Anda di halaman 1dari 14

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional

Gambar 1. Zona batas lempeng Indonesia berdasarkan Hall dan Wilson (2000), area
dengan warna abu-abu muda adalah zona tabrakan lempeng Eurasia, Indo-Australia
dan Pasifik-Laut Filipina.
Pulau Sulawesi memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks. Kondisi ini
diakibatkan oleh diapitnya pulau Sulawesi oleh tiga lempeng tektonik besar, yaitu:
lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak
kearah barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta
lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng Filipina (Gambar 1).
2.2. Fisiografi dan Morfologi Regional
Secara fisiografis, yaitu pembagian zona bentang alam yang merupakan
representasi batuan dan struktur geologinya, Gorontalo dapat dibedakan ke dalam
empat zona fisiografis utama (Gambar 1), yaitu Zona Pegunungan Utara
Telongkabila-Boliohuto,

Zona

Dataran

Interior

Paguyaman-Limboto,

Zona

Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello, Zona Perbukitan Bergelombang


Tolotio dan Zona Dataran Pantai Pohuwato (Bachri, dkk 1989; Brahmantyo, 2009).
Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto umumnya terdiri dari formasiformasi batuan gunung api Tersier dan batuan plutonik. Zona ini dicirikan dengan
pegunungan berlereng terjal dengan beberapa puncaknya antara lain Gunung
Tentolomatinan (2207 m), Gunung Bondalo (918 m), Gunung Pentolo (2051 m),
Gunung Bian (1620 m), Gunung Pomonto (1490 m), Gunung Lemuli (1920 m),
Gunung Boliohuto (2065 m), serta Gunung Dolokapa (1770 m).
Zona kedua merupakan cekungan di tengah-tengah Provinsi Gorontalo, yaitu
Dataran Interior Paguyaman-Limboto. Dataran yang cukup luas yang terbentang dari
Lombongo sebelah timur Kota Gorontalo, menerus ke Gorontalo, Danau Limboto,
hingga Paguyaman, dan Botulantio di sebelah barat, merupakan pembagi yang jelas
antara pegunungan utara dan selatan. Dataran ini merupakan cekungan yang diduga
dikontrol oleh struktur patahan normal seperti dapat diamati di sebelah utara
Pohuwato di Pegunungan Dapi-Utilemba, atau di utara Taludaa di Gunung Ali, Bone
Bolango.
Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello umumnya terdiri dari
formasi-formasi batuan sedimenter gunung api berumur sangat tua di Gorontalo,
yaitu Eosen Oligosen (kira-kira 50 juta hingga 30 juta tahun yang lalu) dan intrusiintrusi diorit, granodiorit, dan granit berumur Pliosen. Zona ini terbentang dari Bone
Bolango, Bone Pantai, Tilamuta, dan Gunung Pani.

Gambar 2. Peta Relief 3D Propinsi Gorontalo dan Pembagian Zona Fisiografinya.


(SRTM V.3, USGS, 2014)
Zona Perbukitan Bergelombang terutama dijumpai di daerah selatan dan di
sekitar Tolotio. Satuan ini umumnya menunjukan bentuk puncak membulat dengan
lereng relative landau dan berjulang kurang dari 200 m. Zona ini ditempati oleh
batuan gunungapi dan batuan sedimen berumur Tersier hingga Kuarter.
Zona terakhir adalah zona yang relatif terbatas di Dataran Pantai Pohuwato.
Dataran yang terbentang dari Marisa di timur hingga Torosiaje dan perbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Tengah di barat, merupakan aluvial pantai yang sebagain
besar tadinya merupakan daerah rawa dan zona pasang-surut.
Satuan perbukitan menggelombang terutama dijumpai didaerah selatan dan di
sekitar Tolotio. Satuan ini umumnya menunujukan bentuk puncak membulat dengan
lereng relatif landai dan berjulang kurang dari 200 m. Satuan morfologi perbukitan
menggelombang, terutama ditempati oleh battuan gunungapi dan batuan sedimen
berumur Tersier hingga Kuarter.
Satuan daerah rendah dijumpai didaerah selatan lembar, disepanjang pesisir
selatan. Di lembah Paguyaman dan disekitar danau Limboto umumnya di tempati

