Anda di halaman 1dari 81

MAKALAH HUKUM PERDATA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Sehingga kami dapat menyusun makalah tentang
Hukum Perdata Indonesia. Dengan menyelesaikan makalah ini semoga dapat
berguna bagi para pembaca, serta teman- teman sekalian. Hukum perdata
indonesia merupakan hukum perdata milik bangsa indonesia yang berinduk pada
Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPdt) atau Burgerlijk Wetboek (BW).
Sedangkan ketentuan KUHPdt itu sudah dicabut dan diganti dengan undang
undang Indonesia , sedangkan sebagian lainnya masih berlaku , walaupun ada
anggapan bahwa keberlakunay itu tidak secara mutlak . Hal ini disebabkan karna
KUHPdt sekarang dianggap tidak lebih dari himpunan peraturan hukum tidak tertulis
. Dengan demikian semoga makalah ini dapat berguna bagi para mahasiswa dalam
kelancaran proses belajarnya.

Yogyakarta, 15 Juni 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................1.
Kata Pengantar...........................................................2
Daftar Isi.....................................................................3
Bab I Pendahuluan...................................................4
A.

Latar Belakang....................................5

B.

Rumusan Masalah................................6

C.

Tujuan....................................................7

Bab II Pembahasan......................................................8
Bab III Penutup.......................................................9
Daftar Pustaka............................................................10

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG MASALAH.

Dapat mengetahui pengertian ,dasar, pembentukan , dan berlakunya hukum


perdata . Hal ini mengingat keadaan hukum perdata yang berlaku diindonesia , baik
sebelum maupun sesudah indonesia merdeka.
Dengan demikian , pembahasan mengenai istilah dan pengertian hukum perdata,
luas lapangan ,hukum perdata material, sumber hukum perdata ,sejarah terjadinya
KUHP,berlakunya KUHP di dindonesia ,sistematika hukum perdata , subyek hukum,
domisili hukum , catatan sipil ,perkawinan, harta dalam perkawinan,putusnya
perkawinan, tempat dan mengatur hukum kebendaan dan lain-lain.
B.

RUMUSAN MASALAH.

Kita dapat mengetahui pengertian dan istilah hukum perdata itu seperti apa?
Apasaja yang mengatur hukum tentang orang?
Hukum keluarga itu seperti apa?
Dan dapat mengetahui hukum kebendaan dan hukum perikatannya?

C.

TUJUAN.

Agar dapat mempermudah dalam belajar mahasiswa dalam mengetahui hukum


perdata.

BAB I
PEMBAHASAN
HUKUM PERDATA
1.

Istilah dan pengertian hukum perdata

Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yangmengatur hubungan hukum


antara orang yang satu dan orang yang lain.
Terdapat beberapa unsur yaitu :
1.

Peraturan Hukum

2.

Hubungan Hukum

3.

Orang

Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam
kitab undang-undang hukum perdata (BW),kitab undang-undang hukum dagang
(WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang tambahan
lainnya.
Hukum perdata dalam arti sempit adalah hukum perdata sebagaimana terdapat
dalam kitab undang-undang hukum perdata (BW).Subekti mengatakan hukum
perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil,yaitu segala hukum
pokok yang mengatur kepentingan perseorangan.Hukum perdata ada kalanya
dipakai dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang.
Soedawi Masjchoen sofwan mengatakan hukum perdata yang diatur dalam
KUHperdata disebut hukum perdata dalam arti sempit.Sedangkan hukum perdata
dalam arti luas termasuk didalamnya hukum dagang.

2.

Luas lapangan hukum perdata

Peraturan hukum

Peraturan hukum adalah rangkaian ketentuan mengenai ketertiban .Peraturan ada


tertulis dan ada tidak tertulis.Hukum artinya segala peraturan.Isyilah perdata
berasal dari bahasa samgsekerta yang berarti warga (burger),pribadi
(privaat),sipil,bukan militer (civiel).Hukum perdata artinya hukum mengenai
warga,pribadi,sipil,berkenan dengan hak dan kewajiban.

Hubungan Hukum

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum.Hubungan yang


diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban warga,pribadi yang yang Satu
terhadap warga,pribadi lain dalam hidup bermasyarakat.

Orang(persoon)

Orang(persoon) adalah subjek hukum,yaitu pendukung hak dan kewajiban


.Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi dan badan
hukum.Manusia pribadi dan badan hukum mungkin warga negara negara indonesia
dan mungkin juga warga negara asing.

3.

Hukum perdata material indonesia

Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat.Hukum mengatur hak


dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara
melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu.Hukum perdata yang
mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut hukum perdata
material.
Hukum perdata material memuat dan mengatur segala persoalan mengenai :

Orang sebagai pendukung hak dan kewajiban (personenrecht)

Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil (familierecht)

Harta kekayaan (vermogensrecht)

Pewarisan (erfrecht)

1.
4.

Sumber-sumber hukum perdata

Arti sumber hukum

Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata ialah asal mula hukum
perdata,atau tempat di mana hukum perdata ditemukan .Asal mula itu menunjuk
kepada sejarah asalnya dan pembentukanya.Sedangkan tempat menunjuk
kepada rumusan-rumusan itu dimuat dan dapat dibaca.

Sumber dalam arti formal

Sumber dalam arti sejarah asalnya hukum perdata adalah hukum perdata buatan
pemerintah kolonial belanda yang terhimpun dalam B.W. (KUHPdt).Berdasarkan
aturan peralihan UUD45.
Sumber dalam arti pembentukanya adalah pembentuk undang-undang
berdasarkan UUD45. Uud 45 ditetapkan oleh rakyat Indonesia ,yang di dalamnya
termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan itu, B.W. (KUHPdt)
dinyatakan tetap berlaku.Ini berarti pe,bentuk UUD Indonesia ikut menyatakan
berlakunya B.W.(KUHPdt.).
Sumber dalam arti asal mula (sejarah asal dan pembentuk) ini disebut
sumber dalam arti formal.

Sumber dalam arti material

Sumer dalam arti tempat adalah staatsblad atau lembaran Negara dimana
rumusan ketentuan undang-undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum.
Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W.(KUHPdt), L.N. 1974-1 memuat undang-undang
perkawinan, dll. Selain itu,keputusan hakim yang disebut Yurispudensi juga
termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata bentukan hakim dapat
dibaca. Misalnya Yurispudensi Mahkamah Agung mengenai warisan,mengenai
badan hukum,mengenai hak atas tanah,dan lain-lain.Sumber dalam arti tempat
disebut sumber dalam arti material
Sumber hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas
peninggalan zaman kolonial dahulu,terutama terdapat dalam staatsblad.Sedangkan
yang lainnya sebagian besar Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. dan sebagian kecil
saja adalah lembaran nrgara R.I. yang memuat hukum perdata nasional R.I.

5.

Sejarah terjadinya KUH perdata (BW)

Hukum Perdata Belanda

Hukum perdata belanda berasal dari hukum perdata prancis,yang berinduk


pada Code Civil Prancis.pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte Prancis
pernah menjajah Belanda dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda.Kemudian
setelah Belanda merdeka dari kekuasaan prancis,Belanda menginginkan

pembentukan kitab undang-undang hukum perdata sendiri yang lepas dari


pengaruh kekuasaan prancis.
Keinginan belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan kodifikasi hukum
perdata Belanda.Pembuatan kodifikasi tersebut selesai pada tanggal 5 juli 1830 dan
direncanakan diberlakukan pada tanggal 1 februari 1831.Tetapi dalam bulan
Agustus 1830 terjadi pemberontakan do daerah bagian selatan Belanda,yang
memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang sekarang disebut kerajaan
Belgia.Karena pemisahab Belgia ini,berlakunya kodifikasi ditangguhkan dan baru
terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838.
Meskipun B,w. Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda,Isi
dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.Menurut Prof.Mr.J.
Van Kan, B.W. adalah saudara dari Code Civil,hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

Hukum perdata Indonesia

Karena Belanda pernah menjajah Indonesia,maka B.W. Belanda ini diusahakan


supaya dapat diberlakukan pula di Hinda Belanda pada waktu itu.Caranya ialah
dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan B.W.
Belanda. Denagan kata lain B.W. Belanda diberlakukan juga di Hindia Belanda
berdasarkan asas konkordansi (persamaan). B.W. Hindia
Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846,yang diundangkan melalui
staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka,berdasarkanaturanperalihan UUD45,maka B.W.
HindiaBelandtetapdinyatakanberlakusebelumdigantikanolehundangundangbaruberdasarkanUndangUndangDasarini.B.W.HindiaBelandainidisebutkitabUndng-UndngHukumperdata
Indonesia
Sebagaiinduk hokum perdata Indonesia.
Yang dimaksuddenganhukumperdata Indonesia adalahHukumperdata
yang baerlaku di
Indonesia.Hukumperdata di indoesiaadalahhukumperdatabarat(Belanda),yang
berindukpada
KitabUndang-UndangHukumPerdata(KUHPdt), yang
dalambahasaaslinyadisebutBurgerlijk

Wetboek (B.W). BurgerlijkWetboek (B.W) iniberlaku di


HindiaBelandadulu.Sebagianmateri
B.W. (KUHPdt) inisudahdicabutberlakunyadanidigantidenganundang-undang R.I.
misalnya
Mengenaiperkawinandanhak-hakkebendaan(bukuIdan II ).
Di sampingKUHPdt,hukumperdata Indonesia itumeliputijugaperundngundangan
HukumperdatabuatanpembentukUndangUndangRepublikIndonesia,misalnyaUndangUndangperkawinan No.1 Tahun 1974, Undag-UndangpokokAgraria No.5 Tahun 1960,
Keputusanpresiden No. 12 Tahun 1983 tentangpenataandanpeningkatanpembinaan
Penyelenggaraancatatansipil.Dengandemikianjelaslahrumusanhukumperdata
Indonesia.

B.W.(KUHPdt) sebagaiHimpunanHukumtakTertulis

B.W HindiabelandadiperuntukkanbagipendudukgolonganErophdan yang


dipersamakan
berdasarkan pas l 131. IS. Jo.163 IS. Setelah
Indonesiamerdeka.Keberlakuanuntukwarga
Negara Indonesia keturunanErophdan yang
dipersamakanterusberlangsung.Keberlakuan
yangdemikianadalah formal berdasarkanaturanperalihan UUD45.
Dalam Negara Indonesia merdekaberlakunya hokum perdatasemacaminijelasberbau
kolonial yang membeda-bedakanwarga Negara Indonesia
berdasarkanketurunannya.
disampingitumemangmateri yang diaturdalam B.W. (KUHPdt) sebagianada yang
tidaksesuai
denganpancasiladasar Negara danpandanganhidupbangsaIndonesia,dantidaksesuai
denganaspirasi Negara danbangsamerdeka.

Hukumperdatanasional

Hukumperdatanasionaladalahhukumperdata yang diciptakanoleh Indonesia


Merdeka.

v Kriteriahukumpedatanasional
1.

Berasaldari hokum perdata Indonesia

2.

Berdasarpadasistemnilaibudayapancasila

3.

Produk hokum pembentukundang-undang Indonesia

4.

Berlakuuntuksemuawargaindonesi

5.

BerlakuuntukseluruhwilayahIndonesia

6.

Berlakunya KUH perdata (BW) di Indonesia

Berlakunyaartinyaditerimauntukdilaksanakan.Berlakunyahukumperdataartinya
Diterimanya hokum
perdatauntukdilaksanakan.Adapundasarberlakunyahukumperdata
Adalahketentuanundng-undang,perjanjian yang dibuatolehpihakpihak,dankeputusan
Hakim.Realisasikeberlakuanituadalahpelaksanaankewajibanhokum,yaitumelaksanak
an
Perintahdanmenjauhilarangan yang ditetapkanolehhukum.Kewajibanselaludiimbangi
Denganhak.
KetentuanUndang-Undang
Berlakunyahukumperdatakarenaketentuanundang-undang.Artinyaundang-undang
Yang menetapkanditerimanyakewajibanhukumuntukdilaksnakan.Undangundngmengikat

Semuaorang.Setiap orang wjibmematuhiundang-undang.jikatidakdipatuhi,ituadalah


Pelanggaran.

Berlakunyahukumperdataadabersifatmemaksadanada pula bersifatskarela.besifat


Memaksaarinyakewajiban hokum
harusdlaksanakanbaikdenganbebuatatautidkberbuat.
Jikatidakdilaksanakankepad yang bersangkutandkenakansanksi.

Perjanjianantarapihak-pihak
Hukumperdatajugabrlakukarenaditentukanolehperjanjian.Artinyaperjanjian yang
Dibuatolehpihakpihakitumenetapkanditerimanyakewajibanhukumuntukdilaksanakanoleh
Pihak-pihak.perjanjianmengikatpihak yang
membuatnya.perjanjianberlakusebagaiundangUndangbagipihak-pihak yang
membuatnya.perjanjianharusdilaksanakandenganitikadbaik
Perjanjianmenciptakanhubungan hokum antarapihak-pihak yang membuatnya.
Hubunganitumengandungkewajibandanhak yang bertimbalbaikantarapihak-pihak.
Hubunganhukuminiterjadikarenaperistiwahukum yang berupaperbuatanperjanjian,
Misalnyajualbeli,sewamenyewa,tukar-menukar,hutang-piutang.

Keputusan hakim
Hukumprdatajugaberlakukarenaditetapkanoleh hakim melaluiputusannya.hal in
Dapatterjadikarenaadaperbedaanpendapatatuperselisihanmengenaipelaksanaan
Kewajibandanhak yang ditetapkanoleh hokum perdata.Untukmenyelesaikandan
Menetapkansiapasebenarnyaberkewajibandanberhakmenurut hokum perdata,
Lalu hakim karenajabatannyamemutuskansengketaituataspermohonanpihak yang
Berkepentingan.keputusan hakim inilah yang menetapkanditerimanyakewajibandan

Hakolehmereka yang bersengketaitu.


Putusanhkimselalubersifatmemaksa ,artinyajikaadapihak yang tidakmematuhinya,
Hakim dapatmemerintahkanpihak yang
bersangkutansupayamematuhinyadengankesadaran
Sendiri.jikamasihtidakdipatuhi,Hakimdapatmelaksanakanputusannyadengankekeras
an,bila
Perludenganbantuanalatnrgara,misalnyapolisi.

Akibatberlakunyahukumperdata
Sebagaiakibatberlakunyahukumperdataialahadanyapelaksanaan,pemenuhan,
Realisasikewajibanhukumperdata.

7.

Sistematikahukumperdata

Sistematika hukumperdatadalam KUH perdata (BW)


Kitabundang-undanghukumperdata (BW) Indonesia terdiridariempatbukusebagai
Beikut :
1.
BukuI,yangberjudul perihal orang(van persoonen),memuat hokum
perorangan
Dan hokum kekeluargaan.
2.
BukuII,yangberjudul perihalbenda(van zaken),memuat hokum bendadan
hokum
Waris.
3.
BukuIII,yangberjudul perihalperikatan(van verbinennisen),memuat hokum
harta
Kekayaan yang berhubungandenganhakdankewajiban yang berlakubagi orangorang ataupihak-pihaktertentu.

4.
BukuIV,yangberjudul perihalpembuktiandankadaluwarsa(van bewjis en
verjaring),memuatperihalalat-alatpembuktiandanakibatakibatlewatwaktuterhadaphubungan-hubungan hokum.

Sistematika hokum perdatamenurutilmupengetahuan


Menurutilmupengetahuan,hukuperdatasekaranginilazimdibagidalamempat
Bagian,yaitu :
1.
Hukumtentang orang atau hokum perorangan (persoonrecht)yang antantara
lain mengaturtentang:
a.

Orang sebagaisubjek hokum

b.
Orang dalamkecakapannyauntukmemilikihakhakdanbertinadaksendiriuntukmelaksanakanhak-haknyaitu.
2.
ukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht)yang memuat antara
lain :
a.
Perkawinan,perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya
seperti hukum harta kekayaan suami dan istri.
b.
Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang
tua (ouderlijk macht).
c.

Perwalian (voogdij)

d.

Pengampunana (curatele)

3.
Hukum kekayaan atau hukum harata kekayaan (vermogensrecht) yang
mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan
uang.Hukum harta kekayaan ini meliputi :
a.

Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.

b.
Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau
suatu pihak tertentu saja.
4.
Hukum waris (etfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang
jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat )hukum dari hubungan keluarga
terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

BAB II
HUKUM TENTANG ORANG
A.
1.

Orang Sebagai Subyek Hukum


Subyek hukum (orang)

Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.Pendukung hak dan


kewajiban. Itu disebut orang.Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia pribadi
dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subyek hukum dalam arti biologis,
sebagai gejala alam, sebagai mahluk budaya yang berakal, berperasaan, dan
berkehendak.
Badan hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai
gejala dalam
Hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum,
mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia pribadi.Secara prinspil badan
hukum berbeda dengan Manusia pribadi.Perbedaan tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
a.
Manusia pribadi adalah mahluk hidup cipataan Tuhan kehendak,mempunyai
akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati.Sedangkan badan hukum adalah badan
ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibudarkan oleh
pembentukannya.
b.
Manusia pribadi mempunyai kelamin, sehingga ia dapat kawin,dapat
beranak.Sedangkan badan hukum tidak.
c.

Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak.

2.

Pengakuan sebagai sumber hukum

Pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subyek hukum dapat


dilamasihukan sejak ia masih di dalam kandungan ibunya ,asal ia dilahirkan hidup
(pasal 2 KUHPdt).Hal in mempunyai arti penting (relevan) apabila kepentingan anak
itu menghendakinya, mialnya dalam hal menerima warisan, menerima hibah. Asas
ini dapat di ikuti dalam pembinaan hukum perdata nasional.
Dalam pasal 3 KUHPdt dinyatakan bahwa tidak ada satu hukuman pun yang
dapat mengakibatkan kematian perdata (burgerllijke dood) atau kehilangan segala
hak perdata. Ini berarti betapapun kesalahan seseorang ,sehingga ia dijatuhi
hukuman oleh hakim , hukuman hakim tersebut tidak boleh menghilangkan
kedudkukan sebagai pendukung hak dan kewajiban perdata.

