Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

PEMBAHASAN
1. Pengertian kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak
secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan
pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para
koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman
belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang
kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen
rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau
perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek.
Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah
mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan,
masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak
saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan
kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
2. Konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena
ada faktorfaktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor
sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya
dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain
bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat
dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi
dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun
(kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya
terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek,
tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak
sakit.

Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari


berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan
masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan
resultante dari 4 faktor yaitu:
1.
Environment atau lingkungan.
2.
Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3.
Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk,
dan sebagainya.
4.
Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman
kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel
tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu,
sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO
mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani,
maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap
sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang
sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri
ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa
seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern,
mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit
adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya
seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu,
dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.[3]
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan
berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan
dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu
generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini
masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk
Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari

mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan
itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar
ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan
lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil,
dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa
hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan
dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah,
makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan
cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh
dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
3. Prilaku Kesehatan
Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang
merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal
maupun eksternal. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan determinan faktor eksternal adalah factor yang
dominan yang mewarnai perilaku seseorang, yaitu lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya.
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Menurut Sudarti (2005) yang menyimpulkan pendapat Bloom
tentang status kesehatan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan yaitu;
lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, perilaku,
keturunan, dan pelayanan kesehatan, selanjutnya Bloom menjelaskan, bahwa lingkungan
sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga
mempengaruhi perilaku kesehatan. Selanjutnya Sudarti (2005), yang mengutip pendapat
G.M. Foster menyatakan, selain aspek sosial yang mempengaruhi perilaku kesehatan,
aspek budaya juga mempengaruhi kesehatan seseorang antaranya tradisi, sikap fatalisme,
nilai, etnocentrism, dan unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dalam proses
sosialisasi.

Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari


tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour
cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri
terbentuk dari tiga faktor, yaitu;
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, air bersih dan sebagainya
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Menurut Notoatmodjo (2007), memberikan pandangan bahwa perubahan perilaku
atau adopsia perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu
yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau
mengadopsi perilaku dalam kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu; pengetahuan, sikap
dan tindakan.
1. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui penginderaan mata (melihat) dan telinga (mendengar). Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibandingkan
dengan perilaku yang biasa berlaku, pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk
terbentuk sikap dan tindakan.
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator untuk mengetahui tingkat
pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga
indikator, yaitu;
1)

Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

2)

Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

3)

Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

2.

Sikap Terhadap Kesehatan (health attitude)


Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidak senangan
seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat
dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita
menolaknya (Wahid, 2007).
Sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi dengan cara yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa saja. Ada
beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu:
1)

sikap berhubungan dengan perilaku

2)

sikap yang berkaitan erat dengan perasaan seseorang terhadap objek

3)

sikap adalah konstruksi yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat

diamati, tetapi sikap itu tidak dapat dipahami.


Adapun ciri-ciri sikap menurut Azwar (2009) adalah sebagai berikut :
1.

Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek


atau stimulus.
2.

Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan factor

penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbanganpertimbangan individu.
3.

Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap

positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan
dari pada individu tersebut.
4.

Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang

untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu.


Kekuatan sikap tergantung dari banyak faktor, faktor yang terpenting adalah faktor yang
mempengaruhi terbentuknya sikap. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain;
a. Pengalaman pribadi, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk
memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting (tokoh)

c. Pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh


sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat,
karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
d. Media massa, dalam media komunikasi berita atau informasi yang disampaikan
dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga
pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga
mempengaruhi sikap, dan;
f. Factor emosional, kadangkala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego
3.

Tindakan Kesehatan (health practice)


Praktik kesehatan ataupun tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau

aktivitas seseorang dalam rangka memelihara kesehatan. Suatu sikap belum tentu
terwujud dalam suatu tindakan (over behavior), untuk mewujudkannya menjadi suatu
perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas (sarana dan
prasarana), juga diperlukan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).
4. Hubungan Antara Sosial Budaya dan Perilaku Kesehatan
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan budaya menurut Mitchel
merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar, pengetahuan, moral hukum,
dan perilaku yang disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang
menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta
orang lain. Jadi dapat disimpulan bahwa, sosial budaya adalah semua hal yang tercipta
dari akal dan nurani manusia untuk kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat mengembangkan kebudayaaan, karena manusia merupakan makhluk
yang bertransdensi, suatu kemampuan khas untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk
berakal

budi.

