Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan
mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak
nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi
oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri
dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat,
konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999). Jumlah penderita
mengalami fraktur di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun.
Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang bedah RSUP. H. Adam
Malik Medan diperoleh data bahwa, pada bulan Maret 2010 terdapat 8 kasus yang
mengalami fraktur. Fraktur femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi
peneliti sejumlah pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien
fraktur. Informasi yang didapat peneliti dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi
nyeri yang dirasakan oleh pasien diberikan obat analgetik saja dan tidak pernah diberi
kompres dingin oleh perawat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien tersebut.
Kompres dingin merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri perawat yang perlu
dipertimbangkan terutama pada pasien yang mengalami nyeri fraktur
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.Selain
macet, juga terasa nyeri.Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamenligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Walaupun dalam kasus yang jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani
secara tepat atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan
penderita. Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan
dalam menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur.
1

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apa pengertian Fraktur ?
1.2.2 Apa etiologi Fraktur dislokasi ?
1.2.3 Apa klasifikasi dari Fraktur dislokasi ?
1.2.4 Bagaimana tanda gejala Fraktur dislokasi?
1.2.5 Apakah patofisiologi Fraktur dislokasi?
1.2.6 Apa manifestasi klinis pada Fraktur dislokasi?
1.2.7 Bagaimana komplikasi Fraktur dislokasi?
1.2.8 Bagaimana pemeriksaan penunjang fraktur dislokasi ?
1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan pada fraktur dislokasi ?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan pasien Fraktur dislokasi?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Fraktur dislokasi
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi Fraktur dislokasi
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi klinisi Fraktur dislokasi
1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Fraktur dislokasi
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi Fraktur dislokasi
1.3.6 Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur dislokasi
1.3.7 Untuk mengetahui komplikasi Fraktur dislokasi
1.3.8 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Fraktur dislokasi
1.3.9 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada fraktur dislokasi
1.3.10 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Fraktur dislokasi

BAB 2
KONSEP DASAR TEORI

2.1 Defisini
2.1.1 Fraktur
Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya,fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya.(Smelter&Bare,2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
Menurut pendapat Carpenito (2000) fraktur didefinisikan sebagai rusaknya
kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang. Bila Fraktur mengubah posisi tulang, struktur yang
ada disekitarnya (otot, tendon, saraf dan pembuluh darah) juga mengalami
kerusakan, cidera traumatic paling banyak menyebabkan Fraktur. Fraktur Patologis
terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi yang berlebihan.
2.1.2

Dislokasi
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi. Menurut
Brunner & Suddarth (2002), dislokasi adalah suatu keadaan dimana permukaan
sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.
Keluarnya atau bercerainya kepala sendi dari magkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segara. (Arif
mansyur,dkk, 2000).
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak
lagi b e r h u b u n g a n s e c a r a a n a t o m i s ( t u l a n g l e p a s d a r i s e n d i ) . At a u
d i s l o k a s i a d a l a h s u a t u keadaan keluarnya (bercerainya) kepala sendi
dari

mangkuknya.

Dislokasi

merupakansuatu

kedaruratan

yang

membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang didekat sendi


atau

mengenai

sendi

disertai

luksasi

sendi

yang

disebut

fraktur

dislokasi.Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan


sendi.
3

2.2 Etiologi
2.2.1 Etiologi Fraktur
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Suddart,
2002).
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
a. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
b. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.
c. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses

penyakit

seperti

osteomielitis,

osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,


osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi pembentukan
osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
1. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi
keropos dan rapuh dan dapat mengalami patah tulang.
2. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
3. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi
2.2.2

dan tulang rawan (Muttaqin, 2008).


Etiologi Dislokasi
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga
tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat
disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena
sejak lahir (kongenital).Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. Dan biasanya
disebabkan oleh :
a. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b. Trauma akibat kecelakaan
c. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4

d. Terjadi infeksi di sekitar sendi


e. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
lain.
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Fraktur
a. Menurut jumlah garis fraktur
- simple fraktur hanya terdapat satu garis fraktur
- Multiple fraktur terdapat lebih dari satu garis.
- Camminute fraktur terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil
yang terlepas.
b. Menurut garis fraktur
- Fraktur inkomplit tulang tidak terpotong secara total
- Fraktur komplit tulang terpotong secara total.
- Hair line fraktur garis fraktur hampir tak tampak sehingga bentuk tulang
tak ada perubahan.
c. Menurut bentuk fragmen
- Fraktur transversal bentuk fragmen melintang
- Fraktur oblique bentuk fragmen miring
- Fraktur
spiral

bentuk

fragmen

melingkar

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar.