1
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum mengakui manusia
pribadi sebagai subyek hukum, pendukung hak dan kewajiban. Dalam pasal 27 ayat
1 UUD 1945 dinyatakan bahwa semua warga negara adalah sama kedudukannya di
dalam hukum. Di negara lain, seperti afrika selatan yang menganut rasdiskriminas,
tidak semua manusia pribadi diakui sebagai subyek hukum.Manusia kulit hitam atau
berwarna tidak diakui sebagai pendukung hak , melainkan hanya sebagai
pendukung kewajiban saja.

3.

Badan hukum

1.

Klasifikasi badan hukum

Badan hukum adalah subjek hukum citptaan manusia pribadi berdasarkan


hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Menurut ketentua
pasal 1653 KUHpdt ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan
eksistensinya, yaitu :
a.
Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa), seperti badanbadan pemerintahan,perusahaan-perusahaan negara.
b.
Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa), seperti perseroan
terbatas,koperasi.
c.
Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang
bersifat ideal, seperti yayasan (pendidikan, sosial, keagamaan, dan lain-lain).
Badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah adalah badan hukum

yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, baik


lembagalembaga negara maupun perusahaan-perusahaan milik negara. Badan
hukum ini
dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang atau dengan peraturan
pemerintah.
apabila dibentuk undang-undang, maka pembentuk badan hukum itu adalah
Presiden
bersama Dewan Perwakilan Rakyat R.I. Apabila dibentuk dengan peraturan
Pemerintah. Maka pembentuk badan hukum itu adalah presiden sebagai
kepala
Pemerintah.
Badan hukum yang diakui oleh pemerintah adalah badan hukum
yang
dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan
pribadi
pembentukannya sendiri. Tetapi badan hukum tersebut mendapat
pengakuan dari
pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan itu diberikan oleh
pemerintah karena
isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan
ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan badan hukum
itu tidak
2
akan melanggar undang- undang. Pengakuan tersebut diberikan oleh
pemerintah
melalui pengesahaan anggaran dasarnya.
Badan hukum yang diprbolehkan adalah badan hukum yang tidak
dibentuk
oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah
menurut

undang-undang, tetapi diperbolehkan karena tujuannya yang bersifat ideal


di biadang
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaanm keagamaan. Badan
hukum ini
selalu berupa yayasan. Untuk mengetahui apakah anggaran dasar badan
hukum itu
tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban
umum,
kesusilaan, maka akta pendirinya yang memuat anggaran dasar harus
dibuat dimuka
notaris, karena notaris adalah pejabat resmi berdasarkan undang-undang.
Badan hukum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu :
a.
Badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh
pemerintah, diberi wewenang menurut hukum publik, misalnya departemn,
Pemerintahan, propinsi, lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, Mahkamah
Agung R.I. dan sebagainya.
b.
Badan hukum privat (keperadatan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh
pemerintah atau swasta,diberi wewenang menurut hukum perdata. Badan hukum
keperadatan ini mempunyai bermacam ragam tujuan keperadatan.

Dilihat dari segi tujuan keperadatan yang hendak dicapai oleh badan hukum
Itu, maka badan hukum keperadatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam,
Yaitu :
a.
Badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, terdiri dari perusahaan
negara, yaitu perusahaan umum (perum), perusahaan perseroan (persero),
perusahaan jawatan (perjan), perusahaan swasta, yaitu Perseroan Terbatas (P.T.).
b.
Badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya,
yaitu koperasi.
c.
Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal dibidang sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kebudayaan, keagamaan. Ada pemisahaan antara kekayaan badan
hukum dan kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah,
yayasan, organisasi keagamaan, wakaf.

2.

Syarat-syarat Pmbentukan Badan Hukum

Dalam hukum perdata tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syaratsyarat material pembentukan badan hukum. Yang ada adalah syarat formal, yaitu
harus dengan akta notaris. Karena tidak ada ketentun demikian, maka menurut Prof.
Meyers (1948) doktrin ilmu hukum menetapkan syarat-syarat itu adalah :
a.

Ada harta kekayaan sendiri

b.

Ada tujuan tertentu

c.

Ada kepentingan sendiri

d.

Ada organisasi yang teratur

Badan hukum itu memiliki harata kekayaan sendiri terpisah sama sekali
dengan harata kekayaan sendiri terpisah sama sekali dengan harata
kekayaan pribadi
anggota, pendiri, atau pengurusnya. Harata kekayaan ini diperoleh dari
pemasukan
para anggota atau pemasukan dari perbuatan pemisahaan pendirinya yang
mempunyai
tujuan mendirikan badan itu. Harata kekayaan ini diperlukan sebagai alat
untuk
mencapai tujuan tertentu dalam hubungan hukum.
Badan hukum itu mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu
bukan tujuan
pribadi anggota atau pendirinya.Badan hukum sebagai pendukung hak dan
kewajiban
melakukan sendiri uasaha mencapai tujuannya. Tujuan tersebut dapat
bersifat
komersial dan dapat pula bersifat ideal.
Badan hukum harus mmpunyai kepentingan sendiri, kepentingan
adalah hak

subjektif yang timbul dari peristiwa hukum, yang dilindungi oleh hukum.
Badan
hukum yang mempunyai kepentingan sendiri dapat menuntut dan
mempertahankan
kepentingan itu terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukum.
Badan hukum adalah satu kesatuan organisasi bentukan manusia
berdasarkan
hukum (rechtsconstructie), yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum
melalui
alat perlengkapan. Alat perlengkapan tersebut merupakan pengurus badan
hukum
yang mempunyai fungsi dan tugas yang diatur didalam anggaran
dasar.Dengan
demikian, badan hukum itu merupakan organisasi yang teratur . Organisasi
yang
teratur adalah unsur esensial bagi badan hukum.
Menurut Prof.Meyers apabila suatu badan yang dibentuk itu
mempunyai
empat syarat yang telah diuraikan diatas, maka badan tersebut dapat
disahkan dan
diakaui sebagai badan hukum. Ia bersetatus sebagai subjek hukum, yang
mempunyai
hak dan kewajiban dalam hubungan hukum.

Empat syarat yang telah diuraikan diatas disebut syarat material


pembentukan
badan hukum. Sedangkan syarat formal adalah pembuatan undang-undang
yang yang
melahirkan badan hukum itu. Dalam akta notaris atau dalam undangundang itu
termuat pula empat syarat material pembentukan badan hukum.

3.

Prosedur Pembentukan Badan Hukum


Pembentukan badan hukum dapat dilihat dengan perjanjian dan dapat pula
dilakukan dengan undang-undang. Pada badan hukum yang dibentuk

dengan
perjanjian, status badan hukum itu diakui oleh pemerintah melalui
pengesahan
anggaran dasar yang termuat dalam akta pendirian. Anggaran dasar itu
adalah
kesepakatan yang dibuatoleh para pendirinya. Misalnya pada perseroan
terbatas,
pada koperasi. Pada badan hukum yang dibentuk dengan undang-undang,
status badan
hukum itu ditetapkan oleh undang-undang, misalnya pembentukan Perum,
Persero,
Perjan, dan lain-lain.

v Pembentukan Persero Terbatas (P.T)


Pembentukan Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
dagang (KUHD). Para pendiri mengadakan kesepakatan yang disusun dalam
anggaran dasar. Anggaran dasar ini dimuat dalam akta pendirian yang
dibuat di muka
notaris (pasal 38 ayat 1 KUHD). Akata pendirian yang suadah disahkan dan
sudah
didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri yang berwenang. Akata
pendirian
yang sudah disahkan dan sudah didaftarkan itu kemudian diumumkan
dalam berita
negara/tambahan berita negara (pasal 38 ayat 1 kalimat kedua KUHD).
Status badan
badan hukum diperoleh sejak pengumuman tersebut.

v Pembentukan Persekutuan Komanditer (C.V)


Persekutuan komanditer adalah persekutuan yang dapat berbadan hukum
dan dapat pula tidak berbadan hukum. KUHD tidak mengatur status badan
hukum
C.V. Karena itu bagi C.V. yang hendak memperoleh pengakuansebagai
badan hukum
ditundukkan pada Stb.1870-64 tentang pengakuan vadan hukum ialah
dengan
pengakuan tersebut diberikan melalui pengesahan akta pendirian (yang
berisi
anggaran dasar) yang dibuat muka notaris. Akata pendirian yang yang
sudah disahkan
itu didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri yang berwenang. Akata
pendirian
yang sudah disahkan dan sudah didaftarakan itu kemudian diumumkan
dalam Berita

Negara/Tambahan Berita Negara.Status badan hukum diperoleh sejak


pengumuman
tersebut.
v Pembentukan kopersai
Pembentukan koperasi diatur dalam undang-undang No.12 tahun 1967 tentang
Pokok-pokok perkoprasian. Para pendiri mengadakan kesepakatan, yang
disusun
dalam anggaran dasar. Anggaran dasar ini dimuat dalam akta pendirian.
Akta
pendirian ini disampaikan kepada pejabat koperasi untuk memperoleh
pengesahan
untuk memperoleh oleh pejabat atas nama menteri koperasai. Akta
pendirian yang

sudah disahkan itu kemudian didaftarkan dalam daftar khusus untuk itu .
Tanggal
pendaftaran akta pendirian itu berlaku sebagai tanggal resmi berdiri
koperasi badan
hukum.Pejabat mengumumkan pengesahan koperasi itu didalam berita
negara.
v Pembentukan yayasan
Mengenai yayasan dan organisasi keagamaan sebagai badan hukum tidak
Mendapat pengaturan dalam undang-undang.Tetapi yuriprudendi (praktek
hukum)
Dan kebiasaan indonesia,yayasan didirikan oleh pendirinya dengan
menyusun
Anggaran dasar yang dimuat dalam ankta pendirian dan dibuat dimuka
notaris.
Tegasnya yayasan didirikandengan akta notaris.Status badan huku yayasan
Diperoleh sejak didirikan dengan akta notaris itu.Pendaftaran kepaniteraan
Pengadilan negeri dan pengumuman dalam berita negara tidak diwajibkan.
Disamping syarat formal berupa skta nitaris,Pendirian yayasan
memerlukan
Syarat-syarat material yaitu :
1.

Harus ada pemisahan kekayaan yayasan dan kekayaan pribadi pengurus

Yayasan;
2.

Harus ada tujuan tertentu yang bersiafat ideal;

3.

Harus ada kepntingan yayasan;

4.

Harus ada organisasi yang dipimpin oleh pengurus yayasan;

B.

DOMISILI

1.

Devinisi

Domisili(tempat tinggal) adalaht empat di mana seseorang tinggal berkedudukan


serta mempunyai hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal
:wilayah/daerahdanberupa rumah kediaman /kantor yang berada dalam wilayah /
daerah tertentu.:

-Tempat tinggal manusia pribadi : tempat kediaman.


-Tempat tinggal badan hukum : tempat kedudukan.
-Tempat tinggal : alamat.

2.

Hak dan Kewajiban

Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut hukum.Hak dan
kewajiban dapat timbul dalam bidang hukum public maupun hukum perdata.Hak
dan kewajiban bidang hukum publik misalnya :
1.
Hak mengikuti pemilihan umum ,hak suara dapat di berikan di TPS yang
bersangkutan tinggal/beralamat.
2.
Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan dapat dipenuhi ditempat
dimanapun yang bersangkutan tinggal/beralamat
3.
Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor dapat dipenuhi dimanapun
yang bersangkutan tinggal/beralamat ,karena kendaraan bermotor didaftarkan
mengikuti alamat pemiliknya.
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya :
1.
Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran ,debitur wajib
membayar di tempat tinggal kreditur.(hak kreditur dipenuhi di tempat tinggalnya
sesuai dengan pasal 1393 ayat 2 KUHPdt)
2.
Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegang (kreditur) ditempat
tinggal/beralamat debitur sesuai dengan pasal 137 KUHD,berarti kreditur
(pemegangwesel/cek) harus datang kekantor debitur/bank untuk memperoleh
pembayaran. Debitur hanya membayar di kantornya bukan di tempat lainnya.
3.
Debitur berhak menerima kredit dari kreditur/bank di kantor kreditur
,demikian juga kewajiban membayar kreditd ilakukan di kantor kreditur.

3.

Status Hukum

Status hukum seseorang juga menentukan tempat tinggalnya sehingga akan


menentukan hak dan kewajiban menurut hukum. (contohnya tempat tinggal
seorang istri
ditentukan oleh permufakatan dengan suaminya, dengan demikian hak dan
kewajiba
hukum mengikuti tempat tinggal yang ditentukan. Tempat tinggal anak dibawah
umur ditentukan oleh tempat tinggal orang tuanya, dengan demikian hak dan
kewajiban anak ditentukanoleh tempat tinggal orang tuanya. Perjanjian juga
menentukan tempat tinggal atau tempat kedudukan ,dengan demikian hak dan
kewajiban mengikuti tempat tinggal/alamat yang dipilih berdasarkanperjanjian.
4.

Jenis tempat tinggal

Dari segi terjadinya peristiwa hukum tempat tinggal dapat digolongkan menjadi 4
jenis:
1.

Tempat tinggal yuridis.

Terjadi karena peristiwa hukum kelahiran, perpindahan / mutasi. Tempat tinggal


yuridis dibuktikan oleh KTP / bukti lain. Jika perisiwa itu hukum perbuatan , hukum
pembentukan badan hukum , maka tempat kedudukan dibuktikan oleh akta
pendirian (anggaran dasar). Tempat tinggal yuridis adalah tempat tinggal utama.
2.

Tempat tinggal nyata

Terjadi karena peristiwa hukum keberadaan yang sesunggunhnya. Umumnya


dibuktikan dengan kehadiran selalu di tempat itu. Tempat tinggalnya / hukum
sifatnya sementara, karena adanya perbuatan / keperluan tertentu yang tidak terus
menerus untuk jangka lama. Misalnya : seseorang mahasiswa yang mempunyai
KTP Jakarta ber-KKN di desaKetapang Lampung Utara selama 3 bulan, sehingga ia
bertempat tinggal di Ketapang.

3.

Tempat tinggal pilihan

Terjadi karena peristiwa hukum membua tperjanjian, dan tempat tinggal itu dipilih
oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Tempat tinggal dibuktikan oleh akta
otentik yang dibuat di notaris, misalnya: perjanjian ditentukan tempat yang dipilih
ialah kantor Pengadilan Negeri Kelas 1 Tanjungkarang.

4.

Tempat tinggal ikutan (tergantung).

Terjadi karena peristiwa hukum / keadaan status hukum seseorang , yang


ditentukan oleh undang - undang, misalnya:

a.
Tempat tinggal istri sama dengan tempat tinggal suami (pasal32 UU No.1
tahun1974)
b.
Tempat tinggal anak mengikuti tempat tinggal orangtua (pasal 47 UU No. 1
tahun 1974)
c.
Tempat tinggal orang di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal
pengampunya / wali ( pasal 50 UU No. 1 tahun 1974)
Pembuktiannya melalui akta perkawinan , KK / KTP orangtua ,putusan pengadilan
tentang penunjukan wali pengampu. Kelangsungan tempat tinggal ikutan
(tergantung) / dihentikan apabila status hukum yang bersangkutan berubah.
5.

Arti penting tempat tinggal

Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang atau badan hukum ialah
dalam pemenuhan hak dan kewajiban, penentuan status hukum seseorang dalam
lalu lintas hukum , dan berurusan dalam pengadilan.
Tempat tinggal menentukan apkah seseorang itu terikat untuk memenuhi
hak dan kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum. Tempat tinggal juga
menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan, apakah
ia dalam keadaan belum dewasa , apakah ia dalam keadaan berwenang berbuat .
tempat tinggal juga menentukan apabila seseorang berurusan atau berpekara
dimuka pengadilan negeri / pengadian agama berwenang menyelesaikan perkara
perdata adalah daerah hukumnya yang meliputi tempat tinggal tergugat ( pasal 118
HIR ).

6.

Kewenangan berhak dan berbuat

1.

Kewenangan Berhak

Hukum perdata mengatur tentang hak keperdataan .Dalam hukum perdata setiap
manusia pribadi mempunyai hak yang sama ,setiap manusia pribadi berwenang
berhak ,tetapi tidak setiap manusia pribadi berwenang untuk berbuat. Bahwa
setiap orang berwenang berhak , karena dalam hukum sanksi hanya berlaku dan
diterapkan pada kewajiban bukan pada hak. Kewenangan berbuat pada hakikatnya
adalah melaksanakan kewajiban. Orang yang melalaikan kewajiban dapat
dikenakan sanksi, sedangkan orang yang melalaikan haknya tidak apa-apa.

Manusia pribadi mempunyai kewenangan berhak sejak ia dilahirkan bahkan


sejak dalam kandungan ibunya,asal ialah hidup apabila kepentingan menghendaki
pasal 2 KUHPdt. Kewenangan berhak berlangsung hingga akhir hayat.
Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat ditiadakan oleh suatu
hukuman apapun. Hal ini ditentukan dalam pasal 3 KUHPdt yang menyatakan
bahwa tidak ada suatu hukuman apapun yang dapat mengakibatkan kematian
perdata atau kehilangan hak-hak perdata seseorang.
Hak perdata merupakan hak asasi yang melekat pada diri pribadi setiap orang.
Hak perdata adalah identitas manusia pribadi yang tidak dapat hilang atau lenyap
apabila yang bersangkutan meninggal dunia.Contoh hak perdata ialah hak
hidup,hak untuk kawin,hak untuk beranak (bagiwanita), hak waris dll.
Hak perdata berbeda dengan hak public, hak publik dapat hilang atau lenyap
apabila Negara menghendakinya demikian hak publik ada karena diberikan oleh
Negara, sedangkan hak perdata diberikan oleh krodat. Contoh hak publik : hak
memilih dan dipilih dalam pemilu, hak menjadi anggota ABRI, hak menjadi pegawai
negeri, dll.

2.

