PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang disertai leukopeneia, ruam, limfodenopati, dan trombositopenia. Pada
penyakit DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Penularan infeksi virus dengue terjadi
melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegypti dan A. Albhopictus).1
Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cenderung
meningkat jumlah penderitanya serta semakin luas penyebarannya, sejalan dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit ini ditemukan hampir
diseluruh belahan dunia tertuma di negara tropik dan sup tropik baik secara
endemik maupun epidemik. 2
Kepadatan penduduk yang lebih padat akan mudah untuk terjadi penularan
penyakit DBD karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter. Sedangkan
suhu dan kelembapan udara juga merupakan salah satu kondisi lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan Aedes aegypti. Menurut Mardihusodo bahwa
kelembapan udara yang berkisar 81,5 89,5 % merupakan kelembapan yang
optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk.3
DBD sampai saat ini merupakan salah satu penyakit menular yang telah
menimbulkan kejadian luar biasa dan dapat menyerang semua orang dan golongan
umur. hasil epidemiologik menunjukan penyakit ini terutama dijumpai pada anakanak dan tidak ada perbedaan jenis kelamin. DBD biasanya terjangkit di daerah
perkotaan karena kepadatan penduduk yang tinggi, seiring dengan makin
lancarnya transportasi menyebabkan masyarakat yang tinggal di pedesaan juga
menerima limpahan peningkatan kasus DBD dari kota besar.4
World Health Organization (WHO) menggambarkan terdapat 50 - 100 juta
kasus penyakit demam dengue di seluruh dunia setiap tahun, dimana 250.000 500.000 kasus adalah DBD angka kematian sekitar 24.000 jiwa per tahun.4
Sekitar 2,5 milyar orang di dunia beresiko terinfeksi virus dengue. Data dari
nyamuk
rumah
(Culex
quinquefasciatus)
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya.
Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada
punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergarisgaris dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana
yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.4
4) Reservoir Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegyptimanusia di daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk
menjadi reservoir di Asia Tenggara dan Afrika Barat.
5)Lingkungan (environment) Yang dimaksud dengan lingkungan ialah agregat
dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan
dan perkembangan suatu organisasi. Secara umum lingkungan ini dibedakan atas
dua
macam
yakni:
yang
berisi
air
hujan.
yang
dipandang
paling
sesuai
bagi
bibit
penyakit. 5
Cara Transmisi. Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes
aegypti. Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan
peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan
beberapa jam sebelum matahari tenggelam. Nyamuk tersebut mendapat virus dari
orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier) tidak harus
orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang mempunyai kekebalan,
tidak tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya
terdapat virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit
kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama 1
minggu.
Orang
dewasa
biasanya
kebal
terhadap
virus
dengue.
hidupnya.
2.3 Patogenesis2
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan
patofisiologis yang signifikan, yaitu:
oleh
antibodi
heterotipik
sebagai
akibat
infeksi
dengue
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniquet positif
- Petekia, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
Kriteria Laboratoris :
- Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
- Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc)> 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4
derajat seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit
Kategori
Derajat
DD
DBD
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
Gejala
Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri
Laboratorium
-leukopenia
kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot -trombositopenia ringan
-tidak ada tanda kebocoran plasma
dan nyeri sendi
-trombositopenia <100.000 /ml
Gejala di atas + uji tourniquet positif
-ada kebocoran plasma
-trombositopenia <100.000 /ml
Gejala di atas + perdarahan spontan
-ada kebocoran plasma
Gejala di atas + tanda-tanda pre-syok
-trombositopenia <100.000 /ml
(kulit dingin, lembab, dan gelisah,
-ada kebocoran plasma
nadi cepat, tekanan darah turun)
Syok berat (nadi tidak teraba, tekanan -trombositopenia <100.000 /ml
-ada kebocoran plasma
darah tidak terukur)
2.5 Diagnosis2,3
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang.Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis dan
pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis
DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis DBD antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada
tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit
dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang
dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan
memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
darah adalah:
Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat
ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit
plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan
meningkat jumlahnya
Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
syok
Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3
sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2
(infeksi sekunder)
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada
fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti
pada tabelberikut ini.
Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Interval Serum I-II
Kenaikan Titer
Titer Serum II
Kesimpulan
7 hari
Berapapun
< 7 hari
4 kali
4 kali
4 kali
1: 1280
1: 1560
1: 1280
Infeksi Primer
Infeksi Sekunder
Infeksi primer atau
Berapapun
tidak ada
1: 2560
infeksi sekunder
Mungkin
infeksi
7 hari
< 7 hari
tidak ada
tidak ada
1: 1280
1: 1280
dengue
Bukan infeksi dengue
Tidak
bisa
1: 1280
disimpulkan
Tidak
Hanya 1 serum
bisa
disimpulkan
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi
komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites.Efusi pleura dapat dilihat pada
foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan
USG Abdomen.
