Anda di halaman 1dari 11

BAB VII

PENGUPAHAN

Teori pengupahan
Sistem pengupahan disuatu Negara didasarkan kepada falsafah atau sistem
perekonomian negara tersebut. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada
dasarnya dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu: 1) sistem pengupahan yang
dilakukan dinegara-negara penganut paham komunis; 2) sistem pengupahan yang
digunakan dinegara-negara yang digolongkan kapitalis.
Sistem pengupahan diberbagai Negara termasuk Indonesia, pada
umumnya berada diantara dua ekstrim tersebut. Landasan sistem pengupahan di
Indonesia adalah UUD, Pasal 27 ayat 2 dan penjabarannya dalam hubungan
Industrial Pancasila. Sistem pengupahan pada prinsipnya haruslah: (1) mampu
menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; (2) mencerminkan
pemberian imbalan terhadap hasil kerja seseorang; dan (3) memuat pemberian
insentif yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan
nasional.
1. Karl Max
Sistem pengupahan menurut Karl Max didasarkan pada teori nilai dan atar
pertentangan kelas. Pada dasarnya pendapat Karl Max bahwa hany buruh yang
merupakan sumber nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang
digunakan untuk memproduksi suatu barang. Sedangkan dari pendapat lainnya
dari teori Karl Max adalah pertentangan kelas yang artinya bahwa kapitalis selalu
berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan
buruh. Akibatnya, adanya pengangguran besar-besaran sehingga menurunkan
upah. Untuk itu, tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk menjadi milik bersama.
Implikasi dari pandangan teori nilai adalah:
a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk
seluruh proses produksi barang tersebut.

b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang
adalah hamper sama. Oleh sebab itu, harganya dibeberapa tempat terjadi kirakira sama.
c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian
hanya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional
tersebut.
Sedangkan implikasi dari teori pertentangan kelas:
a. Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macam dan jumlahnya sama. Nilai setiap
barang sama adalah juga sama walupun berbeda tempat sehingga upah yang
hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh sebagai
pelaksanaan fungsi sosial.
b. Sistem pengupahan tidak mempunyai fungsi pemberian insentif untuk
menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.
c. Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang
betul-betul mau kerja menurut kemampuannya sehingga memerlukan
sentralisasi kekuasaan dan system paksaan.
2. Malthus
Menurut Malthus bahwa jumlah penduduk merupakan faktor strategis yang
dipakai untuk menjelaskan tentang tingkat upah. Upah merupakan harga
penggunaan tenag kerja. Oleh karena itu, tingkat upah yang terjadi adalah karena
hasil bekerjanya permintaan dan penawaran. Bila penduduk bertambah,
penawaran tenaga kerja juga bertambah, maka hal ini menekan tingkat upah.
Sebaliknya pun secara simetris tingkat upah akan meningkat bila penduduk
berkurang sehingga penawaran tenaga kerja pun berkurang. Jadi, dalam jangka
panjang tingkat upah akan naik turun sesuai dengan perubahan jumlah penduduk
dan akhirnya selalu kembali ke tingkat semula.
3. John Stuart Mills
Menurut Mills, dalam masyarakat tersedia dana upah untuk pembayaran upah.
Dunia usaha menyediakan sebagian dari dananya yang diperuntukkan bagi
pembayaran upah. Pendapat ini berkembang secara kebetulan bertepatan dengan

terjadinya revolusi industri yang menyerap tenaga kerja secara missal dengan
upah rendah. Disamping karena rendahnya keterampilan mereka, hal ini juga
karena sikap kurang begitu menghargainya pimpinan usaha terhadap perana
tenaga kerja.
4. Kelompok Neoklasik
Teori ini mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan
tiap-tiap pengusaha menggunakan factor-faktor produksi sedemikian rupa
sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan
sebesar nilai pertambahan hasil marjinal dari factor produksi tersebut. Pengusaha
memperkerjakan karyawan sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seorang
sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan
oleh pengusaha adalah:
W=WMPPL=MPPL x P
Keterangan:
W

= tingkat upah yang dibayarkan perusahaan kepada karyawan

= harga jual barang dalam rupiah per unit barang

WMPPL

= pertambahan hasil marjinal pekerja, diukur dalam unit barang per


unit waktu

MPPL

= nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan

Menurut teori Neoklasik, karyawan memperoleh upah senilai dengan


pertambahan hasil marjinalnya. Dalam hal ini, upah berfungsi sebagai imbalan
atas usaha kerja yang diberikan seseorang kepada pengusaha.