Kewenangan berbuat

Faktor yang membatasi wenang yaitu umur, kesehatan, danperilaku. Wenang


berbuat ada 2 yaitu:
a.
Cakap mampu berbuat karena memenuhi syarat hukum (bekwaam,capable),
kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat hukum
(bekwaambheid,capacity)
b.
Kuasa atau berhak berbuat karena diakui oleh hukum walaupun tidak
memenuhi syarat hukum (bevoegd,competent), kekasaan /kewenangan berbuat
(bevoegdheid,competence).
Pada dasarnya setiap orang dewasa adalah cakap atau mampu melakukan
perbuatan hukum karenamemenuhisyaratumurmenuruthukum.tetapiapabila orang
dewasa dalam keadaan sakit atau gila, tidak mampu mengurus dirinya sendiri karna
boros makaiya disamakan dengan orang belum dewasa dan
(onbekwaam,incapable,pasal 330 KUHPdt) perbuatan hukum yang dilakukan oleh
orang yang .perbuatanhukum yang tidak sah dapat dimintakan pembatalan melalui
hakim ( Vernietigbaar)
Kepentingan orang yang tidak cakap atau tidak mampu melekukan
perbuatan hukum diurus oleh pihak yang mewakilinya.kepentingan yang belum
dewasa diurus oleh orang tuanya pasal 47 uu no 1 tahun 1974 yang ada dibawah
perwakilan diurus oleh walinya pasal 50 uu no 1 tahun 1974.kepentingan orang

dewasa yang dibawah pengampuan diurus oleh wali pengampuny apasal 433
KUHPdt.
Ada juga perbuatan hukum tertentu dapat dilakukan oleh orang yang belum
dewasa karena diakui oleh hukum misalnya anak wanita yang berumur 16 tahun
dan anak pria yang berumur 19 tahun dapat melakukan perkawinan walaupun
mereka belum dewasa, karena sesuai dengan pasal 7 ayat 1UU no 1 tahun 974
Orang yang berumur 18 tahun berwenang membuat surat wasiat, karena
hukum memberi hak dan mengakui perbuatan itu sesuai dengan pasal 897 KUHPdt
demikian juga anak yang belum dewasa berwenag menabung dan menerima
kembali uang tabungannya sesuai dengan pasal 7 Stb.1934-653.
Ada juga orang dewasa yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum
misalnya, seorang penyewa rumah tidak berwenang menjual rumah yang
disewanya kepada pihak lain karena rumah itu bukan miliknya,. Tetapi apabila ia
memperoleh kuasa atau diberi hak oleh pemiliknya untuk menjual rumah maka ia
berwenang melakukan perbuatan hukum menjual rumah tersebut karena diakui
oleh hukum walaupun rumah itu bukan miliknya. Jadi walaupun orang dewasa
belum tentu melakukan perbuatan hukum.
7.

KEDEWASAAN DAN PENDEWASAAN

1.

Menurut Konsep Hukum Perdata Barat

Istilah kedewasaan yaitu menunjuk kepada keadaan suadah dewasa. Sedangkan


pendewasaan Yaitu menunjuk pada keadaan belum dewasa oleh hukum dinyatakan
sebagai dewasa. Untuk mengetahui dewasa atau belum dewasa sesuai dalam pasal
330 KUHPdt, Stb.1924-556, Stb.1931-54.Sedangakan pasal 330 KHUHPdt belum
dewasa (minderjarig) adalah belum berumur 21 tahun dan belumpernah kawin.
Apabila mereka yang kawin sebelum 21 tahun itu bercerai, Mereka tidak kembali
dalam keadaan belum dewasa.Dalam Staatsblad berlaku bagi orang timur asing
berlaku bagi orang timur asing. Sesuai dengan ketentuan diatas bahwa a contrario
orang dewasa (meerderjarig) yaitu istilah dewa (meerderjarig) berarti sudah
berumur 21 tahun dan belum berumur 21 tahun tetapi sudah
kawin. Keadaan dewasa memenuhi syarat undang-undang disebut kedewasaan
orang dewasa atau kedeasaan cakap atau mampu (bekwaam,capable) mampu
melakukan perbuatan hukum misal membuat perjanjian ,melakukan
perkawinan,membuat surat wasiat. Faktor yang memenuhu atau membatasinya
misalnya sakit ingatan, keadaan dungu , pemborosan sesuai pasal 433 jo.Pasal
1330 KUHPdt.Sesuai dengan kenyataan diatas bahwa B.W atau KUHPdt memakai
kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewsa tetapi pada
kenyataannya walaupun belum berumur 21 tahun apabila sudah kawin dinyatakan

juga orang dewasa., Atau orang yang berumur 21 tahun dikatakan juga sudah
deawasa atau sudah kawin berhak membuat surat wasiat sesuai dengan pasal 29
dan pasal 897 KUHPdt, Kesimpulannya orang yang belum dewasa tadi mempunyai
kewenangan mengurus kepentingannya atau melakukan berbagai perbuatan hukum
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan dikatakan bahwa orang belum dewasa
menurut hukum dikatakan dewasa disebut pendewasaan (handlichting).
Pendewasaan ada dua macam, Pertama pendewasaan penuh yaitu sudah
berumur 20 tahun, Prosedurnya yaitu mengajukan permohonan kepada presiden RI
dilampirkan akta kelahiran. Presiden setelah mendapatkan pertimbangan keputusan
dari Mahkamah agung tentang pernyataan dewasa (venia aetatis) status hukum
tersebut sama dengan status hukum orang dewasa tetapi apabila ingin
melangsungkan perkawinan izin orang tua sesuai dengan pasal 420-424 KUHPdt.
Kedua, pendewasaan tertentu atau terbatas sudah berumur 18 tahun sesuai
dengan pasal 421-426 HUHPdt,Prosedurnya yaitu yang bersangkutan mengajukan
permohonan kepada ketua pengadilan negeri dan dilampirkan akta kelahiran atau
surat bukti lainnya. Pengadilan negeri setelah mendapatkan keternagan orang tua
atau wali bersangkutan memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam
perbuatan hukum tertentu sesua yang dimohonkan misalnya, mengurus dan
menjalankan perusahaan dan memberi surat wasiat. Status hukum tersebut sesuai
dengan status hukum orang dewasa pasal 426-430 KUHPdt.
Mengenai pendewasaan (handlichting), Prof.R.Subekti,S.H. (1978) bahwa
belakunya undang-undang prkawinan No.1 tahun 1974 mengatur tentang usia 18
tahun usia kedewasaan maka pendewasaan sudah dihilangkan.
Menanggapi konsep dewasa dan belum dewasa menurut hukum perdata
barat Prof.M.M.Djodjodiguno,S.H. Menyatakan batas umur 21 tahun untuk
menetukan dewasa atau belum dewasa yang merupakan suatau fiksi artinya tidak
jelas, tidak tegas,tidak konsekuen, dan tidak sesuai hukum adat.

2.

Konsep Hukum Adat

Dalam hukum adat belum dewasa atau sudah dewasa dan tidak mengenal
fiksi seperti dalam huku m perdata barat. Hukum adat hanya menentukan insidental
apakah seseorang itu berhubungan umur dan perkembangan jiwa patut dianggap
cakap atau tidak cakap, Mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum
tertentu. Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara kepentingan
dalam perbuatan hukum yang dihadapinya
Menurut Prof.M.M.Djodjodiguno,S.H. (1958) mengatakan bahwa batas
anatara belum dewasa dan belum dewasa dilihat dari belum cakap dan cakap dari
melakukan perbuatan hukum, Mencakap artinya belum mampu memperhitungkan

dan memelihara kepentingannya sendiri. Selanjutnya beliau mengemukaka bahwa


hukumadat tidak mengenal perbedaan antara orang yang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum dan cakap melakukan perbuatan hukum dilain pihak, peralihan
tesebut antara cakap dan tidak cakap berlangsung secara bertahap sesuai keadaan.
Contoh, Hukum adat jawa seorang yang mandiri dan berkeluarga cakap untuk
melakukan perbuatan hukum sebaliknya tidak dapat dikatakan orang yang belum
mandiri atau yang belum berkeluarga belum cakap melakukan perbuatan hukum.
Menurut Prof.Djodjodiguno,S.H kedewasaan dihubungkan dengan perbuatan
kawin dalam hukum adat dinyatakan bahwa seorang pria atau seorang wanita yang
kawin dan dikaruniai anak mereka dinyatakan dewasa sebaliknya orang yang kawin
dan tidak dapat menghasilkan anak karena belum mampu berseksual, Misalnya
dalam kawin anak (kawin gantung).
Dalam undang-undang (Stb.1931-54) yang berlaku bagi orang indonesia
yang tunduk pada hukum adat.Apabiala dijumpai istilah Belum dewasa, Ini
belerarti belum berumur 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila perkawinan
putus sebelum usia 21 tahun orang tersebut tetap dinyatakan dewasa sedangkan
pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak . dengan demikian a
Contrario menyimpilkan orang yang sudah
berumur 21 tahun dan belum berumur 21 tahun dan sudah kawin disebut dewasa.
Pengertian ini ditafsirkan bagi orang orang timur asing bukan cina dalam Stb.1924556.
3.

Menurut Konsep Undang-Undang R.I. sekarang

Menurut Undang-undang R.I yang berlangsung hingga sekarang pengertian


belum dewasa dan dewasa dapat dinyatakan seragam untuk semua warga negara
R.I dikatakan belum dewasa apabila belum berusia 21 tahun penuh dan belum
kawin, Ketentuan dewasa dan belum dewasa ditentukan dalam undang-undan .
1.

Pasal 330 KUHPPdt bagi warga negara indonesia keturunan eropa.

2.

Stb 1924-556 bagi WNI keturunan timur asing bukan cina.

3.

Stb 1932-54 bagi WNI asli bumi putera

Berlakunya undang-undang diatas terdapat dalam aturan peralihan undang-undang


1945, Sebelum Dibentuk dalam undang-undang baru ( mengenai kedewasaan )
berdasarkan undang-undang ini semua peraturan hukum perundang-undangan
sudah dikatakan berlaku, Undang-undang dibuat oleh pembentuk undang-undang
R.I belum dirumuskan tentang pengertian belum dewasa dan dewasa sebelum
pencabutan ke empat undang-undang terdahulu.
Undang-undang perkawinan No.1 tahun1 974 mengatur tentang :

1.
Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila
mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2)
2.
Umur minimal untuk di izinkan melangsungkan perkawinan yaitu pria 19
tahun wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1).
3.
Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah kawin berada
dibawah kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1).
4.
Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah kawin yang tidak
berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali (pasal 50
ayat 1).
Kesimpulannya undang-undang yang merumuskan tentang belum dewasa dan
dewasa masih tetap Berlaku.Pengertian belum dewasa dan dewasa istilah yang
dipakai oleh undang-undang hukum tertulis,istilah belum dewasa (minderjarig) yaitu
berumur 21 tahun dan belum pernah kawin sebaliknya istilah dewasa (menderjarig)
berarti sudah berumur 21 tahun dan sudah kawin, Disamping itu dikenal biologis
atau dewasa seksial untuk melangsungkan
perkawinan yaitu umur 16 tahun bagi wanita 19 tahun bagi pria. Mereka yang
dewasa biologis yaitu mereka yang pernah kawin berubah menjadi dewasa hukum
C.
1.

Pencatatn Sipil
Peristiwa hukum yang dicatat.

Unttuk memastikan status perdata seseorang. Ada 5 peristiwa hukum dalam


kehudupan manusia perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa;
1.
Kelahiran,menuntut status hukum seseorang sebagai subyek huku, yaitu
pendukung hak dan kewajiban;
2.
Perkawinan, menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri
dalam ikatan perkawinan menurut hukum;
3.
Perceraian,menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda
yang bebas dalam ikatan perkawinan;
4.
Kematian,menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris,sebagai
janda atau duda dari almarhum atau almarhumah;
5.
Penggantian nama, menentukan status hukum seseorang dengan identitas
tertentu dalam hukum perdata.

2.

Tujuan Pencatatan

Tujuan pencatatan ialah suara untuk memperoleh kepastian hukum tentang status
Seseorang yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastaian hukum sangat
penting dalam setiap perbuatan hukum. Kepastian hukum itu menentukan apakah
ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan
hukum tersebut.
Kepastian huku mengenai kelahiran menentukan staus perdata mengenai
dewasa atau belum dewasa seseorang. Kepastian hukum mengenai perkawinan
menentukan status perdata mengenai boleh atau tudak melangsungkan perkawinan
dengan pihak lain lagi. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status
perdata untuk bebas untuk mencari pasangan lain. Kepastian hukum mengenai
kematian, menentukan status perdat sebagai ahli waris dan keterbukaan waris

3.

Fungsi pencatatan

Fungsi pencatatn itu ialah pembiktian bahwa peristiwa hukum yang dialami
olehtelah seseorang itu benar-benar terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar
telah terjadi peristiwa hukum, Diperlukan surat keternagan yang menyatakan telah
terjadi peristiwa hukum,

Diperlukan surat keternagan yang menyatakn telah terjadi peristiwa huku pada hari,
tanggal, ,tahun, di tempat tertntu atas nama seseorang. Yang memberikan surat
keterangan itu ialah pejabat/petugas yang menangani atau berwenag untuk kasus
itu.
Surat keteranagan kelahiran diberikan oleh dikter atau bidan rumah
sakit/klinik yang menangani peristiwa kelahiran itu. Surat keterangan diberi oleh
dokter rumah sakit yang merawatnya,atau oleh kepala kelurahan/desa tempat
tingal yang bersangkutan.surat keterangan kawin dibuat oleh petugas yang
menyaksikan peristiwa perkawinan itu.Surat keterangan perceraiyan berupa
putusan pengadilan diberikan oleh pengadilan negri bagi yang bukan beragama
islam dan oleh pengadilan agama bagi mereka yang beragama islam.Surat
keteranggan ganti nama diberikan oleh pengadilan negri dalam bentuk surat
ketetapan.

4.

Lembaga catatan sipil

Untuk melakukan pencatatan,maka di bentuk lembaga kusus yang disebut


catatan sipil ( Burgerlijke Stand).catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa
perdata yang di alami oleh seseorang.Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan

peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara indonesi.dan yang
berlaku husus untuk warga negara indonesi yang beragama islam,mengenai
perkawinan dan percerayan.lembaga catatan sipil yang berlaku umum secara sstruk
tural berada dibawah departemen dalam negri.sedangkan lembaga itu catatan sipil
yang berlaku usus untuk yang beragama islam.
Untuk menyelengarakan tugas pencatatan,lembaga catatan sipil umum
mempunyai kantor ditiap kabu paten/kota madiah.sedangkan lembaga catatan sipil
kusus merupakan bagian tugas dari kantor departemen agama didaerah.kantor
catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut;
1.

Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kelahiran

2.

Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kelahiran

3.

Mencatat dan menerbitkan kutipan akte percerayan

4.

Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kematian

5.
Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak,dan
akta ganti nama
5.

Sarat dan prosedur pencatatan

Untuk dapat dilakun pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi sarat yaitu
adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum.Surat
keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus,menangani atau
mengeluarkannya.Surat keterangan

tersebut kemudian dibawah oleh yang berkepetingan kepada pejabat kantor


catatan sipil untuk dicatat atau didaftarkan dalam buku akta yang disediakan untuk
setiap peristiwa hukum.
Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan,maka
untuk dapat dilakukan pencatatan atau pendaftaran perlu ada surat penetapan dari
hakim misalnya penetapan hakim pengadilan negri mengenai kelahiran,penetapan
hakim pengadilan agama mengenai perkawina orang yang beragama islam.
Sebagai bukti telah dicatat atau didaftarkan,pejabat kantor catatan sipil
menerbitkan kutipan akta,seperti kutipan akta kelahiran,kutipan akta
kelahiran,kutipan akta perkawinan,kutipan akta kematian,kutipan akta
percerayan.kutipan akte ini bersifat otentik karena dikeluarkan oleh pejabat resmi
(akta ambtelijk)

6.

Pengaturan catatan sipil indonesia

Sebagai akibat dari pelaksanaan politik hukum kolenial di indonesia


dahulu,maka terdapat berbagai peraturan perundang-undagan yang mengatur
tentang catatan sipil di indonesia.ndang-undang tersebut adalah berikut:
1.
Reglemen catatan sipil Stb.1849-25 tentang pencatatan perkawinan dan
pencerayan bagi warga negara indonesia keturun eropah.
2.
Reglemen catatan sipil Stb.1917-130 jo.Stb.1919-81 tentang pencatatan
perkawinan dan percerayan bagi warga negara indonesia keturunan cina.
3.
Reglemen catatan sipil Stb.1933-75 jo.Stb.1936-607 tentang pencatatan
pekawinan dan percerayan bagi warga negara indonesi yang beragama keristen di
jawa,madura,minahasa,ambon,dan sebagainya
4.
Regleman catatan sipil Stb.1904-279 tentang pencatatan perkawinan dan
percerayan bagi warga negara indonesia perkawinan campuran,
5.
Reglemen catatan sipil Stb.1920-751 jo.Stb.1927 -564 tentang pencatatan
kelahiran dan kematian bagi warga negara indonesia asli dijawa dan dimadura.
6.

B.W. Stb.1847-23 yang gatur pencatatan sipil lainnya.

7.
Undang-undang no 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah,talak,dan rujuk
bagi warga negara indonesia beragama islam.

Dari tujuh undang-undang mengenai catatan sipil tersebut diatas tadi,meka dapat
dihimpun tiga macam catatan sipil,yaitu;
1.
Catatan sipil untuk warga negara indonesia tentang
kelahiran,kematian,pengantian nama.
2.
Catatan sipil untuk warga negara indonesia non islam tentang
perkawinan,percerayan.
3.
Catatan sipil untuk warga negara indonesia beragama islam tentang
perkawinan,percerayan

BAB III
HUKUM KELUARGA
A.HUKUM KELUARGA:
HUBUNGAN KELUARGA DAN HUBUNGAN DARAT:
1.

Pengertian Keluarga:

Keluarga adalahkesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami ,istri,dan anak
yang berdiam dalam suatu tempat tinggal.
2.

Hubungan Darah.

Hubungan Darah adalah pertalian darah antara orang yang satu dengan orang yang
lain karena berasal dari leluhur yang sama.
B.PERKAWINAN:
1. Pengertian Perkawinan:
Yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita.( Pasal 1 UndangUndang Perkawinan /UUP No 1 tahun 1974).
2.Tujuan Perkawinan:
Yaitu membentuk keluarga /rumah tangga bahagia dan kekalberdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa.( Pasal 1 UUP).

Membentuk Keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri


dari suami, istri, dan anak-anak.
3.Syarat-syarat Perkawinan:
1. Pengertian syarat-syarat perkawinan yaitu segala hal yang harus dipenuhi
berdasarkan peraturan undang-undang ,sebelum perkawinan dilangsungkan.
Ada 2 Macam syarat perkawinan:
1.
Syarat Material : syarat-syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak
yang melangsungkan perkawinan ,disebut juga syarat-syarat subjektif .
2.
Syarat Formal: tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut
hukum agama dan Undang-Undang disebut juga syarat-suarat obyektif.