2.6 Penatalaksanaan
a. Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat
adalah melalui semboyan 3M plus yaitu menguras bak mandi minimal
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barangbarang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti,
pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat
penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan
fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.
b. Preventif
Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk,
yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan
insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang
panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan
celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan
kelambu.
c. Kuratif2
Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah
dengan terapi simtomatis.Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian
dapat
diturunkan
hingga
kurang
dari
1%.Pemeliharaan
volume
cairan
10
RAWAT INAP
11
atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula
digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-Segar
Kebutuhan Cairan
100 cc/kgBB/hari
50 cc/kgBB/hari
20 cc/kgBB/hari
Misal:
Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250
cc/hari = 1250 cc/hari
Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10
kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =
1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari
Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di
ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Suspek DBD
Perdarahan spontan & massif (-)
Tanda-tanda syok (-)
Penanganan dengan
Protokol III
12
Defisit Cairan 5%
Terapi awal
cairan IV
6-7
cc/kgBB/jam
Evaluasi 3-4 jam
MEMBAIK
Hematokrit
Nadi , Tensi
Diuresis 2
cc/kgBB/Jam
TIDAK MEMBAIK
Hematokrit , Nadi
Tensi <20 mmHg
Diuresis
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK
Kurangi infus
kristaloid
3 cc/kgBB/Jam
MEMBAIK
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK
Tanda Syok (+)
Penanganan
dengan Protokol 13
V
hematemesis,
melena,
hematokezia,
hematuria,
perdarahan
14
KASUS DBD:
Perdarahan spontan masif
Tanda-tanda syok (-)
DIC (-):
DIC (+):
Tranfusi komponen darah (k/p)
Tranfusi komponen darah (k/p)
Observasi
tanda vital,drip
Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 2
Heparinisasi
5000-10.000/hari
si tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
15
ditambahkan
Dexamethason
atau
Metilprednisolon
(parenteral).
Namun
pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki
riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah
menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.
Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome
Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok
(DBD Derajat III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit
ini.Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan
Kristaloid 10-20 cc/kgBB/30 menit
O2 2-4 liter/menit
Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, Golongan Darah
berikut ini.
MEMBAIK
Kristaloid 7 cc/kgBB/jam
MEMBAIK
Kristaloid 5 cc/kgBB/jam
MEMBAIK
Kristaloid 3 cc/kgBB/jam
TIDAK MEMBAIK
Kristaloid 20-30 cc/kgBB/30 menit
MEMBURUK
Kembali Ke Awal
Hematokrit
Koloid tetes cepat
10-20 cc/kgBB/10-15 menit
MEMBAIK
Menuju ke
MEMBAIK
Menuju ke
Hematokrit
Transfusi WB 10 cc/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan
TIDAK MEMBAIK
Koloid 30 cc/kgBB/jam
TIDAK MEMBAIK
Pasang PVC
HIPOVOLEMIK
NORMOVOLEMIK
Kristaloid pantau tiap 10-15 menit
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC,
- Inotropik
Vasopressor
Kombinasi Koloid-Kristaloid
Perbaikan terhadap vasopressor
- After load
PERBAIKAN
16
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder
17
18
mengeluarkan telurnya sebanyak 100 butir. Fase aquatik berlangsung selama 8-12
hari yaitu stadium jentik berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (pupa)
berlangsung 2-4 hari. Pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi nyamuk
dewasa berlangsung selama 10-14 hari. Umur nyamuk dapat mencapai 2-3 bulan
(Ridad dkk., 1999).
Gambar 3. Siklus Hidup Aedes aegypti (Sumber : Hopp & Foley, 2001)
3. Morfologi Aedes aegypti
I. Stadium Telur
Menurut Herms (2006), telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval
memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat
pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu per satu pada
permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih
dan sedikit di atas permukaan air. Nyamuk Aedes aegypti betina dapat
19
menghasilkan hingga 100 telur apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada
tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian
akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air (Herms, 2006).
Telur Aedes aegypti diperkirakan memiliki berat 0,0010 - 0,015 mg dan (Astuti
dkk ,2004). Telur Aedes aegypti tidak memiliki pelampung. Pada permukaan luar
dinding sel tersebar suatu struktur sel yang disebut outer chorionic cell (Suman
dkk, 2011).
