PENDAHULUAN
BAB 2
KONSEP DASAR TEORI
2.1 Defisini
2.1.1 Fraktur
Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya,fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya.(Smelter&Bare,2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).
Menurut pendapat Carpenito (2000) fraktur didefinisikan sebagai rusaknya
kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang. Bila Fraktur mengubah posisi tulang, struktur yang
ada disekitarnya (otot, tendon, saraf dan pembuluh darah) juga mengalami
kerusakan, cidera traumatic paling banyak menyebabkan Fraktur. Fraktur Patologis
terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi yang berlebihan.
2.1.2
Dislokasi
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi. Menurut
Brunner & Suddarth (2002), dislokasi adalah suatu keadaan dimana permukaan
sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.
Keluarnya atau bercerainya kepala sendi dari magkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segara. (Arif
mansyur,dkk, 2000).
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak
lagi b e r h u b u n g a n s e c a r a a n a t o m i s ( t u l a n g l e p a s d a r i s e n d i ) . At a u
d i s l o k a s i a d a l a h s u a t u keadaan keluarnya (bercerainya) kepala sendi
dari
mangkuknya.
Dislokasi
merupakansuatu
kedaruratan
yang
mengenai
sendi
disertai
luksasi
sendi
yang
disebut
fraktur
2.2 Etiologi
2.2.1 Etiologi Fraktur
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Suddart,
2002).
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
a. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
b. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.
c. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses
penyakit
seperti
osteomielitis,
bentuk
fragmen
melingkar
Kontaminasi sedang
c. Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi
struktur kulit, otot,dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur terbuka derajat 3 terbagi atas:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasiluas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
atau kontaminasimasif.
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihatkerusakan jaringan lunak.
a. Look
- Deformitas
- Penonjolan yang abnormal misalnya fraktur condylus lateralis humerus
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekan
- Odema
- Echymosis
- Laserasi
- Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat
berjalan dan pada fraktur antebrachi tidak dapat menggunakan lengan.
b. Feel
- Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
- Kejang otot
- Hilang sensasi
c. Move
- Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik
dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung
tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa
-
krepitasi.
Nyeri
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Gangguan Fungsi
Gerakan yang tidak normal
Dislokasi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih
pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi
perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan
pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur.
Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan
adanya reposisi.
WOC FRAKTUR
10
WOC Dislokasi
Trauma
Kelainan kongenital
lain
Kesulitan dalam
karena inflamasi
mengerakkan sendi
Deformitas tulang
Gangguan mobilitas
fisik
Informasi tidak
adekuat, kurang
pajanan pengetahuan.
nyeri
Tidak nafsu
makan
Nutrisi kebutuhan
tubuh kurang
Ketidaknyamanan
akibat bentuk yang
tidak normal
Kurang pengetahuan
Pengungkapan secara
verbal secara merasa
malu, cemas dan takut
diterima
11
Dislokasi
a. Deformitas pada persendiaan
b. Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.
c. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
d. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.
e. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi
Sendi bahu, sendi siku, metakarpal phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
f. Kekakuan.
2.7 Komplikasi
2.7.1 Fraktur
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
12
a. Komplikasi awal fraktur antara lain : syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
Sindroma Kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah
fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada
pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan
pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan
dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut.
Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari
tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas
yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan.resiko terjadinya
sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah
tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan
peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara
13
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
tindakan operasi.
Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
sendi
bahu,
terutama
pada
pasien
yang
berumur
40
abduksi
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Fraktur
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
- Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
-
metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya
-
imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
- Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-
2.9.2
16
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
3.1.2
Kelemahan
Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa
1.
Anamnesis :
- Ada trauma
- Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi
-
2.
habitual
- Oedema
- Sulut/tidak dapat bergerak
Pemeriksaan Klinis :
- Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada
dislokasi bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior
sendi panggul). Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya
dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan
-
adduksi.
Nyeri
Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu
anterior.
