Anda di halaman 1dari 5

Sekilas Tentang Hasan Al-Banna Dan 5 Muwasafat Tarbiyah

Disusun oleh : Candra Windu Kurniawan


Agama Islam merupakan agama yang paling sempurna. Segala hal dan segala
aspek kehidupan sudah ditentukan dengan begitu rapi dan tanpa cela. Tidak ada
satupun aturan dan tuntunan dalam islam yang tidak ditujukan untuk memuliakan kita
sebagai manusia bahkan alam semesta. Maka pantaslah jika beliau Baginda Rasul
Muhammad SAW disebut sebagai Rahmatan lil alamin karena sudah membawa
agama islam ini untuk diajarkan dan disebarluaskan guna membawa rahmat dan
kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin,
apalagi sesama manusia. Hal tersebut Sesuai dengan firman Allah dalam Surat AlAnbiya ayat 107 yang bunyinya, Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Tentunya kita sebagai ummat Nabi Muhammad SAW perlu dan sangat wajib
untuk bersyukur karena telah diberi hidayah oleh Allah SWT yang sudah meniupkan
iman kepada Ruh kita. Tentunya tanpa hidayah dari Allah SWT kita hanyalah daun
kering yang terapung pada sebuah sungai yang tidak mempunyai arah yang pasti
karena hanya mengikuti hawa nafsu belaka. Tanpa islam kita bagai debu debu yang
beterbangan yang terontang anting angin kemaksiatan dan berbuat kerusakan pada
dunia ini. Dalam rangka bersyukur bukan hanya berucap Alhamdulillah semata.
Ucapan hamdalah hanyalah langkah awal kita dalam mensyukuri nikmat Allah SWT
kepada kita, selebihnya dalam rangka bersyukur kita harus melaksanakan apa yang
menjadi perintah Allah SWT yang sudah tertera jelas dalam Al-Quran dan Hadist
serta mengamalkan dan mengajarkannya tentunya. Sikap dan perilaku yang kita
miliki kita haruslah mencerminkan bahwa kita seorang Muslim. Lalu bagaimana
sikap Muslim itu?.
Hassan Al-banna seorang pemikir islam telah mewasiatkan 10 sikap sikap seorang
muslim. Lalu siapakah Hasan Al-banna dan apa sajakah 10 sikap seorang Muslim
(Muwasafat Tarbiyah) Tersebut?

Sekilas tentang Imam Hassan Al Banna.


Imam Hassan Al Banna lahir pada Oktober 1906 di desa al Mahmudiya yang terletak
di daerah Al Buhairah, Iskandariah, Mesir. Beliau berasal dari sebuah keluarga Ulama
yang dihormati dan terkenal karena begitu kuat menaati ajaran dan nilai-nilai Islam.
Mujahid Islam ini dibesarkan dalam suasana keluarga yang Islami dan hidupnya
sangat sederhana. Sejak kecil Hasan Al-Banna dididik dalam rumah tangga yang
mementingkan pengembangan daya pikiran dan ilmu pengetahuaan. Budaya
membaca merupakan suatu hal yang dikembangkan ayah Al-Banna sehingga di
rumahnya terdapat perpustakaan yang lengkap berisi buku-buku berkualitas para
ulama-ulama besar dan pemikir-pemikir Islam sebelumnya.
Hassan Al Banna merupakan anak sulung dari lima bersaudara. Ayahnya, Syeikh
Ahmad ibn Abd al Rahman al-Banna adalah seorang ulama, imam, guru dan
pengarang beberapa buah kitab hadis dan fiqih perundangan Islam, tamatan dari
Universiti Al Azhar Mesir. Beliau dikenal sebagai seorang yang bersopan santun,
pemurah, rendah hati dan tingkah laku yang menarik. Ayah Hasan Al-Banna bekerja
sebagai tukang jam di desa al Mahmudiyah, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Selebihnya ia gunakan untuk mengkaji, mendalami dan mengajar ilmu-ilmu agama
seperti tafsir al Quran dan hadis kepada penduduk di daerahnya.
Sejak dini Hasan Al-Banna sudah ditempa oleh keluarganya yang taat beragama
untuk meraih dan memperdalam ilmu di berbagai tempat dan majelis ilmu. Pertama
kali beliau menggali ilmu di Madrasah Ar Rasyad, kemudian melanjutkan di
Madrasah Idadiyah di kota Mahmudiyah tempat beliau dilahirkan.
Pada usianya yang masih muda, Hasan Al-Banna sudah memiliki perhatian
yang besar terhadap persoalan pendidikan dan dakwah. Beliaupun mampu
beraktivitas dalam menegakkan amar maruf nahi mungkar. Bersama temantemannya di sekolah, dibentuklah perkumpulan Akhlaq Adabiyah dan Al-Manil

Muharramat. Melalui perkumpulan inilah beliau menyuarakan kebenaran dan


melawan

kebatilan.

Kelihatannya

memang

sejak

muda

Hasan

Al-Banna

menginginkan sangat dakwah Islamiyah tegak dan kokoh di persada negeri Mesir.
Pada tahun 1920 Hasan Al-Banna melanjutkan pendidikannya di Darul
Muallimin Damanhur, hingga menyelesaikan hafalan Al-Quran diusianya yang
belum genap 14 tahun. Beliaupun aktif dalam pergerakan melawan penjajah. Pada
tahun 1923 beliau melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Kairo. Di sinilah Hasan
Al-Banna banyak mendapatkan wawasan yang luas dan mendalam. Pendidikannya di
Darul Ulum diselesaikan pada tahun 1927 M, dengan hasil yang sangat memuaskan.
Luar biasa, beliau menduduki rangking pertama di Darul Ulum dan rangking kelima
di

seluruh

Mesir

dalam

usianya

yang

baru

menginjak

21

tahun

(http://www.dakwatuna.com).
Hasan Al-banna mengajarkan tentang sepuluh sikap seorang Muslim
(Muwasafat Tarbiyah), yaitu:
1. Salimul Aqidah.
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap
muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat
kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari
jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah,
seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana
firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku,
semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang
salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam dawahnya kepada para
sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau
tauhid.

2. Sahihul Ibadah

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul SAW
yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat. Dari ungkapan ini maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk
kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau
penguran.
3. Matinul Khluluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap
dan prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim, baik dalam hubungannya
kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia,
manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena
begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah
Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan
kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam AlQuran, Allah berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar- benar
memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).
4. Qowwiyul jizmi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim
yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan
tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya
yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang
harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan
Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani
harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh
lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap
sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai
seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang

penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Mumin yang kuat lebih
aku cintai daripada mumin yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqol fikri.
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi
muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas)
dan Al-Quran banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia antuk
berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang,
khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayatayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak ada
satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas
berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan
keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan
tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh
karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:samakah orang
yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orangorang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
Untuk selanjutnya kita bahsa dipertemuan selanjutnya, hehe

Anda mungkin juga menyukai