Kebudayaan

gerak hominisasi(pemanusiaan

memungkinkan

manusia)

dilain

pihak

masyarakat
kebudayaan

memperoleh
merupakan

proses humanisasi(peningkatan martabat manusia). Keduanya bermakna spritual bukan


fisikal. Tidak ada yang mampu menyangkal bahwa kebudayaan adalah khas masyarakat

sebagai pelaku aktif kebudayaan. Masyarakat menjalankan kegiatannya untuk mencapai


sesuatu yang bernilai baginya dan dengan demikian tugas kemanusiannya menjadi lebih
nyata.
Manusia merupakan makhluk sosial, yang hidup dalam suatu kelompok
masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat terdapat aturan, norma, nilai, dan tradisi
yang berbeda-beda. Hal-hal tersebut berkembang bersama masyarakat dan turun temurun
dari generasi ke generasi. Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara
berperilaku dalam bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat
berdampak negative. Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang
telah menjadi warisan turun temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi
tersebut memiliki dampak yang negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya,
cara masyarakat memandang tentang konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat
tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu masyarakat akan berbeda-beda tergantung
dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu
masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini
akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh
dalam masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang
memiliki kekuatan gaib sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita
demam atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu
maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah
melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa
kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan
tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan
yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
Dalam menciptakan kebudayaan yang inovatif di suatu masyarakat setempat,
seseorang harus mengubah persepsi masyarakat agar mereka merasa butuh. Perubahan
yang ingin dicapai harus dipahami dan dikuasai masyarakat sehingga dapat diajarkan dan
diterapkan. Selain itu perubahan yang dilakukan tidak merusak prestise pribadi atau
kelompok masyarakat.

Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi


tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi
berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun
menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah
perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi
sosial, dan kepribadian individu-individunya.
5. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang
antara lain adalah :
a. Pengaruh tradisi
Banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan misalnya tradisi
merokok bagi orang laki2 maka kebanyakan laki2 lebih banyak yang menderita penyakit paru
dibanding wanita. Tradisi wanita habis melahirkan tidak boleh makan ikan karena ASI akan
berbahu amis, sehingga ibu nifas akan pantang makan ikan.
b. Sikap fatalistis
Sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat Hal lain adalah sikap
fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh : Beberapa anggota
masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak
adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha
untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c. Sikap ethnosentris
Sikap ethnocentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya kelompok adalah yang paling
baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang barat merasa
bangga terhadap kemajuan ilmu dan teknologi yang dimilikinya,dan selalu beranggapan
bahwa kebudayaannya paling maju,sehingga merasa superior terhadap budaya dari
masyarakat yang sedang berkembang. tetapi dari sisi lain,semua anggota dari budaya lainnya
menganggap bahwa yang dilakukan secar alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena
itu,sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas
adalah orang yang paling pandai,paling mengetahui tentang masalah kesehatan karena
pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat sehingga tidak perlu
mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan masyarakat.dalam hal ini

memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan,tetapi masyarakat dimana


mereka bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri. Contoh lain : Seorang
perawat/ dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa
dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak sesuai dengan konsep
kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap ethnosentrisme.Contoh : Dalam upaya
perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong,
walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat
bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya
karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
e. Pengaruh norma
Norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dibidang kesehatan,
karena norma yang mereka miliki diyakininya sebagai bentuk perilaku yang baik. Contoh :
upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena
ada norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil
sebagai pengguna pelayanan.
f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan perilaku
individu masyarakat, kerena apa tidak melakukan nilai maka dianggap tidak berperilaku
pamali atau Saru . Nilai yang ada dimasyarakat tidak semua mendukung perilaku
sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehatan.
Nilai yang merugikan kesehatan arti anak yang banyak akan membawa rejeki sendiri
sehingga tidak perlu lagi takut dengan anak banyak.
Nilai yang mendukung kesehatan tokoh masyarakat setiap tutur katanya harus wajib
ditaati oleh kelompok masyarakat, hal ini tokoh masyarakat dapat di pakai untuk membantu
sebagai key person dalam program kesehatan. RRT kalau punya anak lebih satu didenda
Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal
mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap
perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang
ketika ia dewasa. Misalnya saja, anak harus mulai diajari sikat gigi, buang air besar di kakus,

membuang sampah ditempat sampah, cara makan/ berpakaian yang baik sejak awal,
dan kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi
tua.kebiasaan tersebut sangat mempengaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk
diubah ketika dewasa.
h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu
dinamis

artinya

setiap

perubahan

akan

diikuti

perubahan

kedua,

ketiga

dan

seterusnya. apabila seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku


kesehatan masyarakat,maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi
jika melakukan perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh terhadap
perubahan,dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan
tersebutapabila ia tahu budaya masyarakat setempat dan apabila ia tahu tentang proses
perubahan kebudayaan,maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang
mempengaruhi outcome dari perubahan yang telah direncanakan.
Artinya seorang petugas kesehatan kalau mau melakukan perubahan perilaku kesehatan harus
mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas
kesehatan merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa
perilaku kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai