Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder
pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini
prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak
diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau
idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi
sekunder).4
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan
darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk
otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari
peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.3
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan
banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu
sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.4,6
Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat,pengkuran tekanan darah,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus
menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis
hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebabpenyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan
komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi
intervensi. Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap
detail mengenai tekhnik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang
penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar
pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan
darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan fisis, Habitus tubuh, seperti tinggi
dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua
lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi
1

keberadaan hipotensi postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi Urinalisis


mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium, kalsium, dan
TSH serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan
LDL, trigliserida.5
Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non
farmakologi) dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin, antagonis
aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium,
vasodilator direk (langsung).7
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor,
Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan
memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung
hipertensi.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Penyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang
diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle
hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis
(CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun
tidak langsung.4
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan.2
Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali
dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahanperubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner,
gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya
bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama
fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.1,5

2.2 ETIOLOGI
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya
waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah
melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri
membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output)
berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.2,7
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai
darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan
jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.3
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang
akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi
3

pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke.
Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.4
2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan
banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu
sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi berbagai efek
hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut ini.
1. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20% penderita
hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi ventrikel
kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan
respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi
miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus
mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel
miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem
renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.
Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya hipertrofi ventrikel
kiri konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri
konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik.
Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih
buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan hanya pada lokasi
tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk
melindungi terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat
menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.2,5
2. Abnormalitas atrium kiri
Abnormalitas atrium kiri meliputi perubahan struktural dan fungsional, sangat sering terjadi
pada pasien hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic
volume / EDV) di ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi
dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau
disfungsi sistolik biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan

mungkin berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Pasien
juga dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal jantung.2,7
3. Gangguan katup
Hipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta sehingga
menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin menyebabkan insufisiensi
aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah dikendalikan. Selain menyebabkan
regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga akan mempercepat proses sklerosis aorta dan
regurgitasi katup mitral.2,6
4. Gagal jantung
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien
dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat
asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada
pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33 %. Peningkatan
tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan
pengisian diastolik ventrikel.1,4
Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi
ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner,
penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya mengikuti
disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi
peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan
cardiac output. Dalam waktu yang lama, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun.
Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga
meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah
memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.2,6
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam
peralihan fase terkompensasi menjadi fase dekompensasi. Peningkatan mendadak
tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel
kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk
keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat
menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.6
5. Iskemia miokard
Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri
dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di
5

ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang
membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti
aterosklerosis.2
6. Aritmia jantung
Aritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi adalah fibrilasi atrium,
kontraksi prematur ventrikel dan takikardia ventrikel. Berbagai faktor berperan dalam
mekanisme arituma seperti miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk, fibrosis
miokard dan fluktuasi pada saat afterload.2,7
Sekitar 50% pasien dengan fibrilasi atrium memiliki penyakit hipertensi. Walaupun penyebab
pastinya belum diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi ventrikel kiri diduga
berperan dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium kiri. Fibrilasi atrium dapat
menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik serta meningkatkan risiko komplikasi
tromboembolik seperti stroke.3
Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak ditemukan
lebih sering pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Penyebab aritmia seperti ini diduga
akibat proses penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard yang berjalan bersamaan.4

2.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyelidikan-penyelidikan di atas, Frohlich membagi kelainan jantung akibat
hipertensi menjadi empat tingkat :
Tingkat I : Besar jantung masih normal, belum ada kelainan jantung pada EKG atau
radiologi.
Tingkat II : Kelainan atrium kiri pada EKG dan adanya suara jantung ke 4(atrial gallop)
sebagai tanda dari permulaan hipertrofi ventrikel kiri.
Tingkat III : Adanya hipertrofi ventrikel kiri pada EKG dan radiologis.
Tingkat IV : Kegagalan jantung kiri.3,6
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila
simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:
1.

Peninggian tekanan darah itu sendiri seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan
impoten

2.

Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular
lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient
cerebral ischemic

3.

Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada
aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi yang labil pada sindrom
Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi,
banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy). 1,4
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Riwayat
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan
fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi
konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkaittekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.2
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat dikaitkan
dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala
7

peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi
berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio
oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah
antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejalagejala didapati, mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau
dengan manifestasi hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang
harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.5
Tabel Riwayat yang relevan
Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok, diabetes,
inaktivitas fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan otot;
palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari;
gejala-gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan tekanan
darah
Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark
miokardium, gagal jantung kongestif; fungsi seksual
Komorbiditas lain
2.6.2 Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail
mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang
penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar
pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur
tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah,
individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang
terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan
lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff,
penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk
diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua
ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara

Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya
dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.3,6
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan
tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit.
Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di
praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat
hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk resistensi
terhadap penanganan, hipotensi simptomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi episodik.7
2.6.3 Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan
harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri
untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal,
tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada pasien di
mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus dicatat. 6
Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher
harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa
untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat menyediakan
petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus menyertakan pemeriksaan
funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi
femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol
dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan penyakit
atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan refleks
cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan, pada
pasien dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat
mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu
gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring.
Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat,
bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi
dan terjadi selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular.
Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis
harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.7

2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium


Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam
evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum,
glukosapuasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan
kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang
lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata
atau ketika evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.4
Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal
Sistem
Tes
Ginjal
Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN
Endokrin
Metabolik

atau kreatinin serum


Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum
Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan

Lain-lain

LDL, trigliserida
Hematokrit, elektrokardiogram

2.7 PENATALAKSANAAN
2.7.1 Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada
pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan
kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk
terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk
mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi
gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada
uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti
mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensiintervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi
obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah
dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah
penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan
konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.4,6

10

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi


Reduksi berat badan
Memperoleh dan mempertahankan BMI <25
Reduksi garam
Adaptasi rencana diet jenis-DASH

kg/m2
< 6 g NaCl/hari
Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,
dan

produk

susu

rendah-lemak

dengan

kandungan lemak tersaturasi dan total yang


Pengurangan konsumsi alkohol

dikurangi
Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,
minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1

Aktivitas fisik

gelas/hari untuk wanita


Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat
selama 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah
dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan
yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas
insulin. Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan
reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan
berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit
kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama
30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih
dan frekuensi kurang.2,5
Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi ini
mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan
darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq)
menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif
dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung
kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan
prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki
hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja.
Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak
konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin
berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang
11

mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol)
berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol
berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau
alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui.
Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet yang
kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan darah
pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi masukan
NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah. Buahbuahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan serat,
dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting.3,7
2.7.2 Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat
keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya
reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan
darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40%
untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal
jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual
terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen
tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang melawan efek
hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen,
harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi,
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis
yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat.2,6
Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau dalam
kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na +/Cl- di tubulus
konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka
juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan
murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah
tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor
12

angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah


kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari.
Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin,
peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat
kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di
nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan
dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target
farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle
ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan
penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)],
CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan
dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.4,7
Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan
mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan
blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak
tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen
antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam
kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping
ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal
fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri
renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi
oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi
non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien
yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang
berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang
Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang
kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.5

13

Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau
dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien
dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada
pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di
rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi
konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton
berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa
ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh
agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone
baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi.3,6
Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung,
karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan
mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf
pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif
dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik.
Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor
jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor

pada sel-sel otot polos bronkus dan

vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker
kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas
simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan
atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik
mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan
infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan
mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol
menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari
penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu
ditentukan.3

14

Penyekat adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui penurunan
resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan
sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji klinis
pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen
antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius
bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan
dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan
pasien dengan pheokromositoma.4,7
Agen-agen simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan
menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom
yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen
ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian.
Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan
cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial
efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai
interaksi obat.2,6
Penyekat kanal kalsium
Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang
mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam
agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine
(diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam
kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker),
antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan
diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah
adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan
penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol;

15

edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam
dan cairan.3
Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen
lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang
menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang
memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat
poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap
semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping
minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.5
2.8 PROGNOSIS
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin besar
ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat
mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat
mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan
gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung
hipertensi adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak.4

16

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: GD

Tempat Tanggal Lahir

: Manado, 08-11-1939

Umur

: 72 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Kristen Katholik

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Jl. Pulau Menjangan Gg. Jelantik No.4 Banyuning Singaraja

