Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1996 Depertemen Kesehatan bekerja sama dengan WHO
mengembangkan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Indonesia. Keterpaduan pelayanan tidak hanya pelayanan kuratif berupa
pengobatan penyakit saja, namun sekaligus pelayanan preventif seperti imunisasi,
pemberian vitamin A, menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI serta
pelayanan promotif seperti memberikan konseling kepada ibu cara merawat dan
mengobati anak sakit di rumah, serta masalah pemberian makan.1
Sasaran utama penerapan MTBS adalah perawat, bidan atau bidan di desa
yang menangani balita sakit. Tentunya dokter puskesmas perlu juga terlatih
MTBS agar dapat melakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja
puskesmas. Dengan pelatihan ini, tenaga kesehatan akan memahami konsep
MTBS serta lebih terampil dan termotivasi untuk menggunakan bagan manajemen
kasus sebagai standar pelayanan di lini terdepan, utamanya di tingkat pelayanan
kesehatan dasar.1
Dalam

penerapan

MTBS,

tenaga

kesehatan

diajarkan

untuk

memperhatikan secara cepat semua gejala anak sakit, sehingga segera dapat
ditentukan apakah anak dalam keadaan sakit berat dan perlu segera dirujuk. Jika
penyakitnya tidak parah, selanjutnya tenaga kesehatan bisa memberi pengobatan
sesuai pedoman MTBS. Dalam pedoman MTBS, juga diuraikan cara konseling
bagi ibu atau pengasuh anak.1,2
Pedoman MTBS ini sudah sesuai dengan pedoman yang ada dari programprogram terkait, seperti Pedoman Penanganan Diare, ISPA, Malaria, Pemberian
Imunisasi, Vitamin A, dan sebagainya. Melalui MTBS, petugas puskesmas
mengetahui cara menyatukan berbagai pedoman yang terpisah untuk masingmasing penyakit, kedalam bentuk proses yang lebih komprehensif dan efisien
dalam penanganan anak sakit.1

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena


menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya. 40 %-60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit
ISPA. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA.3
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan MTBS di lingkungan
kerja Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan MTBS
pada ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang tahun 2010.
b. Untuk menentukan langkah-langkah yang dapat diambil dalam
pemecahan masalah pelaksanaan MTBS pada ISPA di Puskesmas
Tanjung Pinang tahun 2010.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
2.1.1 Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Pada tahun 1996 Integrated Management of Childhood Illness (IMCI)
mulai dikembangkan di Indonesia dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam menangani balita
sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) menangani balita sakit menggunakan suatu algoritme, program ini dapat
mengklasifikasi penyakit- penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang
diderita oleh balita sakit.4
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat
jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit
pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif
dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling
pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan
Anak Balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut.5
2.1.2 Penyiapan Logistik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan MTBS adalah
penyiapan obat, alat, formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI). Penyiapan
logistik ini perlu direncanakan, karena bila tidak disiapkan dengan baik akan
mengganggu kelancaran penerapan MTBS.5
1) Penyiapan Obat dan Alat
Sebelum memulai menerapkan MTBS, sebaiknya harus melakukan
penilaian dan pengamatan terhadap ketersediaan obat di puskesmas. Secara
3

umum, obat-obat yang digunakan dalam MTBS telah termasuk dalam Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) yang digunakan di puskesmas.5
Pada saat ini, beberapa obat dan alat yang jarang/belum ada dipuskesmas
adalah: asam nalidiksat, suntikan kloramfenikol, suntikan Gentamisin, suntikan
Kinin, infus set (untuk anak dan bayi) dan manset anak.5
Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak akan
menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat-obat tersebut pada umumnya
merupakan obat pilihan kedua atau obat yang dibutuhkan bagi anak yang akan
dirujuk, sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan kepada institusi
tempat rujukan.5
2) Penyiapan Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)
Penyiapan formulir Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu
Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan.5
Langkah-langkah dalam penyiapan formulir MTBS dan KNI:5

Pertama-tama hitung jumlah kunjungan balita sakit perhari dan hitunglah


kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit
merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan.
Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan
kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada
perkiraan jumlah bayi lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini
akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal.

Untuk pencetakan KNI hitunglah sebanyak jumlah kunjungan baru balita


sakit dalam sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam
sebulan.

Selama tahap awal penerapan MTBS, cetaklah formulir MTBS dan KNI
untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama.

