Anda di halaman 1dari 18

PAPER PARASITOLOGI VETERINER

Ancylostoma Sp

OLEH
Amelia Avianti

1109005067

Risha Catra Pradhany

1109005068

Maria E. Purnasari

1109005069

Zuraidatul Asna

1109005070

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR

2012KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat- Nyalah penyusun dapat menyelesaikan pembuatan paper dengan topik
Ancylostoma Sp ini tepat pada waktunya.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam pembuatan paper sederhana ini.
Penyusun pun sadar bahwa paper ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menyempurkan paper ini.

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ancylostoma sp.atau cacing tambang merupakan cacing kait klas Nematoda yang
umum ditemukan pada anjing dan kucing. Ada lima species Ancylostoma yang umum
menyerang pada saluran pencernaan, yaitu antara lain : Ancylostoma caninum,
Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma tubaeformae dan
Ancylostoma duodenale. Ancylostoma caninum yang umumnya terdapat pada usus halus
anjing, rubah, srigala, anjing hutan dan karnivora liar lainnya diseluruh dunia.
Ancylostoma braziliense terdapat pada usus halus anjing, kucing dan berbagai karnivora
liar lainnya. Ancylostoma ceylanicum terdapat pada usus halus anjing, kucing, dan
karnivora lain. Ancylostoma tubaeformae merupakan cacing kait pada kucing.
Ancylostoma duodenale ditemukan pada usus halus primata tingkat rendah dan kadangkadang pada babi.
Di Indonesia penyakit cacingan merupakan salah satu penyakit yang belum
sepenuhnya bisa ditanggulangi. Meskipun penyakit cacingan tidak mematikan, namun
cacingan bisa menurunkan kualitas hidup penderitanya, bahkan mengakibatkan anemia
dan kebodohan. Sekitar 40 hingga 60 persen penduduk Indonesia menderita cacingan dan
data WHO menyebutkan lebih dari satu miliar penduduk dunia juga menderita cacingan.
Hal ini juga tidak terlepas dari meningkatnya minat masyarakat untuk memelihara hewan
kesayangan (Fadillah, 2006).
Pemeliharaan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing jika tidak diimbangi
dengan pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit dapat meningkatkan resiko
penularan penyakit dari hewan ke hewan lain atau ke manusia lain. Ditambah lagi dengan
banyak nya hewan yang hidup liar dan tidak mempunyai majikan, sehingga angka
penularan penyakit akan meningkat (Anonimus, 2008)
Salah satu jenis penyakit cacing yang sering menyerang anjing peliharaan adalah
Ancylostomiasis. Penyebab penyakit ini adalah Ancylostoma sp atau cacing kait (hooks
worm) yang merupakan jenis parasit yang dapat bertransmisi melalui kulit. Walaupun

penyakit cacingan yang disebabkan oleh cacing kait lainnya, penyakit yang ditimbulkan
tetap dinamakan Ancylostomiasis (Subronto, 2006). Menurut Levine (1994).
Penyebaran Ancylostoma sp hampir terdapat diseluruh dunia dan pada banyak
hewan-hewan liar seperti rubah, serigala, anjing hutan dan karnivora liar lainnya.
Umumnya cacing ini menyenangi tempat yang lembab (Anonimus, 2009). Cacing dewasa
berukuran relatif kecil, berbentuk silinder, kaku, berwarna putih kelabu atau kemerahan
tergantung banyaknya darah yang ada didalam saluran pencernaannya. Ujung anterior
cacing melengkung kearah dorsal dan celah mulut mengarah ke antero dorsal. Capsul
buccalisnya dalam dengan 1-3 pasang gigi pada tepinya dan lancet segitiga Trianguler
atau gigi dorsal yang berada didalamnya.
Cacing jantan berukuran panjang 9-12 mm, mempunyai alat kelamin tunggal,
dimana bursa cacing jantan mempunyai kerangka yang bentuknya sempurna dan
sepasang spikulum sama besar yang panjangnya sekitar 0,9 mm, terdapat gubernakulum
bermuara pada kloaka yang terletak pada bursa tersebut. Testis terdapat hanya satu,
berbentuk seperti tubulus yang dimulai kira-kira disebelah anterior dari kelenjar air mani
yang berjalan ke anterior sampai sebatas kelenjar cervicalis anterior, kemudian berbalik
kebelakang membentuk saluran yang berkelok-kelok sampai dipertengahan tubuh cacing
dan kemudian tubulus melebar membentuk vesicula seminalis. Saluran reproduksi ini
kemudian dilanjutkan dengan duktus ejakulatorius. Ada sepasang spikula yang juga
bermuara pada kloaka berfungsi untuk mengarahkan pancaran air mani kedalam saluran
reproduksi cacing betina, sedangkan bursa kopulatrik berfungsi untuk memegang tubuh
cacing betina pada saat kopulasi.
Cacing betina berukuran panjang 15-18 mm, alat kelaminnya berpasangan,
dimana vulvanya terletak kira-kira di 1/3 posterior tubuhnya. Uterus dan ovarium cacing
betina mempunyai bentuk yang berkelak-kelok dan dilanjutkan dengan oviduct. Sel telur
yang dibuahi akan mengalami perkembangan dengan jalan pembelahan sel, selanjutnya
akan dikeluarkan dari tubuh cacing setelah memiliki 2-8 selbersama tinja saat defikasi.
Telur cacing berbentuk ovoid dengan ujung membulat atau tumpul, terbungkus dari
dinding telur yang tipis dengan ukuran 56-75 X 34-47 mikron.