Untuk

memaksimumkan keuntungan pengusaha memberikan imbalan kepada setiap


faktor produksi sebesar nilai tambahan hasil marjinal masing-masing faktor
produksi.
Sistem Pengupahan dan Komponen Upah
Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan
ditetapkan sistem. Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada
tiga fungsi upah, yaitu: (a) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan

keluarganya; (b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; (c)


menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.
Penghasilan atau imbalan yang diterima sesorang karyawan atu pekerja
sehubungan dengan pekerjanya dapat digolongkan kedalam bentuk, yaitu:
a. Upah dan Gaji
Sistem pengajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok
yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya
didasarkan pada tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Dengan kata lain,
penentuan gaji pokok pada umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip teori human
capital, yaitu bahwa upah atau gaji seseorang diberikan dengan tingkat
pendidikan dan latihan yang dicapainya.
b. Tunjangan dalam Bentuk natura
Tunjangan dalam betuk natura seperti beras, gula, garam, dan pakaian pada
mulanya diberikan terutama buat karyawan perkebunan yang tempatnya terpencil
atau jauh dari kota. Ditempat terpencil seperti itu, pengadaan barang-barang
tersebut sangat sulit, sehingga harganya pun menjadi sangat tinggi bahkan kadang
mencapai dua kali lipat lebih mahal. Oleh sebab itu, tujuan pemberian tunjangan
dalam bentuk natura adalah: pertama, untuk menghindari karyawan dari
permainan harga oleh pedagang; kedua, untuk menjamin pengadaan kebutuhan
yang paling primer dari karyawan dan keluarganya; ketiga, untuk menghemat
waktu para pekerja untuk berbelanja dikota.
Dengan adanya tingkat inflasi yang sangat tinggi dan tidak teratur sejak akhir
tahun 1950-an, maka untuk menjaga upah riel terhadap inflasi, Pemerintah sejak
tahun 1960-an memberikan tunjangan dalam bentuk natura kepada pegawai
negeri.
c. Fringe Benefits
Fringe benefits adalah berbagai jenis keuntungan diluar gaji atau upah yang
diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaannya. Fringe
benefits ini dapat berbentuk dana yang disisihkan oleh pengusaha untuk pensiun,
asuransi kesehatan, upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit, cuti, dan waktu
istirahat, kendaraan dinas, perumahan dinas, dan sebagainya. Fringe benefits ini

berbeda jumlahnya. Nilai tiap jenis benefits yang diterima oleh setiap orang sukar
dihitung.
d. Kondisi Lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang berbeda disetiap perusahaan dapat memberikan
tingkat kepuasan yang berbeda juga bagi setiap karyawan. Kondisi lingkungan
kerja dalam hal ini dapat mencakup lokasi perusahaan dan jaraknya dari tempat
tinggal, kualiats, dan sebagainya. Aspek ini lebih sulit lagi untuk diukur. Sama
halnya dengan Fringe benefits, pperbaikan-perbaikan kondisi lingkungan kerja
oleh perusahaan merupakan tambahan biaya perusahaan, dan oleh sebab itu,
meningkatkan biaya tenaga kerja per unit barang yang diproduksikan.
Bagi pekerja atau karyawan, yang sering dianggap sebagai gaji adalah gaji
bersih. Nilai yang diterima dalam bentuk Fringe benefits dan kondisi lingkuagan
kerja jarang dianggap sebagai bagian dari upah atau penghasilan. Sebaliknya bagi
pengusaha, semua biaya yang dikelurkan sehubungan dengan memperkerjakan
seorang karyawan, seperti pembayaran gaji dalam bentuk uang. Tunjangan dalam
bentuk natura, Fringe benefits dan kondisi lingkkungan kerja dpandang sebagai
bagian dari upah.
Struktur Upah
Struktur upah dibagi menjadi dua, yaitu: Stuktur Upah Internal dan
Struktur Upah Eksternal.
Struktur Upah Internal
Dalam sebuah organisasi biasanya terdapat struktur upah yang teratur.
Kriterianya didasarkan atas isi jabatan. Semakin berat tanggung jawab pekerjaan,
maka semakin tinggi upahnya. Struktur pengupahan semacam ini menikuti pad
astruktur organisasi yang menjadi wadahnya.
7.1.1