2..Syarat-syarat perkawinan monogami:


Perkawinan monogami adalah perkawinan yang terjadi antara seorang pria dan
seorang wanita.
Syarat-syarat perkawinan monogamy antara lain:
a.

Persetujuan kedua calon mempelai ( pasal 6 ayat 1 UUP)

b.

Pria sudah berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun ( pasal 7 ayat 1 UUP)

c.
Izin orang tua atau pengadilan jika belum berumur 21 tahun ( pasal 6 ayat 2
UUP)
d.

Tidak masih terikat dalam satu perkawinan ( pasal 9 UUP)

e.
Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami atau istri yang sama hendak
dikawini ( pasal 10 UUP)
f.

Bagi janda sudah lewat waktu tumbuh ( pasal 11 ayat 1 UUP)

Pasal 39 peraturan pemerintah No 9 Tahun 1975 masa tunggu ditetapkan sebagai


berikut:

1.

Apabila perkawinan putuskarena kematian, waktu tunggunya 130 hari

2.
Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang datang
bulan ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang
tidak datang bulan ditetapkan 90 hari, sedangkan bagi yang hamil ditetapkan
sampai melahirkan anak, bagi yang belum pernah disetubuhi oleh bekas suaminya
tidak ada masa tunggu.
3.
Bagi perkawinan yang putus karena perceraian tenggang waktu tunggu
dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan, sedangkan perkawinan yang putus
karena kematian masa tunggunya dihitung sejak kematian suami.
g.
Sudah memberi tahu kepadai pegawai pencatat perkawinan sepuluh hari
sebelum dilangsungkan perkawinan ( pasal 3 P.P.No 9 Tahun 1975)
Pemberitahuan dilakukan secara lisan maupun tertulis oleh calon mempelai atau
orang tua atau wakil ( pasal 4 P.P. No 9 Tahun 1975).
h.

Tidak ada yang mengajukan pencegahan ( pasal 13 UUP).

Tidak larangan perkawinan ( pasal 8 UUP) antara lain:


1.Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah
misalanya,anatara anak dengan bapak atau ibu, antara cucu nenek atau kakek.
2.Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping misalnya, antara
saudara, anatara seorang dengan orang tua, antara seorang dan saudara
neneknya.
3.Berhubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu, bapak atau ibu tiri.
4.Berhubungan susuan yaitu orang tua susuan anak susuan, saudara susuan, dan
bibi atau paman susuan.
5.Berhubungan saudara dengan istri atau bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal
seorang suami beristri lebih dari seorang.
6.Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku dilarang kawin

3.Syarat-syarat perkawinan poligami ( pasal 3 UUP)


Pasal 4 ayat 2 UUP menetapkan alasan yang sifatnya alternatif dipenuhi oleh suami
apabila dia ingin kawin lagi antara lain:
1.

Istri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai istri.

2.

Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3.

Istri tidak dapat melahirkan keturunan

Pasal 5 UUP yang sifatnya kumulatif antara lain:


1.

Adanya persetujuan dari istri

2.
Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri dan
anak-anak mereka
3.
Adanya jaminam bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anakanak mereka
4.Syarat perjanjian perkawinan pasal 29 UUP sebagai berikut:
1. Dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan
2. Dalam bentuk tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat.
3. Isi perjanjian tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
4. Mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
5. Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tidak dapat diubah.
6. Perjanjian dimuat dalam akta perkawinan pasal 12 P.P. No 9 Tahun 1975.
Akibat adanya hukum perjanjian perkawinan antara suami dan istri sebagai berikut:
1.

Perjanjian mengikat pihak suami dan istri.

2.

Perjanjian mengikat pihak ketiga yang berkepentingan.

3.
Perjanjian hanya dapat diubah dengan persetujuan kedua pihak suami dan
istri dan tidak merugikan kepentingan pihak ketiga, serta disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan
4.Akibat hukum adanya perkawinan antara lain:
1. Perkawinan yang sah dan tidak sah
- Permohonan pembatalan
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah
hukum dimana perkawinan dilangsungkan di tempat kedua suami istri. Bagi yang
beragama islam, permohonan pembatalan diajukan kepada pengadilan agama
sedangkan bagi yang bukan beragama islam permohonan pembatalan diajukan
pengadilan negeri ( pasal 25 jo. 63 UUP)

Pengajuan permohonan pembatalan perkawinan (pasal 23 dan 26 UUP):


1.

Para keluarga pada garis keturunan lurus ke atas dari suami dan istri

2.

Suami atau istri

3.

Pejabat yang berwenang

4.

Pejabat yang ditunjuk

Pengajuan hubungan suami istri dapat mengajukan permohonan pembatalan


perkawinan apabila:
1.

Perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum

2.
Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri
suami atau istri
2.Hubungan hukum antara suami dan istri
a. Hak suami dan istri:
1. Suami dan istri mempunyai hak dan kedudukan seimbang dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat (pasal 31 ayat 1UUP)
2. Suami dan istri sama-sama berhak melakukan perbuatan hukum (pasal 31 ayat 2
UUP)
3. Suami dan istri mempunyai kesempatan yang sama untuk mengajukan gugatan
kepada pengadilan apabila ada yang melalaikan kewajibanya (pasal 34 ayat 3 UUP)
b. Kewajiban suami dan istri:
1. Suami dan istri berkewajiban luhur menegakan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar susunan masyarakat (pasal 30 UUP)
2. Suami dan istri mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh
suami istri bersama (pasal 32 UUP)
3. Suami dan istri wajib mencintai, hormat-menghormati, setiamemberi bantuan
lahir batin antara satu sama lain (pasal 3 UUP)
4. Suami dan istri wajib memelihara dan mendidik anak-anak sebaik-baiknya
sampai dapat berdiri sendiri atau kawin (pasal 45 UUP)
c. Kewajiban dan kedudukan suami dan istri:
1. Suami wajib melindungi istri dan memberi nafkah hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuan (pasal 34 ayat 1 UUP)

2. Istri wajib mengaturrr urusan rumah tttangga sebaik-baiknya (pasal 34 ayat 2


UUP)
3. Suami berkedudukan sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga
(pasal 31 ayat 3 UUP)
C. HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Harta benda dalam perkawinan yang diatur dalam pasal 35 UUP
dibedakan menjadi tiga macam
1.

Harta bersama yaitu, harta benda tang diperoleh selama perkawinan.

Harta bersama dikuasai oleh suami atau istri yang dapat bertindak terhadap
harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak (pasal 36 ayat 1 UUP). Apabila
perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukum masingmasing (pasal 37 UUP)
2.
Harta bawaan yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan
istri ketika terjadi perkawinan.
Masing-masing harta bawaan dikuasai suami atau istri sepenuhnya berhak untuk
melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya (pasal 36 ayat 2 UUP
3.
Harta perolehan yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing suami atau
istri sebagai hadiah atau warisan.
C. PUTUSNYA PERKAWINAN
1. Penyebab Putusnya Per kawinan.
Putusnya Perkawina sesuai dengan Pasal 38 UUP :
a.

Kematian .

Putusnya Perkawinan karena kematian disebut cerai mati.


b.

Perceraian .

Putusnya Perkawinan karena perceraian yaitu :

cerai gugat:

cerai talak:

c.

Keputusan Pengadilan.

Putusnya perkawinan karena keputusan pengadilan disebut cerai batal.

Penyebutan putusnya perkawinan memang beralasan, Pertama: cerai


mati dan cerai batal tidak menunjukkan adanya perselisihan antara suami dan
istri. Sedangkan cerai gugat dan cerai talak menunjukkan adanya
perselisihan antara suami dan istri. Kedua: Putusnya perkawinan karena keputusan
Pengadilan dan Perceraian , keduanya harus dengan keputusan Pengadilan .
Sedangkan putusnya perkawinan karena pembatalan .
Ada 3 Putusnya Perkawinan meliputi:
a.

Kematian.

b.

Perceraian.

c.

Pembatalan.

(Mengenai pembatalan perkawinan dilakukan keputusan pengadilan karena tidak


memenuhi syarat-syarat perkawinan).
Ada 2 kemungkinan sesudah pembatalan :

Setelah syarat yang dipenuhi perkawinan dapat dilangsungkan kembali


karena ada larangan perkawinan , tidak mungkin perkawinan dilangsungkan
kembali.

Demikian perceraian, setelah terjadi perceraian ,mereka dapat


melangsungkan kembali perkawinan, apabila hukum agama yang dianutnya tidak
menentukan lain. Perceraian harus dilakukan melalui keputusan Pengadilan.
2. Perceraian .
Undang Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 tentang alasan mempersulit
perceraian :
1.
Perkawinan itu tujuan suci dan mulai , sedangkan perceraian adalah
perbuatan yang dibenci oleh Tuhan.
2.

Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri .

3.

Untuk mengangkat derajad dan martabat suami (pria).

(Perceraian adalah perbuatan tercela dan dibenci oleh Tuhan , Suami istri boleh
melakukannya apabila perkawinan mereka sudah tidak dapat dipertahankan lagi).
Alasan Perceraian terjadi sesuai dengan Pasal 19 P.P No 9 tahun 1975.
1.
Salah satu pihak berbuat zina /pemabok/pemadat/penjudi, dan sukar
disembuhkan .

2.
Salah satu pihak meninggalkan yang lain 2 tahun berturut turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah/ karena hal lain diluar kemampuannya .
3.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun /hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung .
4.
Salah satu pihak melakukan kekejaman / penganiyaan berat yang
membahayakan pihak yang lain .
5.
Salah satu pihak mendapat cacat badan / penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami / istri.
6.
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga .
(Perceraian harus dengan gugatan kedepan sidang Pengadilan . Bagi yang
beragama Islam dilakukan didepan Pengadilan Agama adalah cerai talak
,Sedangkan bagi yang bukan beragama islam diajukan ke Pengadilan dengan surat
gugatan perceraian ,surat gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama bagi yang
beragama Islam , Sedangkan yang bukan beragama Islam diajukan ke Pengadilan
Negeri ).

3. Tata Cara Perceraian.

Ada 2 Macam Perceraian :


1.
Perceraian Talak yaitu cerai hanya berlaku bagi mereka yang melangsungkan
perkawinan menurut Agama Islam.
2.
Perceraian Gugatan yaitu cerai gugat berlaku bagi mereka yang
melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dan bukan Agama Islam.

Tata Cara Cerai Talak :


1.
Pasal 14 P.P.No 9 tahun 1975 tentang Pengadilan Agaman mengadakan
sidang untuk menyajikan perceraian .
( Seorang suami yang akan menceraikan istrinya , mengajukan surat
pemberitahuan kepada Pengadilan Agama ditempat tinggalnya , bahwa ia
bermaksud menceraikan istrinya , disertai alasan- alasannya) .
2.
Pasal 15 P.P.No 9 tahun 1975 tentang Pengadilan Agama menerima
penjelasan kepada suami istri mengenai perceraian.

(Setelah Pengadilan Agama mempelajari isi surat pemberitahuan , maka selambatlambatnya 30 hari setelah menerima pemberitahuan , Pengadilan Agama
memanggil suami istri yang bersangkutan untuk menerima penjelasan mengenai
perceraian ).

3.
Pasal 16 P.P. No 9 tahun 1975 tentang Pengadilan Agama memutuskan untuk
mengadakan sidang perceraian.
( Setelah memperoleh penjelasan dari suami dan istri yang bersangkutan dan
terdapat alasan alasan- alasan untuk bercerai , maka Pengadilan Agama
memutuskan untuk mengadakan sidang menyaksikan perceraian).

4.

Pasal 17. P.P No 9 tahun 1975 tentang pencatatan perceraian.

( Setelah ketua Pengadilan Agama membuat surat keterangan tentang terjadinya


perceraian).

5.

Pasal 18 P.P. No 9 1975 tentang Sighat ta lik.

( Perceraian dinyatakan didepan sidang pengadilan Agama).

Inisiatif cerai talak dilakukan oleh istri berdasarkan sighat talak yang diucapkan
oleh suami sesudah akad nikah berlangsung . Tata cara cerai talak , istri
mengadukan kepada pengadilan Agama , Apabila suami tidak menepati janjinya ,
seperti sighat talik . Isinya Sighat talik:
Sewaktu-waktu:
1.

Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut .

2.

Saya tidak memberi nafkah wajib kepasangannya tiga bulan lamanya .

3.

Saya menyakiti badan/ jasmani istri saya itu.

4.

Saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya .

Kemudia istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama /
Petugas diberi hak mengurus pengaduannya dibenarkan , serta diterima oleh

Pengadilan Agama dan Istri saya membayar uang Rp 50.00 sebagai


iwadl( pengganti) kepada saya , maka jatuhlah talak pertama kepada Pengadilan
Agama saya kuasakan untuk menerima uang iwad( pengganti) kemudian
memberikannya untuk keperluan ibadah social.

6.
Pasal 20 P.P. No 9 tahun 1975 tentang gugatan perceraian diajukan kepada
Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
( Gugatan perceraian diajukan oleh suami / istri/kuasanya kepada pengadilan yang
daerah hukumnya tempat kediaman tergugat, misal: tempat kediaman tergugat
tidak jelas / tidak mempunyai kediaman diluar negeri, maka gugatan perceraian
diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman penggugat).

7.
Pasal 26 P.P. No 9 1975 tentang panggilan kepada tergugat dilampirkan surat
gugatan .
( Pengadilan menerima gugatan penggugat , pengadilan memanggil pihak
penggugat dan tergugat / kuasa ditempat kediamannya / tidak dijumpai ditempat
kediaman , panggilan disampaikan melalui lurah . Pengadilan menyampaikan
selambat-lambatnya 3 hari sebelum sidang dibuka sudah diterimaoleh pihak-pihak
yang bersangkutan pengadilan kepada tergugat dilampirkan surat gugatan ).
8.
Pasal 29 ayat 1 , pasal 30 s/d P.P. No 9 tahun 1975 tentang apa bila tercapai
perdamaian satu , maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru dengan
alasan yang sama.
( Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30
hari setelah diterima surat gugatan perceraian . Pada sidang pemeriksa gugatan ,
suami istri datang / mewakilkan kepada kuasanya . Hakim yang memeriksa gugatan
perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak selama sidang pemeriksaan .
Apabila tercapai perdamaian satu, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian
baru dengan alasan yang sama).
9.
Pasal 35 P.P. No 9 tahun 1975 tentang perkawinan yang dilangsungkan diluar
negeri ,sehingga salinan putusan disampaikan kepegawai pencatat di Jakarta.

Perceraian dianggap terjadi :


Panitera /pengadilan Pejabat Pengadilanberkewajiban mengirim satu salinan
putusan yang yang mempunyai kekuatan hukum / dikukuhkan tanpa bermaterai
kepada pegawai pencatat ditempat perceraian terjadi dan pegawai pencatat
mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan .

Apabila perceraian dilakukan didaerah hukum yang berbeda dengan daerah hukum
pengadilan pencatat dimana perkawinan dilangsungkan , maka salinan putusan
telah mempunyai kekuatan hukum / tanpa bermaterai dikirim kepada pegawai
pencatat ditempat perkawinan dilangsungkan oleh pegawai pencatat.
10. Pasal 36 P.P. No 9 tahun 1975 tentang penyampaian putusan kepada
Pengadilan Negeri setelah diberi waktu selama 7 hari.
Setelah perceraian diputuskan Panitera Pengadilan Agama menyampaikan putusan
yang mempunyai kekuasaan hukum tetapi Pengadilan Negeri dikukuhkan . Setelah
itu ditanda tanganin Hakim Pengadilan Negeri dan dicap dinas pada putusan.
Selama 7 hari setelah perceraian diputusan , Panitera Pengadilan Agama
menyampaikan putusan yang kekuasaan hukum kepada Pengadilan Negeri untuk
dikukuhkan . Pengukuhan ditanda tanganin oleh hakim Pengadilan Negeri dan
dibubuhi cap dinas pada putusan , selambat-lambatnya 7 hari putusan dan
Pengadilan Agama , Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan putusan kepada
Pengadilan Agama .
11. Pasal 24 P.P.No 9 tahun 1975 tentang barang-barang sebagai hak bersama oleh
suami dan istri.

Pisah rumah dan gugurnya gugatan:


Selama pemeriksaan perkara gugatan perceraian masih berlangsung permohonan
penggugat /tergugat /pengadilan dapat mengizinkan suami istri untuk tidak tinggal
dalam satu rumah .
Berangsurnya gugatan perceraian ,atas permohonan penggugat satu dan
tergugat ,Pengadilan dapat :
1.

Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami .

2.
Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak .
3.
Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barangbarang yang menjadi hak bersama suami istri /barang yang menjadi hak-hak suami
/istri menjadi hak bersama suami istri /barang yang menjadi hak-hak suami /istri .

12. Pasal 25 P.P. No 9 tahun 1975 tentang gugurnya gugatan perceraian.


Gugatan perceraian gugur apabila suami istri meninggal sebelum adanya putusan
Pengadilan mengenai gugatan perceraian , Perkawinan putus karena kematian.

4.

Akibat Putusnya Perkawinan karena Perceraian:

Putusnya Perkawinan akibatnya meliputi:

Akibatnya terhadap anak dan istri .

Bapak dan ibu tetab berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka
semata-mata untuk kepentingan anak . Apabila ada perselisihan tentang
penguasaan anak , pengadilan memberi putusannya .

Akibatnya terhadap harta perkawinan.

Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu . Apabila dalam kenyataanya tidak dapat memenuhi kewajiban
tersebut , pengadilan dapat menetabkan bahwa ibu ikut memikul biaya

Akibatnya terhadap status.

Putus perkawinan karena perceraian memperoleh status perdata dan kebebasan:


1.
Kedua mereka itu tidak terikat lagi dalam tali perkawinan dengan status janda
atau duda
2.

Kedua mereka itu bebas melakukan perkawinan dengan pihak lain

3.
Kedua mereka itu boleh untuk melakukan perkawinan kembali sepanjang
tidak dilarang oleh undang-undang atau agama mereka.

BAB IV
HUKUM KEBENDAAN
1.