2.1.3 Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS


Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan yang menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita
sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan.5
Untuk menerapkan MTBS di fasilitas rawat jalan puskesmas, penyesuaian
alur pelayanan mungkin diperlukan untuk memperlancar pelayanan.5
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit disusun dengan memahami
langkah-langkah tersebut adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan
pelayanan yang lengkap meliputi:5
1) Pendaftaran
2) Pemeriksaan dan konseling
3) Tindakan yang diperlukan (di klinik)
4) Pemberian obat, atau
5) Rujukan, bila diperlukan
Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban
berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan
oleh petugas kesehatan yang berbeda.5

Berikut ini adalah model ban berjalan pelayanan MTBS yang diberikan
oleh 3 orang petugas puskesmas:5
GAMBAR 2.1.3
Alur MTBS
Pasien Datang

Pendaftaran
+
Memberi Formulir MTBS
+
Family Folder

Pemeriksaan:
Memeriksa dan membuat klasifikasi identifikasi
pengobatan
+
Konseling:
Konseling pemberian obat dirumah
Kapan kembali
Pemberian makan
+
Pemberian Kode Diagnosa Dalam SP2TP
+
Tindakan yang Diperlukan:
Pengobatan pra rujukan
Imunisasi

Petugas 1 di loket, mengisi


formulir MTBS:
Identifikasi anak
Status kunjungan

Petugas 2 di ruang periksa


melakukan seluruh langkah
sejak:
Pengukuran suhu badan
Penimbangan berat badan
hingga konseling

Petugas 3 di apotik
Pemberian Obat:
Memberikan Obat

Rujuk

Pulang

2.1.4 Penerapan MTBS di Puskesmas


Dalam memulai penerapan MTBS tidak ada patokan khusus besarnya
persentase kunjungan balita sakit yang di tangani dengan pendekatan MTBS. Tiap
puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya dalam mengenai seberapa besar
balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan dicapai
cakupan 100%. Penerapan MTBS di puskesmas secara bertahap dilaksanakan
sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan di tiap puskesmas.5
Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS adalah sebagai berikut:

Puskesmas yang memliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari


pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita sakit.

Puskesmas yang memilki kunjungan balita sakit 11-20 orang perhari,


berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada
tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit
mendapat pelayanan MTBS.

Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang perhari,


berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada
tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit
mendapat pelayanan MTBS.

2.2 Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA)


2.2.1 Pengertian ISPA
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut
dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit.
Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ
Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.3
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam
2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.

Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. 6
2.2.2 Penyebab ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri,
virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan
oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus
dan mycoplasm.7
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,
Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.7
2.2.3 Gejala ISPA
Gejala ISPA biasanya ditandai dengan gejala influenza, batuk, demam dan
suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 derajat celsius dan disertai sesak nafas.
Sebagai pertahanan untuk melawan bakteri dan kuman yang masuk ke dalam
saluran pernafasan adalah berupa bersin, batuk disertai dahak dan ingus atau
lendir yang ke luar dari hidung.6
2.2.4 Klasifikasi ISPA
Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan
akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi penyebab, hal ini semakin
nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala
klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit yang bisa disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme tersebut.6
Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :6
1. Lokasi Anatomis
a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
8

b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah


Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai
dengan alveolus paru-paru.
2. Derajat keparahan penyakit
WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul.
Adapun pembagiannya sebagai berikut:6
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:

Batuk

Pilek dengan atau tanpa demam

b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat
Wheezing
Sakit/keluar cairan dari telinga
Bercak kemerahan (campak)
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:

Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi

Kesadaran menurun

Bibir / kulit pucat kebiruan

Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat

Adanya selaput membran difteri

Depkes RI membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis


yang didapat yaitu:6
a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
1) Pneumonia berat, tanda utama :

Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, serta gizi buruk.

Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru
menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.

Nafas cuping hidung

Sianosis (pucat)

2) Pneumonia (tidak berat), tanda :

Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

Disertai nafas cepat: Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan -1 tahun.
Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun -5 tahun.

3) Bukan Pneumonia

Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan-1
tahun. Kurang dari 40 kali/menit untuk anak usia 1 tahun-5tahun.

b. Anak umur kurang dari 2 bulan


Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:6
1) Pneumonia berat

Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran


menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.

Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau

10

Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.

2) Bukan Pneumonia

Tidak ada nafas cepat.

Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2.2.5 Tatalaksana yang tepat sesuai MTBS


1)

Pemeriksaan

2)

Tanyakan:8

Berapa umur anak?

Apakah anak anda dapat minum?

Apakah bayi umur < 2 bulan kurang bisa minum?

Apakah bayi demam atau panas badan?

Apakah anak kejang?

Lihat dan dengarkan (Anak harus tenang):8

Hitung napas dalam 1 menit

Adakah tarikan dinding dada

Adakah terdengar stridor

Adakah terdengar wheezing

Lihat apakah kesadaran anak menurun

Raba apakah ada demam atau dingin

Periksa apakah ada tanda-tanda gizi buruk

Penentuan ada tidaknya tanda bahaya

Tanda bahaya umur < 2 bulan:

Kurang bisa minum

Kejang

Kesadaran menurun

Stridor
11

Wheezing

Demam atau dingin

Bayi yang memiliki salah satu tanda bahaya harus segera dirujuk
ke sarana rujukan

Tanda bahaya umur 2 bulan-5 tahun:

Tidak bisa minum

Kejang

Kesadaran menurun

Stridor

Gizi buruk

Anak yang memiliki salah satu tanda bahaya harus segera dirujuk
ke sarana rujukan

3)

Klasifikasi penyakit

Umur kurang 2 bulan

Klasifikasi
Tanda

Pneumonia berat
Bukan pneumonia
- Napas cepat : 60x/menit - Tidak ada napas cepat :
- Tarikan dinding dada
< 60x/menit atau
bagian bawah kedalam - Tidak ada tarikan dinding dada
yang kuat
bagian bawah kedalam yang kuat

Tindakan

- Kirim segera ke sarana


rujukan
- Beri antibiotik satu dosis

Beri nasehat cara perawatan


dirumah:
Jaga agar bayi tidak
kedinginan
Teruskan pemberian ASI dan
beri ASI lebih sering
Bersihkan hidung bila
tersumbat
Anjurkan ibu untuk kembali
segera kontrol bila:
Keadaan
bayi
memburuk
Napas menjadi cepat
Bayi sulit bernapas
Bayi sulit menyusui

12

Umur 2 bulan-5 tahun

Klasifikasi
Tanda

Pneumonia berat
- Tarikan dinding
dada bagian
bawah kedalam

Pneumonia
- Tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah kedalam
- Napas cepat:
2 bln - <12bln :
50x/menit
1 thn - < 5 thn :
40x/menit

Bukan Pneumonia
- Tidak ada
tarikan dinding
dada bagian
bawah
kedalam
- Tidak ada
napas cepat

Tindakan

- Segera kirim ke
sarana rujukan
- Bila jarak sarana
rujukan jauh beri
antibiotik satu
dosis
- Bila demam
obati
- Bila wheezing
obati

- Nasihat ibu untuk


melakukan tindakan
perawatan dirumah
- Beri antibiotik
selama 5 hari
- Anjurkan ibu untuk
kontrol 2 hari atau
lebih cepat bila
keadaan balita
memburuk
- Bila demam obati
- Bila wheezing obati

- Jika batuk >


30 hari, rujuk
untuk
pemeriksaan
lanjutan
- Obati penyakit
lain bila ada
- Nasihat ibu
untuk
perawatan
dirumah
- Bila demam
obati
- Bila wheezing
obati

Setelah 2 hari
lakukan pemeriksaan kembali

Klasifikasi
Tanda
-

Pneumonia berat
Memburuk
Tidak dapat minum
Ada tarikan
dinding dada bagian
bawak kedalam
Ada tandatanda bahaya

Pneumonia
Tidak berubah

Bukan Pneumonia
Membaik
- Napasnya lebih
lambat
- Panasnya turun
- Nafsu makan
membaik

13

Tindakan

4)

Kirim ke sarana rujukan

Ganti antibiotik
atau rujuk ke
sarana rujukan

Teruskan antibiotik
sampai 5 hari

Petunjuk Pengobatan
a) Pemberian Antibiotik

Kotrimoksazol

Dosis antibiotik kotrimoksazol


-

Tunjukan kepada ibu cara pemberian antibiotik dirumah 2 kali


sehari selama 5 hari

Dosis antibiotik kotrimoksazol


Kotrimoksazol
2 kali sehari selama 5 hari tablet dewasa
(80 mg trimetopin + 400 mg sulfametoksasol)
< 2 bulan
1/8
2 bulan - < 6 bulan
1/4
6 bulan - < 3 tahun
1/2
3 tahun - < 5 tahun
1
Umur