Struktur Upah Eksternal


Tingkat upah antar perusahan sangat beragam. Untuk sesuatu jenis

keterampilan, jenis jabatan, lapangan usaha tertentu terkait dalam suatu struktur
tertentu.

Sektoral
Struktural upah sektoral mendasarkan diri pada kenyataan bahwa
kemampuan satu sektor dengan sektor lain. Misalnya saja di sektor pertanian,
pada umumnya orang yang mempunyai keterampilan/kemampuan lebih akan
ditawarkan tingkat upah lebih tinggi daripada yang tidak mempunyai
keterampilan khusus. Selain itu juga, bank swasta cenderung memberikan tingkat
upah yang lebih tinggi daripada bank milik negara/emerintah yang bergerak
disektor pertanian rakyat.
Jenis Jabatan
Upah juga berbeda karena perbedaan jenis jabatan. Dalam batas-batas
tertentu jenis-jenis jabatan sudah mencerminkan jenjang organisatoris atau
keterampilan. Misalnya, sama-sama berlatar belakang pendidikan teknik, yang
satu menjabat sebagai kepala bagian operasi di lapangan dan kepala bagian
perawatan mesin. Hal ini akan mempengaruhi struktur upah antar yang satu
dengan yang lain. Dalam hal ini, jenis jabatan hanyalah merupakan simbol dari
berbagai faktor, seperti isi jabatan, jenis keterampilan, dan sebagainya. Jadi,
perbedaan upah karena jenis jabatan merupakan perbedaan formal.
Geografis
Perbedaan lainnya mungkin disebabkan karena letak geografis pekerjaan.
Sama-sama pengetik yang mempunyai kemampuan sama seringkali menerima
upah berbeda. Misalnya, dokota besar cenderung memberikan upah yang lebih
tinggi daripada kota kecil atau pedesaan.
Seks
Hanya karena perbedaan seks, seringkali upah golongan wanita lebih
rendah daripada upah yang diterima laki-laki.
Dinamika Pengupahan
Struktur upah tidak statis melainkan dinamis. Beberapa penyebab
dinamiknya pengupahan adalah sebagai berikut.

Pertama, Produktivitas merupakan sumber yang dapat menambah


pendapatan perusahaan, maka bila produktivitas naik, maka upah juga cenderung
naik. Produktivitas berubah karena perbaikan dalam modal insan yang terbenam
dalam tenaga kerja atau karena perubahan teknologi.
Kedua, Besarnya Penjualan. Penjualan merupakan sumber pendapatan
usaha yang menentukan kemampuan membayar.
Ketiga, Laju Inflasi. Bagi rumah tangga, daya beli merupakan unsur yang
penting dari upah yang diterimanya dan bukan upah nominalnya. Oleh karena itu,
laju inflasi yang digunakan untuk mendeflasika upah nominal menjadi upah riil
sangat penting.
Keempat, Sikap Pengusaha. Kecepatan perubahan tingkat upah tergantung
sikap pengusaha dalam menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah
berubah.
Perbedaan Tingkat Upah
Kenyataan yang dapat disaksikan adalah bahwa terdapat perbedaan tingkat
upah. Perbedaan tingkat upah tersebut terjadi karena:
Pertama, perbedaan tingkat pendidikan, latihan dan/ pengalaman kerja.
Kedua, tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentase biaya
pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya pekerja
terhadap biaya keseluruhan, semakin tinggi tingkat upah.
Ketiga, perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya.
Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan semakin besar jumlah
absolut keuntungan, semakin tinggi tingkat upah.
Keempat, perbedaan tingkat upah dapat juga berbeda karena perbedaan
peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentuka harga. Misal, tingkat
upah dalam perusahaan-perusahaan monopoli dan oligopoli cenderung untuk lebih
tinggi daipada tingkat upah perusahaan yang sifatnya kompetisi bebas.
Kelima, tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan.
Perusahaan besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang lebih
tinggi daripada perusahaan kecil.