TEMPAT DAN PENGATURAN HUKUM KEBENDAAN

A. Benda Dan Hukum Benda.


Pengertian benda:
Benda berasal dari bahasa Belanda yang artinya zaak. Menurut pasal 499 KUHPdt
zaak yang artinya semua barang dan hak. Hak disebut juga bagian dari harta
kekayaan (vermogensbestanddel) .Harta kekayaan meliputi barang ,hak,hubungan
hukum hak dan barang, yang diatur dalam buku II KUHPdt, dan buku III KUHPdt.
Sedangkan zaak meliputi barang dan hak diatur dalam buku II KUHPdt.
Barang sifatnya berwujud ,sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literature
hukum (a.I. Prof. Subekti,1978:50),zaak yang diterjemahkan dengan benda
.Pendidikan hukum (a.I. Prof. Kusumadialmarhum,1960),zaak diterjemahkan dengan
benda. Dengan demikian ,pengertian benda mencakup barang berwujud dan
barang tidak berwujud /hak. Barang berwujud dalam bahasa aslinya /Belanda ialah
goed.
Oleh karena itu judul buku II KUHPdt Van Zaken lebih tepat diterjemahkan dengan
Tentang Benda, bukan Tentang Barang . Buku II KUHPdt memuat tentang
benda, yang terdiri dari barang dan hak.

Barang adalah objek hak milik.Hak juga dapat menjadi objek hak milik.Karena
benda adalah objek hak milik.Dalam arti hukum yang dimaksud dengan benda ialah
segala sesuatu yang menjadi objek hak milik. Semua benda dalam artinya hukum
dapat diperjual belikan , dapat diwariskan, dapat diperalihkan kepada pihak lain.

Pengaturan Hukum Benda.


Hukum benda diatur dalam buku II KUHPdt.Hukum benda ialah keseluruhan aturan
hukum yang mengatur tentang benda.
Pengaturan benda umumnya meliputi pengertian kebendaan macam-macam
benda, dan hak-hak kebendaan . pengaturan hukum benda menggunakan system
tertutup artinya orang tidak boleh mengadakan hak-hak kebendaan selain dari
yang sudah diatur dalam undang-undang. Hukum benda sifatnya memaksa
(dwingend), artinya harus dipatuhi , dituruti, tidak boleh disimpangi dengan
mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan.
Buku II KUHPdt , hukum benda diatur dalam undang-undang, antara lain:
1.
Undang-undang pokok Agraria No 5 tahun 1960,dan semua peraturan
pelaksanaannya.
Undang-undang ini mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan
bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Undang-undang
yang mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai bumi,air,dan segala
kekayaan alam yang terdapat didalamnya ,kecuali hak hipotik dalam buku II
KUHPdt.
2.

Undang-undang Merek No 21 tahun 1961.

Undang-undang ini mengatur tentang hak atas merek perusaan dan perniagaan .
ha katas merek adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik.
3.

Undang-undang Hak Cipta No 6 tahun 1982,dan perubahannya.

Undang-undang ini mengatur tentang hak cipta sebagai benda tidak berwujud ,yang
dapat dijadikan objek hak milik. Peralihan hak cipta harus dilakukan secara tertulis.

Pembedaan Macam- Macam Benda.


1.

Benda berwujud dan benda tidak berwujud.

Penyerahan benda berwujud bergerak dilakukan secara nyata dari tangan


ketangan . Penyerahan benda berwujud berupa benda dilakukan dengan balik
nama.

Penyerahan benda tidak berwujudberupa piutang dilakukan terdapat dalam pasal


613 KUHPdt:
a.

Piutang atas nama (op naam) dengan cara cassie.

b.
Piutang atas tunjuk (aan toonder)dengan cara endosemen dan penyerahan
suratnya dari tanganke tangan.
2.

Benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Pembendaannya terletak pada penguasaan(bezit), penyerahan


(levering),daluarsa(verjaring),pembebanan(berzwaring).
Mengenai penguasaan pada benda bergerak berlangsung asas dalam pasal 1977
KUHPdt yaitu orang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya.Pada
benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku.
Mengenai penyerahan pada benda bergerak dapat dilakukan penyerahan nyata.
Sedangkan benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama .
Mengenai daluarsa pada benda bergerak tidak dikenam daluarsa, sebab yang
menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Sedangkan pada benda
tidak bergerak dikenal daluarsa:
a.

Dalam hal ada alas hak, daluarsa 20 tahun .

b.

Dalam hal tidak ada alas hak, daluarsa 30 tahun (pasal 1963 KUHPdt).

Mengenai pembebanan pada benda bergerak dilakukan dengan gadai(pand)


,sedangkan benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotik.
Benda bergerak , menurut sifatnya ialah benda yang dapat dipindahkan (pasal 509
KUHPdt)misalnya : meja, buku ternak.benda bergerak karena ketentuan undangundang ialah hak-hak yang melekat atas benda bergerak (pasal 511 KUHPdt) ,
misalnya : hak memungut hasil atas benda bergerak , hak memakai atas benda
bergerak , saham saham perusahaan , piutang-piutang.
Benda tidak bergerak, menurut sifatnya ialah benda yang tidak dapat dipindahpindahkan , misalnya: tanah dan segala yang melekat diatasnya seperti gedung ,
pepohonan, bunga-bungaan. Benda tidak bergerak tujuannya ialah benda yang
dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu ,
misalnya : mesin-mesin yang dipasang dalam pabrik. Tujuannya untuk dipakai
tetap dan tidak berpindah-pindah(pasal 507 KUHPdt).
Benda tidakbergerak karena ketentuan undang-undang ialah hak-hak yang melekat
atas benda tidak bergerak ( pasal 508 KUHPdt) misalnya: hipotik , credietverband,
hak pakai atas benda tidak bergerak, hak memungut hasil atas benda tidak
bergerak.

3.

Benda dipakai habis dan tidak dipakai habis.

Artinya perbedaan ini terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang benda
dipakai habis , apabila dibatalkan mengalami kesulitan dalam pemulihan keadaan
semula. Penyelesaian ialah digantikan dengan benda lain yang sejenis dan senilai,
misalnya: benda yang dipaki habis ialah beras ,roti, kayu bakar. Perjanjian yang
objeknya benda yang tidak dipakai habis , apabila dibatalkan tidak begitu mengalmi
kesulitan dalam pemulihan dalam keadaan semula, karena bendanya masih ada
dan dapat diserahkan kembali. Misalnya: pembatalan jual beli televise, kendaraan
bermotor, perhiasan emas berlian.
4.

Benda sudah ada dan benda akanada.

Perbedaannya terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang,/ pada


pelaksanan perjanjian. Benda sudah dapat dijadikan jaminan hutang dan
pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Pasal 1320
KUHPdt ,unsur ketiga tentang benda tidak dapat dijadikan jaminan hutang , dan
perjanjian yang obyeknya itu tidak mungkin dilaksanakan sama sekali.
5.

Benda dalam perdagangan dan luar perdagangan.

Perbedaanya ini terletak pada pemindahtanganan karena jual beli / karena


pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas , dapat
diwariskan kepada ahli waris . Benda luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan
dan tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya.
Tidak dapat diperjual belikan/ tidak dapat diwariskan karena tujuan peruntukan ,
misalnya: benda wakaf, mungkin karena tujuan yang dilarang undang-undang ,
misalnya: narkotika, mungkin karena bertentangan dengan ketertiban umum ,
misalnya: memperdagangkan manusia untuk pembantu rumah tangga , / karena
bertentangan dengan kesusilaan, misalnya: memperdagangkan gambar wanita
telanjang.
6.

Benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.

Pembedaanya terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Dalam perikatan


yang objeknya benda dapat dibagi prestasinya dapat dilakukan secara sebagian
demi sebagian , misalnnya: satu ton beras dapat dibagi tanpa berubah merubah
arti dan sifatnya sebagai beras. Dalam perikatan yang obyeknya benda tidak
dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak mungkin dilakukan sebagian demi
sebagian , melainkan harus secara utuh , misalnya: prestasi seekor sapi untuk
membajak sawah tidak dapat dibagi menjadi separoh sapi diserahkan sekarang dan
separoh lagi diserahkan kemudian.

7.

Benda terdaftar dan tidak terdaftar.

Perbedaanya terletak pada pembuktian pemiliknya , untuk ketertiban umum , dan


kewajiban membayar pajak . Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda
pendaftaran /sertifikat atas nama pemiliknya , sehungga mudah terkontrol
pemiliknya , pengaruhnya pada ketertiban umum , kewajiban pemiliknya untuk
membayar pajak, serta kewajiban masyarakat untuk menghormati hak milik orng
lain . Contohnya benda terdaftar ialah kendaraan bermotor , tanah bangunan, kapal,
perusahaan , hak cipta, hak paten , telepon , televise, pemencar radio. Benda tidak
terdaftar / benda tidak atas nama, umumnya benda bergerak yang tidak sulit
pembuktian pemiliknya karena berlaku asas yang menguasai dianggap sebagai
pemiliknya . Disamping itu juga tidak begitu berpengaruh pada pemiliknya untuk
membayar pajak , contohnya: alat-alat rumah tangga , pakaian sehari-hari ,
perhiasan emas berlian, sepeda, hewan peliharaan.

B.

UUPA No .5 tahun 1960 dan buku II KUHPdt.

Pada undang-undang pokok Agraria No 5 tahun 1960 mencabut berlakunya buku II


KUHPdt mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terdapat didalamnya ,
kecuali hipotik.
Jadi mengenai tanah , ketentuan-ketentuan mengenai hipotik tetap berlakunya
seperti biasa . Dengan berlakunya UUPA No 5 tahun1960, maka sebagian
ketentuan dari buku II KUHPdt yang masih berlaku ( bandingkan dengan Sri
Soedewi, 1974: 13-15):
-

Pasal pasal yang masih berlaku penuh.

1.

Pasal 505, 509- 518 KUHPdt, tentang benda yang bergerak.

2.

Pasal S12, 613 , tentang penyerahan benda bergerak.

3.

Pasal 826 dan 827 KUHPdt, tentang hak mendiami hanya mengenai rumah.

4.

Pasal 830-1130 KUHPdt, tentang hukum waris.

5.

Pasal 1131 s/d 1149 KUHPdt ,tentang piutang yang didiistimewakan .

6.
Pasal-pasal tentang hipotik,kecuali mengenai pembebanan /pemberian
hipotik dan pendaftaran hipotik yang tunduk pada UUPA No 5 tahun 1960 dan
peraturan pelaksanaanya , yaitu Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961, Peraturan
Menteri Agraria No 15 tahun 1961.
-

Pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh.

Pasal-pasal ini masih berlaku tetapi tidak penuh karena masih berlaku sepanjang
mengenai benda-benda lain selain dari bumi,air, dan segalanya kekayaan alam
yang ada didalmnya:

1.

Pasal-pasal tentang benda pada umumnya.

2.

Pasal-pasal pembedaan benda( pasal 503-505).

3.
Pasal-pasal tentang benda sepanjang tidak mengenai tanah, terletak antara
pasal 529-568 KUHPdt.
4.
Pasal-pasal tentang hak milik sepanjang tidak mengenai tanah terletak antara
pasal 570-624 KUHPdt.
5.
Pasal-pasal tentang hak memungut hasil sepanjangtidak mengenai tanah
yaitu pasal 756 KUHPdt.
6.
Pasal-pasal tentang hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah yaitu pasal
818 KUHPdt.

C.

Tentang Hak Kebendaan.


I.

Hak Perdata.

Hak perdata adalah hak seseorang yang diberikan oleh hukum perdata.Hak perdata
bersifat absolut dan bersifat relatif. Hak yang bersifat absolut memberikan
kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapapun .sedang
kan hak yang bersifat relative memberikan kekuasaan terbatas dan hanya dapat
dipertahankan terhadap lawan (pihak dalam hubungan hukum).
Hak Perdata yang bersifat Absolut meliputi:
a.

Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II KUHPdt.

b.

Hak kepribadian ( persoonlijkheidsrecht), yang terdiri dari:

*
Hak atas diri sendiri, missal: ha katas nama , ha katas bkehormatan , hak untuk
memiliki , hak untuk kawin .
*
Hak atas diri orang lain ,yang timbul dalam hubungan hukum keluarga antara
suami dan istri , antara orang tua dan anak, antara wali dan anak.
Hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPdt.
Hak perdata yabg bersifat relative(personoonlijkrecht diatur buku KUHPdt III)
adalah hak yang timbul karena adanya hubungan hukum berdasarkan perjanjian
/berdasarkan ketentuan uandang-undang.
Dikatakan relative karena hak yang dapat ditunjukan dan dipertahankan terhadap
pihak dalam hukum ,misalnya: hak untuk memakai barang , hak untuk membali

barang , hak untuk menyewa barang ,hak memperoleh ganti rugi. Hak persoonlijk
adalah hak untuk memperoleh suatu benda berdasarkan perikatan.
II.

Hak Kebendaan.

Hak atas benda adalah hak yang melekat atas suatu benda.Sedangkan Hak
Kebendaaan( zakelijkrecht)adalah hak yang membarikankekuasaan langsung atas
suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapunjuga.
Hak kebendaan bersifat absolut(mutlak),misalnya: hak kebendaan ialah hak milik
,hak memungut hasil,hak sewa,hak pakai, hak gadai,hak hipotik,hak cipta.
Ciri-ciri Hak Kebendaan meliputi:
a.
Mutlak , artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapapun
juga . contohnya: hak milik, hak cipta.
b.
Mengikuti benda, dimana hak itu melekat/ mengikuti bendanya dalam tangan
siapa pun benda itu berada. Contohnya: hak sewa , hak memungut hasil .
c.
Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi, contohnya : diatas sebuah
rumah melekatnya hak hipotik, kemudian melekatnya pula hak hipotik berikutnya,
maka kedudukan hipotik pertama lebih tinggi dari pada hipotik kedua dalam
penyelesaian hutang.
d.
Lebih diutamakan , misalnya: hak hipotik atas rumah jika pemilik rumah
pailit ,maka hipotik memperolehnya prioritasnya penyelesaian tanpa
memperhatikan pailitnya tersebut.
e.

Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapapun yang mengganggu benda itu.

f.

Pemindahan hak kebendaan dapat dilalukukan kepada siapapun.

( UUPA No 5 tahun 1960 maka penguasaan bebas atas hak kebendaan dapat
dibatasi. Karena setiap orang mempunyai ha katas suatu benda tidak boleh
semaunya saja menguasai benda itu.Penguasaan benda disesuaikan dengan
kepentingan umum.
III.

Pembedaan Hak-hak Kebendaan.

Buku II KUHPdt telah dicabut berlakunya sepanjang mengenai bumi, air,dan segala
kekayaan alam yang ada didalamnya,kecuali hak hipotik.
Dengan demikianhak yang berkaitan dengan hukum tanah yang sudah dicabut dari
buku II KUHPdt ialah:
a.

Hak milik ( eigendom).

b.

Hak guna usaha ( erfpacht).

c.

Hak guna bangunan (postal).

d.

Hak pakai pekarangan (servituut).

e.

Hak memungut hasil (vruchtgebruik).

f.
Hak sewa bangunan (hak sewa tanah untuk bangunan)dan semua hak
berkenaan dengan tanah ,kecuali hak hipotik.
( Hak hak berkenaan dengan tanah diatur oleh UUPA No. 5 tahun 1960 terdapat
dalam KUHPdt II, dan menjadi obyek hukum agrarian, kecuali hak hipotik.
Sebenarnya yang menjadi obyek hukum agraria ialah prosedur/ tatacara
memperalihkan dan memperoleh hak kebendaan. Sedangkan perjanjian yang
menjadi dasar peralihan dan perolehan hak kebendaan menjadi obyek hukum
perdata.
Hak hak kebendaan yang masih tersia dalam buku II KUHPdt ialah hak-hak
kebendaan yang bukan mengenai tanah,air, dan segala kekayaan alam lainnya
yang ditambah dengan hak hipotik. Hak hak kebendaan dibedakan sebagai
berikut:
a.

Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zekelijkgenootsrecht) :

Kenikmatan atas benda milik sendiri, misalnya: hak milik atas benda
bergerak/benda yang bukan tanah,hak penguasan/bezitatas benda yang bergerak.
Kenikmatan atas benda milik orang lain , misalnya: bezit atas benda
bergerak / benda yang bukan tanah, hak memungut hasil atas benda bergerak/
benda bukan tanah ,hak pakai dan mendiami atas benda bukan tanah , hak pakai
atas benda bergerak.
b.
Hak kebendaan yang sifatnya memberi jaminan ( zakelijk zekerheidsrecht),
yang terdiri dari:
-

Pand/gadai, sebagai jaminan ialahbenda bergerak.

Hipotik, sebagai jaminan ialah benda tidak bergerak/tetap.

( hak jaminan timbul karena ada hubungan hutang-piutang antara debitur dan
kreditur. Hak jaminan khusus , yaitu mengenai benda tertentu).

IV.

Asas asas Hak Kebendaan(buku II KUHPdt).

Asas asas Hak Kebendaan:


1.

Asas hukum pemaksa (dwingendrecht).

Artinya bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur
dalam undang-undang.Apabila yang sudah ditentukan oleh undang-undang harus
dipatuhi, tidak boleh disimpangi.
2.

Asas dapat dipindahtangankan.

Semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan , kecuali hak pakai dan mendiami.
Yang berhak tidak boleh menentukan bahwa hak itu tidak boleh
dipindahtangankan. Lain halnya dengan piutang , para pihak dapat menentukan
bahwa piutang tidak boleh dipindah tangankan , ini adalah ketentuan khusus
dalam KUHD .
3.

Asas individualitas.

Ojek hak kebendaan selalu benda tertentu /dapat ditentukan seczra individual,
yang merupakan kesatuan, missal: rumah kediaman jl.Cengkeh No 2 Gedung
Meneng , satu stel kursi tamu , mobil Minicab BE 2601 AA. Objek kebendaan tidak
boleh yang ditentukan menurutb jenis dan jumlahnya, missal: 10 buah kendaraan
bermotor, 100 ekor burung.
4.

Asas totalitas.

Hak kebendaan selalu terletak diatas keseluruhan objeknya sebagai satu kesatuan
(pasal 500,588,606,dan sebagian KUHPdt),misalnya: hak jaminan pioutang atas
kendaraan bermotor mobil BE 2601 AA, sebagai satu kesatuan , termasuk ban
serap, kunci, dongkrak,tape recorder dalam mobil.
5.

Asas tidak dapat dipisahkan.