1.2 TUJUAN
Untuk mengetahui ciri morfologi, klasifikasi, hospes terinfeksi, dan siklus hidup
dari ancylostoma sp.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.

Apa ciri morfologi dari cacing ancylostoma sp?


Bagaimana klasifikasi dari cacing ancylostoma sp?
Bagaimana hospes terinfeksi dari cacing ancylostoma sp?
Bagamana siklus hidup dari ancylostoma sp?

BAB II
5

PEMBAHASAN
Cacing Ancylostoma sp
Ancylostoma sp. merupakan cacing kait klas Nematoda yang umum ditemukan
pada anjing dan kucing. Ada lima species Ancylostoma yang umum menyerang pada
saluran pencernaan, yaitu antara lain : Ancylostoma caninum, Ancylostoma braziliense,
Ancylostoma ceylanicum, Ancylostoma tubaeformae dan Ancylostoma
duodenale.Ancylostoma caninum yang umumnya terdapat pada usus halus anjing, rubah,
srigala, anjing hutan dan karnivora liar lainnya diseluruh dunia. Ancylostoma
braziliense terdapat pada usus halus anjing, kucing dan berbagai karnivora liar
lainnya. Ancylostoma ceylanicum terdapat pada usus halus anjing, kucing, dan karnivora
lain bahkan pada manusia. Ancylostoma tubaeformae merupakan cacing kait pada
kucing. Ancylostoma duodenale ditemukan pada usus halus manusia, primata tingkat
rendah dan kadang-kadang pada babi.
Ciri Morfologi Cacing Ancylostoma Sp.
Cacing Ancylostoma sp.yang juga dikenal dengan cacing tambang pada saat
dewasa dewasa berukuran relatif kecil, berbentuk silinder, kaku, berwarna putih kelabu
atau kemerahan tergantung banyaknya darah yang ada didalam saluran pencernaannya.
Ujung anterior cacing melengkung kearah dorsal dan celah mulut mengarah ke antero
dorsal. Capsul buccalisnya dalam dengan 1-3 pasang gigi pada tepinya dan lancet segitiga
Trianguler atau gigi dorsal yang berada didalamnya.
Cacing jantan berukuran panjang 9-12 mm, mempunyai alat kelamin tunggal,
dimana bursa cacing jantan mempunyai kerangka yang bentuknya sempurna dan
sepasang spikulum sama besar yang panjangnya sekitar 0,9 mm, terdapat gubernakulum
bermuara pada kloaka yang terletak pada bursa tersebut. Testis terdapat hanya satu,
berbentuk seperti tubulus yang dimulai kira-kira disebelah anterior dari kelenjar air mani
yang berjalan ke anterior sampai sebatas kelenjar cervicalis anterior, kemudian berbalik
kebelakang membentuk saluran yang berkelok-kelok sampai dipertengahan tubuh
cacingdan kemudian tubulus melebar membentuk vesicula seminalis. Saluran reproduksi
ini kemudian dilanjutkan dengan duktus ejakulatorius. Ada sepasang spikula yang juga
6

