan metode dalam pengambilan data.
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui distribusi resistivitas batuan untuk menentukan
letak dan kedalaman akuifer air tanah melalui metode geolistrik tahanan jenis
1.3 Waktu, Letak dan Kesampaian Daerah Penelitian
Fieldtrip geofisika eksplorasi dilaksanakan selama 3 hari, yakni tanggal 20-22
Mei 2016. Daerah penelitian secara administratif termasuk dalam wilayah Desa Bilibili, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan yang dapat
dicapai dengan menggunakan transportasi darat dari Kabupaten Gowa menuju Desa
Bili-bili menggunakan kendaraan beroda empat selama 1,5 jam

1.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Mini Sting Earth Resistivity
2. Kabel A/B dan kabel M/N
3. Elektroda
4. Roll meter
5. GPS
6. Kompas brunton
7. Palu geologi
8. Kabel jepit
9. Tabel data
10. Alat tulis-menulis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Geologi Regional
Secara geologi daerah ini tersusun oleh batuan-batuan sediment dan terobosan

Formasi Camba yang berumur Tersier, batuan gunungapi dan terobosan yang
termasuk dalam kelompok batuan Gunungapi Baturappe-Cindako berumur Tersier,
batuan Gunungapi Lompobatang yang berumur Kuarter, serta endapan alluvial.

Daerah dataran yang merupakan daerah terendah di atas permukaan laut, umumnya
ditempati oleh endapan alluvial. Kelompok batuan Formasi Camba dan batuan
gunungapi Tersier umumnya menempati daerah perbukitan dan hanya sebagian kecil
yang berada di daerah dataran serta di daerah dataran bergelombang; sedangkan
daerah pegunungan yang merupakan bagian tertinggi dalam wilayah Kabupaten
Gowa tersusun oleh batuan gunungapi Kuarter.
Daerah dataran yang umumnya tersusun oleh endapan alluvial merupakan
wilayah air tanah produktivitas sedang-rendah. Sedangkan daerah yang tersusun oleh
batuan sedimen Formasi Camba dan Batuan Gunungapi termasuk batuan terobosan
berumur Tersier merupakan wilayah airtanah dengan produktivitas sangat rendah
hingga langka airtanah. Daerah pegunungan termasuk wilayah airtanah produktivitas
sedang kecuali sebagian daerah di sekitar puncak merupakan wilayah airtanah
langka. Bahan galian berupa pasir dan lempung banyak ditambang di daerah dataran
terutama di daerah Bajeng, sedangkan sirtu di daerah lembah sungai Jeneberang di
bagian hulu bendung Bili-Bili. Daerah bergelombang sering dibuat menjadi lebih
landai bahkan datar dengan menggalinya sebagai tanah urug dan batubelah terutama
di daerah yang tersusun oleh endapan gunungapi Tersier. Formasi Camba oleh para
peneliti sebelumnya diinformasikan mengandung lapisan tipis batubara, sedangkan
intrusi batuan gunungapi Baturappe-Cindako antara lain menghasilkan mineralisasi
logam mulia. Dari segi kebencanaan, daerah Kabupaten Gowa ini tidak termasuk
daerah yang rawan gempa bumi karena kondisi geologi lokal dan posisi tektoniknya
yang jauh dari zona-zona sumber gempabumi. Daerah ini juga aman dari bencana
gunungapi karena gunungapi terdekat yaitu Lompobattang sudah termasuk kategori