Antibiotik pengganti kotrimoksazol

Amoksilin/Ampisilin
Dosis setiap kali pemberian
Kapsul tablet 205 mg
Sirup 125 mg/ml
1/4
1/2 sendok (2,5 ml)

Umur
2 bulan - < 6 bulan
6 bulan - < 3 tahun

1/2

1 sendok (5 ml)

3 tahun - < 5 tahun

2 sendok (10 ml)

Ket : - Ampisilin diberikan 4 kali perhari selama 5 hari


- Amoksilin diberikan 3 kali perhari selama 5 hari

Prokain penisilin

Diberikan

sehari

sekali selama

5 hari, dengan

suntikan

intramuskular
-

Dosis :

14

2 bulan - < 6 bulan : 300.000 unit


6 bulan - < 3 tahun : 600.000 unit
3 tahun - < 5 tahun : 750.000 unit
b)

Pemgobatan demam

Demam Tinggi
Demam
Lebih dari 39 C
Kurang dari 39 C
Berikan paracetamol
Nasihat ibu agar memberi cairan
Nasihat ibu agar memberi lebih banyak
cairan lebih banyak
Dosis paracetamol (tablet 500 mg)
Pemberian setiap 6 jam = selama 2 hari
Umur
2 bulan - < 6 bulan
6 bulan - < 3 tahun
3 tahun - < 5 tahun

Dosis
1/8 tablet
1/4 tablet
1/2 tablet

15

BAB III
METODA PENGUMPULAN DATA
3.1 Data yang Dikumpulkan
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang didapat melalui wawancara yang
mendalam dengan petugas-petugas Puskesmas Tanjung Pinang untuk
memperoleh informasi mengenai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan
MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari pencatatan dan pelaporan MTBS puskesmas.
3.2 Cara Pengambilan Data
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data sampai data
diolah dan dianalisa adalah :
1.

Pengumpulan data
Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 13 September 2011
sampai 17 September 2011. Semua data mengenai program MTBS
diperoleh dari pencatatan dan pelaporan program Perkesmas di tambah
dengan data yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan pemegang
program MTBS.

2.

Pengolahan data
Setelah pengumpulan data selesai, data dimasukkan kedalam tabel
pencapaian MTBS. Pengolahan data diolah secara manual, jika tidak
sesuai dengan prosedur pelaksanaan MTBS maka itu merupakan masalah.
Masalah-masalah tersebut dikumpulkan dan dicari prioritas masalahnya
menggunakan metode MCUA dan diambil masalah utama kemudian dicari
pemecahan masalahnya dengan metode MIV/C.

16

BAB IV
HASIL KEGIATAN PUSKESMAS
4.1 Distribusi Penyakit MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang
Jumlah kunjungan bayi berusia 1 hari sampai 2 bulan pada tahun 2010
adalah 71 bayi, sedangkan untuk jumlah kunjungan bayi berusia 2 bulan
sampai 5 tahun pada tahun 2010 adalah 2683 bayi, jadi jumlah keseluruhan
kunjungan di MTBS pada tahun 2010 adalah 2754 bayi.9,10
Tabel 4.1
Kalsifikasi Penyakit MTBS Pada Bayi Berusia 1 hari sampai 2 bulan
No
1
2
3
4
5

Klasifikasi Penyakit
BB tidak rendah/tidak masalah pemberian ASI
Diare tanpa dehidrasi
Infeksi bakteri lokal
Gangguan nafas
BB sangat rendah/masalah pemberi ASI

Jumlah
12
11
10
4
2

Tabel 4.2
Kalsifikasi Penyakit MTBS Pada Bayi Berusia 2 tahun sampai 5 tahun
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Klasifikasi Penyakit
Batuk bukan Pneumonia
Tidak BGM dan tidak anemia
BGM dan atau anemia
Diare tanpa dehidrasi
Demam mungkin bukan malaria
Demam mungkin bukan DBD
Demam mungkin malaria
Diare dehidrasi ringan/sedang
Gizi buruk atau anemia berat
Campak

