Anda di halaman 1dari 79

A.

TUJUAN PRAKTIKUM

Agar mahasiswa mampu mengukur pengaruh suhu (temperatur) terhadap pertumbuhan

mikroorganisme

Agar mahasiswa mampu membuktikan bahwa pertumbuhan mikroorganisme terjadi pada

kaisaran suhu tertentu

B.

DASAR TEORI

Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba
secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi
menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi
berbagai tipe mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai
(Pelczar & Chan, 1986).

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam
ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara mikroorganismemakanan-manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen
(Buckle, 1985).

Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga
mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup,
perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibagi
atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhlukmakhluk hidup, yaitu mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara
mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme.
Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan
osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya
senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1993).

Karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksireaksi ini dipengaruhi oleh temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total
pertumbuhan organisme. Keragaman temperatur dapat juga mengubah proses-proses metabolik
tertentu serta morfologi sel (Pelczar & Chan, 1986).

Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri
tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae).
Pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen,
tumbuh paling baik pada pH netral (pH7) atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri
tumbuh pada pH 6;tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5. Sangat
jarang suatu organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4; bakteri autotrof tertentu
merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan produk metabolisme yang
bersifat asam atau basa (Volk&Wheeler,1993).

Di dalam alam yang sewajarnya, bakteri jarang menemui zat-zat kimia yang menyebabkan ia
sampai mati karenanya. Hanya manusia di dalam usahanya untuk membebaskan diri dari
kegiatan bakteri meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan tetapi tidak meracuni diri
sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat-zat yang hanya menghambat
pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat bakteriostatik
(Dwidjoseputro,1994).
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar
dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe

mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor
harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang
ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah
perusakan agen agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen agen
kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan
mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh
kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang
berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).

C.

BAHAN DAN ALAT

Bahan :

Biakan jamur
PDA
NaCl
Antibotik

Alat :
Jarum ent
Bor gabus
Tabung reaksi

Gelas ukur
Pipet ukur
Kertas milimeter
Lampu spritus
Ruang inkubasi

D.

CARA KERJA

Sterilisasikan ruang inkubasi dengan alkohol


Medium dituangkan kedalam 4 cawan petri dan setelah medium memadat, diinokulasikan
dengan biakan jamur satu bor gabus, sehingga diperoleh biakan baru
Biakan diinkubasikan pada ruangan yang berbeda masing-masing 1 cawan petri diberi NaCl,
antibiotik, PDA, kemudian pada suhu dingin diletakkan dalam lemari es
Setelah 3 hari, diamati pertumbuhannya kemudian bandingkan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur luas koloni dan menimbang
berat kering

E.

DATA HASIL PRAKTIKUM

Dari hasil percobaan di dapat hasil sebagai berikut :


Pada suhu kamar biakan jamur NaCl selama 3 hari luasnya adalah 29 x 0,25 = 7,25 cm2
Pada suhu kamar biakan jamur antibiotik selama 3 hari luasnya adalah 2,75 cm2
Pada suhu kamar biakan jamur selama 3 hari luasnya adalah 6,5 cm2
Pada suhu dingin biakan jamur selama 3 hari tidak atau belum tumbuh

F.

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu faktor abiotik,
meliputi pengaruh suhu, pH dan pengaruh daya desinfektan. Selain itu juga pengaruh biotik yaitu
antibiose.

Adapun pengaruh pH pada pertumbuhan mikroorganisme yaitu suatu mikroorganisme dapat


tumbuh dengan baik pada pH yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Hanya beberapa
jenis bakteri tertentu yang dapat bertahan dalam suasana asam ataupun basa. Suatu
mikroorganisme memerlukan kondisi lingkungan yang cocok untuk melakukan metabolisme.

Selain itu temperatur juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan
mikroorganisme. Pengaruh temperatur pada petumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas
tiga golongan yaitu: Mikroorganisme Psikofilik, adalah bakteri yang dapat bertahan hidup antara
temperatur 0oC sampai 30oC. Sedangkan temperatur optimumnya antara 10oC sampai 20oC.
Mikroorganisme mesofilik adalah bakteri yang dapat bertahan hidup antara temperatur 5oC
sampai 60oC. Sedangkan temperatur optimumnya antara 25oC sampai 40oC. Mikroorganisme

Termofilik adalah bakteri yang dapat bertahan hidup antara temperatur 55oC sampai 65oC,
meskipun bakteri ini juga dapat berkembang biak pada temperatur yang lebih rendah ataupun
lebih tinggi dengan batas optimumnya antara 40oC sampai 80oC.

Temperatur optimum adalah temperatur yang lebih mendekati temperatur maksimum dari pada
temperatur minimum. Di mana pada saat temperatur minimum, pertumbuhan mikroba kurang
berkembang dengan baik. Berbeda dengan temperatur optimum, pertumbuhan mikroba dapat
tumbuh dengan baik. Sedangkan temperatur maksimum adalah pertumbuhan mikroba yang
telah berkembang melewati batas optimumnya. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang
masih dapat menumbuhkan mikroba, tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang rendah.
Desinfektan merupakan bahan kimia yang menyebabkan desinfeksi, yaitu proses untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme terutama yang bersifat patogen.
Desinfektan membunuh bakteri dengan tidak merusaknya sama sekali, tetapi zat-zat kimia
seperti basa dan asam organik menyebabkan hancurnya bakteri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi daya tahan bakteri adalah umur bakteri. Bakteri yang muda daya tahannya
terhadap desinfektan lebih kurang daripada bakteri tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya
berada di bawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor yang diperhitungkan. Kenaikan
temperatur menambah daya desinfektan. Medium seperti susu, plasma darah, dan zat-zat
lainnya yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu.
Sedangkan antibiotik adalah bahan yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak
diinginkan atau bersifat patogen. Antibiotik merupakan zat-zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikit mempunyai daya penghambat
kegiatan mikroorganisme yang lain.

Mikroorganisme dapat dibedakan berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, antara lain


mikroorganisme aerob, mikroorganisme anaerob, mikroorganisme anaerob fakultatif dan
mikroorganisme mikro aerofilik. Mikroorganisme aerob adalah mikroorganisme yang memerlukan
oksigen untuk metabolismenya. Mikroorganisme anaerob adalah mikroorganisme yang tidak
memerlukan oksigen untuk metabolismenya. Mikroorganisme anaerob fakultatif adalah
mikroorganisme yang dapat hidup secara aerob atau pun anaerob dan mikroorganisme mikro
aerofilik adalah mikrooganisme yang dapat hidup dengan menggunakan sedikit oksigen.

G.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hasil sebagai
berikut :
Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH,
desinfektan dan antibiotik.
Pada suhu kamar pertumbuhan mikroba lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin
pH yang dapat digunakan mikroba untuk tumbuh dengan baik adalah pH yang bersifat netral
(pH = 7).
Desinfektan merupakan zat-zat yang mempunyai daya penghambat atau mematikan mikroba
dalam pertumbuhan dengan membentuk zona hambat dalam medium.

H.

DAFTAR BACAAN

Brooks, dkk., 1994, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambaran, Jakarta.

Fardiaz, S., 1992, Analisa mikrobiologi Pangan, Gramedia, Jakarta.

Hadioetomo, R.S., 1993, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi, Gramedia,
Jakarta.

Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI-Press, Jakarta.

Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA


PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI UMUM
PERCOBAAN VII
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

Oleh

NAMA : RIKHAL H.
NIM : FICI 09 004

KELOMPOK : LIMA (V)


ASISTEN : SARIPUDDIN

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik.
Makhluk-makhluk halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan, sehingga
untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi kehidupan mikroorganisme meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan
faktor biotik.
Mikroba seperti makhluk hidup lainnya memerlukan nutrisi pertumbuhan. Pengetahuan akan
nutrisi pertumbuhan ini akan membantu di dalam mengkultivasi, mengisolasi, dan
mengidentifikasi mikroba. Mikroba memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda-beda di dalam
persyaratan pertumbuhannya. Ada mikroba yang bisa hidup hanya pada media yang
mengandung sulfur dan ada pula yang tidak mampu hidup dan seterusnya. Karakteristik
persyaratan pertumbuhan mikroba inilah yang menyebabkan bermacam-macamnya media
penunjang pertumbuhan mikroba.

Pertumbuhan mikroba diartikan sebagai pembelahan sel atau semakin banyaknya organisme
yang terbentuk. Mikroba akan semakin cepat pertumbuhannya apabila ia diinkubasi dalam
suasana yang disukai oleh mikroba. Kondisi pertumbuhan suatu mikroba tidak akan lepas dari
faktor fisiko-kimia, seperti pH, suhu, tekanan, salinitas, kandungan nutrisi media, sterilitas media,
kontaminan dan paparan radiasi yang bersifat inhibitor.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam percobaan kali ini yaitu bagaimana pengaruh lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba.

D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh setelah melakukan percobaan ini yaitu dapat mengetahui pengaruh
lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mikroba termasuk ke dalam kelompok jasad hidup yang sangat peka terhadap adanya
perubahan pada lingkungannya, sehingga dengan adanya perubahan yang kecil di dalam
temperatur atau cahaya misalnya akan cepat mempengaruhi kehidupan dan aktivitasnya. Tetapi

mikroba juga termasuk kelompok jasad hidup yang dengan cepat dapat menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan lingkungan (Suryawiria, 1996).
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad.
Pembelahan sel adalah hasil dari pertumbuhan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler),
pembelahan atau perbanyakan sel merupakan pertambahan jumlah individu. Misalnya
pembelahan sel pada bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri.
Pada jasad bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan
jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau bertambah besar
jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara pertumbuhan
masing- masing individu sel dan pertumbuhan kelompok sel atau pertumbuhan populasi
(Suharjono, 2006). Menurut Darkuni (2001) pertumbuhan bakteri pada umumnya akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran yang
memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbedadan pada akhirnya memberikan gambaran
pula terhadap kurva pertumbuhannya.
Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran sebesar pH 3 4 unit pH atau kisaran 1000
10000 kali konsentrasi ion hydrogen. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6
7.5, Khamir mempunyai pH 4-5 dan tumbuh pada kisaran pH 2.5 8 dan kapang mempunyai
pH optimum antara 5 dan 7 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3 8.5. Dalam fermentasi,
control pH penting sekali dilakukan karena pH yang optimum harus tetap dipertahankan (Ninis
dan Mohammad, 2009).
Selain untuk menyediakan nutrien yang sesuai dengan kultivitas, mikroba juga perlu disediakan
kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan optimum mikroba khususnya bakteri yang sangat
bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda
terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk berhasilnya kultivitas berbagai variasi
mikroorganisme, dibutuhkan suatu kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai. Selain
itu suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme.
Keragaman suhu dapat juga mempengaruhi atau merubah proses metabolik tertentu serta
morfologi sel. Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tersepat selama periode waktu
yang singkat (12sampai 24 jam) yang dikenal sebagai suhu pertumbuhan yang optimum. PH
optimum pertumbuhan kebanyakan bakteri terletak 6,5 sampai 7,5. Namun, beberapa yang
dapat tumbuh dalam keadaan yang sangat masam atau yang sangat alkalin. Kebanyakan yang
mempunyai nilai PH minimum dan maksimum ialah 4 dan 9 (Pelczar, dkk., 1986).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 12 November 2011, pada pukul 09.00
WITA sampai selesai. Dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kendari.

B. Pembahasan
Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik
kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan
struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah,
pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil
pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi
pertumbuhan populasi mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fasefase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum
pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia
toksik, panas atau radiasi. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa
sel per unit waktu. Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang
berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase
kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan
kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau
radiasi.

Setiap spesies mikroba memiliki aktivitas yang berbeda-beda dalam melakukan pertumbuhan.
Pertumbuhan mikroba diartikan sebagai pembelahan sel atau semakin banyaknya organisme
yang terbentuk. Mikroba akan semakin cepat pertumbuhannya apabila ia diinkubasi dalam
suasana yang disukai oleh mikroba. Kondisi pertumbuhan suatu mikroba tidak akan lepas dari
faktor fisiko-kimia, seperti pH, suhu, tekanan, salinitas, kandungan nutrisi media, sterilitas media,
kontaminan dan paparan radiasi yang bersifat inhibitor. Dalam proses pertumbuhannya setiap
makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang cukup serta kondisi lingkungan yang mendukung demi
berlangsungnya proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada

umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Temperatur merupakan salah satu faktor
yang penting di dalam kehidupan. Beberapa jenis mikroba dapat hidup di daerah temperatur
yang luas sedang jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah
tempetur bagi kehidupan mikroba terletak di antara 0oC dan 90oC, sehingga untuk masing
-masing mikroba dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum. Temperatur
minimum suatu jenis mikroba ialah nilai paling rendah dimana kegiatan mikroba masih
berlangsung. Temperatur optimum adalah nilai yang paling sesuai /baik untuk kehidupan
mikroba. Temperatur maksimum adalah nilai tertinggi yang masih dapat digunakan untuk
aktivitas mikroba tetapi pada tingkatan kegiatan fisiologi yang paling minimal.
Daya tahan mikroba terhadap temperatur tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Ada spesies yang
mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit didalam medium pada temperature 60oC;
sebaliknya bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan genus Clostridium tetap
hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama 30 menit. Oleh karena itu, proses
sterilisasi untuk membunuh setiap spesies bakteri yakni dengan pemanasan selama 15-20 menit
dengan tekanan 1 atm dan temperatur 121oC di dalam autoklaf.
Bakteri memiliki batasan suhu tertentu dia bisa tetap bertahan hidup, ada tiga jenis bakteri
berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu lingkungannya:
1. Mikroorganisme psikrofilik yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu yang dingin,
dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 20oC. Kebanyakan golongan ini tumbuh
di tempat-tempat dingin, baik di daratan maupun di lauatan.
2. Mikroorganisme mesofilik, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada
suhu yang sedang, mempunyai suhu optimum di antara 20oC sampai 50oC.
3. Mikroorganisme termofilik, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau suka pada suhu
yang tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu diatas 40oC, bakteri jenis ini dapat
hidup di tempat-tempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas bakteri tipe ini
dapat ditemukan.
Percobaan kali ini bertujuan untuk megetahui pengaruh lingkungan seperti suhu/temperatur,
tekanan osmotik dan radiasi UV terhadap pertumbuhan mikroba. Dan dari hasil percobaan yang
telah dilakukan, terlihat bahwa mikroba yang tumbuh akan sesuai dengan pH yang diberikan.
Pada tekanan osmotik, semakin besar kadar atau persentase NaCl yang diberikan, akan
semakin banyak pula bakteri tumbuh yang ditandai dengan semakin keruhnya larutan.
Sedangkan pada penyinaran UV, mikroba yang tumbuh akan s.emakin sedikit dengan semakin
banyaknya penyinaran UV yang dilakukan terhadap mikroba tersebut.

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum ini maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh suhu/temperatur, tekanan osmotik dan radiasi UV merupakan beberapa faktor
lingkungan pertumbuhan mikroorganisme yang berdampak nyata terhadap mikroba tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Darkuni, M. N. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Universitas Negeri
Malang. Malang

Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. UI Press. Jakarta.

Puspitasari, Ninis dan Sidik, Mohammad. 2009. Pengaruh jenis Vitamin B dan Sumber Nitrogen
Dalam Peningkatan Kandungan Protein Kulit Ubi kayu Melalui Proses Fermentasi. Seminar
Tugas Akhir S1 Teknik Kimia. UNDIP. Semarang.

Suharjono, 2006. Komunitas Kapang Tanah di Lahan Kritis Berkapur DAS Brantas Pada Musim
Kemarau. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis.
Penerbit Alumni. Bandung.

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Pendahuluan

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau substansi atau masa zat suatu
organisme, misalnya kita makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah tinggi,
bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih
diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang
semakin besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak,
pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri[1].
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta
kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri.
Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor
ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan
pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya[2].
Aktifitas mikroorganisme umumnya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, antara lain
faktor fisik, misalnya suhu, pH, tekanan osmosis, kandungan oksigen, dan lain-lain. Faktor kimia,
misalnya logam-logam beracun dan zat toksin. Faktor biologis, misalnya antibiotik, interaksi
dengan mikroorganisme lainnya[3].

B.

Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada praktikum kali ini adalah untuk dapat mengetahui
pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroorgannisme.

[1]Pertumbuhan Bakteri dan Suhu I q b a l A l i . c o


m.htm, http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan_bakteri_dan_suhu/track_back/ (11
Desember 2009).

[2]Ibid.
[3]Hafsah, Mikrobiologi Umum (Makassar: UIN Alauddin, 2009), h. 33.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturutturut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase
kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila
kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi[1].
Semua mahluk hidup membutuhkan nutrien untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Nutrien
merupakan bahan baku yang digunakan untuk membangun komponen-komponen seluler baru
dan untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan dalam proses-proses kehidupan sel. Nutrisi
merupakan indikasi dari kompleksitas fisiologis mikroba. Umumnya diketahui nutrien dibutuhkan
oleh mikroba secara langsung mencerminkan kemampuan fisiologisnya. Sebagai contoh
beberapa anggota genus lactobacillus membutuhkan sejumlah asam amino, vitamin B dan
nutrien-nutrien lainnya untuk pertumbuhannya. Sebaiknya mikroba autotrof hanya memerlukan
cahaya dan karbondioksida dan gas nitrogen untuk tumbuh[2].
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta
kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebutt, termasuk juga bakteri.
Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor
ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan
pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya[3].
Kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH

dan tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi air, sumber karbon, nitrogen
oksigen, mineral-mineral dan faktor penumbuh[4].
Beberapa faktor abiotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suhu,
kelembapan, cahaya, pH, AW dan nutrisi. Apabila faktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat,
sehingga optimum untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri dapat tumbuh dan berkembang
biak[5].
Bakteri merupakan organisme kosmopolit yang dapat kita jumpai di berbagai tempat dengan
berbagai kondisi di alam ini. Mulai dari padang pasir yang panas, sampai kutub utara yang beku
kita masih dapat menjumpai bakteri. Namun bakteri juga memiliki batasan suhu tertentu dia bisa
tetap bertahan hidup, ada tiga jenis bakteri berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu
lingkungannya:
1.

Mikroorganisme psikrofil yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu yang dingin,

dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 20oC.


2.

Mikroorganisme mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada

suhu yang sedang, mempunyai suhu optimum di antara 20oC sampai 50oC
3.

Mikroorganisme termofil, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau suka pada suhu

yang tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu diatas 40oC, bakteri jenis ini dapat
hidup di tempat-tempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas bakteri tipe ini
dapat ditemukan, pada tahun 1967 di yellow stone park ditemukan bakteri yang hidup dalam
sumber air panas bersuhu 93-94oC[6].
Dalam menentukan jumlah sel yang hidup dapat dilakukan penghitungan langsung sel secara
mikroskopik, melalui 3 jenis metode yaitu metode: pelat sebar, pelat tuang dan most-probable
number (MPN). Sedang untuk menentukan jumlah total sel dapat menggunakan alat yang
khusus yaitu bejana Petrof-Hausser atau hemositometer. Penentuan jumlah total sel juga dapat
dilakukan dengan metode turbidimetri yang menentukan: Volume sel mampat, berat sel,
besarnya sel atau koloni, dan satu atau lebih produk metabolit. Penentuan kuantitatif metabolit ini
dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl[7].
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah
suhu, kelembapan, dan cahaya[8].
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan
kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses
pembekuan dan pengeringan[9].

Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel
mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi
komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian.
Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan
bahan makanan. Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi, kekeringan
atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob dan beberapa spesies dari
Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri dengan spora. Spora tersebut dibentuk
dalam sel yang disebut endospora. Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang
sedikit sekali mengandung air. Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif. Apabila keadaan
lingkungan membaik kembali, endospora dapat tumbuh menjadi satu sel bakteri biasa. Letak
endospora di tengah-tengah sel bakteri atau pada salah satu ujungnya

Dalam pertumbuhannya bakteri memiliki suhu optimum dimana pada suhu tersebut pertumbuhan
bakteri menjadi maksimal. Dengan membuat grafik pertumbuhan suatu mikroorganisme, maka
dapat dilihat bahwa suhu optimum biasanya dekat puncak range suhu. Di atas suhu ini
kecepatan tumbuh mikroorganisme akan berkurang. diperlukan suatu metode. Metode
pengukuran pertumbuhan yang sering digunakan adalah dengan menentukan jumlah sel yang
hidup dengan jalan menghitung koloni pada pelat agar dan menentukan jumlah total sel atau
jumlah massa sel. Selain itu dapat dilakukan dengan cara metode langsung dan metode tidak
langsung.

[1]Pertumbuhan Bakteri dan Suhu I q b a l A l i . c o


m.htm, http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan_bakteri_dan_suhu/track_back/ (11
Desember 2009).

[2]Hafsah, Mikrobiologi Umum (Makassar: UIN Alauddin, 2009), h. 70.


[3]Noviar Darkuni. Mikrobiologi (Malang: JICA, 2001), h. 127.

[4]Jeneng Tarigan. Pengantar Mikrobiologi ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), h. 175.

[5]Utami Sri Haastuti. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi (Malang: Universitas Negeri Malang,
2008), h. 98.
[6]Ibid. h. 99.

[7]Ibid.

[8]Rizki, Pertumbuhan Bakteri, Blog Rizki. http://pertumbuhan-bakteri.blogspot.com (13


Desember 2009).

[9]Filzahazny. Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Filzahazny. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).

[10]Alfianzyah. Faktor-Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Alfianzyah. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).

BAB III
METODE KERJA

A.

Waktu dan tempat

Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah :


Hari / tanggal

: kamis / 10 desember 2009

Pukul

: 15.00 17.00 wita

Tempat

: Laboratorium Biologi Lantai III Gedung B

Fakultas Sains Dan Teknologi


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Samata, Gowa.

B.

Alat dan bahan

1.

Alat

Adapun alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah cawan petri, tabung reaksi, rak
tabung, inkubator, ose, bunsen, spoit dan mistar.
2.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah biakan E. coli, Staphylococcus
aureus, medium NB dan medium NA, detergent, tetra siklik, uang logam, paper disc dan alkohol.

C.

Cara kerja

1.

Pengaruh faktor suhu

a.

Melakukan inokalasi pada biakan E.coli kedalam 3 tabung medium NB masing-masing 0,5

ml (2 ose).
b.

Melakukan hal yang sama untuk biakan Staphylococcus aureus ke dalam tiga tabung

medium.
c.

Membiarkan 3 buah tabung tidak diinokulasi dan menggunakannya sebagai kontrol.

d.

Mengikubasi pada suhu 5oC, 30oC dan 50oC selama 24 - 48 jam. Mengamati

pertumbuhan yang terjadi dan mencacat hasilnya.


2.

Pengaruh faktor pH

a.

Menginokulasi biakan E. coli ke dalam 3 tabung medium NB masing-masing 0,5 ml.

b.

Membiarkan hal yang sama untuk biakan Staphylococcus aureus.

c.

Membiarkan 3 buah tabung tidak diinokulasi dan menggunakan sebagai kontrol.

3.

Pengaruh faktor senyawa beracun

a.

Membuat biakan dengan metode cawan tuang dalam 2 cawan petri masing-masing

dengan biakan E. coli dan Staphylococcus aureus.


b.

Meletakkan secara aseptis 4 paper disk yang telah dijenuhkan dalam larutan alcohol 70%,

HgCl2 0,1%, antibiotic 1 % dan air suling steril di atas medium agar.

DAFTAR PUSTAKA

Alfianzyah. Faktor-Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Alfianzyah. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).
Filzahazny. Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Filzahazny. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).
Hafsah. Mikrobiologi Umum. Makassar: UIN Alauddin, 2009.
Jeneng Tarigan. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia, 1988.
Noviar Darkuni. Mikrobiologi. Malang: JICA, 2001.
Pertumbuhan Bakteri dan Suhu I q b a l A l i . c o
m.htm, http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan_bakteri_dan_suhu/track_back/ (11
Desember 2009).
Rizki, Pertumbuhan Bakteri, Blog Rizki. http://pertumbuhan-bakteri.blogspot.com (13 Desember
2009).
Utami Sri Haastuti. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: Universitas Negeri Malang, 2008.