Pada salah satu ujung telur terdapat poros yang disebut dengan micropyles.
Micropyles berfungsi sebagai tempat masuknya spermatozoid ke dalam telur
sehingga dapat terjadi pembuahan. Pada micropyles terdapat struktur-struktur
penting yang menunjang fungsinya tersebut, yaitu micropylar corolla, micropylar
disc, micropylar pore, micropylar ridge dan tooth-like tubercle (Suman dkk,
2011).
Meskipun chorion telur nyamuk Aedes aegypti adalah struktur protein padat,
namun rentan terhadap pengeringan dan unresistant terhadap deterjen atau zat
pereduksi. Misalnya, ketika telur dipindahkan ke lingkungan yang sangat kering
segera setelah oviposisi, akan cepat terdehidrasi (Junsuo dan Jianyong, 2006).
Pada dasarnya semua protein chorion akan terlarut ketika telur matang diletakkan
dalam larutan yang mengandung agen pereduksi kuat. Namun, dalam lingkungan
yang lembab, chorion akan menjadi sangat tahan terhadap kekeringan dalam
waktu 2 jam setelah oviposisi, sebuah proses yang disebut chorion hardening.
Protein merupakan komponen utama dalam chorion dan mereka menjadi tidak
larut setelah proses chorion hardening atau pengerasan korion. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh modifikasi struktural protein chorion yang
mengarah ke insolubilization (Junsuo dan Jianyong, 2006).
Studi ultrastruktur mengungkapkan bahwa ada dua lapisan dalam chorion nyamuk
Aedes aegypti, yaitu endochorion dan exochorion. Pada nyamuk, endochorion
adalah lapisan elektron padat homogen dan exochorion terdiri dari lapisan pipih
dengan tubecle menonjol (Junsuo dan Jianyong, 2006).
Dalam waktu 1-2 jam setelah peletakan telur, lapisan endokorion akan berubah
dari lunak menjadi keras dan gelap serta kadang menjadi impermeable. Telur dari
20
nyamuk Aedes aegypti pada saat pertama kali diletakkan berwarna putih,
kemudian berubah menjadi gelap sampai hitam dalam waktu 12-24 jam.
Perubahan warna pada telur terjadi karena adanya lapisan endokorion yang
merupakan lapisan pelindung telur (Junsuo dan Jianyong, 2006).
Tubercle pada lapisan exochorion terdiri dari tubercle central dan tubercle perifer.
Tubercle central dikelilingi oleh turbercle perifer yang membentuk bidang
heksagonal yang dihubungkan oleh exochorionic network (suman dkk, 2011).
II. Stadium Larva (Jentik)
Menurut Herms (2006), larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas
memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva ini tubuhnya
langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu
istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva
menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap -1 menit, guna
mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat
berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006).
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat (instar) jentik sesuai
dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
a. Larva instar I; berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau satu sampai dua hari
setelah telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernapasan pada siphon belum menghitam (Hoedojo, 1993).
b. Larva instar II; berukuran 2,5-3,5 mm berumur dua sampai tiga hari setelah
telur menetas, duri-duri dada belum jelas, corong pernapasan sudah mulai
menghitam (Hoedojo, 1993).
c. Larva instar III; berukuran 4-5 mm berumur tiga sampai empat hari setelah telur
menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat
kehitaman (Hoedojo, 1993).
d. Larva instar IV; berukuran paling besar yaitu 5-6 mm berumur empat sampai
enam hari setelah telur menetas dengan warna kepala gelap (Hoedojo, 1993).
III. Stadium Pupa
21
Pupa berbentuk koma, gerakan lambat, sering ada di permukaan air. Pada pupa
terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan
terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan
pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai
reaksi terhadap rangsang. Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah sobeknya
selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa. Pupa bernafas
pada permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada
toraks (Aradilla, 2009).
IV. Nyamuk dewasa
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil daripada ukuran nyamuk
rumah (Culex quinquefasciatus) (Djakaria, 2006). Nyamuk Aedes aegypti dikenal
dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya
memiliki ciri yang khas, yaitu dengan adanya garis-garis dan bercak-bercak putih
keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya
adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di kedua sisi
lateral dan dua buah garis lengkung sejajar di garis median dari punggungnya
yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking) (Soegijanto, 2006).
22
3.2.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ngempit Kecamatan Kraton.
3.2.2
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-September 2016.
3.3
3.3.1
Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah jumlah penderita DBD yang dirawat di
Variabel Penelitian
Variabel bebas pada penelitian ini adalah
1. Host : usia, kepadatan penduduk, mobilisasi penduduk
23
2.
3.
4.
5.
6.
Pengumpulan Sampel
Penelitian
Pengambilan Sampel
Penelitian
Pengolahan Data
Hasil
Penyajian Data
3.8
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah pengambilan data rekammedis hasil
24
25
KK
Jiwa
45
351
382
10
1.06
1.10
5
66
6
15
0
1.48
20
1
46
1.411
Tingkat Kesejahteraan
Kaya
Sedang
Miskin
Jiwa
KK
Jiwa KK Jiwa KK
25
310
362
83
825
387
92
91
20
1.13
2
29
398
156
973
286
1.37
1
432
Keadaan Ekonomi
A. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pendaharian
a. Petani
130
Jiwa
b. Buruh Tani
100
Jiwa
c. Pegawai Negeri
30
Jiwa
d.
10
Jiwa
Jiwa
Pegawai Swasta
e. TNI/POLRI
26
B.
Sumberdaya Alam
a. Lahan Sawah
109
Ha
b. Sumber Air
Lokasi
c. Lahan Kering
Ha
Buta Huruf
jiwa
Tamat S D
2305
jiwa
Tamat SLTP
380
jiwa
Tamat SLTA
139
jiwa
Perguruan Tinggi
07
jiwa
Kelompok Masyarakat
TK
unit
SD / MI
1/3
unit
Balai Desa
unit
Masjid / Musholla
2 / 24 unit
unit
Jembatan
unit
Jalan Lingkungan
11
ruas
Polindes
unit
Kondisi Wilayah
Wilayah Desa Sidogiri terdiri dari 2 Dusun yaitu : Dusun Sidogiri, Dan
Dusun Wangkal, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Dusun.
Posisi Kepala Dusun menjadi sangat strategis seiring banyaknya limpahan tugas
desa kepada Aparat Desa ini. Dalam rangka memaksimalkan fungsi pelayanan
terhadap masyarakat di Desa Sidogiri, dari 2 Dusun tersebut terbagi menjadi 3
Rukun Warga (RW) dan 9 Rukun Tetangga (RT).
27
Jumlah RW
2
1
3
Jumlah RT
6
3
9
Keberadaan Rukun Tetangga (RT) sebagai bagian dari satuan wilayah Pemerintah
Desa Sidogiri memiliki fungsi yang sangat berarti terhadap pelayanan
kepentingan masyarakat wilayah tersebut, terutama terkait hubungannya dengan
Pemerintah pada level diatasnya. Dari kumpulan Rukun Tetangga inilah sebuah
Padukuhan (Rukun Warga / RW) terbentuk.
Pola penggunaan lahan di Desa Sidogiri lebih didominasi oleh kegiatan
Pertanian Tanaman Pangan yaitu
Jenis Kelamin
JUMLAH PENDUDUK
Jenis Kelamin Pekerja
L
P
an
1705
1712
Pendidi
kan
Agama
28
Pekerjaan :
2.
3.
4.
Petani
474
Buruh Tani
450
Pegawai
72
Negeri/Pensiunan
59
Tukang Batu/Kayu
120
Angkutan
115
TNI/POLRI
Pedagang
61
Karyawan Swasta
281
Lain-lain
Pendidikan
44
SD/MI
975
SMP/MTs.
380
SMA/MA
139
PT/Akademi
Agama :
14
Islam
3417
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Usia
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
L / Jiwa
58
63
86
84
78
117
113
112
P / Jiwa
43
62
90
91
89
119
111
124
Jumlah
101 Orang
125 Orang
176 Orang
175 Orang
167 Orang
236 Orang
224 Orang
236 Orang
Prosentase
4,40 %
5,44 %
7,67 %
7,62 %
7,27 %
10,27 %
9,75 %
10,27 %
29
9
40-44
10
45-49
11
50-54
12
55-58
13
>59
Jumlah Total
105
112
96
73
37
1705
116
126
79
63
49
1712
221 Orang
238 Orang
175 Orang
136 Orang
86 Orang
3417 Orang
9,62
10,36
7,62
5,92
3,74
100
%
%
%
%
%
%
Kondisi Penduduk
Usia Produktif
Pendidikan Penduduk
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
Kesehatan Penduduk
a.