Jumlah
1782
3919
610
422
113
96
85
59
54
26

17

Dari data tabel diatas diperoleh data, penyakit batuk bukan pneumonia
yang paling banyak terjadi yaitu sebanyak 1782 bayi.
4.2 Hasil Wawancara dengan Petugas Pemegang Program MTBS
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pemegang program MTBS
di Puskesmas Tanjung Pinang bahwa terdapat beberapa masalah dalam
pelaksanaan program MTBS antara lain:
1. Pelatihan petugas MTBS
Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di
Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi:
Menurut petugas yang memegang MTBS, terakhir diadakan pelatihan untuk
petugas MTBS yaitu pada tahun 2009, dari tahun 2010 hingga sekarang
belum pernah diadakan lagi pelatihan khusus untuk petugas MTBS
2. Formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)
Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas
Tanjung Pinang diperoleh informasi :
Menurut petugas MTBS, tidak tersedianya formulir MTBS dan Kartu Nasihat
Ibu (KNI) yang diberikan kepada pasien
3. Prosedur Pelaksanaan MTBS
Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas
Tanjung Pinang diperoleh informasi:
Sebagian pemeriksaan MTBS yang dilakukan tidak semuanya mengikuti
standar prosedur operasional MTBS yang lengkap, seperti tidak dilakukannya
penggukuran suhu badan.
4. Penyuluhan MTBS tentang ISPA
Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di Puskesmas
Tanjung Pinang diperoleh informasi:
18

Petugas pemegang MTBS jarang melakukan penyuluhan mengenai ISPA

BAB V
MASALAH KESEHATAN
5.1 Identifikasi Masalah
1. Berdasarkan data yang diperoleh, dari jumlah keseluruhan kunjungan di
MTBS pada tahun 2010 adalah 2754 bayi, yang paling banyak terjadi
adalah penyakit batuk bukan pneumonia yaitu sebanyak 1782 bayi.
2.

Beberapa kendala di MTBS:

1)

Kurangnya pelatihan petugas MTBS


Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di
Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi:
Menurut petugas yang memegang MTBS, terakhir diadakan pelatihan
untuk petugas MTBS yaitu pada tahun 2009, dari tahun 2010 hingga
sekarang belum pernah diadakan lagi pelatihan khusus untuk petugas
MTBS
Penyebab masalah:
Sangat minimnya dana dari pusat untuk program MTBS.

2) Formulir MTBS dan KNI


Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di
Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi:
Menurut petugas yang memegang MTBS, tidak adanya formulir MTBS
khusus untuk ISPA dan Kartu Nasehat Ibu (KNI).
Penyebab masalah:
Sangat minimnya dana untuk formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu
(KNI).

19

3) Prosedur Pelaksanaan MTBS


Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di
Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi:
Sebagian pemeriksaan MTBS yang dilakukan tidak semuanya
mengikuti standar prosedur operasional MTBS yang lengkap, seperti
tidak dilakukannya penggukuran suhu badan.
Penyebab masalah:
Kurangnya tenaga terlatih untuk meningkatkan mutu pelayanan di
MTBS.
Tidak adanya termometer
4) Penyuluhan MTBS tentang ISPA
Dari hasil wawancara dengan petugas pemegang program MTBS di
Puskesmas Tanjung Pinang diperoleh informasi:
Petugas pemegang MTBS jarang melakukan penyuluhan mengenai
ISPA
Penyebab masalah:

Tidak adanya program yang mengharuskan diadakannya penyuluhan.

20

5.2 Prioritas Masalah


Untuk menentukan prioritas masalah pada makalah ini, maka
digunakan metode MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment).
Tabel 5.2
MCUA untuk menentukan prioritas masalah
No

1.

2.
3.

Kriteria

Bobot

Pengaruh
terhadap
kesehatan
masyarakat
Komitmen
politis
Kemampu
an yang
dimiliki
Jumlah
Peringkat

Kurangnya
Pelatihan
Petugas
MTBS
N
BN
10
40

Formulir
MTBS &
KNI
N
7

BN
35

Prosedur
pelaksanaan
MTBS
N
9

BN
45

Penyuluhan
MTBS
tentang
ISPA
N
BN
8
40

28

16

20

24

10

30

15

21

15

98
1

66
4

86
2

79
3

Keterangan :
Bobot ditentukan (1-5)
N = nilai (nilai ditentukan 1-10)
BN = Bobot x Nilai = Skor
Dari hasil tabel MCUA diperoleh urutan prioritas masalah pada
makalah ini, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Kurangnya pelatihan petugas MTBS