Keenam, tingkat upah yang dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan
manajemen perusahaan. Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien
cara-cara penggunaan faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat
dibayarkan kepada para pekerja.
Ketujuh, perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat
mengakibatkan perbedaan tingkat upah. Dengan kata lain, tingkat upah di
perusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi
daripada tingkat upah diperusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya lemah.
Kedelapan, tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan.
Semakin langka tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi upah
yang ditawarkan pengusaha.
Kesembilan, tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan besar
kecilnya risiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan.
Semakin tinggi kemungkinan mendapat risiko, semakin tinggi tingkat upah.
Perbedaan tingkat upah terdapat juga dari satu sektor ke sektor industri
yang lain. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh satu atau lebih dari
sembilan alasan tersebut diatas. Pada akhirnya perbedaan tingkat upah itu dapat
terjadi karena pemerintah campur tangan seperti dalam menentukan harga
minimum yang berbeda.
Upah dan Jaminan Sosial
Dalam rangka meningkatkan kelancaran, efisiensi dan kelangsungan hidup
perusahaan, pengusaha perlu menjamin pemberian imabalan yang layak secara
kemanusiaan dan sesuai dengan sumbangan jasa yang dihasilkan oleh beruh atau
pekerja. Sehubungan dengan itu, pihak perusahaan wajib memeperhatikan
peningkatan kesejahteraan buruh berdasarkan kemampuan dan sesuai dengan
kemajuan yang dicapai perusahaan.
Selain upah, jaminan sosial merupakan faktor penting dalam rangka
penciptaan hubungan perburuhan yang baik. Sejalan dengan kebijakan dalam hal
tersebut, maka pelaksanaa asuransi kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang
dikaitkan dengan tunjangan kematian.

Jaminan Sosial dan Asuransi Sosial


Perkembangan jaminan sosial pada dasarnya merupakan tahap awal dalam
proses

pembentukan

sistem

pemeliharaan

pendapatan

hari

tua

yang

pelaksanaannya dapat mengarah pada sistem asuransi sosial. Semakin tinggi


pendapatan seseorang, semakin tinggi kebutuhan akan program jaminan sosial.
Pelaksanaan

jaminan

sosial

di

Indonesia

harus

mengacu

pada

perkembangan asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK). Aturan tentang jaminan


sosial tenaga kerja tercantum dalam UU No. 3 tahun 1992. Tujuan dari
JAMSOSTEK adalah memberikan perlindungan tenaga kerja, pemeliharaan, dan
peningkatan kesejahteraan tenaga kerja tesebut bila tenaga kerja mengalami resiko
sosial berupa kecelakaan kerja, usia atupun kematian juga kesehatan para tenaga
kerja.
Adapun pengertian dan prinsip jaminan sosial dan asuransi sosial, antara
lain sebagai berikut:
1) Jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU jaminan sosial pada dasarnya
adalah proses pembentukan program pemeliharaan kesehatan dan santunan
hari tua yang biayanya dibebankan atas keuangan negara.
2) Sedangkan lingkup asuransi sosial menurut Prof. Mustgrave cenderung
dipergunakan untuk mengatasi resiko sosial yang berkaitan dengan resiko
pekerjaan serta pembiayaanya dibebankan atas dasar iuran atau kontribusi para
anggotanya.
3) Meskipun asuransi sosial dapat dikembangkan, namun dalam hal ini
pelaksanaan program jaminan sosial berlaku mengingat kegagalan suatu pasar
untuk dapat menciptakan program asuransi yang cocok terutama bagi orangorang miskin. Oleh karena itu, jaminan sosial tetap dipertahankan di negaranegara maju guna menstabilkan ekonomi politik.
Masalah Pengupahan
Masalah pertama yang dapat timbul dalam bidang pengupahan dan
karyawan pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda
mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban, karena
semakin besar upah yang dibayarkan kepada pekerja, semakin kecil proporsi

keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha


sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen
upah. Dipihak lain, karyawan melalui serikat pekerja atau dengan mengundang
campur tangan pemerintah selalu menuntut kenaikan upah dan perbaikan fringe
benefits. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas
kerja akan mendorong pengusaha: (1) mengurangi penggunaan tenaga kerja
dengan menurunkan produksi; (2) menggunakan teknologi yang padat modal; dan
(3) menaikkan harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi.
Masalah

kedua

dibidang

pengupahan

berhubungan

dengan

keanekaragaman sistem pengupahan sebagaimana dijelaskan sebelumnya,


proporsi bagan upah dlam bentuk natura dan frine benefits cukup besar, dan
besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga kesulitan dalam
perumusan kebijakan nasional.
Masalah ketiga yaitu, rendahnya tingkat upah atau pendapatan masyarakat.
Banyak karyawan yang berpenghasilan rendah, bahkan lebih rendah daripada
kebutuhan fisiknya. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor, pertama adalah rendahnya
tingkat kemampuan manajemen pengusaha. Tingkat kemaampuan manajemen
yang rendah menimbulkan banyak keborosan. Akibatnya karyawan tidak dapat
bekerja dengan efisien dan biaya produksi menjadi besar. Dengan demikian,
pengusaha tidak mampu membayar upah yang tinggi. Kedua yaitu disebabkan
oleh rendahnya produktivitas kerja. Produktivitas kerja karyawan rendah,
sehingga pengusaha memberikan imbalan dalam bentuk upah yang rendah juga.
Akan tetapi, rendahnya produktivitas ini justru dalam banyak hal diakibatkan oleh
tingkat penghasilan dan nilai gizi yang rendah.
Kebijakan Pendapatan atau Pengupahan
Kebijakan pendapatan merupakan salah satu cara yang dapat membuat
pendapatan upah yang wajar. Guaranted minimum income adalah salah satu
diantaranya. Kebijakan upah minimum bertujuan untuk mengoreksi kelemahan
mekanisme pasar yang berakhir pada tingkat upah yang rendah daripada tingkat
upah yang lebih cepat memenuhi kebutuhan.

Penerapan upah minimum yang dilaksanakan selama ini baru bersifat


pencegahan dan stimulasi. Pencegahan artinya supaya tidak terjadi pembayaran
upah yang lebih rendah dari upah yang sudah diberikan perusahaan. Sedangkan
stimulasi berarti menumbuhkan alam pikiran pengusaha mengenai usaha-usaha
perbaikan upah. Dalam hal ini adanya kebijakan upah minimum akan melindungi
karyawan dari sikap kesewenang-wenangan pengusaha tetapi tidak juga menekan
pengusaha dan terlalu memberatkan pengusaha dalam menjalankan perusahaan.
Didalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan bagian kedua pasal 88 ayat 2 dan 3 dijelaskan bahwa Untuk
mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:
upah minimum; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
upah karena menjalankan hak sewaktu istirahat kerjanya; bentuk dan acara
pembayaran upah; denda dan potongan upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan
dengan upah; struktur dan skala pengupahan yang proporsional; upah untuk
membayaran pesangon; dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Daftar Pustaka
BR, Arfida. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Malang: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia &
Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Anda mungkin juga menyukai