Orang yang berhak tidak boleh memindahtangankan sebagian dari kekuasan yang
termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya. Misalnya: pemiik rumah
menyewakan sebuah kamar kepada mahasiswi tidaklah termasuk dalam pengertian
memisahkan kekuasaannya sebagai pemilik. Hak miliknya tetap utuh.
6.

Asas prioritas

Semua hak kebendaan memberi kekuasaan yang sejenis dengan kekuasan atas hak
milik (eigendom), sekalipun luasnya berbeda-beda.Karena perlu diatur burutannya
menurut kejadian. Misalnya: sebuah rumah dibebankan hipotik , kemudian dibebani
lagi dengan hak memungut hasil. Dalam hal ini hipotik prioritaskan karena
terjadinya lebih dulu dari pada hak pemungut hasil. Artinya kreditur mempunyai
berhak memperlakukan/melelang benda jaminan tanpa memperhatikan hak-hak
yang lebih kemudian , seolah-olah hak benda jaminan tidak dibebani oleh hak -hak
lainnya.
7.

Asas percampuran

Apabila hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan ,
maka hak yang membebankan itu lenyap(pasal 706,718,724,736,807 KUHPdt) ,
contohnya: hak numpang karang lenyap apabila tanah pekarangan itu dibeli oleh
yang bersangkutan (pasal 718 KUHPdt). Hak memungut hasil lenyap apabila
pemegang hak tersebut menjadi pemilik pekarangan itu, misalnya karena jual beli,
karena warisann, karena hibah(pasal 807 KUHPdt).
8.

Pengaturan berbeda terhadap benda bergerak dan tak bergerak

Terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak terdapat perbedaan


pengaturan dalam hal terjadinya peristiwa hukum penyerahan , pembebanan ,
bezit, verjaring. Hal ini pun berpengaruh pada hak kebendaan bergerak dan benda
tidak bergerak juga.
9.

Asas publisitas.

Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam
register umum , misalnya: hak milik, hak guna usaha. Sedangka hak atas benda
bergerak tidak perlu diumumkan dan tidak perlu didaftarkan , misalnya: hak milik
atas pakaian sehari-hari , dan gadai. Kecuali sudah ditentukan oleh undangundang bahwa hak kebendaan harus didaftarkan , misalnya: hak milik atas
kendaraan bermotor.
10. Asas mengenai sifat perjanjian.
Untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan perjanjian zakelijk, yaitu
perjanjian memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk selesai
dilakukan , tujuan pokok tercapainya yaitu adanya hak kebendaan . Tegasnya hak
yang melekat atas benda itu berpindah , apabila bendanya itu diserahkan kepada
yang memperolehhak kebendaan itu. Misalnya: hak sewa rumah , hak mendiami
rumah hanya akan diperoleh apabila rumah itu diserahkan kepada penyewa ,
diserahkan kepada yang mendiami.
V.
Cara Memperoleh Hak Kebendaan.
1.

Dengan pengakuan.

2.

Dengan penemuan.

3.

Dengan penyerahan.

4.

Dengan cara daluarsa.

5.

Dengan pewarisan.

6.

Dengan cara penciptaan.

Cara Memperoleh Hak Kebendaan.

7.

Dengan cara ikutan/turunan.

VI.

Hak Kebendaan Hapus/Lenyap.

1.

Karena bendanya lenyap/musnah.

2.

Karena dipindah tangankan .

3.

Karena pelepasan hak.

4.

Karena daluarsa/lampau waktu.

5.

Karena pencabutan hak.

D.

Tentang Hak Milik.


I.

Pengertian Hak Milik:

Menurut KUHPdt dengan dicabutnya UUPA No 5 tahun 1960 , pengertiannya hak


milik meliputi hak milik atas barang bergerak dan barang tidak bergerak yang
bukan tanah.
Dalam KUHPdt hak milik ditentukan pasal 570 KUHPdt tentang hak milik adalah hak
untuk menikmati suatu benda itu dengan sebebas-bebasnya ,asal tidak
dipergunakan bertentangan undang-undang /peraturan umum yang diadakan oleh
kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu semuanya dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum
dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undangundang.
Menurut pasal 570 KUHPdt pengertian hak milik:
1.
Hak milik adalah hak paling utama ,karena pemilik dapat menikmatinya
dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya .
2.
Dapat menikmati sepenuhnya ,artinya pemilik dapat memakai sepuaspuasnya ,dapat memanfaatkan semaksimal mungkin ,dan dapat memetik hasil
sebanyak-banyaknya.
3.
Dapat menguasai sebebas-bebasnya ,artinya pemilik dapat melakukan
perbuatan apa saja tanpa batas terhadap benda miliknya, misalnya : memelihara
sebaik-baiknya membebani dengan hak-hak kebendaan tertentu ,memindah
tangankan ,merubah bentuk bahkan melenyapkannya.

4.
Hak milik tidak dapat diganggu gugat ,baik oleh orang lain maupun oleh
penguasa ,kecuali dengan alasan syarat-syarat dan menurut ketentuan undangundang.
5.
Tidak dapat diganggu gugat hendaklah diartikan sejauh untuk memenuhi
kebutuhan pemiliknya secara wajar dengan memperhatikan kepentingan orang
lain / kepentingan umum .
II.

Pembatasan Penggunaan Hak Milik.

Sesuai dengan pasal 570 KUHPdt ,tentang pembatasan hak milik:


a.

Tidak bertentangan dengan undang-undang.

b.

Tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain.

c.

Tidak menyalah gunakan hak (misbruik van recht).

d.

Pembatasan oleh hukum tetangga (burenrecht).

e.

Pencabutan hak untuk kepentingan umum.


III.

a.

Hak utama.

b.

Utuh dan lengkap.

c.

Tetap ,tidak lenyap.


IV.

Ciri ciri hak milik.

Hak Milik Bersama.

Dalam pengaturan secara umumnya terdapat dalam KHPdt, ialah pengaturan


secara khusus mengenai harta peninggalan sebagai harta milik bersama. Dikatakan
hak milik bersama (medeeigedom) karena terdapat beberapa orang pemilik atas
sesuatu benda yang sama .
Menurut ketentuan pasal 573 KUHPdt, pembagian benda yang menjadi milik lebih
dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditentukan tentang
pemisahan dan pembagian harta peninggalan. Aturan aturan mengenai
pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur pasal 1066 s/d 1125 bab 17
buku II KUHPdt,mengenai harta milik bersama sebagai warisan.Mengenai harta milik
bersama karena perkawinan diatur dalam undang-undang perkawinan .Sedangkan
harta milik bersama karena perjanjian diatur menurut perjanjian.
Macam-macam hak milik bersama:
a)

Hak milik bersama yang bebas

b)

Hak milik bersama yang terikat ,yangn dikenal dalam KUHPdt.


V.

Penyerahan (levering).

Penyerahan adalah salah satu cara memperoleh hak kebendaan yang paling banyak
terjadi dalam masyarakat .
Dalam hukum perdata (KUHPdt) tidak dikenal dalam hukum perdata prancis
Pengertiannya:
Penyerahan adalah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya /atas namanya kepada
orang lain ,sehingga orang lain memperoleh hak kebendaan atas benda itu,
missal: jual-beli baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja(obligator),
tetapi belum memindahkan hak milik. Penyerahan adalah perbuatan yuridis yang
memindahkan hak milik(transfer of ownership). Di prancis ,code civil tidak
mengenal levering. Hak milik langsung beralih pada saat perjanjian jual-beli hak
milik atas benda yang dijual beli itu terjadi sah.
Dalam perjanjian-perjanjian jual beli,hibah,pemberian hadiah ,tukar menukar
penyerahan itu memindahkan hak milik ,tetapi dalam perjanjian-perjanjian lainnya
seperti sewa menyewa ,pinjam pakai ,penitipan,mendiami,jaminan,penyerahan itu
bukan memindahkan hak milik, melainkan mengenai hak penguasaan (bezit) saja
atas bendanya.
Bermacam macam jenis penyerahan tergantung pada bendanya yang akan
diserahkan:
a.

Benda bergerak berwujud( Pasal 612 KUHPdt).

Dilakukan dengan nyata dari tangan ke tangan

Dilakukan dengan penyerahan kunci gudang dimana benda itu disimpan.

*
Dilakukan dengan tradition brevi manu(tangan pendek),jika benda itu susah
berada dalam penguasaan yang berhak menerima, misalnya penyerahan hak milik
kepada penyewa/pemakai.
*
Dilakukan dengan constitutum possessorium, jika benda itu tetap berada
dalam penguasaan pemilik semula ,missal dalam perjanjian jual beli rumah, penjual
selaku pemilik tetap menguasai rumah berdasarkan sewa menyewa dengan
pembeli(Prof. W.M.Kleyn,hal 31).

b.

Benda bergerak tidak berwujud( pasal 613 KUHPdt).

*
Piutang atas tunjuk (aan toonder) dilakukan dengan nyata dari tangan ,
misalnya: surat cek.

*
Piutang atas nama (op naam) dilakukan dengan cessie, yaitu surat pernyataan
memindahkan piutang ,disusul dengan penyerahan surat piutangnya , missal:
saham atas nama.
*
Piutang atas pengganti (aan order) dilakukan dengan endossemen dan
penyerahan surat piutangnya, misalnya : wesel, aksep.

c.

Benda tidak bergerak(UUPA No 5 tahun 1960).

Syarat-syarat penyerahan pasal 584 KUHPdt.


Hak milik adalah penyerahan berdasarkan peristiwa perdata untuk memindahkan
hak milik, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu.
Syarat- syaratnya meliputi:
*

Harus ada alas hak(titel).

Harus ada perjanjian zakelijk ( kebendaan).

Harus dilakukan oleh orang yang berhak.

Harus ada penyerahan nyata.

Dua ajaran membahas masalah tentang alas hak(titel):

Ajaran causal( Paul Scholten cs,).

Bahwa penyerahan sah apabila alas hak sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak
tidak sah.Jadi , sah tidaknya penyerahan tergantung pada sah tidaknya alas hak.
Alas hak harus nyata, tidak cukup hanya anggapan saja. Walaupun ajaran causal
mengabaikan pihak ketiga yang jujur, hukum tetap memberikan perlindungan.

Ajaran abstract(Meijers cs).

Bahwa sah tidaknya penyerahan tidak tergantung pada sah tidaknya alas hak .
Penyerahan dan alas hak adalah dua hal yang berlainan ,terpisah satu sama lain .
Terjadi karena penyerahan sah walaupun alas hak yang nyata , cukup apabila ada
alas hak anggapan saja. Ajaran ini melindungi pihak ketiga yang jujur . Tetapi
akibatnya ajaran ini menjadi ekstrim , alas hak tidak ada lalu dianggap ada.
Yurisprudensi :
Prof. W.M.Kleyn menyatakan bahwa Hoge Raad pada tahun 1950(HR 5 Mei 1950 NJ
1951-1) memilih ajaran causal,dan berdebat yang kalah memilih juga ajaran ini.
Dalam system causal yang diterima oleh Hoge Raad suatu peralihan hak tidak sah
apabila ternyata tidak ada titel yang sah.

E. Penguasaan (BEZIT).
Penguasaan (bezit) , dalam bahas Belanda adalah bezit /penguasaan. Unsur-unsur
bezitterdapat dalam pasal 529 KUHPdt, bezit adalah keadaan / memegang
/menikmati suatu benda oleh orang yang menguasai, baik sendiri ataupun dengan
peran peranan orang lain (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt),seolah-olah itu kepunyaan
sendiri.
1)

Fungsi penguasaan (bezit).

Menurut Prof.Pitlo,penguasaan(bezit) mempunyai dua fungsi:


a.

fungsi polisionil.

Fungsi polisionil diganti dengan fungsi yustisial,karena paling tepat menyelesaikan


perkara perdata adalah Hakim, bukan polisi.
b.

2)

fungsi yang bersifat hak kebendaan(zakenrechtelijk).

Pembedaan penguasaan(bezit).

Pembedaan berdasarkan tujuan:


i.

Penguasa yang bertujuan

memiliki benda.
ii.

Penguasaan yang tidak

bertujuan memiliki benda .


Pembedaan berdasarkan itikad.
i.

Penguasaan jujur (te geoder

trow)
ii.

Penguasaan yang tidak jujur(te

kwader trouw )

3)

Cara memperoleh penguasaan(bezit).

Unsur-unsur cara memperoleh bezit pasal 538 KUHPdt:

a.

Penguasaan benda yang tidak ada pemiliknya .

b.

Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya.

5) Teori mengenai penguasaan benda bergerak.


a.

Eigendomstheorie.

b.

Legitimatietheorie.

F.

Hak Atas Benda Jaminan.

1)

Jaminan Hutang.

Hubungan hutang piutang antara debitur dan kreditur sering disertai dengan
jaminan . Jaminan juga bisa berupa benda ataupun orang . Dengan adanya jamian
benda maka kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan
piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.Benda jaminan yang
berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak . Apabila benda bergerak , maka
jaminannya disebut gadai(pand),selain gadai yaitu retensi. Sedangkan benda tidak
bergerak ,maka atas benda jaminannya disebut hipotik.

2)

Hak Gadai(pand).

Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya ,untuk menjamin
suatu hutang ,dan yang memberi kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat
pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya
,keculali biaya untuk melelang benda dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
pemeliharaan setelah benda itu digadaikan,biaya-biaya yang harus
didahulukan(pasal 1150 KUHPdt).
Unsur-unsur dalam gadai:
a.

Hak yang diperoleh kreditur atas benda bergerak .

b.

Benda bergerak diserahkan oleh debitur kepada kreditur.

c.

Penyerahan benda tersebut untuk jaminan hutang .

d.

Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain.

e.
Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari
hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
Sifat-sifat gadai:
a.
Gadai bersifat asesor (accessoir), artinya pelengkap dari perjanjian pokok
yaitu hutang-hutang.
b.
Gadai bersifat jaminan hutang ,dimana benda jaminan harus dikuasai dan
disimpan oleh kreditur.
c.
Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi lagi ,artinya sebagian gadai tidak hapus
dengan pembayaran sebagian hutang debitur (pasal 1160 ayat 1 KUHPdt).

Cara mengadakan gadai:


Untuk mengadakan gadai perlu dipenuhi syarat-syarat yaitu harus ada perjanjian
hutang piutang sebagai perjanjian pokok ,dan harus benda bergerak sebagai
jaminan hutang.
Hak dan kewajiban penerimaan gadai (pandnemer).
a). Dalam KUHPdt diatur mengenai hak-hak penerima gadai sebagai berikut:
1. Pasal 1159 ayat 1 KUHPdt , penerima gadai berhak menahan benda jaminan
sampai piutangnya dilunasi ,baik mengenai jumlah pokok maupun bunga serta
biaya-biaya .
2. Pasal 115 ayat 1 dan pasal 1156 ayat 1 KUHPdt, penerima gadai berhak
mengambil pelunasan dari pendapatan penjualan benda jaminan apabila debitur
tidak membayar hutangnya.
3. Pasal 1153, penerima gadai berhak mengadakan lagi benda jaminan ,apabila hak
itu sudah menjadi kebiasaan ,seperti penggadaian surat-surat saham /obligasi.
b). Kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan undang-undang:
1. Pasal 1157 ayat 1 KUHPdt, penerima gadai harus bertanggung jawab atas
hilangnya/kemerosotan benda jaminan,karena kelalaiannya.
2. Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt, penerima gadai harus memberi tahukan kepada
pemberi gadai /debitur apabila hendak menjual benda jaminan untuk pelunasan
piutang piutangnya.

3. Pasal 1156 ayat 1 KUHPdt, penerima gadai harus memberi perhitungan mengenai
pendapatan penjualan dan menyarahkan kelebihan kepada debitur setelah
dikurangi pelunasan hutang debitur.
4. penerima gadai wajib mengembalikan benda jaminan, apabila hutang pokok ,
bunganya dan biaya pemeliharaan benda jaminan telah dibayar lunas.
Hapusnya hak gadai:
1.

Apabila hutang debitur sudah dilunasi .

2.

Benda jaminan sudah dilepaskan oleh kreditur dengan sukarela.

3.

Benda jaminan hilang /musnah.

4.
Penerima gadai menjadi pemilik benda jaminan karena suatu alas hak
tertentu ,pasal 1152 ayat 3 KUHPdt.

3)

Hak Retensi.

Hak retensi adalah hak untuk menahan benda sampai piutang yang bertalian
dengan benda itu dilunasi.
Persamaan dengan gadai:
a.

Ada benda jaminan yang bertalian dengan tagihan.

b.

Hak retensiHak retensi bersifat asesor (accessoir) ,sama dengan hak gadai.

c.

Hak retensi bersifat tidak dapat dibagi-bagi ,sama dengan hak gadai.

d.
Hak retensi tidak membawa serta hak boleh memakai benda yang ditahan
,sama dengan hak gadai.
Pengaturan hak retensi dalam KUHPdt:
(Pengaturannya baik didalam buku KUHPdt II maupun pada buku KUHP III)
a.
Pasal 715 KUHPdt ,penumpang perkarangan berhak menahan segala sesuatu
sampai pembayaran harga bangunan ,tanaman diatas pekarangan yang ditumpangi
itu dilunasi oleh pemilik pekarangan ,setelah hak postal berakhir.

b.
Pasal 725 ayat 2 KUHPdt ,pemilik tanah berhak menahan benda-benda itu
sampai pemegang hak erfpacht melunasi segala kewajiban terhadap pemilik tanah.
c.
Pasal 1159 ayat 2 KUHPdt,kreditur berhak menahan benda jaminan sampai
kedua piutangnya itu dilunasi oleh debitur.
d.
Buruh yang memegang suatu benda milik orang lain untuk mengerjakan
sesuatu pada benda tersebut,berhak menahan benda itu sampai biaya dan upah
yang dikeluarkan untuk benda itu dilunasi seluruhnya.
e.
Pasal 1729 KUHPdt ,penerima titipan berhak menahan bendanya sampai
segala apa yang harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut telah dilunasi.
f.
Pasal 1812 KUHPdt ,penerima kuasa berhak menahan segala milik pemberi
kuasa yang berada ditangannya sampai segala apa yang dituntutnya sebagai akibat
dari pemberian kuasa itu telah dibayar lunas.
Hapusnya Hak Retensi:
a.
Apabila tagihan yang berhubungan dengan benda itu telah dilunasi
seluruhnya oleh pemilik benda.
b.