bermuara pada kloaka berfungsi untuk mengarahkan pancaran air mani kedalam saluran
reproduksi cacing betina, sedangkan bursa kopulatrik berfungsi untuk memegang tubuh
cacing betina pada saat kopulasi.
Cacing betina berukuran panjang 15-18 mm, alat kelaminnya berpasangan,
dimana vulvanya terletak kira-kira di 1/3 posterior tubuhnya. Uterus dan ovarium cacing
betina mempunyai bentuk yang berkelak-kelok dan dilanjutkan dengan oviduct. Sel telur
yang dibuahi akan mengalami perkembangan dengan jalan pembelahan sel, selanjutnya
akan dikeluarkan dari tubuh cacing setelah memiliki 2-8 selbersama tinja saat defikasi.
Telur cacing berbentuk ovoid dengan ujung membulat atau tumpul, terbungkus dari
dinding telur yang tipis dengan ukuran 56-75 X 34-47 mikron.
KLASIFIKASI ANCYLOSTOMA
Kingdom

Animalia

Filum

Nematoda

Kelas

Secernentea

Ordo

Strongiloidae

Family

Ancylostomatidae

Genus

Necator/Ancylostoma

Spesies

Ancylostomabrazilliensi, Ancylostoma caninum, Ancylostoma

ceylanicum,Ancylostoma tubaeforme.
A. caninum
Ancylostoma caninum merupakan cacing kait yang klasik.merupakan anggota
superfamilia Stronglylicae. Cacing ini tubuhnya agak kuat, keabuan dan kemerahan,
dengan kapsula bukal subglobuler yang mengandung tiga pasang gigi ventral di tepinya
dan sepasang gigi sepertiga dorsal di dalamnya. Panjang cacing jantan 11-13 mm dan
berdiameter 340-390 mikron, dengan spikulum yang panjangnya 730 960 mikron.
Sedangkan untuk cacing betina panjangnya 14 21 mm, dan berdiameter 500 560
mikron dengan ekor yang panjangnya 250 320 mikron dan telur berukuran 55 72 x
34-45 mikron. Cacing betina dewasa meletakkan 7700 28000 ( rata-rata 16000) telur
tiap hari. Vulva cacing betina terletak di sepertiga posterior tubuh.
7

Lokasi dimana cacing ini ber predileksi adalah di usus halus dan biasanya menyerang
anjing, kucing, serigala juga manusia.

Gambar 1 Ancylostoma caninum


A. braziliaense
Anclystoma braziliense mengikuti pola perkembangan yang sama dari cacing
tambang manusia dan anjing. Strain terpisah terjadi pada kucing dan anjing. Telur
dilewatkan dalam tinja. Larva berkembang di tanah untuk tahap infektif L3 dan kemudian
dicerna oleh tuan rumah atau mereka memasuki tuan rumah melalui kontak kulit dan
kemudian larva bermigrasi ke paru-paru, dan kemudian ke saluran usus dari tuan
rumah. Dalam saluran usus, larva berkembang menjadi dewasa. Telur tersebut kemudian
dikeluarkan dalam tinja dan siklus terus.
Parasit ini biasanya menyerang usus halus anjing, kucing, serigala, anjing liar,
maupun manusia.
CATATAN: strain anjing dan kucing dari A. braziliense tidak dapat menembus lapisan
subdermal dari kulit manusia. Ketika manusia terkena larva infektif, terowongan larva
melalui kulit menciptakan lesi yang meradang pada awalnya dan kemudian meningkat
dan vesikuler, dan akhirnya kering dan berkulit. Larva dapat terowongan melalui kulit
selama berminggu-minggu tapi jarang mencapai sirkulasi, sehingga manusia adalah "end
sejumlah mati" dari A. braziliense.