Status

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Pensiunan

Pendidikan

: Tamat SMA

No. CM

: 01.52.77.01

Tanggal MRS

: 01 Maret 2012

3.2 Anamnesis
Pasien rujukan RSU Singaraja untuk dilakukan TUR prostat dengan keluhan tidak bisa
BAK sejak 3 bulan yang lalu, pasien masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari
sebagai pengawas pabrik tanpa keluhan. Riwayat penyakit sistemik : DM (-), asma (-).
Riwayat alergi (-).
Riwayat pengobatan:
Pasien mendapat pengobatan terapi Captopril 2x25mg, nivedipine 1x10mg, dan
valsartan 1x80mg.
Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien memiliki hipertensi sejak 2 bulan yang lalu dan berobat teratur dengan fluktuasi
130-170 mmHg / 80-100 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat operasi Open
vesicolitotomy dengan GA tanpa komplikasi pada tahun 1996, dan operasi yang kedua
pada tahun 1999 dengan Herniotomy (D) dengan RA-BSA tanpa komplikasi.

17

Riwayat keluarga:
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
Riwayat sosial:
Pasien adalah seorang pensiunan pengawas pabrik,dan belum menikah,riwayat merokok
sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum (01 Maret 2012)
Status Present :
KU

: sedang

Gizi

: baik

Kesadaran

: GCS E4V5M6

Tekanan Darah

: 150/90 mmHg

Respirasi

: 16x/menit

Nadi

: 54x/menit

Temperatur axila : 36,6 C


Leher

: JVP PR + 3 cmH2

Pemeriksaan Fisik Khusus


Status Lokalis :
SSP : GCS E4V5M6, Reflex Pupil +/+ bulat reguler
Respirasi : Nafas spontan 16x/menit, Vesikuler +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/Kardiovaskuler : TD 150/90 mmHg, Nadi 54/menit , S1S2 tunggal, irregular, murmur
(+)
Gastrointestinal : Distensi (-), Bising Usus (+) normal, Meteorismus (-), Nyeri tekan (-),
Ballotement (-/-), Nyeri ketok costovertebral angle tidak dapat dievaluasi, Hepar tidak
teraba, Lien tidak teraba
Urogenital : Terpasang DK, produksi urin (+)
Musculoskeletal : Fleksi/defleksi leher dalam batas normal, Mallampati II, gigi palsu (+)
atas bawah.

18

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Complete Blood Count
Parameter
WBC (103/L)
RBC (106/L)
HGB (mg/dL)
HCT (%)
PLT ((103/L)

Nilai
Rujukan
4,1-11
4,5-5,9
13,5-17,5
41-53
150-440

Waktu Pemeriksaan
2/3
6,70
4,17
12,50
35,60
219,00

Kimia Klinik
Parameter
SGOT
(U/L)
SGPT (U/L)
BUN
(mg/dL)
Creatinin
(mg/dL)
Albumin
(g/dL)
Glukosa
Darah
Sewaktu
(mg/dL)
Natrium
(mmol/L)
Kalium
(mmol/L)
As
urat
(mg/dL)
HDL direk
(mg/dL)
LDL
(mg/dL)
Trigliseride
(mg/dL)
LDH (U/L)

Nilai
Rujukan
11-33

Waktu Pemeriksaan
2/3
14,90

11-50
8-23

10,60
20,00

0,7-1,2

1,62

3,4-4,8

3,93

70-140

110,00

136-145

143,00

3,5-5,1

3,70

2-7

7,10

40-65

60

<100

112,6

<150

77

240-480

437

Thorax PA 2-3-2012
Cor

: CTR 53%
19

Kesan cardiomegali

EKG 2-32012
PAC (Premature Atrial Contraction)
RBBB Contraction
ECHOCARDIOGRPHY: 2-3-2012
Mitral valve: MR moderate
Tricuspid valve: TR mild
Aortic valve: AR mild
Pulmo valve seen normal
Mild LA dilatation
Moderate LV dilatation
Severe LVH
Mild LV diastolic dysfunction
Normal LV systolic dysfunction
Diagnosis :
Sesuai dengan HHD
Secondary: MR moderate, TR mild, AR mild
USG Urologi 2-3-2012
Buli tampak batu 4 buah, 1,7cm, 1,89 cm, 1,64cm, dan 1,74 cm
Prostat membesar ukuran 4,64cm x 5,24cm
3.5 Diagnosis
Batu buli-buli + BPH
HHD / FC I