Pengaruh lingkungan Terhadap Mikrobia

Laporan Hasil Praktikum Mikrobiologi V


Pengaruh lingkungan Terhadap Mikrobia

A. Hari tanggal

: Rabu, 14 Januari

B. Acara Pratikum : Pengaruh Lingkungan Terhadap Mikrobia


C. Tujuan

: 1. Mengetahui dan mengerti pengaruh factor


lingkungan terhadap pertumbuhan mikrobia.
2. Mampu melakukan pemeriksaan
Pertumbuhan mikrobia dari pengruh
beberapa faktor secara baik dan benar.

D. Dasar Teori

Kegiatan suatu mikrobia dipengruhi oleh faktor lingkungan. Perubahan yang terjadi pada
faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologis mikrobia.
Faktor lingkungan meliputi faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik adalah faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika dan kimia. Diantara faktor-faktor yang diperlukan
adalah :
1. Temperatur
Masing-masing mikrobia memerlukan temperatur tertentu untuk hidupnya. Temperatur
pertumbuhan suatu mikrobia dapat dibedakan dalam temperatur minimum, optimum, dan
maksimum. Berdasarkan temperatur pertumbuhannya mikrobia dapat dibedakan menjadi
Psikhrofil, mesofil, dan termofil. Daya tahan terhadap temperatur tiap spesies berbeda-beda.
2. pH

Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum,
optimum, dan maksimum untuk pertumbuhannya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk
pertumbuhannya dapat dibedakan mikrobia yang asidofil, neotrofil, dan alkalofil. Untuk menahan
perubahan pH ke dalam medium sering ditambahkan larutan buffer.
3. Tekanan Osmotik
Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis, karena
sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Di dalam larutan yang hipotonik sel sel mengalami
plasmoptika yang dapat diikuti pecahnya sel.
4.

Daya Oligodinamik

Ion-ion logam berat pada kadar yang sangat rendah bersifat toksik terhadap mikrobia, karena
ion-ion dapat bereaksi dengan bagian-bagian penting dalam sel. Daya bunuh logam-logam berat
pada kadar yang sangat rendah ini disebut daya oligodinamik.
5. Kelembaban
Tiap jenis mikrobia membutuhkan kelembaban optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Pada
umumnya khamir dan bakteri memerlukan kelembaban yang tinggi, sedangkan jamur dan
aktinomisetes memerlukan kelembaban yang rendah untuk pertumbuhannya.

18

E. Alat dan Bahan :


Alat :
1. Tabung reaksi
2. Petridish
Bahan :
1. Bakteri

2. m.c asam,m.c basa,m.c netral


3. Larutan NaCl
4. Larutan gula
5. Uang logam

F.Cara Kerja :
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Melakukan percobaan dari beberapa faktor yang mempengaruhi :
Suhu
Mempoleskan bakteri dengan cara stregh pada media dengan suhu 37C, 44C, suhu dingin,
dan suhu ruang.
pH
Mempoleskan bakteri dengan cara stregh pada media m.c asam, m.c basa, m.c netral.
Kemudian di bungkus dengan kertas paying. Lalu dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37C.

Larutan NaCl
a.

Menyiapkan 4 tabung reaksi yang berisi bakteri. Masing-masing bakteri di ambil

menggunakan ose tumpul dan dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi larutan NaCl 30%,
3%, 0.3%, 0%.
b.

Menyiapkan 4 buah petridish yang dibagi menjadi 4 bagian menggunakan spidol. Masing-

masing bagian diberi tanda 0, 10, 20, 30.


c.

Memoleskan bakteri dengan ose tumpul pada petridish yang sudah diberi tanda 0,

kemudian ulangi percobaan tersebut pada menit ke-10,20, dan 30.


d.

Setelah selesai, petridish dibungkus dengan kertas payung dan dimasukkan dalam

incubator pada suhu 37C.

Larutan gula
a.

Menyiapkan 4 tabung reaksi yang berisi bakteri. Masing-masing bakteri di ambil

menggunakan ose tumpul dan dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi larutan gula 40%,
4%, 0.4%, 0%.
b.

Menyiapkan 4 buah petridish yang dibagi menjadi 4 bagian menggunakan spidol. Masing-

masing bagian diberi tanda 0, 10, 20, 30.


c.

Memoleskan bakteri dengan ose tumpul pada petridish yang sudah diberi tanda 0

,kemudian ulangi percobaan tersebut pada menit ke-10 ,20 ,dan 30.
d.

Setelah selesai, petridish dibungkus dengan kertas payung dan dimasukkan dalam

inkubator pada suhu 37C.


Oligodinamik
a.

Bakteri yang sudah disiapkan dipoleskan ke petridish dengan cara stregh.

b.

Menyiapkan uang logam, lalu mensterilkannya dengan cara dipanaskan sampai membara .

c.

Menunggu uang logam sampai dingin ,setelah itu uang logam di letakkan pada petridish

yang sudah dipoles dengan bakteri.


d.

Setelah selesai, petridish dibungkus dengan kertas payung dan dimasukkan dalam

incubator pada suhu 37C.

G.Hasil :
Suhu
Suhu
Pertumbuhan
37C
++
44C

Suhu dingin
Suhu ruang
++

Keterangan :
+

: sedikit

++

: banyak

: tidak ada

pH
pH
Pertumbuhan
Asam
++
netral
+
Basa
+++

Keterangan :

: sedikit

++

: banyak

+++

: banyak sekali

Larutan NaCl
Larutan NaCl
Waktu
0
10
20
30
30%
+
+
+
3%
++
+
+
+
0.3%

+++
++
+
+
0%
+++
+++
++
++

Keterangan :
+

: sedikit

++

: banyak

+++

: banyak sekali

: tidak ada

Larutan gula
Larutan gula
Waktu
0

10
20
30
40%
+
+++
+++
++
4%
++++
++++
++
0.4%
++
+
+++
+++
0%
++++
++++
+++

+++

Keterangan :
+

: sedikit sekali

++

: sedikit

+++

: banyak

++++

: banyak sekali

: tidak ada
Oligodinamik
Di sekitar logam masih terdapat adanya bakteri.

1. Kesimpulan :
2. Pada percobaan suhu, bakteri masih dapat tumbuh pada suhu 37C dan suhu ruang.
3. Pada percobaan pH, bakteri banyak tumbuh pada media m.c basa.
4. Pada percobaan larutan NaCl dan larutan gula, semakin konsentrasi larutan rendah
semakin banyak bakteri yang tumbuh.
5. Pada percobaan oligodinamik, di sekitar logam masih ditemukan bakteri. Hal ini tidak
sesuai dengan teori karena seharusnya bakteri tidak tumbuh di sekitar logam.

merupakan salah satu bentuk usaha dengan salah satu titik sebagai titik acuan. Misalnya anak
yang bermain jungkat-jungkit, dengan titik acuan adalah poros jungkat-jungkit. Pada katrol yang
berputar karena bergesekan dengan tali yang ditarik dan dihubungkan dengan beban.Momen
gaya adalah hasil kali gaya dan jarak terpendek arah garis kerja terhadap titik tumpu. Momen
gaya sering disebut dengan momen putar atau torsi, diberi lambang t (baca: tau).
t=F.d
Satuan dari momen gaya atau torsi ini adalah N.m yang setara dengan joule.
Momen gaya yang menyebabkan putaran benda searah putaran jarum jam disebut momen

gaya negatif. Sedangkan yang menyebabkan putaran benda berlawanan arah putaran jarum
jam disebut momen gaya positif. Titik 0 sebagai titik poros atau titik acuan.
Momen gaya oleh F1 ( jika berlawanan jarum jam ) adalah t1 = + F1 . d1
Momen gaya oleh F2 ( Jika searah jarum jam ) adalah t2 = - F2 . d2
B. Momen Inersia Rotasi Benda Tegar
Benda tegar adalah benda padat yang tidak berubah bentuk apabila dikenai gaya luar. Dalam
dinamika, bila suatu benda tegar berotasi, maka semua partikel di dalam benda tegar tersebut
memiliki percepatan sudut a yang sama. Momen gaya atau gaya resultan gerak rotasi t
didefinisikan sebagai berikut.
Apabila sebuah benda tegar diputar terhadap suatu sumbu tetap, maka resultan gaya putar
(torque, baca torsi) luar terhadap sumbu itu sama dengan hasil kali momen inersia benda itu
terhadap sumbu dengan percepatan sudut.
Dirumuskan:
I = sigma ( mi . Ri2)
Momen inersia harus dinyatakan sebagai hasil kali satuan massa dan kuadrat satuan
jarak. Untuk menghitungnya harus diperhatikan bentuk geometri dari benda tegar homogen.

Perbandingan dinamika translasi dan rotasi


Pada mekanika dinamika untuk translasi dan rotasi banyak kesamaan-kesamaan besaran yang
dapat dibandingkan simbol besarannya.

Analogi antara besaran translasi dan besaran rotasi

Pengertian Momen Gaya (torsi)- Dalam gerak rotasi, penyebab berputarnya benda merupakan
momen gaya atau torsi. Momen gaya atau torsi sama dengan gaya pada gerak tranlasi. Momen gaya
(torsi) adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya yang bekerja pada sebuah benda
sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Besarnya momen gaya (torsi) tergantung pada gaya
yang dikeluarkan serta jarak antara sumbu putaran dan letak gaya. Apabila Anda ingin membuat sebuah
benda berotasi, Anda harus memberikan momen gaya pada benda tersebut. Torsi disebut juga momen
gaya dan merupakan besaran vektor. Untuk memahami momen gaya anda dapat melakukan hal berikut
ini. Ambillah satu penggaris. Kemudian, tumpukan salah satu ujungnya pada tepi meja. Doronglah
penggaris tersebut ke arah atas atau bawah meja. Bagaimanakah gerak penggaris? Selanjutnya, tariklah
penggaris tersebut sejajar dengan arah panjang penggaris. Apakah yang terjadi?

Saat Anda memberikan gaya F yang arahnya tegak lurus terhadap penggaris, penggaris itu cenderung
untuk bergerak memutar. Namun, saat Anda memberikan gaya F yang arahnya sejajar dengan panjang
penggaris, penggaris tidak bergerak. Hal yang sama berlaku saat Anda membuka pintu. Gaya yang Anda
berikan pada pegangan pintu, tegak lurus terhadap daun pintu sehingga pintu dapat bergerak membuka
dengan cara berputar pada engselnya. Gaya yang menyebabkan benda dapat berputar menurut sumbu
putarnya inilah yang dinamakan momen gaya.Torsi adalah hasil perkalian silang antara vektor posisi r
dengan gaya F, dapat dituliskan

Gambar 6.8 Sebuah batang dikenai gaya sebesar yang tegak lurus terhadap batang dan
berjarak sejauh r terhadap titik tumpu O. Batang tersebut memiliki momen gaya = r F
Definisi momen gaya secara matematis dituliskan sebagai berikut.
=rF
dengan:
r = lengan gaya = jarak sumbu rotasi ke titik tangkap gaya (m),
F = gaya yang bekerja pada benda (N), dan
= momen gaya (Nm).
Besarnya momen gaya atau torsi tergantung pada besar gaya dan lengan gaya. Sedangkan arah momen
gaya menuruti aturan putaran tangan kanan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut:

Jika arah putaran berlawanan dengan arah jarum jam maka arah momen gaya atau torsi ke atas, dan
arah bila arah putaran searah dengan arah putaran jarum jam maka arah momen gaya ke bawah.
Perhatikan Gambar 6.9. Pada gambar tersebut tampak dua orang anak sedang bermain jungkat-jungkit
dan berada dalam keadaan setimbang, walaupun berat kedua anak tidak sama. Mengapa demikian? Hal
ini berhubungan dengan lengan gaya yang digunakan. Anak yang lebih ringan berjarak 3 m dari titik
tumpu (r1 = 3 m), sedangkan anak yang lebih berat memiliki lengan gaya yang lebih pendek, yaitu r2 =
1,5 m. Momen gaya yang dihasilkan oleh masing-masing anak adalah
1 = r1 F1
= (3 m)(250 N)
= 750 Nm
= r2 F2
= (1,5 m)(500 N)
= 750 Nm
2

Gambar 6.9 Jungkat-jungkit setimbang karena momen gaya pada kedua lengannya sama besar.
Dapat disimpulkan bahwa kedudukan setimbang kedua anak adalah akibat momen gaya pada kedua
lengan sama besar.