padam. Namun beberapa tempat termasuk sangat rawan terhadap bencana gerakan
tanah seperti di sebagian lereng gunung Bawakaraeng dan sebagian daerah
perbukitan yang terjal. Selain itu daerah lembah sungai Jeneberang juga rawan
terhadap bencana banjir bandang.
Analisis Geologi Lingkungan dan skoring setiap komponen geologi lingkungan
yang dimiliki oleh semua daerah dan dianggap berpengaruh terhadap pengembangan
wilayah menunjukkan nilainya berkisar antara 33-62 atau kurang leluasa hingga
cukup leluasa untuk dikembangkan, kecuali daerah tertentu yang tersisihkan
merupakan daerah yang tidak layak kembang.
Daerah yang cukup leluasa untuk dikembangkan direkomendasikan sebagai
kawasan budidaya umum utamanya pertanian tanaman pangan semusim dan
pengembangan kawasan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran dan
perdagangan. Sedangkan sebagian besar daerah yang agak leluasa lainnya dan
daerah yang kurang leluasa untuk dikembangkan merupakan daerah yang
direkomendasikan sebagai kawasan budidaya terbatas umumnya pertanian (termasuk
hutan). Adapun daerah yang tidak layak kembang maka direkomendasikan sebagai
kawasan lindung. Daerah yang cukup leluasa untuk dikembangkan sebagian besar
terletak di dataran Sungguminasa - Takalar, sedangkan yang tidak layak menempati
daerah di sekitar puncak perbukitan dan pegunungan terjal, sempadan sungai,
waduk/danau dan mata air.
2.2

Geolistrik
Geolistrik merupakan alat yang dapat diterapkan untuk beberapa metode

geofisika, di mana prinsip kerja metode tersebut adalah mempelajari aliran listrik di

dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi
pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara
alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (buatan). Metode geofisika
tersebut

di

antaranya

adalah

metode

potensial

diri,metode

arus

telurik,

magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), dan resistivitas (tahanan


jenis).
Dari sekian banyak metode geofisika yang diterapkan dalam geolistrik, metode
tahanan jenis adalah metode yang paling sering di gunakan. Metode ini pada
prinsipnya bekerja dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui dua
elektroda arus sehingga menimbulkan beda potensial dan beda potensial yang terjadi
diukur melalui dua elektroda potensial. Hasil pengukuran arus dan beda potensial
untuk setiap jarak elektroda yang berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi
harga tahanan jenis lapisan dibawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif dan cocok di gunakan untuk eksplorasi yng sifatnya
dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari 1000 kaki
atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi minyak
tetapi lebih banyak di gunakan dalam bidang engineering geology seperti penentuan
kedalaman basement (batuan dasar), pencarian reservoir (tandon) air, dan eksplorasi
geothermal (panas bumi).
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus dan potensialnya,
dikenal beberapa jenis metode geolistrik tahanan jenis, antara lain metode
Schlumberger, metode Wenner dan metode Dipole Sounding.

Pada metode tahanan jenis konfigurasi Schlumberger, bumi diasumsikan


sebagai bola padat yang mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini,
maka seharusnya resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan
tidak bergantung atas spasi elektroda, = KV / I . Namun pada kenyataannya bumi
terdiri atas lapisan-lapisan dengan yang berbeda- beda sehingga potensial yang
terukur merupakan pengaruh dari lapisanlapisan tersebut. Maka harga resistivitas
yang terukur bukan merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja, tetapi
beberapa lapisan. Hal ini terutama untuk spasi elektroda yang lebar.
Dengan a adalah apparent resistivity (resistivitas semu) yang bergantung pada
spasi elektroda. Untuk kasus tak homogen, bumi diasumsikan berlapis-lapis dengan
masing-masing lapisan mempunyai harga resisitivitas yang berbeda. Resistivitas
semu merupakan resisitivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen
dengan medium berlapis yang ditinjau.
Ada tiga macam cara pengukuran resistivitas yang biasa dilakukan dalam
akuisis data di lapangan. Masing - masing memiliki fungsi yang berbeda, ketiga cara
tersebut yaitu Lateral mapping, vertikal Sounding dan Resistivity 2D.

a. Lateral Mapping
Cara ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan harga resistivitas di suatu
areal tertentu. Setiap titik targat akan dilalaui beberapa titik pengukuran. Ilustrasi
cara ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Ilustrasi Lateral Mapping


Pada gambar 2.1 disajikan skema akusisi data secara mapping (dalam hal ini
konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Wenner). Untuk group (n=1), spasi
dibuat bernilai a. Setelah pengukuran pertama dilakukan, elektroda selanjutnya
digeser ke kanan sejauh a (C1 di pindah ke P1, P1 di pindah ke P2 dan P2 ke C2)
sampai jarak maksimum yamh diinginkan.
b. Vertikal Sounding
Cara ini digunakan untuk mengetahui distribusi harga resistivitas pada suatu
titik target sounding di bawah permukaan bumi. Cara ini sering digunakan sounding
1D sebab resolusi yang dihasilkan hanya bersifat vertikal. Gambar 2.2 memberikan
ilustrasi teknik pengukuran ini (dalam hal ini konfigurasi yang digunakan ialah
Schlamberger).

