Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
: 05 September 2016
: 05 September 2016
I151160201
I151160241
I151160251
I141100391
Asisten Praktikum:
Teguh Jati Prasetyo, S.Gz
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
bahwa ada berbagai faktor yang secara langsung mempengaruhi kematian anak,
yang meliputi karakteristik ibu seperti umur, paritas, dan jarak kelahiran,
kontaminasi lingkungan, gizi, kecelakaan, dan penyakit. Faktor sosial ekonomi
mempengaruhi kematian melalui faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung.
Data SDKI (2007) menunjukkan bahwa umur ibu saat melahirkan dapat
mempengaruhi kesempatan kelangsungan hidup anak, yaitu semakin tua umur ibu
saat melahirkaan maka semakin tinggi risiko terjadinya kematian anak. Sebagai
contoh, kematian anak pada wanita yang melahirkan di bawah umur 20 tahun
adalah 17 kematian per 1000 kelahiran hidup. Angka ini menurun pada wanita
yang melahirkan pada umur 20-29 tahun dan 30-39 tahun (masing-masing 10 dan
13 kematian per 1000 kelahiran hidup), dan kemudian meningkat menjadi 33
kematian per 1000 kelahiran hidup pada wanita yang melahirkan pada umur 40-49
tahun (SDKI 2007). Pada SDKI (2012) juga menunjukkan hal yang sama di mana
anak dari ibu yang sangat muda dan sangat tua memiliki risiko kematian pada
anak yang tinggi saat melahirkan. Angka yang tinggi pada wanita yang lebih
muda dan lebih tua mungkin disebabkan oleh faktor biologis yang mengakibatkan
komplikasi selama kehamilan dan persalinan.
2.2 Urutan kelahiran
Data SDKI (2007) dan SDKI (2012) menunjukkan adanya hubungan positif
yang nyata antara urutan kelahiran dan peluang untuk meninggal. Urutan
kelahiran yang tinggi mempunyai risiko kematian yang tinggi. Sebagai contoh,
angka kematian anak untuk urutan kelahiran pertama adalah 9 kematian per 1000
kelahiran hidup, sedang angka kematian untuk urutan kelahiran ke tujuh atau lebih
adalah 29 kematian per 1000 kelahiran hidup. Seperti yang diharapkan, angka
kematian anak menurun ketika selang kelahiran meningkat. Sebagai contoh, angka
kematian bayi untuk anak yang lahir dengan selang kelahiran kurang dari dua
tahun setelah kelahiran sebelumnya hampir tiga kali lebih tinggi dari angka
kematian yang lahir dengan selang kelahiran empat tahun atau lebih (77
berbanding 28 kematian per 1000 kelahiran).
Selain beberapa faktor di atas yang dianalisis menurut data SDKI (2007 dan
2012), terdapat beberapa faktor penyebab lain yang mempengaruhi kematian
anak. Menurut Riskesdas (2007), kematian anak didominasi oleh penyakit
menular. Proporsi penyebab kematian pada anak (1-4 tahun) untuk tiga penyakit
terbesar, yaitu diare (11.3%) dan peneumonia (11.3%). Penyebab kematian yang
juga perlu diperhatikan adalah campak (6%), tenggelam (5%) dan TB (4%).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Pneumonia adalah
penyakit yang disebabkan kuman Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus
dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala,
batuk, mengeluarkan dahak dan sesak napas.
Penyebab masalah kematian pada anak terutama di bawah lima tahun ini
juga didukung oleh data UNICEF (2015) yang juga menyebutkan bahwa secara
global sebanyak 5.9 juta anak di bawah lima tahun hampir setengahnya
disebabkan oleh penyakit infeksi dan beberapa kondisi seperti pneumonia, diare,
malaria, meningitis, tetanus, cacar, sepsis dan AIDS. Secara umum, penyebab
kematian utama pada anak balita pada tahun 2015 adalah pneumonia (16%),
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan (11%), diare (9%), neonatal
sepsis (7%) dan malaria (5%).
SDKI 2003-2007
Angka Kematian Anak
SDKI 2008-2012
No.
2.
3.
4.
Sasaran
srategis
Menurunnya
disparitas
status
kesehatan
dan
status
gizi
anta
tingkat sosial
ekonomi
serta gender
Indikator kerja
Jumlah
fasilitas
pelayanan kesehatan (RS
dan
puskesmas)
memenuhi
standar
sarana, prasarana, dan
peralatan kesehatan
Jumlah
kota
yang
memiliki RS standar
kelas dunia
Presentase
fasilitas
kesehatan
yang
mempunyai
SDM
kesehatan sesuai standar
Jumlah pos kesehatan
desa beroperasi
Jumlah tenaga kesehatan
yang didayagunakan di
daerah terpencil dan
tertinggal
Meningkatny Presentase rumah tangga
a
perilaku yang
melaksanakan
Hidup Bersih PHBS
dan
Sehat
(PHBS) pada
tingkat rumah
tangga
Terpenuhinya Presentase ketersediaan
ketersediaan
vaksin dan obat
obat
dan
vaksin
Target
Realisasi
Capaian
394
478
121%
125%
75%
81.27%
108.36
%
57
54.731
96%
5.320
org
5.826
org
>100%
65%
55,06%
84,71%
95%
96,93%
102,03
%
Provinsi
Sumatera
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Kepulauan Riau
6
15
7
4
3
9
7
8
6
16
9
10
6
3
10
13
10
9
7
5
4
7
4
21
4
18
24
14
Kalimantan
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
14
4
19
6
8
13
12
10
Sulawesi
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
9
10
12
21
18
4
28
13
10
11
25
11
37
24
25
26
24
25
38
64
Jawa
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali dan Nusa Tenggara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Disparitas variasi angka kematian anak (AKA) antar provinsi masih cukup
besar, SDKI 2007 menunjukkan provinsi dengan AKA paling tinggi untuk periode
10 tahun sebelum survei adalah Maluku, yaitu 37 kematian per 1000 kelahiran
hidup, angka tersebut hampir sepuluh kali lebih tinggi jika dibandingkan Provinsi
Kalimantan Tengah dan Bali dengan 4 kematian per 1000 kelahiran hidup. Lain
halnya dengan SDKI pada tahun 2012, hasil survei tersebut menunjukkan Papua
merupakan provinsi dengan AKA paling tinggi untuk periode 10 tahun sebelum
survei, yaitu 64 kematian per 1000 kelahiran hidup,a angka tersebut enam belas
kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Provinsi Bali, Jawa Timur, Riau, serta
Sulawesi Utara dengan 4 kematian per 1000 kelahiran hidup.
