Anda di halaman 1dari 3

Penggunaan Sukuk Negara Dalam Pengelolaan Moneter

Penulis: Erwin Gunawan Hutapea-Analis Ekonomi Bank Indonesia


(Tulisan ini dimuat di Harian Bisnis Indonesia, 22 Des 2011)
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar
menjadi salah satu pusat industri keuangan syariah, utamanya perbankan syariah.
Berdasarkan angka pertumbuhan tahunan (year-on-year), perbankan syariah nasional
tumbuh lebih cepat (46,67%) dibandingkan perbankan syariah global (10%-20%). Disamping
itu, kinerja penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah pun secara umum lebih baik
dibandingkan kredit perbankan konvensional sebagaimana tercermin dari rasio pembiayaan
terhadap dana pihak ketiga (financing to deposit ratio-FDR) yang lebih tinggi dan rasio
pembiayaan bermasalah (non performing financings-NPFs) yang lebih rendah.
Untuk mewujudkan potensi tersebut, pemangku kebijakan (otoritas fiskal dan otoritas
moneter)bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional MUI disertai dukunganpelaku
industri,secara berkesinambungan berupaya membangun lingkungan yang kondusif bagi
bertumbuhnya

industri

keuangan

syariah

nasional.

Diantara

beberapa

aspek

pengembangan, peningkatan kinerja liquidity management merupakan salah satu fokus area
pengembangan

perbankan

syariah.

Dengan

liquidity

management

yang

lebih

berkualitas,industri perbankan syariah diyakini dapat lebih optimal menjalankan perannya


mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada ranah pembiayaan publik (public finance), sejak berlakunya UU No. 19 Tahun 2008
tentang SBSN, Pemerintah RI telah mulai mengenalkan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) atau Sukuk Negara sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN. Selain bertujuan
memperluas basis investor Surat Berharga Negara (SUN dan SBSN), penerbitan Sukuk
Negara merupakan oase dalam keterbatasan pilihan instrumen pengelolaan likuiditas bagi
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Sebagai instrumen pasar keuangan, Sukuk
Negara memiliki 2 keunggulan, yaitu berisiko rendah karena diterbitkan oleh negara
(sovereign

security)

dan

bersifat

likuid

karena

dapat

diperdagangkan

di

pasar

sekunder(tradable).
Sebagai bentuk dukungan terhadap perkembangan pasar keuangan syariah, sejak
penerbitan perdananya pada Agustus 2008, Kementerian Keuangan telah menerbitkan 4
jenis SBSN dalam mata uang Rupiah, yaitu Ijarah Fixed Rate (IFR), Sukuk Ritel (SR), Sukuk
Dana Haji Indonesia (SDHI) serta Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPNS) dan 1
jenis SBSN dalam mata uang Dollar Amerika (Sukuk Global).Sebagai refleksi cukup

tingginya minat pelaku pasar terhadap SBSN, sampai dengan November 2011telah tersedia
sekitar Rp39 Triliun SBSN (di luar SDHI) sebagai pilihan bagi LKS dalam pengelolaan
likuiditasnya.
Dalam domain kebijakan moneter, sebagai bagian pemenuhan amanat Undang-Undang,
Bank Indonesia (BI) secara berkesinambungan menyempurnakan upaya-upaya pengelolaan
moneter, termasukoperasi moneter berdasarkan prinsip syariah yang dilaksanakan
bersanding dengan operasi moneter konvensional (mainstream).Sebagai manifestasi
komitmen BI dalam mendorong perkembangan perbankan syariah di tanah air, sejak tahun
2000 BI telah menyediakan instrumen pengelolaan likuiditas bagi bank syariah dan secara
bertahap mengembangkan pasar uang antar-bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS).
Seiring perkembangan industri perbankan syariah, dengan perkiraan total aset sekitar Rp130
Triliun pada akhir November 2011, likuiditas perbankan syariah yang dikelola pada pasar
uang syariah (termasuk transaksi operasi moneter syariah dengan BI) berjumlah sekitar
Rp13 Triliun.
Dalam penyempurnaan pelaksanaan operasi moneter syariah, sejalan dengan perlakuan
terhadap SUN sebagai eligible asset dalam transaksi operasi moneter BI dengan perbankan
konvensional, sejak akhir 2008 BI telah memasukkan SBSN sebagai eligible asset dalam
transaksi operasi moneter dengan perbankan syariah. Artinya, bank syariah yang
membutuhkan likuiditas dan tidak memperolehnya dari antar-bank, dapat menggunakan
SBSN-nya untuk mengakses likuiditas dari BI melalui standing facility syariah.Skema
transaksi yang digunakan adalah jual-beli SBSN dengan janji (wad)untuk membeli kembali
oleh bank syariah (repo type) dengan jangka waktu 1 hari (overnight).
Sebagai lanjutan penguatan operasi moneter syariah, pada 7 Desember 2011 BItelah
mengenalkan transaksi reverse repo SBSN untuk melengkapi pengelolaan likuiditas syariah
yang selama ini ada. Skema transaksi yang digunakan adalah jual-beli SBSN dengan janji
(wad) untuk menjual kembali oleh bank syariah dengan jangka waktu transaksi 1 sampai
dengan 12 bulan. Pada tataran strategis, penyempurnaan ini selaras dengan langkah BI
untuk mengoptimalkan penggunan Surat Berharga Negara (SUN dan SBSN) dalam
pengelolaan moneter.
Pengenalan reverse repo SBSN merupakan refleksi semakin kuatnya komitmen Bank
Indonesia untuk terus mendorong perkembangan perbankan syariah di tanah air. Dengan
keterbatasan instrumen pasar keuangan syariah saat ini, penyempurnaan tersebut akan
mendorong pendalaman pasar SBSN dan pasar keuangan syariah (financial deepening)
2

untuk memberikan pilihan yang lebih beragam (line of defense) bagi perbankan syariah
dalam pengelolaan risiko likuiditas. Dengan pengelolaan risiko likuiditas yang lebih baik,
perbankan syariah diharapkan dapat bertumbuh lebih optimal dalam menjalankan perannya
membiayai pertumbuhan ekonomi nasional. Semakin optimalnya pengelolaan likuiditas juga
akan mendorong peningkatan efisiensi pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan syariah
yang berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Bagi Pemerintah, pasar SBSN yang berkembang dengan baik diharapkan dapat mendukung
strategi Kementerian Keuangan untuk menjadikan SBSN sebagai bagian dari upaya
diversifikasi sumber pembiayaan APBN. Dengan semakin likuidnya pasar SBSN, investor
(baik institusional maupun perorangan) yang berminat dalam setiap penerbitan SBSN
diharapkan akan meningkat sehingga cost of financing yang harus dikeluarkan negara dalam
pembiayaan APBN dapat lebih rendah.
Dengan langkah-langkah pengembangan tersebut di atas serta komitmendan dukungan
penuh dari seluruh stakeholders perbankan syariah dan industri keuangan syariah di tanah
air, harapan agar Indonesia menjadi salah satu pusat industri keuangan syariah di dunia
semoga dapat diwujudkan. Disamping itu, hal yang terpenting adalah peningkatan kontribusi
dan dukungan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan syariah dan industri keuangan
syariah.Tanpa dukungan nyata masyarakat, langkah-langkah pengembangan yang telah
dilakukan tidak akan berhasil mengaktualisasikan besarnya potensi perbankan syariah dan
industri keuangan syariah yang diamanahkan kepada kita.

Anda mungkin juga menyukai