Gambar 6.10 Momen gaya yang ditimbulkan oleh gaya yang membentuk sudut terhadap benda
(lengan gaya = r).
Perhatikan Gambar 6.10 Apabila gaya F yang bekerja pada benda membentuk sudut tertentu dengan
lengan gayanya (r), Persamaan (618) akan berubah menjadi
= rFsin
(619)
Dari Persamaan (619) tersebut, Anda dapat menyimpulkan bahwa gaya yang menyebabkan
timbulnya momen gaya pada benda harus membentuk sudut terhadap lengan gayanya. Momen gaya
terbesar diperoleh saat =90 (sin = 1), yaitu saat gaya dan lengan gaya saling tegak lurus. Anda

juga dapat menyatakan bahwa jika gaya searah dengan arah lengan gaya, tidak ada momen gaya yang
ditimbulkan (benda tidak akan berotasi). Perhatikanlah Gambar 6.11a dan 6.11b.

Gambar 6.11 Semakin panjang lengan gaya, momen gaya yang dihasilkan oleh gaya akan semakin
besar.
Arah gaya terhadap lengan gaya menentukan besarnya momen gaya yang ditimbulkan. Momen gaya
yang dihasilkan oleh gaya sebesar F pada Gambar 6.11b lebih besar daripada momen gaya yang
dihasilkan oleh besar gaya F yang sama pada Gambar 6.11a. Hal tersebut disebabkan sudut antara
arah gaya terhadap lengan gayanya. Momen gaya yang dihasilkan juga akan semakin besar jika lengan
gaya semakin panjang, seperti terlihat pada Gambar 6.11c. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa besar gaya F yang sama akan menghasilkan momen gaya yang lebih besar jika lengan gaya
semakin besar. Prinsip ini dimanfaatkan oleh tukang pipa untuk membuka sambungan antarpipa.
Sebagai besaran vektor, momen gaya memiliki besar dan arah. Perjanjian tanda untuk arah momen
gaya adalah sebagai berikut.
a. Momen gaya, , diberi tanda positif jika cenderung memutar benda searah putaran jarum jam, atau
arahnya mendekati pembaca.
b. Momen gaya, , diberi tanda negatif jika cenderung memutar benda berlawanan arah putaran jarum
jam, atau arahnya menjauhi pembaca.

Gambar 6.12 (a) Gaya yang menghasilkan momen gaya positif (mendekati pembaca) ditandai dengan
titik. (b) Gaya yang menghasilkan momen gaya negatif (menjauhi pembaca) ditandai dengan tanda
silang.
Perjanjian tanda untuk arah momen gaya ini dapat dijelaskan dengan aturan tangan kanan, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6.12. Arah jarijari merupakan arah lengan gaya, dan putaran jari merupakan
arah gaya (searah putaran jarum jam atau berlawanan arah). Arah yang ditunjukkan oleh ibu jari Anda
merupakan arah momen gaya (mendekati atau menjauhi pembaca). Perhatikan Gambar 6.13. Jika
pada benda bekerja beberapa gaya, momen gaya total benda tersebut adalah sebagai berikut. Besar
yang ditimbulkan oleh F1 danF2 terhadap titik O adalah 1 dan 2. 1 bernilai negatif karena arah rotasi
yang ditimbulkannya berlawanan arah putaran jarum jam. Sedangkan, 2 bernilai positif karena arah

rotasi yang ditimbulkannya searah putaran jarum jam. Resultan momen gaya benda itu terhadap titik O
dinyatakan sebagai jumlah vektor dari setiap momen gaya. Secara matematis dituliskan
total = (r F)
atau
total = 1 + 2

Contoh Momen Pada Gaya


Pada sebuah benda bekerja gaya 20 N seperti pada gambar. Jika titik tangkap gaya berjarak 25 cm dari
titik P, berapakah besar momen gaya terhadap titik P?

Jawab
Diketahui: F = 20 N, r = 25 cm, dan = 150.
= r F sin
= (0,25 cm)(20 N)(sin 150)
= (0,25 cm)(20 N)( )
= 2,5 Nm.
Sebuah gaya F = (3i + 5j) N memiliki lengan gaya r = (4i + 2j) m terhadap suatu titik poros.
Vektor i dan j berturut-turut adalah vektor satuan yang searah dengan sumbu-x dan sumbu-y pada
koordinat Kartesian. Berapakah besar momen gaya yang dilakukan gaya F terhadap titik poros?
Jawab
Diketahui: F = (3i + 5j)N dan r = (4i + 2j)m.
= r F = (4i + 2j)m (3i + 5j)N = (4)(5) (k) Nm + (2)(3) (k) Nm = 14 k
Jadi, besarnya momen gaya 14 Nm yang searah sumbu z.
Batang AC yang panjangnya 30 cm diberi gaya seperti terlihat pada gambar.

Jika BC = 10 cm dan F1 = F2 = 20 N, berapakah momen gaya total terhadap titik A?


Jawab
Diketahui: r1 = 20 cm, F1 = F2 = 20 N, r2 = 30 cm, 1 =53, dan 2 = 90.
= r1 F1 sin1 + r2 F2 sin2
= (0,2 m)(20 N)(sin 53) + (0,3 m)(20 N)(sin 90)
= 3,2 Nm + 6 Nm = 2,8 Nm.

Laporan Mikrobiologi Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Mikroba


10 Desember 2013 pukul 20:33

Laporan Mikrobiologi Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Mikroba

A.

TUJUAN PRAKTIKUM

Agar mahasiswa mampu mengukur pengaruh suhu (temperatur) terhadap pertumbuhan


mikroorganisme

Agar mahasiswa mampu membuktikan bahwa pertumbuhan mikroorganisme terjadi pada


kaisaran suhu tertentu

B.

DASAR TEORI

Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba
secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi
menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi
berbagai tipe mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai
(Pelczar & Chan, 1986).

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam
ekosistem pangan. Suatu pengetahuan dan pengertian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara mikroorganismemakanan-manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen
(Buckle, 1985).

Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga
mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup,
perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibagi
atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhlukmakhluk hidup, yaitu mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara
mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme.
Sedangkan faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan
osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya
senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1993).

Karena semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi dan karena laju reaksireaksi ini dipengaruhi oleh temperatur, maka pola pertumbuhan bakteri dapat sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total
pertumbuhan organisme. Keragaman temperatur dapat juga mengubah proses-proses metabolik
tertentu serta morfologi sel (Pelczar & Chan, 1986).

Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri
tidak tumbuh dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil kolera (Vibrio cholerae).
Pada dasarnya tak satupun yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan patogen,
tumbuh paling baik pada pH netral (pH7) atau pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri
tumbuh pada pH 6;tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh baik pada pH 4 atau 5. Sangat
jarang suatu organisme dapat bertahan dengan baik pada pH 4; bakteri autotrof tertentu
merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri menghasilkan produk metabolisme yang
bersifat asam atau basa (Volk&Wheeler,1993).

Di dalam alam yang sewajarnya, bakteri jarang menemui zat-zat kimia yang menyebabkan ia
sampai mati karenanya. Hanya manusia di dalam usahanya untuk membebaskan diri dari
kegiatan bakteri meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan tetapi tidak meracuni diri
sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat-zat yang hanya menghambat
pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptik atau zat bakteriostatik
(Dwidjoseputro,1994).

Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar
dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe
mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor
harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang
ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah
perusakan agen agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen agen
kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan
mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh
kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang
berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).

C.

BAHAN DAN ALAT

Bahan :

Biakan jamur
PDA
NaCl
Antibotik

Alat :
Jarum ent
Bor gabus
Tabung reaksi
Gelas ukur

Pipet ukur
Kertas milimeter
Lampu spritus
Ruang inkubasi

D.

CARA KERJA

Sterilisasikan ruang inkubasi dengan alkohol


Medium dituangkan kedalam 4 cawan petri dan setelah medium memadat, diinokulasikan
dengan biakan jamur satu bor gabus, sehingga diperoleh biakan baru
Biakan diinkubasikan pada ruangan yang berbeda masing-masing 1 cawan petri diberi NaCl,
antibiotik, PDA, kemudian pada suhu dingin diletakkan dalam lemari es
Setelah 3 hari, diamati pertumbuhannya kemudian bandingkan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur luas koloni dan menimbang
berat kering

E.

DATA HASIL PRAKTIKUM

Dari hasil percobaan di dapat hasil sebagai berikut :


Pada suhu kamar biakan jamur NaCl selama 3 hari luasnya adalah 29 x 0,25 = 7,25 cm2

Pada suhu kamar biakan jamur antibiotik selama 3 hari luasnya adalah 2,75 cm2
Pada suhu kamar biakan jamur selama 3 hari luasnya adalah 6,5 cm2
Pada suhu dingin biakan jamur selama 3 hari tidak atau belum tumbuh

F.

PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu faktor abiotik,
meliputi pengaruh suhu, pH dan pengaruh daya desinfektan. Selain itu juga pengaruh biotik yaitu
antibiose.

Adapun pengaruh pH pada pertumbuhan mikroorganisme yaitu suatu mikroorganisme dapat


tumbuh dengan baik pada pH yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Hanya beberapa
jenis bakteri tertentu yang dapat bertahan dalam suasana asam ataupun basa. Suatu
mikroorganisme memerlukan kondisi lingkungan yang cocok untuk melakukan metabolisme.

Selain itu temperatur juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan
mikroorganisme. Pengaruh temperatur pada petumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas
tiga golongan yaitu: Mikroorganisme Psikofilik, adalah bakteri yang dapat bertahan hidup antara
temperatur 0oC sampai 30oC. Sedangkan temperatur optimumnya antara 10oC sampai 20oC.
Mikroorganisme mesofilik adalah bakteri yang dapat bertahan hidup antara temperatur 5oC
sampai 60oC. Sedangkan temperatur optimumnya antara 25oC sampai 40oC. Mikroorganisme
Termofilik adalah bakteri yang dapat bertahan hidup antara temperatur 55oC sampai 65oC,
meskipun bakteri ini juga dapat berkembang biak pada temperatur yang lebih rendah ataupun
lebih tinggi dengan batas optimumnya antara 40oC sampai 80oC.

Temperatur optimum adalah temperatur yang lebih mendekati temperatur maksimum dari pada
temperatur minimum. Di mana pada saat temperatur minimum, pertumbuhan mikroba kurang

berkembang dengan baik. Berbeda dengan temperatur optimum, pertumbuhan mikroba dapat
tumbuh dengan baik. Sedangkan temperatur maksimum adalah pertumbuhan mikroba yang
telah berkembang melewati batas optimumnya. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang
masih dapat menumbuhkan mikroba, tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang rendah.
Desinfektan merupakan bahan kimia yang menyebabkan desinfeksi, yaitu proses untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme terutama yang bersifat patogen.
Desinfektan membunuh bakteri dengan tidak merusaknya sama sekali, tetapi zat-zat kimia
seperti basa dan asam organik menyebabkan hancurnya bakteri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi daya tahan bakteri adalah umur bakteri. Bakteri yang muda daya tahannya
terhadap desinfektan lebih kurang daripada bakteri tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya
berada di bawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor yang diperhitungkan. Kenaikan
temperatur menambah daya desinfektan. Medium seperti susu, plasma darah, dan zat-zat
lainnya yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu.
Sedangkan antibiotik adalah bahan yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak
diinginkan atau bersifat patogen. Antibiotik merupakan zat-zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikit mempunyai daya penghambat
kegiatan mikroorganisme yang lain.

Mikroorganisme dapat dibedakan berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, antara lain


mikroorganisme aerob, mikroorganisme anaerob, mikroorganisme anaerob fakultatif dan
mikroorganisme mikro aerofilik. Mikroorganisme aerob adalah mikroorganisme yang memerlukan
oksigen untuk metabolismenya. Mikroorganisme anaerob adalah mikroorganisme yang tidak
memerlukan oksigen untuk metabolismenya. Mikroorganisme anaerob fakultatif adalah
mikroorganisme yang dapat hidup secara aerob atau pun anaerob dan mikroorganisme mikro
aerofilik adalah mikrooganisme yang dapat hidup dengan menggunakan sedikit oksigen.