18
NOC
NIC
keperawatan
1.Nyeri
akut NOC :
berhubung
dengan
injuri fisik
1. Gunakan komunikasi
Pain Level,
dapat
comfort level
mengekspresikan
kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
mampu
menggunakan
tehnik
tentang
keefektifan
dari
tindakan mengontrol
nyeri
yang
telah
digunakan
nonfarmakologi untuk 3. Kontrol faktor-faktor
mengurangi
nyeri,
lingkungan
yang
mencari bantuan)
dapat mempengaruhi
Melaporkan
bahwa
respon
pasien
nyeri berkurang dengan
terhadap
menggunakan
ketidaknyamanan.
manajemen nyeri
(ex : temperatur,
Mampu
mengenali
ruangan, penyinaran
nyeri (skala, intensitas,
nyeri
2. Evaluasi
Menyatakan
rasa
dll)
4. Berikan
informasi
tentang
nyeri
seperti : penyebab
Tanda
rentang normal
Tidak
mengalami
vital
dalam
gangguan tidur
beberapa
lama
terjadinya
dan
tindakan pencegahan
5. Anjurkan
pasien
untuk
memonitori
nyeri sendiri
6. Berikan
analgetik
sesuai
dengan
anjuran
7. Evaluasi keefektifan
dan
tindakan
mengontrol nyeri
8. Modifikasi tindakan
mengontrol
nyeri
berdasarkan
respon
pasien
9. Informasikan kepada
tim
kesehatan
lainnya/
anggota
keluarga
saat
tindakan
nonfarmakologi
dilakukan
untuk
pendekatan preventif
10. Beritahu dokter jika
tindakan
tidak
dan
hilangkan
faktor
yang
dapat
meningkatkan
pengalaman
nyeri
Dan
pengetahuan)
12. Lakukan
teknik
variasi
untuk
mengurangi
nyeri
farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonol).
2.Gangguan
mobilitas
NOC :
NIC :
Exercise
therapy
berhubungan
Active
ambulation
dengan
Mobility Level
sebelm/sesudah
Transfer
latihan
dan
lihat
kriteria hasil:
respon
pasien
saat
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan
latihan
2. Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang
ambulasi
rencana
sesuai
dalam
dengan kebutuhan
meningkatkan kekuatan 3. Bantu klien untuk
menggunakan
dan
kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi .
teknik
ambulasi
5. Kaji
kemampuan
pasien
dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan
21
kebutuhan
ADLs
bantu
penuhi
klien
memerlukan.
9. Ajarkan
pasien
bagaimana merubah
posisi
dan
bantuan
3.kerusakan
integritas
dengan
kulit
Mucous Membranes
dan sekunder
menggunakan pakaian
yang longgar
2. Hindari kerutan pada
kriteria hasil:
tempat tidur
kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit
baik bias dipertahankan
agar tetap bersih dan
(sensasi,
elastisitas,
kering
Integritas
temperatur,
hidrasi, 4. Mobilisasi
pasien
pigmentasi)
Tidak ada
pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan
luka/lesi
dalam
pemahaman
dan
terjadinya
Management
1. Anjurkan pasien untuk
jika
diperlukan
NIC
:
Pressure
NOC :
kulit Tissue Integrity : Skin and
berhubungan
berikan
berulang
Mampu
mencegah
sedera
melindungi
22
mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien
kulit
dan 9. Memandikan
mempertahankan
perawatan alami
Menunjukkan
terjadinya
pasien
hangat
10. Kaji lingkungan dan
peralatan
proses
penyembuhan luka
yang
menyebabkan tekanan
11. Observasi luka : lokasi,
dimensi,
kedalaman
luka,
karakteristik,warna
cairan,
granulasi,
jaringan
nekrotik,
tandatanda
infeksi
luka
perawatan luka
13. Kolaburasi ahli
dan
gizi
kontaminasi
tehnik
tekanan
pada luka
3.4 Implementasi
Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah
proses keperawatan
Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya
Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya
Mengobservasi TTV
Mengkaji pasien
3.5 Evaluasi
23
24
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak
mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang
tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah
karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya
telah mengalami dislokasi
Fraktur dapat diklasifikasikan ; 1) Terbuka dan Tertutup, 2) Komplit dan
Inkomplit, 3) Complicated dan comminuted.Fraktur disebakan karena trauma.
Terdapat manifestasi klinis serta komplikasi sebagai akibat fraktur.Pemeriksaan
diagnostik pada fraktur meliputi; Foto Rontgen, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
darah.Penatalaksanaan terapetik meliputi ; Pengobatan dan Reduksi.Pengkajian pada
fraktur meliputi ; Riwayat fraktur, Muskuloskeletal, Neurologi, integumen, nadi,
neuromuskular. Asuhan keperawatan ditujukan pada penyelesaian masalah aktual
maupun potensial pada anak dengan fraktur dan dislokasi.
4.2 SARAN
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga
penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga
makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti
bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI,
Jakarta, 2000.
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
26