Gambar 2. Ancylostoma braziliense


A. ceylanicum
Para cacing tambang manusia termasuk spesies nematoda, Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus. Sebuah kelompok yang lebih besar dari cacing
tambang menginfeksi hewan bisa menyerang dan parasitize manusia (A. ceylanicum)
atau dapat menembus kulit manusia (menyebabkan larva migrans kutaneus ), tetapi tidak
berkembang lebih jauh (A.braziliense, A.caninum, Uncinaria stenocephala). Kadangkadang larva A. caninum dapat bermigrasi ke usus manusia, menyebabkan enteritis
eosinofilik. Ancylostoma caninum larva juga telah terlibat sebagai penyebab subakut
unilateral menyebar neuroretinitis.
Jantan ukuran 7,5-8,5 mm. Wanita ukuran 9-10,5 mm. Kapsul bukal memiliki satu
sepasang gigi menengah kecil dan salah satu dari gigi bagian luar lebih besar.
Parasit ini biasanya berpredileksi pada usus halus anjing, kucing, serigala, anjing liar
maupun manusia.
A. tubaeforme
Telur meninggalkan tuan rumah dalam tinja dan menetas dalam satu atau dua
hari. Larva tumbuh dan ganti kulit, mencapai tahap infeksi ketiga (L3) dalam waktu
kurang dari seminggu. The L3 diapit dalam kutikula dari tahap sebelumnya dan dengan
demikian dilindungi dari lingkungan. Dalam kondisi baik mereka dapat bertahan hidup
selama berbulan-bulan. The L3 tertelan oleh kucing dan mereka mengambil tinggal di
usus kecil tanpa mengalami migrasi somatik. Cacing dewasa memakan darah.

Laki-laki 9,5-11 mm panjang dan memiliki bursa berkembang dengan baik, betina 12
sampai 15 mm. Mulut memiliki tiga pasang gigi ventral.
Parasit ini biasanya berpredilaksi di usus halus pada kucing.

Gambar 4. Ancylostoma tubaeforme


A. duodenale
Ancylostoma duodenale adalah cacing silinder kecil, keabu-berwarna putih. Ini
memiliki dua piring ventral pada margin anterior dari kapsul bukal. Masing-masing dari
mereka memiliki dua gigi besar yang menyatu di pangkalan mereka. Sepasang gigi kecil
dapat ditemukan di kedalaman kapsul bukal. Laki-laki 8 mm sampai 11 mm panjang
dengan bursa sanggama pada akhir posterior.Betina 10 mm sampai 13 mm, dengan vulva
terletak di ujung belakang; betina dapat meletakkan 10.000 hingga 30.000 telur per
hari. Jangka hidup rata-rata Ancylostoma duodenale adalah satu tahun.
Ketika larva filariform (stadium infektif) menembus kulit utuh, larva memasuki sirkulasi
darah. Hal ini kemudian dibawa ke paru-paru, batuk, dan menelan kembali ke usus
kecil. Larva kemudian matang menjadi dewasa di usus kecil dan cacing betina dapat
meletakkan 25.000 telur per hari. Telur yang dilepaskan ke dalam tinja dan berada di
tanah. Telur berembrio di tanah akan menetas menjadi remaja 1 tahap (rhabditiform atau
tahap noninfective) dan matang menjadi larva filariform. Larva filariform kemudian
dapat menembus kulit yang lain terbuka dan memulai siklus baru infeksi.
Ancylostoma duodenale lazim di selatan Eropa, Afrika utara, India, Cina, dan
Asia Tenggara, daerah kecil dari Amerika Serikat, kepulauan Karibia, dan Amerika
10

Selatan. Ini cacing tambang terkenal di tambang karena konsistensi dalam suhu dan
kelembaban yang menyediakan habitat yang ideal untuk telur dan perkembangan
remaja. Diperkirakan 1 miliar orang terinfeksi cacing tambang. Penularan Ancylostoma
duodenale adalah dengan kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi dengan larva.
Parasit ini biasanya berpredileksi di usus halus dan biasanya terjadi pada manusia.