Prosedur pelaksanaan MTBS
Penyuluhan MTBS tentang ISPA
Formulir MTBS dan KNI

21

5.3 Identifikasi Penyebab Masalah


Identifikasi penyebab masalah dengan metode fish bone berdasarkan
kerangka pendekatan sistem, seperti gambar di bawah ini:
Gambar 5.3
Diagram fish Bone
Manusia

Material atau bahan

Formulir MTBS &


Petugas

Peralatan

KNI
Tidak ada

Masih kurang
Tidak ada
bantuan peralatan
dari pusat

Sangat
Minimny
a dana

Jarang
diadakan
pelatihan

Kurangnya pelatihan
petugas MTBS untuk
meningkatkan mutu
pelayanan

Dana Pelatihan

Prosedur
Tidak berjalan sesuai
prosedur MTBS

Kurangnya
dana dari
pusat
Dana

Proses

Tidak adanya
ketegasan
untuk
penatalaksanaa
n MTBS sesuai
prosedur 22

Hal yang mendasari timbulnya kesenjangan antara hasil yang


diharapkan denga hasil yang nyata dicapai dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Untuk menentukan faktor penyebab masalah dilakukan dengan
membuat diagram fish bone dengan menggunakan data yang diperoleh selama
satu tahun terakhir. Dalam menganalisis penyebab manajemen secara
menyeluruh digunakan pendekatan evaluasi yang meliputi input, proses,
output,

serta

envirotment.

Sehingga

dapat

ditelusuri

hal-hal

yang

menyebabkan munculnya permasalahan.


Kemungkinan penyebab masalah adalah :
1.

Input
Tabel 5.3
Input fish bone
Man

Money

Kelebihan
Tersedia tenaga kesehatan di
Puskesmas (dokter umum,
dokter gigi, bidan dan
perawat)
Tersedia semua penanggung
jawab di setiap bagian
Tersedia tenaga kesehatan
yang mampu membuat
pencatatan
Puskesmas memiliki cukup
dana

Kekurangan
Kurangnya tenaga
terlatih untuk
meningkatkan mutu
pelayanan MTBS
Jarang diadakan
pelatihan untuk
petugas MTBS

Minimnya anggaran
dari pusat untuk
MTBS
Minimnya dana untuk
pelatihan khusus
MTBS
Method Tersedianya SOP untuk MTBS Tidak adanya
ketegasan untuk
penatalaksanaan
MTBS sesuai prosedur
Machine Tersedianya buku laporan Tidak tersedia formulir
MTBS
MTBS dan Kartu
Nasihat Ibu (KNI)
Tersediannya alat dan bahan
Tidak adanya
untuk MTBS
23

termometer
2.

Lingkungan
Tersedianya ruangan MTBS di Puskesmas Tanjung Pinang.

3.

Proses
Tidak adanya ketegasan untuk penatalaksanaan MTBS sesuai prosedur
MTBS yang lengkap.

5.4 Menentukan Penyebab yang Paling Dominan


Dari beberapa akar penyebab, dicari penyebab yang paling dominan
artinya dengan menanggulangi penyebab yang paling dominan, sebagian
besar masalah sudah dapat dipecahkan.
Karena itu dilakukan urutan domain (pentingnya) dengan cara diskusi,
adu argumentasi dan justifikasi antar anggota tim pemecah masalah untuk
menentukan penyebab yang paling dominan dan dan didapatkan hasil bahwa
penyebab yang paling dominan yaitu: Jarang diadakan pelatihan untuk
petugas MTBS.

BAB VI
24

PEMECAHAN MASALAH PRIORITAS DAN USULAN KEGIATAN


UNTUK PEMECAHAN MASALAH
Masalah adalah kesenjangan antara keadaan spesifik yang diharapkan, yang
ingin dicapai yang menimbulkan rasa tidak puas dan keinginan untuk
memecahkannya.
Urutan dalam siklus pemecahan masalah antara lain :
1.

Identifikasi atau inventarisasi masalah


Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang dicapai, menetapkan
indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja. Kemudian mempelajari
keadaan yang keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil
pencapaian, yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi
dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah
ditetapkan.

2.

Penentuan prioritas masalah


Menyusun peringkat masalah, lebih baik dilakukan oleh banyak orang dari
pada satu orang saja. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain
Hanlon, Delbeq, CARL, Pareto dan MCUA.

3.

Penentujuan penyebab masalah


Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah hendaknya tidak
menyimpang dari masalah tersebut.

4.

Memilih penyebab yang paling mungkin


Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang
didukung oleh data atau konfirmasi.

