industri
keuangan
syariah
nasional.
Diantara
beberapa
aspek
pengembangan, peningkatan kinerja liquidity management merupakan salah satu fokus area
pengembangan
perbankan
syariah.
Dengan
liquidity
management
yang
lebih
security)
dan
bersifat
likuid
karena
dapat
diperdagangkan
di
pasar
sekunder(tradable).
Sebagai bentuk dukungan terhadap perkembangan pasar keuangan syariah, sejak
penerbitan perdananya pada Agustus 2008, Kementerian Keuangan telah menerbitkan 4
jenis SBSN dalam mata uang Rupiah, yaitu Ijarah Fixed Rate (IFR), Sukuk Ritel (SR), Sukuk
Dana Haji Indonesia (SDHI) serta Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) dan 1
jenis SBSN dalam mata uang Dollar Amerika (Sukuk Global).Sebagai refleksi cukup
tingginya minat pelaku pasar terhadap SBSN, sampai dengan November 2011telah tersedia
sekitar Rp39 Triliun SBSN (di luar SDHI) sebagai pilihan bagi LKS dalam pengelolaan
likuiditasnya.
Dalam domain kebijakan moneter, sebagai bagian pemenuhan amanat Undang-Undang,
Bank Indonesia (BI) secara berkesinambungan menyempurnakan upaya-upaya pengelolaan
moneter, termasukoperasi moneter berdasarkan prinsip syariah yang dilaksanakan
bersanding dengan operasi moneter konvensional (mainstream).Sebagai manifestasi
komitmen BI dalam mendorong perkembangan perbankan syariah di tanah air, sejak tahun
2000 BI telah menyediakan instrumen pengelolaan likuiditas bagi bank syariah dan secara
bertahap mengembangkan pasar uang antar-bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS).
Seiring perkembangan industri perbankan syariah, dengan perkiraan total aset sekitar Rp130
Triliun pada akhir November 2011, likuiditas perbankan syariah yang dikelola pada pasar
uang syariah (termasuk transaksi operasi moneter syariah dengan BI) berjumlah sekitar
Rp13 Triliun.
Dalam penyempurnaan pelaksanaan operasi moneter syariah, sejalan dengan perlakuan
terhadap SUN sebagai eligible asset dalam transaksi operasi moneter BI dengan perbankan
konvensional, sejak akhir 2008 BI telah memasukkan SBSN sebagai eligible asset dalam
transaksi operasi moneter dengan perbankan syariah. Artinya, bank syariah yang
membutuhkan likuiditas dan tidak memperolehnya dari antar-bank, dapat menggunakan
SBSN-nya untuk mengakses likuiditas dari BI melalui standing facility syariah.Skema
transaksi yang digunakan adalah jual-beli SBSN dengan janji (wad)untuk membeli kembali
oleh bank syariah (repo type) dengan jangka waktu 1 hari (overnight).
Sebagai lanjutan penguatan operasi moneter syariah, pada 7 Desember 2011 BItelah
mengenalkan transaksi reverse repo SBSN untuk melengkapi pengelolaan likuiditas syariah
yang selama ini ada. Skema transaksi yang digunakan adalah jual-beli SBSN dengan janji
(wad) untuk menjual kembali oleh bank syariah dengan jangka waktu transaksi 1 sampai
dengan 12 bulan. Pada tataran strategis, penyempurnaan ini selaras dengan langkah BI
untuk mengoptimalkan penggunan Surat Berharga Negara (SUN dan SBSN) dalam
pengelolaan moneter.
Pengenalan reverse repo SBSN merupakan refleksi semakin kuatnya komitmen Bank
Indonesia untuk terus mendorong perkembangan perbankan syariah di tanah air. Dengan
keterbatasan instrumen pasar keuangan syariah saat ini, penyempurnaan tersebut akan
mendorong pendalaman pasar SBSN dan pasar keuangan syariah (financial deepening)
2
untuk memberikan pilihan yang lebih beragam (line of defense) bagi perbankan syariah
dalam pengelolaan risiko likuiditas. Dengan pengelolaan risiko likuiditas yang lebih baik,
perbankan syariah diharapkan dapat bertumbuh lebih optimal dalam menjalankan perannya
membiayai pertumbuhan ekonomi nasional. Semakin optimalnya pengelolaan likuiditas juga
akan mendorong peningkatan efisiensi pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan syariah
yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Bagi Pemerintah, pasar SBSN yang berkembang dengan baik diharapkan dapat mendukung
strategi Kementerian Keuangan untuk menjadikan SBSN sebagai bagian dari upaya
diversifikasi sumber pembiayaan APBN. Dengan semakin likuidnya pasar SBSN, investor
(baik institusional maupun perorangan) yang berminat dalam setiap penerbitan SBSN
diharapkan akan meningkat sehingga cost of financing yang harus dikeluarkan negara dalam
pembiayaan APBN dapat lebih rendah.
Dengan langkah-langkah pengembangan tersebut di atas serta komitmendan dukungan
penuh dari seluruh stakeholders perbankan syariah dan industri keuangan syariah di tanah
air, harapan agar Indonesia menjadi salah satu pusat industri keuangan syariah di dunia
semoga dapat diwujudkan. Disamping itu, hal yang terpenting adalah peningkatan kontribusi
dan dukungan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan syariah dan industri keuangan
syariah.Tanpa dukungan nyata masyarakat, langkah-langkah pengembangan yang telah
dilakukan tidak akan berhasil mengaktualisasikan besarnya potensi perbankan syariah dan
industri keuangan syariah yang diamanahkan kepada kita.