Adanya disparitas antar provinsi disebabkan oleh faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor langsung yang menjadi penyebab tingginya AKA adalah
penyakit menular. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diare dan
pneumonia menjadi penyebab kematian anak tertinggi, prevalensi diare dan
pneumonia lebih tinggi dari prevalensi nasional (>9%) pada provinsi dengan AKA
tertinggi. Faktor tidak langsung penyebab tingginya AKA adalah karakteristik
penduduk, akses terhadap pelayanan kesehatan yang tidak memadai, kesehatan
lingkungan, dan pemenuhan gizi yang cukup, selain itu perlu adanya upaya dalam
memperkecil kesenjangan antar provinsi. Karakteristik penduduk dilihat dari
status sosial-ekonominya, seperti pendidikan orang tua (ibu) dan indeks kekayaan
kuantil, angka kematian anak dari ibu yang tidak berpendidikan (tidak sekolah)
cenderung lebih tinggi, yaitu 22 dari 1000 kelahiran hidup dibanding dengan 8
dari 1000 kelahiran hidup untuk anak dari ibu berpendidikan lanjutan tingkat
pertama atau lebih, sedangkan menurut indeks kekayaan kuantil, AKA tertinggi
didominasi oleh rumah tangga dengan indeks kekayaan terbawah (23 dari 1000
kelahiran hidup) (SDKI 2007).
Akses terhadap pelayanan kesehatan yang tidak memadai menjadi salah satu
faktor pendukung mengapa Provinsi Papua menjadi provinsi dengan AKA
tertinggi, karena berdasarkan hasil Riskesdas (2007), Papua menjadi salah satu
provinsi dengan proporsi rumah tangga terendah dalam mengetahui beberapa
pelayanan kesehatan yang keberadaannya dekat dengan mereka, seperti
puskesmas/pustu (83.5%), praktek bidan (28.2%), dan posyandu (52.2%). Terlebih
lagi, bidan dan posyandu merupakan pelayanan kesehatan pertama yang bisa
dimanfaatkan, jika terjadi permasalahan kesehatan pada anak. Bertolak belakang
dengan Papua, Provinsi Bali menjadi provinsi dengan proporsi tertinggi pada
rumah tangga yang mengetahui keberadaan pelayanan kesehatan, seperti Rumah
Sakit (95.2%), praktek dokter (87.4%), dan praktek bidan (88.8%), hal tersebut
menjadikan Bali termasuk ke dalam provinsi yang memiliki AKA terendah di
Indonesia. Faktor kesehatan lingkungan yang meliputi akses terhadap air bersih,
pemakaian air bersih, dan jenis sumber air minum, serta kecukupan gizi anak di
setiap provinsi memiliki persentase yang bervariasi.
Provinsi dengan AKA tertinggi berada di kawasan Indonesia timur dan
menurut indikator MDGs yang terkait dengan hak-hak anak (MDGs 1 sampai 4),
provinsi yang berada di kawasan timur, provinsi yang baru dibentuk, dan provinsi
yang terkena dampak konflik merupakan provinsi-provinsi miskin dalam hal
indikator kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan gizi, penyataan tersebut sejalan
dengan faktor-faktor penyebab tingginya AKA.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Macro International.2007.Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2007. Maryland (US) : BPS dan Macro International.
Blum, Hendrik L.1974.Planning for Health, Development and Aplication
of Social Changes Theory. New York (US) : Human Sciences Press.
Budi Utomo, 1985. Mortalitas : pengertian dan contoh kasus di Indonesia.
Proyek Penelitian Morbiditas dan Mortalitas. Jakarta (ID) : Universitas
Indonesia.
[LAKIP] Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Kesehatan.2013.Jakarta (ID):
Kementrian Kesehatan RI.
Mosley, W.Henry, Chen L.C.1984.An analytical framework for study of child
survival in developing countries.Population and Development
Review.10:25-45.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar.2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan Rpublik Indonesia [internet]. [diunduh
2016
Sept
5].
Terdapat
pada
:
http//www.kemenkes.go.id/download/riskesdas.
[UNICEF] United Nations Childrens Fund. 2015. Commiting to Child Survival :
A Promise Renewed Progress Report. New York (US) : UNICEF.