G.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hasil sebagai
berikut :
Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH,
desinfektan dan antibiotik.
Pada suhu kamar pertumbuhan mikroba lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin

pH yang dapat digunakan mikroba untuk tumbuh dengan baik adalah pH yang bersifat netral
(pH = 7).
Desinfektan merupakan zat-zat yang mempunyai daya penghambat atau mematikan mikroba
dalam pertumbuhan dengan membentuk zona hambat dalam medium.

H.

DAFTAR BACAAN

Brooks, dkk., 1994, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Dwidjoseputro, 1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambaran, Jakarta.

Fardiaz, S., 1992, Analisa mikrobiologi Pangan, Gramedia, Jakarta.

Hadioetomo, R.S., 1993, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi, Gramedia,
Jakarta.

Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI-Press, Jakarta.

Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA


PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI UMUM
PERCOBAAN VII
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

Oleh

NAMA : RIKHAL H.
NIM : FICI 09 004
KELOMPOK : LIMA (V)
ASISTEN : SARIPUDDIN

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik.
Makhluk-makhluk halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan, sehingga
untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi kehidupan mikroorganisme meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan
faktor biotik.
Mikroba seperti makhluk hidup lainnya memerlukan nutrisi pertumbuhan. Pengetahuan akan
nutrisi pertumbuhan ini akan membantu di dalam mengkultivasi, mengisolasi, dan
mengidentifikasi mikroba. Mikroba memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda-beda di dalam
persyaratan pertumbuhannya. Ada mikroba yang bisa hidup hanya pada media yang
mengandung sulfur dan ada pula yang tidak mampu hidup dan seterusnya. Karakteristik
persyaratan pertumbuhan mikroba inilah yang menyebabkan bermacam-macamnya media
penunjang pertumbuhan mikroba.
Pertumbuhan mikroba diartikan sebagai pembelahan sel atau semakin banyaknya organisme
yang terbentuk. Mikroba akan semakin cepat pertumbuhannya apabila ia diinkubasi dalam
suasana yang disukai oleh mikroba. Kondisi pertumbuhan suatu mikroba tidak akan lepas dari
faktor fisiko-kimia, seperti pH, suhu, tekanan, salinitas, kandungan nutrisi media, sterilitas media,
kontaminan dan paparan radiasi yang bersifat inhibitor.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam percobaan kali ini yaitu bagaimana pengaruh lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba.

D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh setelah melakukan percobaan ini yaitu dapat mengetahui pengaruh
lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mikroba termasuk ke dalam kelompok jasad hidup yang sangat peka terhadap adanya
perubahan pada lingkungannya, sehingga dengan adanya perubahan yang kecil di dalam
temperatur atau cahaya misalnya akan cepat mempengaruhi kehidupan dan aktivitasnya. Tetapi
mikroba juga termasuk kelompok jasad hidup yang dengan cepat dapat menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan lingkungan (Suryawiria, 1996).
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad.
Pembelahan sel adalah hasil dari pertumbuhan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler),
pembelahan atau perbanyakan sel merupakan pertambahan jumlah individu. Misalnya
pembelahan sel pada bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri.
Pada jasad bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan
jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau bertambah besar
jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikrobia harus dibedakan antara pertumbuhan
masing- masing individu sel dan pertumbuhan kelompok sel atau pertumbuhan populasi
(Suharjono, 2006). Menurut Darkuni (2001) pertumbuhan bakteri pada umumnya akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor ini akan memberikan gambaran yang
memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbedadan pada akhirnya memberikan gambaran
pula terhadap kurva pertumbuhannya.
Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran sebesar pH 3 4 unit pH atau kisaran 1000
10000 kali konsentrasi ion hydrogen. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6
7.5, Khamir mempunyai pH 4-5 dan tumbuh pada kisaran pH 2.5 8 dan kapang mempunyai
pH optimum antara 5 dan 7 dan dapat tumbuh pada kisaran pH 3 8.5. Dalam fermentasi,
control pH penting sekali dilakukan karena pH yang optimum harus tetap dipertahankan (Ninis
dan Mohammad, 2009).
Selain untuk menyediakan nutrien yang sesuai dengan kultivitas, mikroba juga perlu disediakan
kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan optimum mikroba khususnya bakteri yang sangat
bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda
terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk berhasilnya kultivitas berbagai variasi
mikroorganisme, dibutuhkan suatu kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai. Selain
itu suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme.
Keragaman suhu dapat juga mempengaruhi atau merubah proses metabolik tertentu serta

morfologi sel. Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tersepat selama periode waktu
yang singkat (12sampai 24 jam) yang dikenal sebagai suhu pertumbuhan yang optimum. PH
optimum pertumbuhan kebanyakan bakteri terletak 6,5 sampai 7,5. Namun, beberapa yang
dapat tumbuh dalam keadaan yang sangat masam atau yang sangat alkalin. Kebanyakan yang
mempunyai nilai PH minimum dan maksimum ialah 4 dan 9 (Pelczar, dkk., 1986).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 12 November 2011, pada pukul 09.00
WITA sampai selesai. Dan bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kendari.

B. Pembahasan
Pertumbuhan merupakan suatu proses kehidupan yang irreversible artinya tidak dapat dibalik
kejadiannya. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan
struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah,
pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa dan parameter lain. Sebagai hasil
pertambahan ukuran dan pembelahan sel atau pertambahan jumlah sel maka terjadi
pertumbuhan populasi mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fasefase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner dan fase kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum
pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia
toksik, panas atau radiasi. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa
sel per unit waktu. Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang
berbeda, yang berturut-turut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase
kematian. Pada fase kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan
kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau
radiasi.

Setiap spesies mikroba memiliki aktivitas yang berbeda-beda dalam melakukan pertumbuhan.
Pertumbuhan mikroba diartikan sebagai pembelahan sel atau semakin banyaknya organisme
yang terbentuk. Mikroba akan semakin cepat pertumbuhannya apabila ia diinkubasi dalam
suasana yang disukai oleh mikroba. Kondisi pertumbuhan suatu mikroba tidak akan lepas dari
faktor fisiko-kimia, seperti pH, suhu, tekanan, salinitas, kandungan nutrisi media, sterilitas media,
kontaminan dan paparan radiasi yang bersifat inhibitor. Dalam proses pertumbuhannya setiap
makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang cukup serta kondisi lingkungan yang mendukung demi
berlangsungnya proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada
umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Temperatur merupakan salah satu faktor
yang penting di dalam kehidupan. Beberapa jenis mikroba dapat hidup di daerah temperatur
yang luas sedang jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah
tempetur bagi kehidupan mikroba terletak di antara 0oC dan 90oC, sehingga untuk masing
-masing mikroba dikenal nilai temperatur minimum, optimum dan maksimum. Temperatur
minimum suatu jenis mikroba ialah nilai paling rendah dimana kegiatan mikroba masih
berlangsung. Temperatur optimum adalah nilai yang paling sesuai /baik untuk kehidupan
mikroba. Temperatur maksimum adalah nilai tertinggi yang masih dapat digunakan untuk
aktivitas mikroba tetapi pada tingkatan kegiatan fisiologi yang paling minimal.
Daya tahan mikroba terhadap temperatur tidak sama untuk tiap-tiap spesies. Ada spesies yang
mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit didalam medium pada temperature 60oC;
sebaliknya bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan genus Clostridium tetap
hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama 30 menit. Oleh karena itu, proses
sterilisasi untuk membunuh setiap spesies bakteri yakni dengan pemanasan selama 15-20 menit
dengan tekanan 1 atm dan temperatur 121oC di dalam autoklaf.
Bakteri memiliki batasan suhu tertentu dia bisa tetap bertahan hidup, ada tiga jenis bakteri
berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu lingkungannya:
1. Mikroorganisme psikrofilik yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu yang dingin,
dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 20oC. Kebanyakan golongan ini tumbuh
di tempat-tempat dingin, baik di daratan maupun di lauatan.
2. Mikroorganisme mesofilik, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada
suhu yang sedang, mempunyai suhu optimum di antara 20oC sampai 50oC.
3. Mikroorganisme termofilik, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau suka pada suhu
yang tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu diatas 40oC, bakteri jenis ini dapat
hidup di tempat-tempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas bakteri tipe ini
dapat ditemukan.
Percobaan kali ini bertujuan untuk megetahui pengaruh lingkungan seperti suhu/temperatur,
tekanan osmotik dan radiasi UV terhadap pertumbuhan mikroba. Dan dari hasil percobaan yang
telah dilakukan, terlihat bahwa mikroba yang tumbuh akan sesuai dengan pH yang diberikan.
Pada tekanan osmotik, semakin besar kadar atau persentase NaCl yang diberikan, akan
semakin banyak pula bakteri tumbuh yang ditandai dengan semakin keruhnya larutan.

Sedangkan pada penyinaran UV, mikroba yang tumbuh akan s.emakin sedikit dengan semakin
banyaknya penyinaran UV yang dilakukan terhadap mikroba tersebut.

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum ini maka dapat disimpulkan bahwa
pengaruh suhu/temperatur, tekanan osmotik dan radiasi UV merupakan beberapa faktor
lingkungan pertumbuhan mikroorganisme yang berdampak nyata terhadap mikroba tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Darkuni, M. N. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi, dan Mikologi). Universitas Negeri
Malang. Malang

Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. UI Press. Jakarta.

Puspitasari, Ninis dan Sidik, Mohammad. 2009. Pengaruh jenis Vitamin B dan Sumber Nitrogen
Dalam Peningkatan Kandungan Protein Kulit Ubi kayu Melalui Proses Fermentasi. Seminar
Tugas Akhir S1 Teknik Kimia. UNDIP. Semarang.

Suharjono, 2006. Komunitas Kapang Tanah di Lahan Kritis Berkapur DAS Brantas Pada Musim
Kemarau. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis.
Penerbit Alumni. Bandung.

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Pendahuluan

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau substansi atau masa zat suatu
organisme, misalnya kita makhluk makro ini dikatakan tumbuh ketika bertambah tinggi,
bertambah besar atau bertambah berat. Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih
diartikan sebagai pertumbuhan koloni, yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang
semakin besar atau subtansi atau massa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak,
pertumbuhan pada mikroba diartikan sebagai pertambahan jumlah sel mikroba itu sendiri[1].
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta
kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri.
Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor
ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan
pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya[2].
Aktifitas mikroorganisme umumnya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, antara lain
faktor fisik, misalnya suhu, pH, tekanan osmosis, kandungan oksigen, dan lain-lain. Faktor kimia,
misalnya logam-logam beracun dan zat toksin. Faktor biologis, misalnya antibiotik, interaksi
dengan mikroorganisme lainnya[3].

B.

Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai pada praktikum kali ini adalah untuk dapat mengetahui
pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroorgannisme.

[1]Pertumbuhan Bakteri dan Suhu I q b a l A l i . c o


m.htm, http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan_bakteri_dan_suhu/track_back/ (11
Desember 2009).