HT St.1
PAC
RBBB Complete

3.6 Penatalaksanaan

TS Interna:
IVFD NS 0,9% 8tpm
asam folat 2x2 mg
paracetamol 3x750 mg PO

Cardio:
asetosal 1x80 mg
20

captopril 3x25 mg
simvastatin 20mg 0-0-1

21

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 72 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 1 Maret 2012. Pasien rujukan RSU
Singaraja untuk dilakukan TUR prostat dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 3 bulan yang
lalu, pasien masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai pengawas pabrik tanpa
keluhan.
Pasien memiliki hipertensi sejak 2 bulan yang lalu dan berobat teratur dengan
fluktuasi 130-170 mmHg / 80-100 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat operasi Open
vesicolitotomy dengan GA tanpa komplikasi pada tahun 1996, dan operasi yang kedua pada
tahun 1999 dengan Herniotomy (D) dengan RA-BSA tanpa komplikasi.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 2 Maret 2012 ditemukan kesadaran compos mentis,
dengan GCS E4V5M6, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 54x/menit, respirasi rate
16x/menit, JVP PR +3 cm H2O. Pada penyakit jantung hipertensi, pasien bisa tampak tidak
memiliki keluhan kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar. Tekanan sistolik bisa
normal atau lebih tinggi, tekanan diastolik arteti bisa meningkat akibat vasokonstriksi perifer.
Tekanan vena jugularis pada tahap awal bisa normal saat istirahat namun bisa menjadi
abnormal saat diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen.
Pemeriksaan penunjang ditemukan kadar hemoglobin 12,50 mg/dL (normal 13,5-17,5
mg/dL). Anemia dapat memperburuk penyakit jantung hipertensi karena akan menyebabkan
meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jairngan.
Pemeriksaan EKG tanggal 2 Maret 2012 ditemukan Premature Atrial Contraction (PAC)
dan RBBB Contraction. Dampak diagnostik EKG untuk penyakit jantung hipertensi cukup
rendah dan gambaran EKG normal hampir selalu menyingkirkan diagnosis penyakit jantung
hipertensi. Pemeriksaan echocardiografi yang paling penting dinilai adalah penilaian left
ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya reodeling ventricel kiri dan perubahan pada
fungsi diastolik.
Perawatan yang didapatkan pasien ini adalah:

INT:
MRS
IVFD NS 0,9% 8tpm
asam folat 2x2 mg
paracetamol 3x750 mg
Cardio:
asetosal 1x80 mg
22

captopril 3x25 mg
simvastatin 20mg 0-0-1

Asetosal memberikan efek antikoagulan. Anti koagulan seperti warfarin dan aspirin
efektif dalam mengurangi resiko stroke dibandingterapi antiplatelet. Warfarin lebih efektif
dibandingkan aspirin pada pasien dengan gagal jantung karena resiko perawatan kembali
dengan aspirin lebih besar.
Pemberian ACE inhibitor (captopril) dapat memperbaiki fungsi ventrikel, menurunkan
angka masuk rumah sakit dan meningkatkan angka keselamatan. Dosis captopril adalah 6,25
mg untuk starting dan 50-100 mg sebagai dosis target. Saat pemberian ACEI harus
diperhatikan ada tidaknya perburukan fungsi ginjal. Peningkatan urea dan kreatinin tidak
dianggap penting secara klinis kecuali jika peningkatannya cepat dan bermakna. Jika
peningkatan creatinin lebih dari 50% dari base line atau meningkat hingga 3,5 mg/dL atau
diatasnya, stop ACEI secepatnya dan monitor kimia darah. Hiperkalemia erat kaitannya
dengan penggunaan agen lain seperti suplementasi kalsium. Jika kadar kalsium meningkat di
atas 5,5 mmol/L turunkan dosis ACEI setengahnya dan monitor ketat kimia darah.
Simvastatin merupakan obat untuk mengontrol peningkatan kolesterol. Obat ini umum
digunakan sebagai pengobatan dislipidemia dan pencegahan penyakit kardiovaskuler.

DAFTAR PUSTAKA

23

Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available
from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm. Accessed at Desember 3, 2008

2
3

Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h. 245
Panggabean M.(2002). Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: EGC

Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008). Available


from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm.

accessed at Desember 3, 2008

Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of Internal


Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241

Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442

Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,


Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.p.1654-55

24

Anda mungkin juga menyukai