Fraktur terbuka : fragmen tulang sampai menembus kulit
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat, yaitu :
1. Pecahan tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka < 1 cm.
2. Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, luka > 1 cm
(misalnya fraktur Komminutive).
3. Luka besar sampai lebih kurang 8 cm, kehancuran otot kerusakan
neurovaskuler, kontaminasi besar misalnya luka tembak.
Menurut R. Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu:
a. Derajat I :
Luka <1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringani
Kontaminasi minimal
b. Derajat II :
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avuls
Fraktur kominutif sedang
5

Kontaminasi sedang
c. Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi
struktur kulit, otot,dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur terbuka derajat 3 terbagi atas:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasiluas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa

melihat besarnya ukuran luka.


Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar

atau kontaminasimasif.
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihatkerusakan jaringan lunak.

2.3.2 Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


a. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. Misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
c. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang
dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Kronik
3. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

2.4 Tanda Dan Gejala


2.4.1 Fraktur
6

a. Look
- Deformitas
- Penonjolan yang abnormal misalnya fraktur condylus lateralis humerus
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekan
- Odema
- Echymosis
- Laserasi
- Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat
berjalan dan pada fraktur antebrachi tidak dapat menggunakan lengan.
b. Feel
- Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
- Kejang otot
- Hilang sensasi
c. Move
- Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik
dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung
tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa
-

krepitasi.
Nyeri
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Gangguan Fungsi
Gerakan yang tidak normal

Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertenganhan femur


dapat digerakkan. Ini adalah bukti yang paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya putusnya kontuinitas tulang sesuai defenisi fraktur.
Hal ini penting untuk membuat visum misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen. Deformitas
a. Deformitas
- Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan
-

eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.


Pemendekan astau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul)
Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior

sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.


b. Nyeri
c. Functio Laesa, misalnya bahu tidak darat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Fraktur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2.5.2

Dislokasi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih
pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi
perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan
pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur.
Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi.

WOC FRAKTUR

10

WOC Dislokasi
Trauma

Infeksi dan penyakit

Dislokasi pada sendi

Kelainan kongenital

Trauma joint dislokasi

Rasa tidak nyaman

lain
Kesulitan dalam

karena inflamasi

mengerakkan sendi
Deformitas tulang
Gangguan mobilitas
fisik
Informasi tidak
adekuat, kurang
pajanan pengetahuan.

nyeri

Tidak nafsu
makan

Gangguan bentuk dan


pergerakan

Nutrisi kebutuhan
tubuh kurang

Ketidaknyamanan
akibat bentuk yang
tidak normal

Kurang pengetahuan
Pengungkapan secara
verbal secara merasa
malu, cemas dan takut
diterima

11

2.6 Manifestasi Klinis


2.6.1 Fraktur
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
2.6.2

Dislokasi
a. Deformitas pada persendiaan
b. Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
c. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
d. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.
e. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
f. Kekakuan.

2.7 Komplikasi
2.7.1 Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
12

a. Komplikasi awal fraktur antara lain : syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat

terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.


Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi

asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
Sindroma Kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah
fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada
pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan
pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan
dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut.
Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari
tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas
yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan.resiko terjadinya
sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah
tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan
peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara

permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. (Corwin: 2009)


Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan

posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.


Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini

13

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan

bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.


Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya

Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).


b. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain : mal union, delayed
union, dan non union.
Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Conyoh yang
khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian
diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan rotasi dari
fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah
gibs dibung ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke
luar, dan penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam
posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis
yang cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu
sebaik mungkin terutama pada masa awal periode penyembuhan.
Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-fragmen tulang
yang patah dn bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini mungkin
dengan melakukan pemeriksaan radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan
kembali dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan

tindakan operasi.
Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang

untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.


Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang
merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang
tidak benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak
menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun
14

tertutup, adanya interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua


fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi,
pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat
2.7.2

merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.


Dislokasi
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
b. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut.
- Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan

sendi

bahu,

terutama

pada

pasien

yang

berumur

40

tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi


-

abduksi
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul

terlepas dari bagian depan leher glenoid


Kelemahan otot

2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Fraktur
a. Radiologi : X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b. Laboratorium : Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
2.8.2

mengikat di dalam darah.


Dislokasi
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan kimia darah, hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, hitung trombosit, urinalisasi,dan penentuan
gula darh, BUM dan elektrolit

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Fraktur
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
- Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
-

anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah


Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan
plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau
15

metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya
-

dalam proses penyembuhan.


Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan
dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan

alat utama pada teknik ini.


Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan

imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
- Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-

Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur


Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada
derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates

2.9.2

dan protesa pada tulang yang patah


Dislokasi
a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
b. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
c. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
d. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
e. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

16

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
3.1.2

pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.


Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Capilary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
Kesemutan

Kelemahan
Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi

berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.


Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
d. Kenyamanan
Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada
nyeri akibat keruisakan syaraf.
Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
e. Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan local
17

Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa
1.

Anamnesis :
- Ada trauma
- Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi
-

2.

pada dislokasi anterior sendi bahu


Ada rasa sendi keluar
Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau

habitual
- Oedema
- Sulut/tidak dapat bergerak
Pemeriksaan Klinis :
- Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada
dislokasi bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior
sendi panggul). Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya
dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan
-

adduksi.
Nyeri
Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu
anterior.

18

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Fraktur, yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
2. Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan penurunan fungsi tulang
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit
3.2.2

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Dislokasi, yaitu :


1. Nyeri berhungan dengan inflamasi
2. Ganggun mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi sendi
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan nafsu makan

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa

NOC

NIC

keperawatan
1.Nyeri
akut NOC :
berhubung
dengan
injuri fisik

1. Gunakan komunikasi

Pain Level,

terapiutik agar pasien

agen pain control,

dapat

comfort level

mengekspresikan

kriteria hasil:

Mampu

mengontrol

nyeri (tahu penyebab


nyeri,

mampu

menggunakan

tehnik

tentang

keefektifan

dari

tindakan mengontrol
nyeri

yang

telah

digunakan
nonfarmakologi untuk 3. Kontrol faktor-faktor
mengurangi
nyeri,
lingkungan
yang
mencari bantuan)
dapat mempengaruhi
Melaporkan
bahwa
respon
pasien
nyeri berkurang dengan
terhadap
menggunakan
ketidaknyamanan.
manajemen nyeri
(ex : temperatur,
Mampu
mengenali
ruangan, penyinaran
nyeri (skala, intensitas,

frekuensi dan tanda nyeri)

nyeri
2. Evaluasi

Menyatakan

rasa

nyaman setelah nyeri


berkurang
19

dll)
4. Berikan

informasi

tentang

nyeri

seperti : penyebab

Tanda

rentang normal
Tidak
mengalami

vital

dalam

gangguan tidur

beberapa

lama

terjadinya

dan

tindakan pencegahan
5. Anjurkan
pasien
untuk

memonitori

nyeri sendiri
6. Berikan
analgetik
sesuai

dengan

anjuran
7. Evaluasi keefektifan
dan

tindakan

mengontrol nyeri
8. Modifikasi tindakan
mengontrol

nyeri

berdasarkan

respon

pasien
9. Informasikan kepada
tim

kesehatan

lainnya/

anggota

keluarga

saat

tindakan
nonfarmakologi
dilakukan

untuk

pendekatan preventif
10. Beritahu dokter jika
tindakan

tidak

berhasil atau terjadi


keluhan
11. Turunkan

dan

hilangkan

faktor

yang

dapat

meningkatkan
pengalaman

nyeri

(misal : rasa takut,


kelelahan,
kurangnya
20

Dan

pengetahuan)
12. Lakukan
teknik
variasi

untuk

mengurangi

nyeri

farmakologi,

nonfarmakologi dan
interpersonol).