Gambar 2.2 Ilustrasi Vertikal Sounding


Pada gambar 2.2, konfigurasi yang digunakan adalah Schlumberger.
Pengukuran pertama dilakukan dengan membuat jarak spasi a. Dari pengukuran ini
diperoleh satu titik pengukuran.. Pengukuran kedua dilakukan dengan membuat jarak

spasi antara C1 P1 dan P2 C2 menjadi 2a dan diperoleh titik pengukuran


berikutnya. Pengukuran terus dilakukan hingga area survey telah terlingkupi.
c. Resistivity 2D
Teknik ini merupakan gabungan antara mapping dan sounding. Di mana
pengukuran sounding (1D) dilakukan setiap titik lintasan sevara lateral atau lintasan
mapping (1D) dilakukan setiap kedalaman (gambar 8). Pada praktikum ini diakukan
metode ini. Pengolahan data resistivitas semu (hasil pengukuran) dengan
menggunakan software Res2Dinv di mana pemodelan dengan teknik inversi dalam
software ini.
2.3

Mini Sting Earth Resistivity


Alat ini menginjeksikan arus ke dalam bumi dan mengukur respon yang

diberikan dari dalam bumi dan berfungsi dalam pengukuran resistivity batuan dari
lokasi penelitian sehingga dapat diaplikasikan dalam penentuan tebal lapisan lapuk,
jenis batuan, struktur geologi, serta porositas dan permeabilitas batuan untuk
penentuan konstruksi. Alat ini mudah digunakan menu sistem berbasis instrument
serbaguna untuk konfigurasi survey yang berbeda.
Pada aplikasi ilmu hidrologi, alat ini dapat digunakan dalam pencarian akuifer
dan pada dunia pertambangan serta perminyakan, alat ini dapat digunakan untuk
mengetahui penyebaran mineral dan penentuan titik bor.

Foto 2.1 Mini Sting Earth Resistivity


2.4

Air Tanah
Air tanah dapat didefinisikan sebagai semua air yang terdapat

dalam ruang batuan dasar atau regolith. Dapat juga disebut aliran
yang secara Alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran
atau rembesan.
Kebanyakan air tanah berasal dari hujan. Air hujan yang
meresap ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah, perlahanlahan mengalir ke laut, atau mengalir langsung dalam tanah atau di
permukaan dan bergabung dengan aliran sungai. Banyaknya air
yang meresap ke tanah bergantung pada selain ruang dan waktu,
juga di pengaruhi kecuraman lereng, kondisi material permukaan
tanah dan jenis serta banyaknya vegetasi dan curah hujan.
Meskipun curah hujan besar tetapi lerengnya curam, ditutupi
material impermeabel, persentase air mengalir di permukaan lebih
banyak daripada meresap ke bawah. Sedangkan pada curah hujan
sedang,

pada

lereng

landau

dan

permukaannya

permiabel,

persentase air yang meresap lebih banyak. Sebagian air yang

meresap tidak bergerak jauh karena tertahan oleh daya tarik


molekuler sebagai lapisan pada butiran-butiran tanah. Sebagian
menguap lagi ke atmosfir dan sisanya merupakan cadangan bagi
tumbuhan selama belum ada hujan. Air yang tidak tertahan dekat
permukaan menerobos kebawah sampai zona dimana seluruh
ruang terbuka pada sedimen atau batuan terisi air (jenuh air). Air
dalam zona saturasi ( zone of saturation ) ini dinamakan air tanah
( ground water ). Batas atas zona ini disebut muka air tanah ( water
table ). Lapisan tanah, sedimen atau batuan diatasnya yang tidak
jenuh air disebut zona aerasi ( zone of aeration ). Muka air tanah
umumnya