Benda yang ditahan dilepaskan dengan sukarela oleh penagih .

c.

Penagih/kreditur menjadi pemilik benda karena alas hak tertentu.

d.

Benda yang ditahan hilang /musnah.

4)

Hak Hipotik.

Hipotik adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil
pergantian dari benda tersebut bagi pelunasan suatu hutang( pasal 1162 KUHPdt).
Unsur-unsur hipotik sebagai berikut:
a.

Ha katas benda tak bergerak.

b.

Benda tak bergerak untuk jaminan hutang

c.

Dengan mengambil pergantian dari benda tersebut.

d.

Bagi pelunasan suatu hutang apabila debitur tidak membayar hutangnya.

Sebagai hak kebendaan atas benda jaminan tak bergerak,hipotik mempunyai


Sifat-sifat khusus hipotik antara lain:
a.
Hipotik bersifat Asesor (accessoir) artinya: suatu pelengkap dari perjanjian
pokok yaitu hutang-hutang.Adanya hipotik tergantung pada perjanjian pokok hutang
piutang.Tanpa hutang piutang tidak ada hipotik.

b.
Hipotik bersifat tidak bias dibagi-bagi (ondeelbaar)artinya sebagian hipotik
tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur.Hipotik melekat
keseluruh benda obyeknya (pasal 1163 ayat 1 KUHPdt ).
c.
Hipotik bersifat zaaksgevolg,yaitu mengikuti bendanya didalam tangan siapa
saja benda itu berada( pasal 1163 ayat 2).
d.
Hipotik bersifat droit de preference,yaitu hak lebih didahulukan pelunasannya
dari pada piutang-piutang lainnya(pasal 1134 ayat 2 KUHPdt).
e.
Hipotik bersifat jaminan untuk pelunasan hutang tetapi tidak memberi hak
untuk menguasai dan memiliki benda jaminan.
Asas- asas hipotik:
Sebagai hak kebendaan atas hak tak bergerak ,hipotik perlu secara umum dan
dirinci secara khusus ,benda tak bergerak dibebani oleh hipotik ,dan perlu
didaftarkan dalam daftar khusus. Asas-asas disebut publikasi dan spesifikasi:
a.
Asas publikasi mengharuskan hipotik didaftarkan supaya diketahui oleh
umum . Hipotik didaftarkan kebagian pendaftaran tanah Kantor Agraria
setempet.Yang didaftarin yaitu akta hipotik,Akta hipotik adalah akta otentik yang
dibuat dihadapan Notaris ,setelah berlakunya UUPA No Tahun 1960 dihadapan PPAT.
b.
Asas spesifikasi mengharuskan hipotik diletakkan diatas benda tak bergerak
yang tunjuk secara khusus berupa apa, berapa luas ,besar,jumlah ukuran ,dimana
letaknya ,batas-batasnya.Hipotik terletak diatas benda tak bergerak yang telah
ditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan,missal: hipotik diatas sebuah
rumah ,tetapi hipotik tidak ada disebuah paviliaum /atas sebuah kamar dari rumah.
Berlakunya UUPA No 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksanaanya yaitu P.P.No 10
Tahun 1961 dan Peraturan Menteri Agraria No 15 Tahun 1961,benda tak bergerak
dapat dibebani hipotik ialah hak milik,hak guna bangunan ,hak guna usaha baik
berasal dari konservasi hak-hak barat,maupun konservasi hak-hak adat ,serta yang
telah didaftarkan dalam daftar buku tanah menurut ketentuan P.P No 10 Tahun 1961
sejak berlakunya UUPA No 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960.
Cara mengadakan Hipotik:
Untuk mengadakan hipotik diperlukan syarat-syarat yaitu perjanjian hutang-piutang
( perjanjian kredit) dan harus ada benda tak bergerak sebagai jaminan hutang.
Apabila benda tak bergerak itu berupa tanah maka harus didaftarkan pada bagian
pendaftaran Tanah Kantor Agraria yang ditetapkan pada P.P .No 10 tahun
1961.sebagai bukti telah terdaftar , Bagian Pendaftaran Tanah menerbitkan
sertifikat. Setelah syarat-syarat terpenuhi ,lalu perjanjian hipotik secara tertulis di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ,disingkat PPAT (pasal 19 P.P. No 10 tahun

1961). Pejabat Pembuat Akta tanah ialah Notaris/camat ,sesuai dengan (pasal 2,3
,dan 5 PMA No 15 tahun 1961). Pembuatan Akta PPAT dihadiri oleh kreditur ,debitur,
dan dua orang saksi,salah satu saksi adalah kepala desa dimana tanah itu
terletak.Kemudian akta hipotik didaftarkan pada Bagian Pendaftaran Tanah Kantor
Agrariayang bersangkutan. Dengan demikian selesai prosedur hipotik.
Isi akta hipotik :
a.
Isi yang bersifat wajib ,yang memuat rincian mengenai benda tak bergerak
yang dibebani hipotik,benda apa,luas,jumlah,ukurannya berapa ,letaknya dimana
,berbatasan dengan apa.
b.

Isi bersifat fakultatif yaitu berupa janji-janji yang diadakan oleh pihak-pihak.

Janji-janji tersebut ialah :


1.

Janji untuk menjual benda jaminan atas kekuasaan sendiri .

2.

Janji tentang pembatsan hak sewa( huurbeding).

3.

Janji untuk tidak dibersihkan ( beding van niet zuivering).

4.

Janji tentang asuransi( assurantie beding).

Perjanjian pihak-pihak debitur tidak dapat melunasi hutangnya ,kreditur diberi


kuasa untuk menjual sendiri benda jaminan dimuka umum dan mengambil
pelunasan dari hasil pelelangan. Penjualan di muka umum biasanya melalui Panitia
Urusan Piutang Negara ( PUPN) ,tanpa melalui Pengadilan Negeri.Janji tersebut
dimuat dalam akta hipotik yang disebut beding van eigenmachtige
verkoop( pasal 1178 ayat 2).
Pihak-pihak mengadakan perjanjian bahwa pemilik benda dibatasi jaminan dibatasi
haknya untuk menyewakan bendanya dalam jangka waktu yang lama ,missal tidak
melebihi lima tahun ( pasal 1185 KUHPdt).
5)

Hak Privelege (hak istimewa).

Segala benda debitur baik bergerak maupun tidak bergerak,baik yang sudah ada
maupun yang akan ada,menjadi jaminan hutang-hutangnya secara pribadi (Pasal
1131 KUHPdt) .
Pasal 1134 KUHPdt,privilege ialah hak yang oleh undang-undang diberikan
debitur ,sehingga tingkatannya lebih tinggi dari kreditur kreditur lain semata-mata
berdasarkan sifat piutangannya.
Hak privilege bukan hak kebendaan ,tetapi mempunyai sifat yang sama dengan
gadai dan hipotik,yaitu memberi jaminan terhadap piutang.Karena piutangnya

ditetapkan dengan gadai dan hipotik dalam buku KUHPdt,yang sebenarnya kurang
tepat. Hak privilege ,dikatakan bukan kebendaan :
1.
Privilege akan timbul apabila suatu benda yang akan disita ternyata tidak
cukup untuk melunasi semua hutang.
2.

Privilege tidak memberikan kekuasaan terhadap suatu benda.

3.
Kreditur yang mempunyai hak privilege tidak dapat menyita suatu benda,jika
ia tidak memegang suatu alas hak eksekutorial,missal: putusan hakim.
Hak privelige mempunyai arti penting dalam hal debitur jatuh pailit/dalam hal
eksekusi harta kekayaan debitur.
Dalam KUHPdt dua macam privilege yaitu:
a.
Privilege Umum yaitu privilege terhadap semua benda debitur,( pasal 1149
KUHPdt).
b.
Privilege Khusus yaitu privilege terhadap benda-benda tertentu saja dari
debitur, (pasal 1139 KUHPdt).

Privilege khusus didahulukan dari privilege umum( pasal 1138 KUHPdt), dalam hal
ini yang menentukan urutannya yang lebih dahulu disebut didahulukan
pelunasannya.Privilege khusus tidak menentukan urutannya .Walaupun secara
berurutan,semua mempunyai kedudukan yang sama dalam pelunasannya.
G. Hak Pemungut Hasil.
Pengertian Hak Memungut Hasil:
Hak memungut hasil (pasal 756 KUHPdt) ialah hak kebendaan dimana seseorang
diperbolehkan memungut segala hasil dari benda milik orang lain , seolah olah
benda itu miliknya sendiri,dengan kewajiban memeihara benda itu sebaik-baiknya.
Unsur-unsur hak memungut hasil diantaranya:
1.
Seseorang diperbolehkan ,artinya disetujui baik baik dengan perjanjian
maupun dengan undang-undang.
2.
Memungut segala hasil artinya memperoleh kenikmatan, manfaat ,poekerjaan
hubungan perdata.
3.
Dari benda milik orang lain artinya benda bergerak /tidak bergerak
diserahkan kepada dan dikuasai oleh pemungut hasil.

4.
Seolah olah milik sendiri artinya benda orang lain itu dikuasai ,digunakan
dan dipetik hasilnya seperti benda milik sendiri.
5.
Benda tersebut dipelihara sebaik-baiknya artinya benda tetapo ada seperti
semula ,tidak dirubah bentuknya ,tidak habis dipakai.
Sifat-sifat Hak Memungut Hasil
Sifat-sifat memungut hasil (pasal 756 KUHPdt) antara lain:
1.
Harus bersifat tetap adanya , tidak boleh merubah bentuk, tujuan ,dan fungsi
benda itu .
2.
Harus bersifat tidak dipakai habis , jika benda dipakai habis ( pasal 757
KUHPdt) maka pemungut hasil wajib menggantikan dengan benda lain yang
sejenis , sama jumlahnya , sama sifatnya, dan sama harganya/nilainy.
3.
Harus bersifat langsung untuk dirinya sendiri ,bukan untuk orang lain artinya
pemungut hasil sendiri yang langsung menikmati ,memperoleh manfaat dari benda
itu. Jika pemungut hasil itu meninggal dunia,hak memungut hasil hapus.
4.
Bersifat tanpa pamprih,artinya pemungut hasil tidak perlu memberi imbalan
kepada pemilik benda itu .
Cara Memperoleh hak Memungut Hasil
Hak memungut hasil terdiri dari:
a. -benda bergerak terwujud, missal: perabot rumah tangga ,kendaraan bermotor.
-benda bergerak tidak terwujud, missal: utang piutang, deposito.
Pasal 763 KUHPdt disebut buah perdata yaitu bunga,Bunga adalah buah perdata
dari piutang,deposito.
b. benda tidak bergerak, missal: sebuah rumah,pohon buah-buahan,pabrik
penggilingan padi ,dan benda tak bergerak yang bukan tanah.Sedang mengenai
tanah sudah dicabut dari buku II UUPA No.5 tahun 1960.kecuali mengenai hipotik.
Mengenai ketentuan 759 KUHPdt,hak memungut hasil dapat diperoleh karena
undang-undang/hak sipemilik. Yang diperoleh karena undang-undang yaitu
tunjangan selama hidup(bunga cagak hidup,lijfsrente),missal: suatu testament
seseorang menentukan bahwa benda miliknya diwariskan kepada anak-anak,tetapi
istri selama hidupnya mendapathak memungut hasil atas benda,hal ini sipemilik
tinggal namanya saja pemilik.Ia tidak menikmati apa-apa dari miliknya,sesuai
dengan pasal 764 ayat 3 KUHPdt : orang
yang mempunyai hak memungut
hasil mengenai cagak hidup,tidak diwajibkan mengembalikan sesuatu apapun.

Supaya hak memungut hasil dapat diperoleh pihak pemungut hasil, maka bendanya
harus diserahkan (levering) oleh pemilik kepada pemungut hasil.Jika bendanya
bergerak berwujud dengan penyerahan dari tangan ke tangan, benda tak bergerakl
dengan mendaftarkan akta otentik supaya diketahui umum ( pasal
760KUHPdt).Penyerahan kekuasaan atas benda selama waktu berlangsungnya hak
memungut hasil,artinya benda kembali kepada pemilik setelah berakhirnya hak
memungut hasil.
Kewajiban Pemungut Hasil
Kewajiban pemungut hasil:
1.
Pasal 783 KUHPdt : Pemungut hasil wajib membuat catatan /intervarisai
mengenai benda-benbda yang ia terima hak dan biaya sendiri.
2.
Pasal 784 KUHPdt : Pemungut hasil wajib menunjukkan jaminan /benda-benda
jaminan ,yang dikuatkan oleh pengadilan guna menjamin haknya digunankan dan
dinikmati sebagai seorang bapak rumah tangga.
3.
Pasal 793 KUHPdt : Pemungut hasil wajib memelihara benda sebaik-baiknya
dan menanggung segala pemeliharaan dan perbaikan .
4.
Pasal 796 KUHPdt : Selama hak berjalan ,peungut pemungut hasil membayar
segala beban pajak atas benda yang bersangkutan.
5.
Pasal 782 KUHPdt : Apabila hak telah berakhir ,pemungut hasil wajib
mengembalikan bendanya dalam keadaan baik seperti semula.Apabila terjadi
kerusakan benda yang menimbulkan kelalaian ,ia wajib membayar ganti rugi.
Hak Memungut Hasil Berakhir /hapus.
Cara berakhirnya /hapusnya hak :
1.

Orang yang mempunyai hak pemungut hasil meninggal dunia .

2.

Jangka waktu hak memungut hasil telah berakhir /habis.

3.
Terjadi percampuran,sehingga pemegang hak memungut hasil berubah
menjadi pemilik benda.
4.

Terjadi pelepasan hak oleh orang yang mempunyai hak memungut hasil .

5.
Karena kadaluarsa,yaitu apabila pemungut hasil selama tiga puluh tahun
tidak mempergunakan haknya.
6.

Benda yang dipungut hasilnya itu binasa/musnah.

Dalam pasal 818 KUHPdt dinyatakan bahwa hak pakai dan mendiam adalah hak
kebendaan yang diperoleh dan berakhirnya seperti hak memungut hasil .Kewajiban
pemakai yang mendiami yang sama dengan kewajiban pemungut hasil.
BAB V
HUKUM PERIKATAN
A. Tempat Pengaturan Dan Sistem Hukum Perikatan.
*

Tempat Pengaturan Hukum Perikatan

Ada perbedaan mengenai tempat hukum perikatan dalam HukumPerdata.Apabila


dilihat lebih jauh dari segi sistematikanya, ternyata hukumperdata di Indonesia
mengenal dua sitematika yaitu menurut doktrin atau ilmupengetahuan hukum dan
menurut KUH Perdata.

Pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, yaitu


a.Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi.
b.Hukum tentang keluarga/hukum keluarga
c.Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda.
v Hak Kekayaan Absolut
v Hak Kebendaan
v Hak Atas Benda-benda immateriil.
v Hak Kekayaan Relatif
d. Hukum waris.
Berdasarkan pembagian sistematika hukum perdata di Indonesia menurut doktrin
atau ilmu pengetahuan, diketahui bahwa tempat hukum perikatan ada di bagian
hukum tentang harta kekayaan/hukum hartakekayaan/hukum harta
benda.Mengenai hak-hak kekayaan yang absolut sebagian diatur dalam Buku II KUH
Perdata dan sisanya diatur diluar, didalam undang-undang tersendiri, sedangkan
hak-hak kekayaan yang relatif mendapat pengaturannya dalam Buku III KUH
Perdata. Perlu diingat, bahwa pembagian menurut KUH Perdata atau BW tidak
sejalan dengan pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan.
Pembagian menurut KUH Perdata yaitu :
a.Buku I tentang orang.

b.Buku II tentang benda


c.Buku III tentang perikatan
d.Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa.
Berdasarkan pembagian sistemtika hukum perdata di Indonesiamenurut KUH
Perdata telah jelas dimana letak hukum perikatan yaitu padaBuku III yaitu tentang
perikatan.
Hukum perikatan diatur dalam Buku III BW. Dalam Buku III BWterdiri dari 18 bab dan
tiap-tiap bab dibagi lagi menjadi bagian-bagian yaituketentuan-ketentuan umum
dan ketentuan-ketentuan khusus. Ketentuan-ketentuan umum diatur dalam bab I,
bab II, bab III, (hanya pasal 1352 dan1353) dan bab IV. Sedangkan ketentuanketentuan khusus diatur dalam bab III(kecuali pasal 1352 dan 1353) dan bab V s/d
bab XVIII. Ketentuan-ketentuankhusus ini memuat tentang perikatan atau perjanjian
bernama.
Termasuk dalam ketentuan umum yaitu :
Bab I mengatur tentang perikatan pada umumnya.
Bab II mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian.
Bab III mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undangundang.
Bab IV mengatur tentang hapusnya perikatan.
Bagian khusus adalah perjanjian-perjanjian khusus atau perjanjian-perjanjian
bernama yang telah diatur dalam KUH Perdata dan KUHD.Hubungan antara KUH
Perdata dan KUHD dapat diketahui dalam pasal 1KUHD.KUHD mengatur perjanjianperjanjian khusus yang lebih modernyang belum ada pada zaman romawi dulu,
karena adanya pengaruhhubunganperdagangan internasional yang lebih efektif.
Bagian umum tersebut di atas merupakan asas-asas dari hukumperikatan,
sedangkan bagian khusus mengatur lebih lanjut dari asas-asas iniuntuk peristiwaperistiwa khusus.
Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan sistem terbuka,artinya setiap
orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang sudahditentukan namanya
maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. Inilah yang
disebut kebebasan berkontrak.Tetapi keterbukaan itudibatasi dengan pembatasan
umum, yaitu yang diatur dalam pasal 1337 KUHPerdata.Pembatasan tersebut yaitu
sebabnya harus halal, tidak dilarang olehundang-undang, tidak bertentangan
dengan kesusilaan, dan tidak bertentangandengan ketertiban umum. Serta dibatasi

dengan pasal 1254 KUH Perdata yaitusyaratnya harus mungkin terlaksana dan
harus susila
B. Sumber-Sumber Perikatan.
*

Sumber-sumber Hukum Perikatan

Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa sumber pokok dari perikatan adalah
perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapatdibagi lagi
menjadi undang-undang & perbuatan manusia dan undang-undangsaja.Sedangkan
sumber dari undang-undang dan perbuatan manusiadibagilagi menjadi perbuatan
yang melawan hukum dan perbuatan yang menurut hukum.
Pasal pertama dari Buku III undang-undang menyebutkan tentangterjadinya
perikatan-perikatan dan mengemukakan bahwa perikatan-perikatantimbul dari
persetujuan atau undang-undang. Pasal 1233 :Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik
karena persetujuan, baik karena undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadiundang-undang saja
dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal initergambar dalam Pasal 1352
KUH Perdata :Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undangundang saja (uit de wet allen) atau dariundang-undang sebagai akibat perbuatan
orang (uit wet ten gevolge vansmensen toedoen).Perikatan yang timbul dari
undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada
dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan
anak dan yang
Perikat lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas
terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan
fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah
wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka
hal-hal tersebut termasuk sebagai sumber-sumber perikatan.