2.Gangguan
mobilitas

NOC :

NIC :

fisik Joint Movement :

Exercise

therapy

berhubungan

Active

ambulation

dengan

Mobility Level

1. Monitoring vital sign

penurunan fungsi Self care : ADLs


tulang/sendi

sebelm/sesudah

Transfer

latihan

dan

lihat

kriteria hasil:

respon

pasien

saat

Klien meningkat dalam

aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan

latihan
2. Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang
ambulasi

rencana
sesuai

dalam

dengan kebutuhan
meningkatkan kekuatan 3. Bantu klien untuk
menggunakan
dan
kemampuan

berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi .

tongkat saat berjalan


dan cegah terhadap
cedera
4. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang

teknik

ambulasi
5. Kaji
kemampuan
pasien

dalam

mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan
21

kebutuhan

ADLs

secara mandiri sesuai


kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan

bantu

penuhi

kebutuhan ADLs ps.


8. Berikan alat Bantu
jika

klien

memerlukan.
9. Ajarkan

pasien

bagaimana merubah
posisi

dan

bantuan
3.kerusakan
integritas
dengan
kulit

Mucous Membranes
dan sekunder

menggunakan pakaian
yang longgar
2. Hindari kerutan pada

kriteria hasil:

tempat tidur
kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit
baik bias dipertahankan
agar tetap bersih dan
(sensasi,
elastisitas,
kering
Integritas

temperatur,

hidrasi, 4. Mobilisasi

pasien

(ubah posisi pasien)

pigmentasi)
Tidak ada

pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan

luka/lesi

setiap dua jam sekali


5. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau

dalam

minyak/baby oil pada

proses perbaikan kulit

derah yang tertekan


7. Monitor aktivitas dan

pemahaman
dan
terjadinya

Management
1. Anjurkan pasien untuk

laserasi Wound Healing : primer

jika

diperlukan
NIC
:
Pressure

NOC :
kulit Tissue Integrity : Skin and

berhubungan

berikan

berulang
Mampu

mencegah
sedera
melindungi
22

mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien

kulit

dan 9. Memandikan

mempertahankan

dengan sabun dan air

kelembaban kulit dan

perawatan alami
Menunjukkan
terjadinya

pasien

hangat
10. Kaji lingkungan dan
peralatan

proses

penyembuhan luka

yang

menyebabkan tekanan
11. Observasi luka : lokasi,
dimensi,

kedalaman

luka,
karakteristik,warna
cairan,

granulasi,

jaringan

nekrotik,

tandatanda

infeksi

lokal, formasi traktus


12. Ajarkan pada keluarga
tentang

luka

perawatan luka
13. Kolaburasi ahli

dan
gizi

pemberian diae TKTP,


vitamin
14. Cegah

kontaminasi

feses dan urin


15. Lakukan

tehnik

perawatan luka dengan


Steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi

tekanan

pada luka
3.4 Implementasi
Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah

proses keperawatan
Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya
Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
Mengobservasi TTV
Mengkaji pasien

3.5 Evaluasi
23

S : Pasien mengatakan keluhan-keluhan yang dirasakan saat


pengkajian
O : Pemeriksaan TTV
A : Masalah teratasi, belum teratasi, atau teratasi sebagian
P : Planing selanjutnya

24

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak
mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang
tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya
telah mengalami dislokasi
Fraktur dapat diklasifikasikan ; 1) Terbuka dan Tertutup, 2) Komplit dan
Inkomplit, 3) Complicated dan comminuted.Fraktur disebakan karena trauma.
Terdapat manifestasi klinis serta komplikasi sebagai akibat fraktur.Pemeriksaan
diagnostik pada fraktur meliputi; Foto Rontgen, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
darah.Penatalaksanaan terapetik meliputi ; Pengobatan dan Reduksi.Pengkajian pada
fraktur meliputi ; Riwayat fraktur, Muskuloskeletal, Neurologi, integumen, nadi,
neuromuskular. Asuhan keperawatan ditujukan pada penyelesaian masalah aktual
maupun potensial pada anak dengan fraktur dan dislokasi.
4.2 SARAN
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti
bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.

25

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI,
Jakarta, 2000.
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

26

Anda mungkin juga menyukai