tidak

horisontal,

tetapi

lebih

kurang

mengikuti

permukaan topografi diatasnya. Apabila tidak ada hujan maka


muka air di bawah bukit akan menurun perlahan-lahan sampai
sejajar dengan lembah. Namun hal ini tidak terjadi, karena hujan
akan mengisi ( recharge) lagi. Daerah dimana air hujan meresap
kebawah (precipitation ) sampai zona saturasi dinamakan daerah
rembesan ( recharge area ) dan daerah dimana air tanah keluar
dinamakan discharge area.

Gambar 2.1 Diagram memperlihatkan posisi relatif beberapa istilah


yang
berkaitan dengan air bawah permukaan.
Air tanah berasal dari bermacam sumber. Air tanah yang
berasal dari peresapan air permukaan disebut air meteoric
(meteoric water). Selain berasal dari air permukaan, air tanah dapat
juga berasal dari air yang terjebak pada waktu pembentukan
batuan sedimen. Air tanah jenis ini disebut air konat (connate
water). Aktivitas magma di dalam bumi dapat membentuk air
tanah, karena adanya unsur hydrogen dan oksigen yamg menyusun
magma. Air tanah yang berasal dari aktivitas magma ini disebut
dengan air juvenile (juvenile water). Dari ketiga sumber air tanah
tersebut air meteoric merupakan sumber air tanah terbesar. Air
tanah di temukan pada formasi geologi permeabel (tembus air)
yang dikenal sebagai aquifer (juga disebut reservoir air tanah,
fomasi pengikat air, dasar-dasar yang tembus air) yang merupakan
formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah air yang cukup
besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang
biasa. Air tanah juga di temukan pada akiklud (atau dasar semi
permeabel) yaitu suatu formasi yang berisi air tetapi tidak dapat
memindahkannya

dengan

cukup

cepat

untuk

melengkapi

persediaan yang berarti pada sumur atau mata air. Deposit glasial
pasir dan kerikil, kipas aluvial dataran banjir dan deposit delta pasir
semuanya merupakan sumber-sumber air yang sangat baik.

Berdasarkan material penyusunnya, maka terdapatnya air tanah


dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Material lepas (unconsolidated materials)
b. Material kompak (consolidated materials)
Kirakira 90 % air tanah terdapat pada material lepas misalnya
pasir, kerikil, campuran pasir dan kerikil, dan sebagainya.

Gambar 2.2 Macam-macam batuan tipe kerapatannya (densitas)


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
NO.
n1
n2

n3

A
1.5
3
4
5
6
8
10
10
12

M
0.5
0.5
0.5
1
1
1
1
2
2

N
0.5
0.5
0.5
1
1
1
1
2
2

B
1.5
3
4
5
6
8
10
10
12

V
200
200
200
200
200
200
200
200
200

I
-100
-100
-100
-100
-100
-100
-100
-100
-100

84.04
54.77
33.71
33.77
21.27
-35.3
4.34
4.29
6.984

n4

n5

3.2

15
2
2
15
200
-50
30.91
18
2
2
18
200
-100
25.74
20
4
4
20
200
-100
-154.3
25
4
4
25
200
-100
59.55
30
4
4
30
200
-100
46.05
40
4
4
40
200
-100
32.14
50
4
4
50
200
-100
-205.6
50
10
10
50
200
-100
-391.4
60
10
10
60
200
-50
395.1
80
10
10
80
200
-10
-1.631
100
10
10
100
200
-200
-389.1
Tabel Hasil Pengambilan Data di Lapangan dengan alat Mini Sting

Pembahasan
Pada fieldtrip Geofisika Eksplorasi yang dilaksanakan di Desa Bili-bili,

Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan ini melakukan


pengambilan data geolistrik dengan menggunakan alat Mini Sting Earth Resistivity
dengan titik sounding terletak pada koordinat lintang selatan 051508.47 dan bujur
timur 1193524.54. Metode pengambilan data geolistrik yang digunakan adalah
tahanan jenis dengan cara sounding yang menggunakan konfigurasi Schlumberger
dan data-data tersebut memiliki jarak elektroda arus (AB/2) mulai dari 1,5 sampai
100 m dan jarak elektroda potensial (MN/2) mulai dari 0.5 sampai 100 m, untuk
setiap pengambilan data yang belum konsisten dilakukan pengulangan pengukuran,
sehingga akan didapatkan data yang lebih baik.
Cara sounding ini digunakan untuk mengetahui distribusi harga resistivas di
bawah suatu titik sounding di permukaan bumi, untuk satu titik sounding spasi
elektroda diperbesar secara gradual (bergantung pada jenis konfigurasi yang
digunakan), kemudian hasil pengukurannya di plot pada grafik bilog untuk
mendapatkan kurva lapangan.

Foto 3.1 Dokumentasi Proses Pengambilan Data

Hasil pengolahan data geolistrik resistivitas shlumberger sounding yang


dilakukan dengan metode pencocokan kurva (curve matching) adalah berupa model
perlapisan bumi di bawah permukaan titik datum yang ditunjukkan pada gambar
berikut:

Grafik Hasil Pengolahan Data pada IPI2WIN


Teknik interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan gambaran model
perlapisan bumi dibawah permukaan dilakukan dengan cara memplot data dan
mencocokkan kurva data hasil pengukuran dengan kurva standart. Metode ini secara
prinsip berpedoman pada pencarian nilai error minimum dan dengan menerapkan
metode tersebut akhirnya diperoleh jumlah lapisan bumi sebanyak 9 lapisan dengan
kedalaman maksimum adalah 20,3 meter dan nilai error sebesar 62,7%. Kondisi
geologi pada daerah ini terdapat sungai dan berada di tepi jalan raya, sehingga
lalu-lalang kendaraan bermotor yang melewati lokasi menyebabkan getaran atau
goncangan yang akan berpengaruh terhadap kondisi bawah permukaan. Hasil inversi
ini menghasilkan penampang satu dimensi disepanjang dinding sumur dengan nilainilai resistivitas yang mendekati keadaan lithologi sebenarnya, ketebalan dan
kedalaman untuk masing-masing lapisan dapat dilihat pada tabel berikut:
NO.

h
d
Alt
1.
72,1
0,372
0,372
-0,3718
2.
156
0,705
1,08
-1,077
3.
6,42
0,51
1,59
-1,586
4.
39,1
1,29
2,88
-2,876
5.
13,9
0,472
3,35
-3,348
6.
7,19
2,91
6,26
-6,259
7.
96,7
2,39
8,65
-8,648
8.
1806
5,12
13,8
-13,76
9.
1602
6,56
20,3
-20,32
Tabel Hasil Pengolahan Data Lapangan dengan aplikasi IPI2WIN

Berdasarkan pengolahan data pada aplikasi IPI2WIN, maka diperoleh hasil


pengolahan data yang terdiri dari nilai resistivitas batuan (), tebal lapisan (h),
kedalaman (d) dan nilai altitude, kemudian hasil data tersebut diinterpretasi dengan
menggunakan bantuan tabel resistivitas batuan menurut Suyono (1978).

Hasil pengolahan data ini memperlihatkan bahwa susunan lapisan mulai


paling atas, yaitu soil, kemudian breksi vulkanik hingga kedalaman 1,08 m, lalu tufa
hingga kedalaman 6,26 m. Selanjutnya, breksi vulkanik pada kedalaman 8,65 m dan
lapisan paling bawah dijumpai litologi andesit hingga kedalaman 20,3 m.
Interpretasi geologi pada lintasan pengambilan data menunjukkan bahwa
pada lintasan tersebut didominasi oleh lapisan yang tidak memiliki sifat pembawa air
yang berupa batuan breksi vulkanik, tufa dan andesit yang menunjukkan kemas
tertutup dan porositas batuan jelek. Lapisan bawah permukaan terbentuk diduga
akibat material letusan gunungapi.

Anda mungkin juga menyukai