Pasangan Usia
Subur
b. Jumlah Balita
c. Lansia
Kesejahteraan
Penduduk
a. Kaya
b. Sedang
c. Miskin
d. Sangat Miskin
L/Jiwa/KK
817
P/Jiwa/KK
855
Total
1.672
4
500
213
87
9
21
475
167
52
5
25
975
380
139
14
1.039
1.070
2.109
58
37
43
49
101
86
194
704
751
693
150
653
279
664
344
1.357
1030
1357
30
terhadap pentingnya menata kehidupan rumah tangga menuju keluarga kecil yang
sejahtera dan bahagia melalui program Keluarga Berencana.
Pada sektor Pendidikan, data penyandang buta huruf dibawah usia 45
Tahun yang ada di Desa Sidogiri kurang lebih ada 25 Orang. Anak usia sekolah
hampir tidak ada yang tidak menduduki bangku sekolah terutama usia wajib
belajar Sembilan Tahun.
Keadaan Ekonomi
Jika dilihat secara cermat, terdapat beberapa sektor yang mampu
mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Desa Sidogiri. Yang paling
signifikan adalah sektor Pertanian. Hal ini didukung oleh luasnya lahan pertanian
yang mendominasi sekitar 74 % dari seluruh wilayah Desa Sidogiri sekaligus
kurang lebih 60 % mata pencaharian masyarakat Desa Sidogiri adalah Petani dan
Buruh Tani. Disamping itu pula sektor perdagangan tumbuh sangat baik terutama
sejak ditopang oleh pinjaman lunak bagi usaha rumah tangga melalui program
Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ( SPP ) dari program PNPM-MP.
Banyaknya tenaga kerja bangunan maupun tenaga ketrampilan meubel
sangat membantu upaya pemerintah dalam rangka menurunkan angka
pengangguran.
Menurut data statistik terakhir yaitu Tahun 2010, perkembangan penduduk
miskin di Desa Sidogiri mengalami penurunan. Yang semula ada sekitar 278
Keluarga miskin menjadi hanya sekitar 226 keluarga miskin. Meskipun
sebenarnya hal ini ternyata sangat riskan sekali untuk dengan labilnya kondisi
ekonomi global, sehingga harus ada penguatan terutama di bidang peningkatan
sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Tabel Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
No.
JUMLAH JIWA
31
247
Petani penggarap
70
Buruh Tani
97
192
167
111
115
120
10
Wiraswasta / Wirausaha
23
:
:
2
32
:
:
:
3
3
2
:
:
:
:
:
:
:
2
1
5
1
1
9
:
:
32
2016
HIDUP
1
3
5
1
1
2
1
N
MATI
-
TOTAL
1
3
5
1
1
2
1
R
TOTAL
14
14
Sembuh
Sembuh
Sembuh
Sembuh
Sembuh
Sembuh
Sembuh
33
BAB V. PEMBAHASAN
MATERI
MAN
Mobilisasi, kepadatan
penduduk, tenakes yang
kurang
Fogging
Penyuluhan 3M
Aedes aegypti
Pembagian abate
Penyebab tingginya
kasus DBD di desa
Sidogiri
Cara fogging kurang
tepat
Geografis (sebagian besar lahan
sawah)
ENVIRONME
METHOD
TIME
34
BAB VI.PENUTUP
6.1 Kesimpulan
a. Kasus DBD di Kecamatan Srengat hingga Oktober 2012 telah mencapai 12
orang dan ABJ baru mencapai 71,11%. Meskipun belum dikatakan sebagai
KLB (Kejadian Luar Biasa) tetapi sudah mulai ada peningkatan insidensi DBD
dan Kecamatan Srengat belum mencapai target ABJ 95%.
b. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya ABJ serta tingginya kasus DBD
di Kecamatan Srengat antara lain faktor cuaca, kebersihan lingkungan, serta
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan PSN 3M plus.
6.2 Saran
a. Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya dilakukan
secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham mengenai
pencegahan DBD.
b. Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumberdaya
tenaga kesehatan di lingkungan Kecamatan Srengat agar tetap waspada jika
sewaktu-waktu terjadi KLB DBD di wilayah Kecamatan Srengat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2012. Difteri Belum Rampung, Giliran DBD Serang Jatim.
http://www.surabayapagi.com/index.php?
3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962cce749c91bea2ee1325011080704f528.
Diakses pada tanggal 16 Nopember 2012.
2. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. Demam Berdarah Dengue.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati.Buku Ajar
35
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. J
Kedokter Trisakti 18(1): 77-90
4. BPS dan Bappeda Kabupaten Blitar. 2011. Desa sidogiridalam Angka 2011.
Blitar: BPS Kabupaten Blitar
5. Seksi P2 Dinkes Provinsi Jatim. 2012. Program Pengendalian Penyakit Menular
di Jawa Timur. http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/P2.pdf. Diakses 20
Oktober 2012.
36