[2]Ibid.
[3]Hafsah, Mikrobiologi Umum (Makassar: UIN Alauddin, 2009), h. 33.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang berturutturut disebut dengan fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase
kematian eksponensial tidak diamati pada kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila
kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi[1].
Semua mahluk hidup membutuhkan nutrien untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Nutrien
merupakan bahan baku yang digunakan untuk membangun komponen-komponen seluler baru
dan untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan dalam proses-proses kehidupan sel. Nutrisi
merupakan indikasi dari kompleksitas fisiologis mikroba. Umumnya diketahui nutrien dibutuhkan
oleh mikroba secara langsung mencerminkan kemampuan fisiologisnya. Sebagai contoh
beberapa anggota genus lactobacillus membutuhkan sejumlah asam amino, vitamin B dan
nutrien-nutrien lainnya untuk pertumbuhannya. Sebaiknya mikroba autotrof hanya memerlukan
cahaya dan karbondioksida dan gas nitrogen untuk tumbuh[2].
Dalam pertumbuhannya setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta
kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebutt, termasuk juga bakteri.
Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh faktor
ini akan memberikan gambaran yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan
pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya[3].
Kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi atau kemis. Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH
dan tekanan osmotik. Sedangkan kebutuhan kemis meliputi air, sumber karbon, nitrogen
oksigen, mineral-mineral dan faktor penumbuh[4].
Beberapa faktor abiotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain: suhu,
kelembapan, cahaya, pH, AW dan nutrisi. Apabila faktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat,
sehingga optimum untuk pertumbuhan bakteri, maka bakteri dapat tumbuh dan berkembang
biak[5].
Bakteri merupakan organisme kosmopolit yang dapat kita jumpai di berbagai tempat dengan
berbagai kondisi di alam ini. Mulai dari padang pasir yang panas, sampai kutub utara yang beku
kita masih dapat menjumpai bakteri. Namun bakteri juga memiliki batasan suhu tertentu dia bisa

tetap bertahan hidup, ada tiga jenis bakteri berdasarkan tingkat toleransinya terhadap suhu
lingkungannya:
1. Mikroorganisme psikrofil yaitu mikroorganisme yang suka hidup pada suhu yang dingin,
dapat tumbuh paling baik pada suhu optimum dibawah 20oC.
2. Mikroorganisme mesofil, yaitu mikroorganisme yang dapat hidup secara maksimal pada
suhu yang sedang, mempunyai suhu optimum di antara 20oC sampai 50oC
3. Mikroorganisme termofil, yaitu mikroorganisme yang tumbuh optimal atau suka pada suhu
yang tinggi, mikroorganisme ini sering tumbuh pada suhu diatas 40oC, bakteri jenis ini dapat
hidup di tempat-tempat yang panas bahkan di sumber-sumber mata air panas bakteri tipe ini
dapat ditemukan, pada tahun 1967 di yellow stone park ditemukan bakteri yang hidup dalam
sumber air panas bersuhu 93-94oC[6].
Dalam menentukan jumlah sel yang hidup dapat dilakukan penghitungan langsung sel secara
mikroskopik, melalui 3 jenis metode yaitu metode: pelat sebar, pelat tuang dan most-probable
number (MPN). Sedang untuk menentukan jumlah total sel dapat menggunakan alat yang
khusus yaitu bejana Petrof-Hausser atau hemositometer. Penentuan jumlah total sel juga dapat
dilakukan dengan metode turbidimetri yang menentukan: Volume sel mampat, berat sel,
besarnya sel atau koloni, dan satu atau lebih produk metabolit. Penentuan kuantitatif metabolit ini
dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl[7].
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah
suhu, kelembapan, dan cahaya[8].
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan
kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses
pembekuan dan pengeringan[9].
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel
mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi
komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian.
Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan
bahan makanan. Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi, kekeringan
atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob dan beberapa spesies dari
Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri dengan spora. Spora tersebut dibentuk
dalam sel yang disebut endospora. Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang
sedikit sekali mengandung air. Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif. Apabila keadaan
lingkungan membaik kembali, endospora dapat tumbuh menjadi satu sel bakteri biasa. Letak
endospora di tengah-tengah sel bakteri atau pada salah satu ujungnya

Dalam pertumbuhannya bakteri memiliki suhu optimum dimana pada suhu tersebut pertumbuhan
bakteri menjadi maksimal. Dengan membuat grafik pertumbuhan suatu mikroorganisme, maka
dapat dilihat bahwa suhu optimum biasanya dekat puncak range suhu. Di atas suhu ini
kecepatan tumbuh mikroorganisme akan berkurang. diperlukan suatu metode. Metode
pengukuran pertumbuhan yang sering digunakan adalah dengan menentukan jumlah sel yang
hidup dengan jalan menghitung koloni pada pelat agar dan menentukan jumlah total sel atau
jumlah massa sel. Selain itu dapat dilakukan dengan cara metode langsung dan metode tidak
langsung.

[1]Pertumbuhan Bakteri dan Suhu I q b a l A l i . c o


m.htm, http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan_bakteri_dan_suhu/track_back/ (11
Desember 2009).

[2]Hafsah, Mikrobiologi Umum (Makassar: UIN Alauddin, 2009), h. 70.


[3]Noviar Darkuni. Mikrobiologi (Malang: JICA, 2001), h. 127.

[4]Jeneng Tarigan. Pengantar Mikrobiologi ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), h. 175.

[5]Utami Sri Haastuti. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi (Malang: Universitas Negeri Malang,
2008), h. 98.
[6]Ibid. h. 99.

[7]Ibid.

[8]Rizki, Pertumbuhan Bakteri, Blog Rizki. http://pertumbuhan-bakteri.blogspot.com (13


Desember 2009).

[9]Filzahazny. Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Filzahazny. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).

[10]Alfianzyah. Faktor-Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Alfianzyah. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).

BAB III
METODE KERJA

A.

Waktu dan tempat

Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah :


Hari / tanggal

: kamis / 10 desember 2009

Pukul

: 15.00 17.00 wita

Tempat

: Laboratorium Biologi Lantai III Gedung B

Fakultas Sains Dan Teknologi


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Samata, Gowa.

B.

Alat dan bahan

1.

Alat

Adapun alat yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah cawan petri, tabung reaksi, rak
tabung, inkubator, ose, bunsen, spoit dan mistar.
2.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah biakan E. coli, Staphylococcus
aureus, medium NB dan medium NA, detergent, tetra siklik, uang logam, paper disc dan alkohol.

C.
1.

Cara kerja
Pengaruh faktor suhu

a.
Melakukan inokalasi pada biakan E.coli kedalam 3 tabung medium NB masing-masing 0,5
ml (2 ose).
b.
Melakukan hal yang sama untuk biakan Staphylococcus aureus ke dalam tiga tabung
medium.
c.

Membiarkan 3 buah tabung tidak diinokulasi dan menggunakannya sebagai kontrol.

d.
Mengikubasi pada suhu 5oC, 30oC dan 50oC selama 24 - 48 jam. Mengamati
pertumbuhan yang terjadi dan mencacat hasilnya.
2.

Pengaruh faktor pH

a.

Menginokulasi biakan E. coli ke dalam 3 tabung medium NB masing-masing 0,5 ml.

b.

Membiarkan hal yang sama untuk biakan Staphylococcus aureus.

c.

Membiarkan 3 buah tabung tidak diinokulasi dan menggunakan sebagai kontrol.

3.

Pengaruh faktor senyawa beracun

a.
Membuat biakan dengan metode cawan tuang dalam 2 cawan petri masing-masing
dengan biakan E. coli dan Staphylococcus aureus.
b.
Meletakkan secara aseptis 4 paper disk yang telah dijenuhkan dalam larutan alcohol 70%,
HgCl2 0,1%, antibiotic 1 % dan air suling steril di atas medium agar.

DAFTAR PUSTAKA

Alfianzyah. Faktor-Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Alfianzyah. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).
Filzahazny. Faktor Pertumbuhan Bakteri, Blog Filzahazny. http://faktor-pertumbuhanbakteri.blogspot.com (13 Desember 2009).

Hafsah. Mikrobiologi Umum. Makassar: UIN Alauddin, 2009.


Jeneng Tarigan. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia, 1988.
Noviar Darkuni. Mikrobiologi. Malang: JICA, 2001.
Pertumbuhan Bakteri dan Suhu I q b a l A l i . c o
m.htm, http://iqbalali.com/2008/04/21/pertumbuhan_bakteri_dan_suhu/track_back/ (11
Desember 2009).
Rizki, Pertumbuhan Bakteri, Blog Rizki. http://pertumbuhan-bakteri.blogspot.com (13 Desember
2009).
Utami Sri Haastuti. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: Universitas Negeri Malang, 2008.

Pengaruh lingkungan Terhadap Mikrobia

Laporan Hasil Praktikum Mikrobiologi V


Pengaruh lingkungan Terhadap Mikrobia

A. Hari tanggal

: Rabu, 14 Januari

B. Acara Pratikum : Pengaruh Lingkungan Terhadap Mikrobia


C. Tujuan

: 1. Mengetahui dan mengerti pengaruh factor


lingkungan terhadap pertumbuhan mikrobia.
2. Mampu melakukan pemeriksaan
Pertumbuhan mikrobia dari pengruh
beberapa faktor secara baik dan benar.

D. Dasar Teori

Kegiatan suatu mikrobia dipengruhi oleh faktor lingkungan. Perubahan yang terjadi pada
faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologis mikrobia.

Faktor lingkungan meliputi faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik adalah faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika dan kimia. Diantara faktor-faktor yang diperlukan
adalah :
1. Temperatur
Masing-masing mikrobia memerlukan temperatur tertentu untuk hidupnya. Temperatur
pertumbuhan suatu mikrobia dapat dibedakan dalam temperatur minimum, optimum, dan
maksimum. Berdasarkan temperatur pertumbuhannya mikrobia dapat dibedakan menjadi
Psikhrofil, mesofil, dan termofil. Daya tahan terhadap temperatur tiap spesies berbeda-beda.
2. pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum,
optimum, dan maksimum untuk pertumbuhannya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk
pertumbuhannya dapat dibedakan mikrobia yang asidofil, neotrofil, dan alkalofil. Untuk menahan
perubahan pH ke dalam medium sering ditambahkan larutan buffer.
3. Tekanan Osmotik
Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis, karena
sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Di dalam larutan yang hipotonik sel sel mengalami
plasmoptika yang dapat diikuti pecahnya sel.
4.

Daya Oligodinamik

Ion-ion logam berat pada kadar yang sangat rendah bersifat toksik terhadap mikrobia, karena
ion-ion dapat bereaksi dengan bagian-bagian penting dalam sel. Daya bunuh logam-logam berat
pada kadar yang sangat rendah ini disebut daya oligodinamik.
5. Kelembaban
Tiap jenis mikrobia membutuhkan kelembaban optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Pada
umumnya khamir dan bakteri memerlukan kelembaban yang tinggi, sedangkan jamur dan
aktinomisetes memerlukan kelembaban yang rendah untuk pertumbuhannya.

18

E. Alat dan Bahan :


Alat :

1. Tabung reaksi
2. Petridish
Bahan :
1. Bakteri
2. m.c asam,m.c basa,m.c netral
3. Larutan NaCl
4. Larutan gula
5. Uang logam

F.Cara Kerja :
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Melakukan percobaan dari beberapa faktor yang mempengaruhi :
Suhu
Mempoleskan bakteri dengan cara stregh pada media dengan suhu 37C, 44C, suhu dingin,
dan suhu ruang.
pH
Mempoleskan bakteri dengan cara stregh pada media m.c asam, m.c basa, m.c netral.
Kemudian di bungkus dengan kertas paying. Lalu dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37C.

Larutan NaCl
a.
Menyiapkan 4 tabung reaksi yang berisi bakteri. Masing-masing bakteri di ambil
menggunakan ose tumpul dan dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi larutan NaCl 30%,
3%, 0.3%, 0%.
b.
Menyiapkan 4 buah petridish yang dibagi menjadi 4 bagian menggunakan spidol. Masingmasing bagian diberi tanda 0, 10, 20, 30.
c.
Memoleskan bakteri dengan ose tumpul pada petridish yang sudah diberi tanda 0,
kemudian ulangi percobaan tersebut pada menit ke-10,20, dan 30.

d.
Setelah selesai, petridish dibungkus dengan kertas payung dan dimasukkan dalam
incubator pada suhu 37C.
Larutan gula
a.
Menyiapkan 4 tabung reaksi yang berisi bakteri. Masing-masing bakteri di ambil
menggunakan ose tumpul dan dimasukkan pada tabung reaksi yang berisi larutan gula 40%,
4%, 0.4%, 0%.
b.
Menyiapkan 4 buah petridish yang dibagi menjadi 4 bagian menggunakan spidol. Masingmasing bagian diberi tanda 0, 10, 20, 30.
c.
Memoleskan bakteri dengan ose tumpul pada petridish yang sudah diberi tanda 0
,kemudian ulangi percobaan tersebut pada menit ke-10 ,20 ,dan 30.
d.
Setelah selesai, petridish dibungkus dengan kertas payung dan dimasukkan dalam
inkubator pada suhu 37C.
Oligodinamik
a.