Gambar 5.Ancylostoma duodenale


Patogenesis
Perjalanan penyakit cacingan dengan perubahan patologi yang teramati sangat
ditentukan oleh proses infeksi cacing (larva) ke dalam tubuh dan perkembangannya
terkait dengan daur hidupnya.penetrasi larva perkutan. Gambaran radang kulit sebagai
akibat penetrasi larva cacing Ancylostoma sp melalui kulit pada manusia, yang dikenal
sebagai creeping eruption oleh larva migrns, gambaran patologinya pada anjing dan
kucing tidak sejelas pada manusia. Dilaporkan bahwa radang kulit pada anjing terdapat di
rongga antar jari-jari, kaki dan kadang-kadang pada kulit perut. Meskipun gejal klinisnya
kurang jelas dari yang terlihat pada manusia, gejala pada anjing dapat berupa rasa gatal,
kemerahan, dan terjadinya papulae di daerah yang menderita. Dalam keadan tertentu lesi
kulit mirip radang kulit oleh tungau demodex (terbatas) atau mirip dermatitis atopik. Rasa
gatal terlihat dari usaha menjilati sebagai ganti menggaruk daerah yang gatal.
Membesarnya kaki ataupun terjadinya deformitas pangkal kuku dan kukunya juga
mungkin diamati. Infeksi yang meluas juga dapat mencapai sendi-sendi pada jari-jari
kaki.
11

Gambar 6. Patogenesis
Larva migrans
Larva migrasi ke trakhea
Apabila jumlah larva yang bermigrasi melalui paru-paru cukup banyak dapat
terjadi iritasi jaringan paru-paru termasuk saluran nafas hingga terjadi batuk yang
sifatnya ringan sampai dengan sedang. Dalam pemeriksaan pasca mati, maupun
pemeriksaan histopatologi sering ditemukan larva cacing dalam jumlah besar.

Gambar 7. Siklus Larva migrasi ke trakhea


Larva migrans ke cutaneus

12

Migrans larva Cutaneous (juga dikenal sebagai merayap letusan) adalah infeksi
zoonosis dengan spesies cacing tambang yang tidak menggunakan manusia sebagai tuan
rumah definitif, yang paling umum adalah A. braziliense dan A. caninum. Tuan rumah
definitif normal untuk spesies ini adalah anjing dan kucing. Siklus di host definitif sangat
mirip dengan siklus untuk spesies manusia. Telur yang lulus dalam tinja, dan di bawah
kondisi yang menguntungkan (kelembaban, kehangatan, warna), larva menetas dalam 1
sampai 2 hari. Larva rhabditiform dirilis tumbuh dalam tinja dan / atau tanah, dan setelah
5 sampai 10 hari (dan dua molts) mereka menjadi filariform (ketiga tahap) larva yang
infektif. Ini larva infektif bisa bertahan 3 sampai 4 minggu dalam kondisi lingkungan
yang menguntungkan. Pada kontak dengan host hewan, larva menembus kulit dan dibawa
melalui pembuluh darah ke jantung dan kemudian ke paru-paru. Mereka menembus ke
dalam alveoli paru, naik pohon bronkial ke faring, dan tertelan. Larva mencapai usus
kecil, di mana mereka tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa tinggal di
lumen usus kecil, di mana mereka melekat pada dinding usus. Beberapa larva menjadi
ditangkap dalam jaringan, dan berfungsi sebagai sumber infeksi untuk pups melalui
transmammary (dan mungkin transplasenta) rute. Manusia juga dapat terinfeksi saat larva
filariform menembus kulit. Dengan sebagian besar spesies, larva tidak bisa matang lebih
lanjut dalam inang manusia, dan bermigrasi tanpa tujuan dalam epidermis, kadangkadang sebanyak beberapa sentimeter per hari. Beberapa larva dapat bertahan dalam
jaringan yang lebih dalam setelah menyelesaikan migrasi kulit mereka.