5.

Menentukan alternatif pemecahan masalah


Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab
yang telah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung
pada alternatif pemecahan.

6.

Penetapan masalah terpilih


25

Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, mka dilakukan pemilihan


pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan
Hanlon kualitatif untuk menentukan atau memilih pemecahan terbaik.
7.

Penyusunan rencana penerapan


Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (plan of
action atau rencana kegiatan)

8.

Minotoring dan evaluasi


Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan
masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan
menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat
dipecahkan.
Gambar. 6.0
Siklus Pemecahan Masalah

Identifikasi masalah

Monitoring dan
evaluasi

Penentuan prioritas
masalah

Penyusunan rencana
penerapan

Penentuan
penyebab masalah

Memilih penyebab
yang paling mungkin

Penetapan pemecahan
masalah terpilih

Menentukan alternatif
pemecahan masalah
6.1. Kemungkinan Penyebab Masalah dan Penyelesainnya
26

Tabel 6.1
Kemungkinan penyebab masalah dan penyelesaiannya
Masalah
Jarang
diadakannya
pelatihan untuk
petugas MTBS

Penyebab
Minimnya
anggaran dari pusat

Alternatif pemecahan masalah


Mengajukan usulan kegiatan
ke DINKES seperti wajib
diadakannya pelatihan untuk
petugas MTBS minimal 1
tahun sekali.
Membuat anggaran rencana
pelaksanaan kegiatan/POA
yang lebih terperinci.

6.2. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah


Tabel 6.2
MCUA untuk Menentukan Prioritas Pemecahan Masalah
No

Kriteria

Cara
Bobot

1.

2.
5
5

Dapat
memecahkan
masalah dengan
sempurna
Murah biayanya
Mudah
dilaksanakan
Waktunya
singkat
Jumlah

Mengajukan
usulan
kegiatan ke
DINKES

Membuat anggaran
rencana
pelaksanaan
kegiatan/POA

N
9

NB
45

N
8

NB
40

4
3

7
6

28
18

6
5

24
15

96

83

Dari hasil tabel MCUA di atas diperoleh urutan perioritas cara


pemecahan masalah pada makalah ini yaitu
27

Mengajukan usulan kegiatan ke DINKES seperti wajib diadakannya

pelatihan untuk petugas MTBS minimal 1 tahun sekali.


Membuat anggaran rencana pelaksanaan kegiatan/POA yang lebih
terperinci.

BAB VII
PENUTUP
28

7.1 Kesimpulan
1)

Dari data yang ada jumlah keseluruhan kunjungan di MTBS pada tahun
2010 adalah 2754 bayi dan yang menderita penyakit batuk bukan
pneumonia yaitu sebanyak 1782 bayi.

2)

Dalam pelaksanaan MTBS pada kasus ISPA di Puskesmas Tanjung Pinang


masih menghadapi beberapa masalah, antara lain jarangnya dilakukannya
pelatihan pada petugas MTBS, tidak adanya formulir MTBS dan KNI dan
sangat minimnya dana untuk pelaksanaan program MTBS serta peralatan
yang masih kurang.

3)

Prioritas utama dan penyebab yang paling dominan dari masalah-masalah


MTBS ini adalah kurangnya tenaga terlatih dalam pelaksanaan program
MTBS ini karena jarang diadakanya pelatihan untuk petugas MTBS,

4)

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, Puskesmas perlu mengajukan


usulan kegiatan ke DINKES salah satunya seperti wajib diadakannya
pelatihan untuk petugas MTBS minimal 1 tahun sekali dan membuat
anggaran rencana pelaksanaan kegiatan/POA yang lebih terperinci.

7.2 Saran

29

Guna kelancaran pelaksanaan MTBS serta untuk mengatasi permasalahan


yang ada, diperlukan:
1)

Perlunya pengarahan dan pengawasan oleh kepala puskesmas dalam


pelaksanaan program MTBS sehingga program MTBS dapat berjalan sesuai
prosedur yang ada.

2)

Perlunya pelatihan khusus kepada petugas pemegang program MTBS demi


kelancaran dan keberhasilan program.

3)

Perlunya dukungan finansial yang lebih optimal dari pemerintah daerah


terhadap petugas kesehatan dan program MTBS ini.

4)

Melengkapi sarana dan prasarana yang masih kurang guna meningkatkan


mutu pelayanan yang baik.

30

Anda mungkin juga menyukai