C. Perikatan Dan Unsur-Unsur Perikatan.


Unsur- Unsur Perikatan:
*

Perikatan:

Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan
harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai
kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum.
Unsur-unsur perikatan :
1.

Hubungan hukum.

2.

Harta kekayaan.

3.

Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.

4.

Prestasi.

Unsur-unsur Perikatan:

Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikanlebih jelas


unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
1. Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu
pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya.Perikatan adalah suatu hubungan
hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum.Hubungan hukum
ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan
hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan.Pengingkaran terhadap
hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu
terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang
hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan.
Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajibankewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat
hukum dari persetujuan.
Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang
melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum.
Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan,
dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibatakibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat
hukum.Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi
lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan
sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan
hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).

Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum


pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia :
pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
2. Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht)
dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya
para sarjana menggunakan ukuran dapat dinilai dengan uang. Suatu hubungan
dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat
dinilai dengan uang.Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan
pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat
hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah
akibat perbuatan seseorang.
Jadi kriteria dapat dinilai dengan uang tidak lagi dipergunakan sebagi suatu
kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran
tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa dapat dinilai dengan
uang adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai
dengan uang selalu merupakan perikatan.
3. Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur
dan debitur.Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan,
yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi.Kreditur
biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang
pasif.Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu
terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya.Tindakantindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka
pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karenaberkaitan dalam
hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan
sekurang-kurangnya satu orang debitur.Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam
suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
4. Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan
merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu
debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu

prestasi.Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak
berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan
sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang,
misalnya penjual berkewajiban menyerahkan 7 barangnya atau orang yang
menyewakan berkewajiban memberikankenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukansesuatu
yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis,penyanyi, penari, dll.
Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukanperbuatan
tertentu yang telah dijanjikan.Misalnya tidak mendirikanbangunan ditanah orang
lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapatmengganggu ketenangan orang
lain, dll.
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a. Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan
suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat
ditentukan.Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui
sah.Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli
harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga.Perikatan adalah tidak sah jika
obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan.Misalnya, sesorang menerima
tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya
dan berapa luasnya.
b. Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan
jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika
dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatanperbuatan dan persetujuan-persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan
undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak
Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain
perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih
sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja.
Kesimpulannya bahwa 8 objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
c. Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah
suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan 8 objek

perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan


kesusilaan.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah
suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d. Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harusmungkin
untuk dilaksanakan.Sehubungan dengan itu dibedakan antaraketidakmungkinan
obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Padaketidakmungkinan obyektif tidak
akan timbul perikatan sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak
menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak
dapat dilaksanakan oleh siapapun.Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak
Semarang - Jakarta dengan mobil dalam waktu 3 jam.
Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif dengan ketidakmungkinan subyektif
yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan pada contoh
pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan
karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut.
Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya diketahui oleh debitur
yang bersangkutan saja.
Dalam perkembangan selanjutnya baik Pitlo maupun Asser berpendapat bahwa
adalah tidak relevan untuk mempersoalkan ketidakmungkinan subyektif dan
obyektif.Ketidakmungkinan untuk melakukan prestasi dari debitur itu hendaknya
dilihat dari sudut kreditur, yaitu apakah kreditur mengetahui atau seharusnya
mengetahui tentang ketidakmungkinan tersebut.Jika kreditur mengetahui, maka
perikatan menjadi batal dan sebaliknya, jika kreditur tidak mengetahui debitur tetap
berkewajiban untuk melaksanakan prestasi.

D.
*

Jenis- Jenis Perikatan.


JENIS-JENIS PERIKATAN

Perikatan dapat dibedakan menurut :


1.

Isi daripada prestasinya :


Perikatan positif dan negative.

Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan nyata,


misalnya memberi atau berbuat sesuatu. Sedangkan pada perikatan negative
prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu.

Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan.

Adakalanya untuk pemenuhan perikatan cukup hanya dilakukan dengan salah satu
perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai,
misalnya perikatan untuk menyerahkan barang yang dijual dan membayar
harganya.
Perikatan-perikatan semacam ini disebut perikatan sepintas lalu. Sedangkan
perikatan, dimana prestasinya bersifat terus menerus dalam jangka waktu tertentu,
dinamakan perikatan berkelanjutan. Misalnya perikatan-perikatan yang timbul dari
persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja.

Perikatan alternative.

Perikatan alternative adalah suatu perikatan, dimana debitur berkewajiban


melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih, baik menurut pilihan
debitur, kreditur atau pihak ketiga, dengan pengertian bahwa pelaksanaan daripada
salah satu prestasi mengakhiri perikatan.
Menurut pasal 1272 BW, bahwa dalam perikatan alternative debitur bebas dari
kewajibannya, jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan
dalam perikatan. Misalnya, A harus menyerahka kuda atau sapinya kepada B. pasal
tersebut adlaah tidak lengkap, karena hanya mengatur tentang memberikan
sesuatu dan yang dapat dipilih hanya diantara dua barang saja. Kekurangan
tersebut dilengkapi oleh pasal 1277 BW, yang mengatakan : asas-asas yangs ama
berlaku juga, dalam hal jika ada lebih dari dua barang yang termasuk ke dalam
perikatan yang terdiri dari berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Perikatan menjadi murni bila :
a. Jika salah satu barang tidak lagi merupakan objek perikatan (pasal 1274).
b. Debitur atau kreditur telah memilih prestasi yang akan dilakukan.
c. Jika salah satu prestasi tidak mungkin lagi dipenuhi (pasal 1275).

Perikatan fakultatif.

Perikatan fakultatif adalah suatu perikatan yang objeknya hanya berupa satu
prestasi, dimana debitur dapat mengganti dengan prestasi lain. Jika pada perikatan
fakultatif, karena keadaan memaksa prestasi primairnya tidak lagi merupakan objek
perikatan, maka perikatannya menjadi hapus. Berlainan halnya pada perikatan
alternative, jika salah satu prestasinya tidak lagi dapat dipenuhi karena keadaan
memaksa, perkataannya menjadi murni.

Perikatan generic dan spesifik.

Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya ditentukan menurut jenis dan
jumlahnya. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan yang objeknya

ditentukan secara terperinci. Arti penting perbedaan antara perikatan generic dan
spesifik adalah dalam hal :
a. Resiko
Pada perikatan spesifik, sejak terjadinya perikatan barangnya menjadi tanggungan
kreditur. Jadi jika bendanya musnah karena keadaan memaksa, maka debitur bebas
dari kewajibannya untuk berprestasi (pasal 1237 dan 1444 BW).
b. Tempat pembayarannya (pasal 1393)
Pasal 1393 BW menentukan bahwa jika dalam persetujuan tidak ditetapkan tempat
pembayaran, maka pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu berada sewaktu
persetujuan dibuat. Sedangkan pembayaran mengenai barang-barang generic
harus dilakukan ditempat kreditur.

Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.

Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung apakah prestasinya
dapat dibagi-bagi atau tidak. Pasal 1299 BW menentukan bahwa jika hanya ada
satu debitur atau satu kreditur prestasinya harus dilaksanakan sekaligus, walaupun
prestasinya dapat dibagi-bagi. Baru timbul persoalan apakah perikatan dapat
dibagi-bagi atau tidak jika para pihak atau salah satu pihak dan pada perikatan
terdiri dari satu subjek. Hal ini dapat terjadi jika debitur atau krediturnya meninggal
dan mempunyai ahli waris lebih dari satu.
Akibat daripada perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, adalah bahwa kreditur
dapat menuntut terhadap setiap debitur atas keseluruhan prestasi atau debitur
dapat memenuhi seluruh prestasi kepada salah seorang kreditur, dengan
pengertian bahwa pemenuhan prestasi menghapuskan perikatan.
Prestasi yang tidak dapat dibagi-bagi dibedakan :
a. Menurut sifatnya
Menurut pasal 1296 BW perikatan tidak dapat dibagi-bagi, jika objek daripada
perikatan tersebut yang berupa penyerahan sesuatu barang atau perbuatan dalam
pelaksanaannya tidak dapat dibagi-bagi.Menurut Assers, dalam pengertian hukum
sesuatu benda dapat dibagi-bagi jika benda tersebut tanpa mengubah hakekatnya
dan tidak mengurangi secara menyolok nilai harganya dapat dibagi-bagi dalam
bagian-bagian.
b. Menurut tujuan para pihak
Menurut tujuannya perikatan adalah tidak dapat dibagi-bagi, jika maksud para pihak
bahwa prestasinya harus dilaksanakan sepenuhnya, sekalipun sebenarnya
perikatan tersebut dapat dibagi-bagi. Perikatan untuk menyerahkan hak milik

sesuatu benda menurut tujuannya tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun menurut sifat
prestasinya, dapat dibagi-bagi.
2.

Subjek-subjeknya :
Perikatan solider atau tanggung renteng.

Suatu perikatan adalah solider atau tanggung renteng, jika berdasarkan kehendak
para pihak atau ketentuan undang-undang :
a. Setiap kreditur dari dua atau lebih kreditur-kreditur dapat menuntut keseluruhan
prestasi dari debitur, dengan pengertian pemenuhan terhadap seorang kreditur
membebaskan debitur dari kreditur-kreditur lainnya (tanggung renteng aktif).
b. Setiap debitur dari dua atau lebih debitur-debitur berkewajiban terhadap kreditur
atas keseluruhan prestasi. Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah seorang debitur,
membebaskan debitur-debitur lainnya (tanggung renteng pasif).
Tanggung renteng terjadi karena :
a. Berdasarkan pernyataan kehendak
Menurut pasal 1278 BW terdapat perikatan tanggung renteng aktif, jika dalam
persetujuan secara tegas dinyatakan bahwa kepada masing-masing kreditur
diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh prestasi.
b. Berdasarkan ketentuan undang-undang
Perikatan tanggung renteng yang timbul dari undang-undang tidak banyak kita
jumpai. Undang-undang hanya mengatur mengenai perikatan tanggung renteng
pasif. Ketentuan-ketentuan yang mengatur perikatan tanggung renteng dalam BW
adalah pasal 563 BW ayat 2. Mereka yang merampas dengan kekerasan dan orang
yang menyuruhnya tanggungjawab untuk seluruhnya secara tanggung
menanggung.
Akibat daripada perikatan tanggung renteng aktif
Adalah setiap kresitur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi, dengan
pengertian bahwa pelunasan kepada salah satu daripadanya, membebaskan
debitur dari kewajibannya terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1278 BW).
Sebaliknya debitur sebelum ia digugat, dapat memilih kepada kreditur yang
manakah ia akan memenuhi prestasinya.
Pelepasan perikatan tanggung renteng
Pelepasan sepenuhnya mengakibatkan hapusnya tanggung renteng. Sedangkan
pada pelepasan sebagian, bagi debitur-debitur yang tidak dibebaskan dari tanggung
renteng, masih tetap terikat secara tanggung renteng atas utang yang telah

dikurangi dengan bagian debitur yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung
renteng.
Hapusnya perikatan tanggung renteng
Perikatan hapus jika debitur bersama-sama membayar utangnya kepada kreditur
atau debitur membayar kepada semua kreditur. Novasi antara kreditur dengan para
debiturnya, menghapuskan pula perikatan. Menurut pasal 1440 BW, bahwa
pembebasan utang kepada salah satu debitur dalam perikatan tanggung renteng
membebaskan para debitur-debitur lainnya.

Perikatan principle atau accesoire.

Apabila seorang debitur atau lebih terikat sedemikian rupa, sehingga perikatan
yang satu sampai batas tertentu tergantung kepada perikatan yang lain, maka
perikatan yang pertama disebut perikatan pokok sedangkan yang lainnya perikatan
accesoire. Misalnya perikatan utang dan borg.
Dalam satu persetujuan dapat timbul perikatan-perikatan pokok dan accesoire,
misalnya pada persetujuan jual beli, perikatan untuk menyerahkan barang
merupakan perikatan pokoknya, sedangkan kewajiban untuk memelihara
barangnya sebagai bapak rumah tangga yang baik sampai barang tersebut
diserahkan merupakan perikatan accesoire.
3.

Mulai berlaku dan berakhirnya perikatan :


Perikatan bersyarat.

Suatu perikatan adalah bersyarat, jika berlakunya atau hapusnya perikatan tersebut
berdasarkan persetujuan digantungkan kepada terjadi atau tidaknya suatu peristiwa
yang akan datang yang belum tentu terjadi. Dalam menentukan apakah syarat
tersebut pasti terjadi atau tidak harus didasarkan kepada pengalaman manusia
pada umumnya. Menurut ketentuan pasal 1253 BW bahwa perikatan bersyarat
dapat digolongkan ke dalam :
a. Perikatan bersyarat yang menangguhkan
Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan, perikatan baru berlaku setelah
syaratnya dipenuhi. Misal : A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat
menjadi duta besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar), maka
persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B
membayar harganya.
b. Perikatan bersyarat yang menghapuskan
Pada perikatan bersyarat yang menghapuskan, perikatan hapus jika syaratnya
dipenuhi. Jika perikatan telah dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, maka dengan
dipenuhi syarat perikatan, maka :

1. Keadaan akan dikembalikan seperti semula seolah-olah tidak terjadi perikatan.


2. Hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya.
Dapat dikemukakan sebagai contoh bahwa perikatan yang harus dikembalikan
dalam keadaan semula, adalah misalnya A menjual rumahnya kepada B dengan
syarat batal jika A menjadi Duta Besar. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka rumah
dan uang harus dikembalikan kepada masing-masing pihak.
Syarat-syarat yang tidak mungkin dan tidak susila
Menurut pasal 1254 BW, syarat yang tidak mungkin terlaksana dan bertentangan
dengan kesusilaan adalah batal. Perumusan pasal tersebut adalah tidak tepat,
karena bukan syaratnya yang batal akan tetapi perikatannya yang digantungkan
pada syarat tersebut. Syarat yang tidak mungkin harus ditafsirkan sebagai syarat
yang secara objektif tidak mungkin dipenuhi. Jika hanya debitur tertentu saja yang
tidak memenuhi syaratnya, tidak dapat mengakibatkan perikatan batal. Misal A
memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia melompat dari ketinggian 100
meter, adalah batal. Akan tetapi jika A memberikan uang kepada B dengan syarat
jika ia berenang dipemandian adalah sah, sekalipun B tidak dapat berenang.

Perikatan dengan ketentuan waktu.

Perikatan dengan ketentuan waktu adalah perikatan yang berlaku atau hapusnya
digantungkan kepada waktu atau peristiwa tertentu yang akan terjadi dan pasti
terjadi. Waktu atau peristiwa yang telah ditentukan dalam perikatan dengan
ketentuan waktu itu pasti terjadi sekalipun belum diketahui bila akan terjadi. Jadi
dalam menentukan apakah sesuatu itu merupakan syarat atau ketentuan waktu,
harus melihat kepada maksud dari pada pihak. Perikatan dengan ketentuan waktu
dapat dibagi menjadi :
a. Ketentuan waktu yang menangguhkan
Menurut beberapa penulis ketentuan waktu yang menanggungkan, menunda
perikatan yang artinya perikatan belum ada sebelum saat yang ditentukan terjadi.
Lebih tepat kiranya apa yang telah ditentukan oleh pasal 1268 BW bahwa
perikatannya sudah ada, hanya pelaksanaannya ditunda. Debitur tidak wajib
memenuhi prestasi sebelum waktunya tiba, akan tetapi jika debitur memenuhi
prestasinya, maka ia tidak dapat menuntut kembali.
b. Ketentuan waktu yang menghapuskan
Mengenai ketentuan waktu yang menghapuskan tidak diatur oleh masing-masing
secara umum. Memegang peranan terutama dalam perikatan-perikatan yang
berkelanjutan, misalnya pasal 1570 dan pasal 1646 sub 1 BW. Dengan dipenuhi
ketentuan waktunya, maka perikatan menjadi hapus. Seorang buruh yang

mengadakan ikatan kerja untuk satu tahun, setelah lewat waktu tersebut tidak lagi
berkewajiban untuk bekerja.

E. Ketentuan Ketentuan Umum Dalam Hukum Perikatan.


*

Ketentuan Ketentuan Umum Dalam Hukum Perikatan.

BUKU KETIGA KUHPERDATA:


Bab I

Perikatan Pada Umumnya

Bab II

Perikatan Yang Lahir Dari Kontrak atau Persetujuan

Bab III

Perikanan Yang Lahir Karena Undang-undang

Bab IV

Hapusnya Perikatan

Bab V

Jual Beli

Bab VI

Tukar Menukar

Bab VII

Sewa Menyewa

Bab VIIA Perjanjian Kerja


Bab VIII Perseroan Perdata
Bab IX

Badan Hukum

Bab X

Penghibahan

Bab XI

Penitipan Barang

Bab XII

Pinjam Pakai

Bab XIII Pinjam Pakai Habis


Bab XIV Bunga Tetap atau Bunga Abadi
Bab XV

Persetujuan Untung-untungan

Bab XVI Pemberian Kuasa


Bab XVII Penanggung Utang
Bab XVIII Perdamaian

F. Berakhirnya Perikatan.

* Hapusnya Perikatan.
Bab IV Buku III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatanbaik yang timbul
dari persetujuan maupun dari undang-undang yaitu dalampasal 1381 KUH Perdata.
Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada delapan cara hapusnya perikatan
yaitu :
1. Pembayaran
2.Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3.Pembaharuan utang (inovatie)
4.Perjumpaan utang (kompensasi)
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7.Musnahnya barang yang terutang
8.Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata
adalah :
9.Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
10. Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
Jadi dalam KUH Perdata ada sepuluh cara yang mengatur tentang
hapusnya perikatan.

Anda mungkin juga menyukai