Gambar 8. Siklus migrasi melalui cutaneus


Infeksi cacing dalam usus halus
13

Oleh adanya cacing dalam mukosa usus halus beberapa perubahan patologi dan
faali dapat terjadi. Perubahan-perubaha patologik dan faali tersebut meliputi anemia,
radang usus ringan sampai berat, hipoproteinemia, terjadinya gangguan penyerapan
makanan dan terjadinya penekanan terhadap respon imunitas dari anjing.
Oleh gigitan cacing, yang sekaligus melekat pada mukosa, segera terjadi perdarahan yang
tidak segera membeku karena toksin yang dihasilkan oleh cacing. Cacing dewasa biasa
berpindah-pindah tempat gigitannya hingga terjadilah luka-luka yang mengucurkan darah
segar. Tiap ekor cacing dewasa A. caninum dapat menyebabkan kehilangan darah 0,050,2 ml/hari, A braziliense 0,001 ml, dan Ustenocephala 0,0003 ml. darah yang mengucur
ke dalam luen akan keluar bersama tinja dank karena adanya darah tersebut tinja menjadi
berwarna hitam. Pengeluaran tinja bercampur darah tersebut biasa disebut melena.
Cacing A tubaeforme termasuk dalam kategori pengisap darah sedang yang akibat
akhirnya berupa anemia berat. Anemia yang timbul pada awalnya bersifat normositik
normokromik, yang kemudian oleh hilangnya zat besi anemianya akan berubah menjadi
hipokromik mikrositik.

Gambar 9. Infeksi Ancylostoma pada usus halus


Siklus hidup Ancylostomiasis
Anak anjing muda maupun anak kucing sangat rentan terhadap infeksi oleh
cacing tambang karena pada umur 2-4 minggu persediaan Fe akan merosot yang
disebabkan makanan utama anak anjing adalah air susu yang memang sangat kecil
14

kandungan Fe nya. Anak anjing yang terinfeksi berat, segera mengalami anemia akut.
Perdarahan usus terjadi pada hari ke 8 pasca infeksi dan pada akhir minggu ke 3 pasca
infeksi penderita kehilangan darah setiap harinya setara dengan 20 % dari total volume
eritrositnya. Pada anjing dan kucing dewasa hilangnya darah sebagian terkompensasi
oleh kegiatan eritropoesis.
Infeksi anjing oleh A braziliense dan U stenocephala tidak megakibatkan
perdarahan ebat seperti pada infeksi oleh A caninum. Infeksi kedua spesies tersebut
cenderung lebih banyak ditandai oleh hipoproteinemia, radang usus, dan atrofi parsial
villi intestinales. Hilangnya vili usus halus juga dialami oleh anjing yang terinfeksi A
caninum dan mengakbatkan gangguan absorbsi makanan.
Adanya parasit dewasa dalam jumlah kecil sampai sedang mampu menimbulkan
kekebalan (imunitas terbatas) hingga penderita tahan terhadap infeksi larva selanjutnya.
Infeksi larva dalam jumlah besar akan melampaui ketahanan tubuh dan hewan akan
mengalami parasitosis. Oleh adanya self cure, penderita sembuh dengan sendirinya dan
tidak menimbulkan gejala anemia. Pada umur tertentu, sekitr 8 bulan, terbukti bahwa
anjing mampu mengatasi tantangan infeksi larva infektif. Di daerah endemic, penggunaan
obat cacing sebagai pengobatan rutin, misalnya setiap 3-6 bulan sekali sangat dianjurkan
Cacing Ancylostoma sp. Mengeluarkan telur bersama feses saat defikasi, pada
lingkungan yang mendukung (suhu 23 30 0C tanah berpasir dan basah,dan memiliki
kelembaban tinggi). Didalam telur akan terbentuk larva I. Setelah 12-36 jam, telur yang
mengandung larva I akan segera menetas dan terbebaslah larva I yang mempunyai bentuk
esofagus yang rhabditiform berukuran 275 mikron serta memanfaatkan sisa organik dan
bakteri sebagai bahan makanan.
Larva I akan segera memasuki fase lethargi (istirahat) dan selanjutnya menyilih
menjadi larva II yang esofagusnya sudah kelihatan lebih langsing, setelah 5-8 hari akan
mengalami penyilihan lagi dan menjadi larva III (infektif) dengan esofagus filariform.
Baik larva II dan larva III sumber makanan sama dengan Larva I.
Cara penularan cacing ini dengan larva infektif melalui :
1. Per oral. Infeksi terjadi karena tertelannya larva III bersama makanan atau minuman.
Setelah berada didalam saluran pencernaan, larva III akan segera memasuki kelenjar
lambung atau krypta liberkun dan setelah 3 hari larva III akan mengalami penyilihan
15