Bakteri yang sudah disiapkan dipoleskan ke petridish dengan cara stregh.

b.

Menyiapkan uang logam, lalu mensterilkannya dengan cara dipanaskan sampai membara .

c.
Menunggu uang logam sampai dingin ,setelah itu uang logam di letakkan pada petridish
yang sudah dipoles dengan bakteri.
d.
Setelah selesai, petridish dibungkus dengan kertas payung dan dimasukkan dalam
incubator pada suhu 37C.

G.Hasil :
Suhu
Suhu
Pertumbuhan
37C
++
44C
-

Suhu dingin
Suhu ruang
++

Keterangan :
+

: sedikit

++

: banyak

: tidak ada

pH
pH
Pertumbuhan
Asam
++
netral
+
Basa
+++

Keterangan :
+

: sedikit

++

: banyak

+++

: banyak sekali

Larutan NaCl
Larutan NaCl
Waktu
0
10
20
30
30%
+
+
+
3%
++
+
+
+
0.3%
+++
++
+
+
0%

+++
+++
++
++

Keterangan :
+

: sedikit

++

: banyak

+++

: banyak sekali

: tidak ada

Larutan gula
Larutan gula
Waktu
0
10
20
30
40%
+
+++
+++

++
4%
++++
++++
++
0.4%
++
+
+++
+++
0%
++++
++++
+++
+++

Keterangan :

: sedikit sekali

++

: sedikit

+++

: banyak

++++

: banyak sekali
: tidak ada

Oligodinamik

Di sekitar logam masih terdapat adanya bakteri.

1. Kesimpulan :
2. Pada percobaan suhu, bakteri masih dapat tumbuh pada suhu 37C dan suhu ruang.
3. Pada percobaan pH, bakteri banyak tumbuh pada media m.c basa.
4. Pada percobaan larutan NaCl dan larutan gula, semakin konsentrasi larutan rendah
semakin banyak bakteri yang tumbuh.
5. Pada percobaan oligodinamik, di sekitar logam masih ditemukan bakteri. Hal ini tidak
sesuai dengan teori karena seharusnya bakteri tidak tumbuh di sekitar logam.

UJI FORMALIN DALAM BAHAN PANGAN

A. Tinjauan Pustaka
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang
biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan mayat.
Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu,
mie basah, dan bakso. Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia
dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer
berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif
(mudah

terbakar). Bahan

ini

larut

dalam

air

dan

sangat

mudah

larut

dalam etanol dan eter (Djoko, 2006).

Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk membasmi


bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan
kelompok

desinfektan

kuat,

membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk, penyakit,


kapang,

disamping

itu

juga

dapat

dapat
cendawan

atau

jaringan

tubuh

Skala

kecil,

mengeraskan

setiap hari. Kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar.

formaldehida sebutan lain untuk formalin secara alami ada di alam. Contohnya
gas penyebab bau kentut atau telur busuk. Formalin di udara terbentuk dari
pembakaran

gas

metana dan oksigen yang ada di atmosfer, dengan bantuan sinar matahari.

Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam
suasana

alkalis,

serta bersifat

sebagai

zat

pereduksi yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu
-210C (Winarno, 2004).

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari,


apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis
keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian,
pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Formalin di dalam dunia
fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.
Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan
pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin
boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di
bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk
kayu lapis (polywood). Formalin dalam kosentrasi yang sangat kecil (< 1%)
digunakan

sebagai

pengawet

untuk

berbagai

barang

konsumen

seperti

pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu,


shampoo mobil, lilin dan karpet. Produsen sering kali tidak tahu kalau
penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena
bisa

menimbulkan

berbagai

gangguan

kesehatan

bagi

konsumen

yang

memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan


bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka panjang bisa
mengakibatkan

kanker

saluran

cerna.

Penelitian

lainnya

menyebutkan

peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung)
pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007).

Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin


merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya
masih

banyak

para pedagang/produsen makanan yang nakal tetap

menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai pengawet mak


anan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan
tekstur kekenyalan produk pangan sehingga tampilannya lebih menarik (wal
aupun kadang
bau khas makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin). Makanan
yang rawan
dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah sepe
rti ikan, mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008).

Adanya
bisa

dengan

formalin
tes

kalium

atau

tidak

permanganat Uji

dalam

ini

makanan

cukup sederhana, dengan

melarutkan serbuk kalium permanganat di air hingga berwarna pink (merah


jambu) Perubahan warna pada larutan dari warna merah jambu pudar, maka
menunjukan sampel tersebut mengandung formalin (Wardani, 2006).

Uji kualitatif formalin dalam makanan dapat dilakukan dengan KMnO4,


sedangkan

analisis

kuantitatif

dapat

dilakukan

dengan

spektrofotometri

meggunakan larutan Nash (Williams,1984), 2,4- dinitrofenilhidrazin (Hadi, 2003)


dan alkanon dalam media garam asetat (Supriyanto, 2008). Hadi (2003)
melaporkan bahwa analisis formalin menggunakan 2,4- dinitrofenilhidrazin dalam
tahu diperoleh nilai rekoveri 85,3 + 3,92 % dan dalam bakso 43,91 + 3,73%,
dengan batas deteksi 11,43 pg/mL, sedangkan dengan alkanon dalam media
garam

asetat

menggunakan

spektrofotometer

dapat

meng-analisis

kadar

formalin sampai 3 ppm (Supriyanto, 2008). Selain itu formalin dapat juga
dianalisa dengan asam kromotropat yang dilarutkan dalam asam sulfat (BPPOM,
2000).

B.

Materi dan Metode

1.

Materi

a.

Bahan

1) Sosis Sapi 5 gram


2) Tempura 5 gram
3) Bakso Sapi 5 gram
4) Sosis Ayam
5) Bakso Pedas
6) Kalium Permanganat (KMnO4 1 N) sebanyak 1 tetes pipet drop
7) Aquades
b.

Alat

1) Dua buah tabung reaksi 10 ml diberi nama A dan B

2) Pipet drop
3) Kertas saring
2.

Metode

a.

Isi tabung reaksi A dengan aquades sebanyak 2 ml,

b.

Kemudian tambahkan 1 tetes pipet drop KMnO 4 1 N,

c.

Homogenkan dengan pengaduk.

d.

Isi tabung reaksi B dengan aquades 10 ml,

e.

Kemudian masukan sampel sebanyak 5 g,

f.

Lalu homogenkan dengan pengaduk,

g.

Saring dengan kertas saring untuk diambil filtratnya,

h.

Masukan filtrate kedalam tabung A.

i.

Tunggu sampai 30 menit, jika warna merah jambu pudar, maka menunjukan
sampel tersebut mengandung formalin.

C. Hasil dan Pembahasan


1.

Hasil
Tabel 1. Uji Formalin dalam Bahan Pangan
No

Nama
Bahan

Ciri-ciri

Asal

Ada / Tidak

Menit

Daerah

Berformali
n

Ke-

Pangan
1.

Sosis Sapi

Warna
Merah

Kantin FP
UNS

Ada

10

2.

Sosis Ayam

Warna
Coklat

SD
Ngoresan

Ada

10

3.

Bakso
Pedas

Warna
Orange

Jebres

Ada

10

4.

Bakso Sapi

Warna
Coklat
Keabu-

Jaten

Ada

10

abuan
5.

Tempura

Warna
Coklat

Gulon

Ada

10

Sumber : Laporan Sementara

2.

Pembahasan
Pada praktikum pengujian kuantitatif kandungan formalin pada bakso
sapi, sosis, bakso ayam, nugget, dan galatin dilakukan dengan cara mengambil
filtratnya yang telah diberi aquades, dan diberi cairan kalium permanganate
(KMnO4 1 N) sampai berwarna merah muda lalu diamati perubahan warna yang
terjadi. Sampel sosis sapi dari kantin FP UNS, sosis ayam dari SD NGoresan,
bakso pedas dari Jebres, Bakso sapi dari Jaten, Tempura dari Gulon.

Adanya formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes kalium
permanganat Uji

ini

cukup sederhana, dengan

melarutkan serbuk kalium permanganat di air hingga berwarna pink (merah


jambu) Perubahan warna pada larutan dari warna merah jambu pudar, maka
menunjukan sampel tersebut mengandung formalin (Wardani, 2006).

Dari hasil pengamatan semua sampel positif mengandung formalin. Filtrate


dari bakso sapi, sosis ayam, sosis sapi, bakso pedas, dan tempura mengalami
perubahan warna bila dimasukkan ke dalam larutan kalium permanganate
(KMnO41 N) yang semula berwarna merah muda menjadi tidak berwarna,
sehingga dapat diindentifikasi sampel tersebut mengandung pengawet formalin.
Pada analisis kuantitatif, perubahan warna pada larutan KMnO4 disebabkan
karena aldehid mereduksi KMnO4 sehingga warna larutan yang asalnya pink

menjadi akhirnya pudar/hilang. Hal ini menjadi dasar dalam pemilihan untuk
melakukan uji kuantitatif formalin.

D. Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, maka semua sampel produk
makanan

tersebut tidak aman

untuk

dikonsumsi

dalam

jangka

yang

panjang. Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin


merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya
masih

banyak

para pedagang/produsen makanan yang nakal

tetap

menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai pengawet mak


anan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan
tekstur kekenyalan produk pangan sehingga tampilannya lebih menarik (wal
aupun kadang
bau khas makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin). Makanan
yang rawan
dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah
seperti ikan, mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk/Bahan Pangan 1. irektorat Pembinaan


Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasa
r dan Departemen Pendidikan Nasional.
Arisworo, Djoko. 2006. Ipa Terpadu. Grafindo Media Pratama.

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya
bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan
tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan
tersedia secara komersil dengan harga yang relative murah akan mendorong meningkatnya

pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatnya konsumsi bahan tersebut bagi setiap
individu.
Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek bahan pangan yang memberikan
cita rasa yang enak, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal yang dimana bahan
pangan itu baik untuk dikonsumsi, baik dalam hal cita rasa maupun komposisi penyusun dari
makanan itu sendiri.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu
diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat
berupa positif maupun negative bagi masyarakat. Penyimpanan dan penggunaannya akan
membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa.
Saat ini, bahan tambahan pangan sulit untuk kita hindari karena kerap terdapat dalam
makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari, khususnya makanan olahan. Apalagi
penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi batas maksimum penggunaan dan bahan
tambahan kimia yang dilarang penggunaannya (berbahaya) yang kerap menjadi isu hangat di
masyarakat. Sama halnya seperti bahan pengawet lainnya, bahan tambahan pangan seperti formalin
dan boraks merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan namun
keberadaannya di sekitar kita sudah tidak dapat dihindari karena begitu banyaknya produsen yang
dengan sengaja menggunakan formalin dan boraks dalam mengolah produksi pangan misalnya
seperti produk olahan daging yakni bakso maupun siomay, guna tujuan tertentu tanpa
memperdulikan dampak yang akan ditimbulkan.

B.

Tujuan dan Manfaat


Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai
berikut :

a.

Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi kandungan formalin dan


boraks yang ada pada bakso.

b.

Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi kandungan formalin dan


boraks yang ada pada siomay.
Manfaat diadakannya praktikum ini adalah memberikan informasi tentang
kandungan formalin dan boraks yang ada pada olahan produk ternak yaitu
bakso dan siomay.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Bakso

Bakso adalah suatu makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari


tepung dan daging. Untuk menambah selera dan rasa, biasanya makanan ini
disajikan dengan tambahan kuah dan mie(Anonimous, 2012).
Bakso mengandung energi sebesar 190 kilokalori, protein 10,3 gram,
karbohidrat 23,1 gram, lemak 6,3 gram, kalsium 35 miligram, fosfor 0 miligram,
dan zat besi 6,75 miligram. Selain itu di dalam Bakso juga terkandung vitamin A
sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 4 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 250 gram Bakso, dengan jumlah
yang dapat dimakan sebanyak 100 %(Keju, 2012)

B.

Siomay
Siomai atau siomay adalah salah satu jenis dim sum.
Mandarin,
makanan
ini
disebut shaomai,
sementara
Kantondisebut siu maai(Wikipedia, 2012)

Dalam bahasa
dalam bahasa

Siomay adalah makanan dengan siraman bumbu kacang yang biasa


dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Siomay mengandung energi sebesar
162 kilokalori, protein 7,5 gram, karbohidrat 24,4 gram, lemak 3,8 gram, kalsium
3,56 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 2,41 miligram. Selain itu di dalam
Siomay juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan
vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap
170 gram Siomay, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %
(Keju,2012).

C. Boraks
Bahan kimia berbahaya lain yang sering digunakan pada produk olahan
pangan adalah boraks. Boraks merupakan garam natrium Na 2B4O7.10H2O serta
asam borat yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade,
biasanya digunakan dalam industri nonpangan seperti industri kertas, gelas,
keramik, kayu, dan produk antiseptik toilet (Didinkaem, 2007). Di industri
farmasi, boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak,
larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata.
Bahan industri tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997).
Asam boraks merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat
basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal
transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis.Baik
boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat
biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga
untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan
pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).

Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida
pada boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,
semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh
(Winarno dan Rahayu, 1994).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan
sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan
berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong,
ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat
membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan
makanan (Vepriati, 2007).
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan
terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya,
kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah
diketahui bahwa serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel
yang dibakan menghsilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung
boraks(Yellashakti, 2008).

D. Formalin
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul
30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak
berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan
ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
dan sebaiknya pada suhu diatas 20 C (Ditjen POM, 1979). Formalin sudah sangat
umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar,
formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri
atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai
serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras
lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan
pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan
kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah
korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai
bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang
sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang
konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut,
perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap

tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu
pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian
lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan
cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui
hirupan (Yuliarti, 2007).
Uap formalin sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang menyengat
dan rasa menusuk dalam hidung dan menyebabkan keluarnya air mata.
Formalin sangat cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan juga paru-paru.
Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan bronkitis,
pneumonitis, kerusakan ginjal, dan penekanan susunan saraf pusat (Groliman,
1962).
Efek formalin jika tertelan menyebabkan gangguan pencernaan, asidosis
yang kuat, karena formalin dalam tubuh mengalami metabolisme menjadi asam
formiat, karbondioksida, metanol, dan dalam bentuk metabolit HO-CH 2 alkilasi
(Theines dan Halley, 1955). Formalin juga dapat menyebabkan sakit perut, mual,
muntah, diare, bahkan kematian jika dikonsumsi pada jumlah yang melewati
ambang batas aman (Gazette, 2003).
Efek jangka pendek dari mengkonsumsi formalin antara lain terjadinya
iritas pada saluran pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada
tenggorokan. Efek jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ
penting seperti hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat,
dan ginjal (Lee, et all 1978).
Batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam tubuh melalui
konsumsi makanan adalah 1,5 sampai 14 mg setiap harinya. Mengkonsumsi
secara terus menerus dan dalam skala cukup tinggi dapat menyebabkan mutasi
genetik yang berakibat pada meningkatnya kemungkinan terkena kanker
(Anonim, 2006). The United States Environmental Protection Agency (USEPA)
yang merupakan salah satu badan perlindungan makanan dunia menetapkan
nilai ADI (Acceptable Daily Intake) formalin sebesar 0,2 mg/kg berat badan.

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 19 April 2013 pukul
10.00-10.30 WITA di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan
Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo, Kendari.

B.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Kegunaan yang digunakan pada praktikum uji formalin dan uji boraks
pada bakso dan somay
No.
1.
2.

Alat
Pipet Tetes

Untuk
cairan.

Wadah Plastik

Untuk menyimpan larutan dalam


praktikum ini larutan formalin

Labu Takar

Untuk mendapatkan larutan zat


tertentu
yg
nantinya
hanya
digunakan dlm ukuran yg terbatas
hanya sbg sampel dgn menggunakan
pipet.

Cawan Porselen

Untuk meletakkan objek yang akan


di amati

Cutter/pisau iris

Untuk mengiris objek yang akan


diamati

Korek Api

Untuk membakar saat uji boraks

3.

4.
5.
6.

Kegunaan
memindahkan

sejumlah

Bahan yang digunakan pada Praktikum Uji Formalin dan Boraks yang
Terkandung pada Bakso dan Somay dapat dilihat pada Tabel 2.
No.

Bahan

Kegunaan

1.

Bakso

Sebagai objek yang akan diamati

2.

Siomay

Sebagai objek yang akan diamati

3.

Larutan Formaldehid

Sebagai larutan untuk menguji


kadungan formalin pada makanan

4.

Larutan KMNO4

Sebagai larutan untuk menguji


kadungan formalin pada makanan

5.

Larutan Etanol

Sebagai larutan untuk menguji


kadungan boraks pada makanan

C. Prosedur Kerja

1. Uji formalin pada bakso dan somay


1. Mengambil larutan formalin yang ada pada wadah plastic dengan menggunakan
pipet tetes
2. Meneteskan larutan formalin tersebut pada bakso/somay yang ada di cawan
porselen
3. Menunggu beberapa saat sambil mengamati perubahan yang terjadi baik
perubahan pada bakso/somay maupun pada larutan tersebut
4. Mencatat hasil pengamatan berdasarkan pengamatan yang dilakukan
2. Uji boraks pada bakso dan somay
1. Mengambil larutan etanol yang ada pada labu takar dengan menggunakan pipet
tetes
2. Meneteskan larutan tersebut pada bakso/somay yang ada di cawan porselen
3. Bakso/somay yang telah diberikan larutan etanol di bakar menggunakan korek
api
4. Menunggu beberapa saat sambil mengamati perubahan yang terjadi, baik
perubahan pada bakso/somay maupun api yang membakar bakso tersebut
5. Mencatat hasil pengamatan berdasarkan pengamatan yang dilakukan

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Formalin pada Bakso dan Siomay


Hasil dari praktikum uji formalin pada bakso dan siomay dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji formalin pada bakso dan siomay
No.

Sampel

1.

Bakso

Perlakuan Uji

Reaksi

Hasil

Ditambahkan
larutan
formaldehid

Terjadi
perubaha
n warna
dari

larutan
formalde
hid, yang
sebelmun
ya
berwarna
ungu
setelah
beberapa
saat
berubah
menjadi
bening.
2.

Siomay

Ditambahkan
larutan
formaldehid

Terjadi
perubaha
n warna
dari
larutan
formalde
hid, yang
sebelmun
ya
berwarna
ungu
setelah
beberapa
saat
berubah
menjadi
bening.

Keterangan : + = positif mengandung formalin

Pada uji formalin sampel Bakso dan Somay dinyatakan positif atau mengandung formalin
karena melalui identifikasi formalin dengan cara memberi larutan formalin pada sampel bakso atau
siomay, yang sebelumnya larutan formalin berwarna ungu setelah beberapa saat dilakukan tindakan
tersebut larutan tersebut berubah menjadi bening hal tersebut menunjukkan bahwa bakso dan
siomay tersebut mengandung formalin. Satyasembiring (2007) mengemukakan bahwa Adanya
formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes kalium permanganate (KMnO4, kadang disebut
PK, singkatan Permanganas Kalikus, warna serbuk ungu metalik kehitaman dapat dibeli diapotik). Uji
ini cukup sederhana. Dengan melarutkan di air serbuk kalium permanganat hingga berwarna pink
keunguan. Jika kita taruh potongan bahan makanan (mis: tahu atau makanan lainnya) kedalamnya,
jika warna pink keunguan hilang (berkurang), ada kemungkinan ada komponen formalin.

Formalin memiliki efek yang berbahaya bagi tubuh bila sampai


terkonsumsi oleh tubuh. Lee, et all (1978) mengemukakan bahwa efek jangka

pendek dari mengkonsumsi formalin antara lain terjadinya iritas pada saluran
pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada tenggorokan. Efek
jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ penting seperti hati,
jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal.

B.

Uji Boraks pada Bakso dan Siomay


Hasil dari praktikum uji borak pada bakso dan siomay dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji boraks pada bakso dan siomay
N
o.

1.

2.

Sampe
l

Perlakuan Uji

Reaksi

Hasil

Bakso

Ditambahkan
larutan etanol
kemudian sampel
dibakar
menggunakan korek
api

Sampel
yang
dibakar
menimbulk
an nyala
api

Siomay

Ditambahkan
larutan etanol
kemudian sampel
dibakar
menggunakan korek
api

Sampel
yang
dibakar
menimbulk
an nyala
api

Keterangan : + = positif mengandung boraks

Pada uji boraks, sampel bakso dan somay juga dinyatakan positif atau
mengandung boraks karena melalui indentifikasi boraks dengan cara
memberikan larutan etanol pada bakso/somay kemudian dibakar dengan
menggunakan korek api, bakso/somay tersebut menimbulkan nyala api yang
berwarna kehijaun, hal tersebut membuktikan bahwa bakso/somay tersebut
mengandung boraks. Yellashakti (2008) mengemukakan bahwa uji nyala adalah
salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan
terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan
dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala
boraks asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk boraks murni
dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan
menghsilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung
boraks.
Penggunaan boraks pada produk pangan sebenarnya sangat tidak
dianjurkan karena dapat berakibat fatal pada kesehatan tubuh yang

mengonsumsinya. Meskipun boraks dilarang penggunaannya tetapi di kalangan


industri kecil maupun besar tidak mempedulikan hal tersebut. Vepriati (2007)
mengemukakan bahwa meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula
digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk
mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen,
siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan,
boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan
memperbaiki penampilan makanan.

V.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1.

Hasil uji formalin pada bakso dan siomay dapat diketahui dengan cara
memberikan larutan formaldehid pada sampel bakso/siomay.

2.

Hasil uji boraks pada bakso dan siomay dapat diketahui dengan cara
memberikan larutan etanol pada sampel bakso/siomay kemudian membakar
sampel bakso/siomay sehingga menimbulkan nyala api pada sampel tersebut

B.

Saran

Semoga hasil dari penelitian ini bisa dijadikkan bahan pertimbangan bagi
masyarakat yang mengkonsumsi dan juga bisa lebih berhati-hati dalam memilih
makanan yang akan dikonsumsi. Tentunya laporan ini masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2006. Formalin bukan formalitas. Buletin CP. Edisi Januari 2006). Hal 1-3.

Anonimous, 2012. Pengertian bakso dan cara membuat bakso, (online),


(http://www.geoklik.com/pengertian-bakso-dan-cara-membuat-bakso/290/. diaks
es tanggal 22 April 2013).

Didinkaem, 2007. Bahan beracun lain dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari

Gazette,
P.
2003. Thailand
crackdown
on
hazardous
food
additives,
(online),http://www.thaivisa.com/index.php? 514 &backPID=10&tt_news=291,
diakses tanggal 19 Maret 2013.

Groliman, A. 1962. Pharmakology and theyrapetics, Edisi ke- 5, Lea dan Febiger,
Philadelphia.

Keju,

2012.
Isi
kandungan
gizi
bakso

komposisi
bakso.
(online).
(http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisibahan-makanan.html. Diakses tanggal 24 April 2013).

Keju,

2012.
Isi
kandungan
gizi
siomay

komposisi
bakso.
(online).
(http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisibahan-makanan.html. Diakses tanggal 27 April 2013).

Khamid.
2006.
Pengawetan
pangan/makanan
dengan
teknik
alami.
(online),
(http://www.himasaifi.com/2010/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_12 html, Diakses 24 April
2013).

Sterilisasi | anyleite
https://anitamuina.wordpress.com/2013/02/12/sterilisasi/
rilisasi.htmlhttps://www.scribd.com/doc/71548258/Jurnal-Yoghurt
https://www.scribd.com/doc/173810441/definisi-sterilisasi
http://bloguriefmaulana-210210.blogspot.co.id/2014/09/jurnal-mikrobiologisterilisasi.html
,,,,,,,,https://www.scribd.com/doc/71548258/Jurnal-Yoghurt
,,,,,,https://agripet.wordpress.com/2010/07/12/pengaruh-suhu-dan-waktusterilisasi-terhadap-kualitas-susu-kambing-peranakan-ettawa/
,,,,,,https://www.scribd.com/doc/24581425/Pembuatan-Yoghurt

Anda mungkin juga menyukai