menjadi IV dan kembali bermigrasi ke lumen usus. Setelah beberapa hari larva IV
akan mengalami penyilihan sekali lagi dan berkembang menjadi cacing muda.
2. Per-kutan (penetrasi kulit), larva infektif (L3) yang aktif akan menembus kulit atau
mukosa rongga mulut, selanjutnya bersama aliran darah mencapai jantung dan
selanjutnya masuk ke paru-paru. Di dalam paru-paru sebagian besar larva 3 akan
tertahan kapiler paru-paru, selanjutnya menembus kapiler dan masuk ke dalam
alveoli. setelah berada di alveoli larva 3 menyilih menjadi larva 4, selanjutnya
bermigrasi ke bronchiolus, bronchus, trachea, pharing dan akhirnya karena batuk
larva 4 tertelan dan sampai di usus halus. Di dalam usus halus mengalami ekdisis
menjadi cacing muda. Cacing dewasa akan ditemukan setelah 17 hari setelah infeksi.
3. Pre-natal. Pada hospes definif bunting infeksi terjadi karena larva 3 yang berada pada
aliran darah dapat melehati placenta dan akhirnya menginfeksi foetus. Larva 3 akan
mengalami fase istirahat didalam usus foetus sampai dilahirkan. Setelah anak lahir
larva 3 baru melanjutkan perkembangannya menjadi cacing dewasa.
4. Laktogenik. Infeksi pada anak terjadi karena anak menyusu pada induknyadan larva
yang berada di dalam kelenjar susu akan keluar bersama air susu. Perkembangan
selanjutnya akan terjadi didalam usus anaknya.

Gambar 10. Life circle hookworm (Ancylostoma sp)


BAB III
KESIMPULAN
16

1. Ancylostoma sp biasanya disebut hookworm (cacing kait) karena memiliki gigi


2.

sebagai pengait pada buccal capsule.


Ancylostoma sp mempunyai beberapa spesies di predileksi sama yakni usus halus,

yaitu :
caninum anjing, kucing, srigala, dan manusia
tubaeforme kucing
braziliense = A. ceylanicum anjing, kucing, serigala & kadang manusia.
duodenale manusia
3. Siklus hidupnya melalui larva migrasi trachea dan cutaneus.
4. Siklus hidup parasit
5. Feses yang mengandung telur embryo cacing L1L2 (bebas di tanah) L3
termakan hospes paratenikMigrasi (L III--masuk tubuhh hospes-larva mencari
pembuluh darah- aliran darah- jantung paru-paru alveoli laring faring
dibatukkan) kembali ke usus halus
6. Hospes Paratenik
Hospes tambahan yang merupakan bagian dari rantai pakan pada hospes definitive
yaitu mencit, yang hanya berfungsi mempermudah menemukan hospes definitifnya.
7. Tidak mempunyai hospes intermedier karena siklus hidupnya bersifat langsung.
8. Larva infektif : LIII
9. Penularan siklus hidup cacing ini ada per-oral, per-kutan, prenatal dan laktogenik

DAFTAR PUSTAKA
Angrani, D.Ratri. 2011. Pervalensi helmintiasis pada saluran pencernaan harimau
penggala (pentera tigris) di taman safari Indonesia dua prigen.

17

Anonimus. 2008. Ancylostomiasis [diakses pada 13 Oktober 2012]. Dari


URL. http://www.anjingdankucing.com/
Anonimus. 2008. Penyakit Cacingan di Indonesia [diakses pada 13 Oktober 2012]. Dari
URL. http://www.smallcrab.com
Anonimus. 2009 Ancylostomiasis Pada Anjing. [diakses pada 13 Oktober 2012]. Dari
URL.http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals
Anonimus. 2009. Hookworm.[diakses pada 13 Oktober 2012]. Dari
URL. http://www.wikipedi.com/hookworms
Asraf.K.et.al. 2008. Ancylostomosis and its therapeutic control in dogs.
Fadillah. 2006. Cacingan Dapat Menurunkan Produktivitas Masyarakat [diakses pada 13
Oktober 2012]. Dari URL.http://kbi.gemari.or.id/
Khayatnouri, M.H, & Y. Garedaghi. 2012. Efficacy of Ivermectin Pour-on Administration
Against Natural Ancylostoma caninum Infestation in Native Dogs of East-Azerbaijan
Province, Iran.
Levine, N. D. 1994. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

18

Anda mungkin juga menyukai