oleh aluvium dan endapan danau. Pola aliran sungai secara umum di daerah ini
adalah subdendritik dan subparalel.
2.3. Litologi dan Stratigrafi Regional
Berdasarkan Apandi dan Bachri (1997), stratigrafi regional daerah penelitian
bila diurutkan dari muda ke tua yaitu endapan danau, batuan gunungapi pinogu,
diorit bone dan batuan gunungapi bilungala.
ENDAPAN DANAU : Satuan ini dikuasai oleh batulempung kelabu,
setempat mengandung sisa tumbuhan dan lignit. Batupasir berbutir halus
sampai kasar serta kerikil dijumpai di beberapa tempat. Satuan berumur
Holosen ini termampatkan lemah, tebalnya menurut data bor memcapai 94
meter (Trail, 1974).
BATUAN GUNUNGAPI PINOGU : Tuf, tuf lapilli, breksi dan lava.
Breksi gunungapi di Peg. Bone, G. Mongandalai dan Pusian bersusunan
andesit piroksin dan dasit. Tuf yang tersingkap di G. Lemibut dan G.
Lolombulan umunya batuapung, kuning muda, bebutir sedang kasar,
diselingi oleh lava bersusunan menengah samapi basa. Tuf dan tuf lapilli di
sekitar S. Bone bersusunan dasitan. Lava berwarna kelabu muda kelabu
tua, pejal, umumnya bersusunan andesit piroksin. Satuan ini secara umum
termampatkan lemah sampai sedang, umumnya diduga Pliosen Plistosen
(John dan Bird, 1973) atau Endeavour 1973.
DIORIT BONE : Diorit kuarsa, diorite, granodiorit, granit. Diorite kuarsa
banyak dijumpai di daerah S. Taludaa, dengan keragaman diorite,
granodiorit dan granit. Sedang granit umumnya dijumpai di daerah S.
Bone. Satuan ini menerobos Batuan Gunungapi Bilungala maupun
Formasi Tinombo. Umur satuan ini sekitar Miosen Akhir.
BATUAN GUNUNGAPI BILUNGALA : Breksi, tuf, dan lava bersusunan
andesit, dasit dan riolit, tebal satuan ini diperkirakan lebih dari 1000 meter,
sedangkan umur satuan ini berdasarkan kandungan fosil dalam sisipan
batugamping adalah miosen bawah sampai miosen akhir.

Menurut Yuano Rezky,dkk. (2005), Hasil pemetaan di lapangan menunjukkan


bahwa urutan batuan di daerah panas bumi Suwawa dapat dibagi dalam 7 satuan
batuan yang terdiri dari 4 (empat) batuan vulkanik, 2 (dua) batuan Plutonik (GranitDiorit), 1 (satu) batuan sedimen dan 1 (satu) batuan endapan permukaan.
Batuan-batuan vulkanik di daerah panas bumi Suwawa tersebut diperkirakan
berasal dari satu titik pusat erupsi, yaitu Pinogoe - Balangga. Batuan sedimen berupa
gamping kristalin (kalkarenit), sedangkan endapan permukaan yang terdapat di
daerah ini digolongkan ke dalam satuan aluvium (Qa).
Urut-urutan batuan dari tua ke muda adalah sedimen/batu gamping, batuan
vulkanik tua, batuan non vulkanik/plutonik, batuan vulkanik muda dan endapan
permukaan sebagai berikut (Gambar 4).

Gambar 4. Susunan stratigrafi daerah panas bumi Suwawa

2.4. Struktur Geologi dan Tektonik Lengan Utara Sulawesi

Tatanan tektonik regional pulau Sulawesi dan sekitarnya dibagi menjadi lima
daerah tektonik (Gambar 2) (Darman dan Sidi, 2000) yaitu:

Gambar 3. Peta tatanan Tektonik pulau Sulawesi (Darman dan Sidi, 2000)
1. Busur Vulkanik Sulawesi Bagian Barat: Berumur Tersier, terdiri dari batuan
plutonik-vulkanik berumur Paleogen-Kuarter, batuan sedimen dan metamorf
berumur Mesozoik-Tersier.

2. Busur Vulkanik Minahasa-Sangihe: Berumur Miosen Tengah-Kuarter, terdiri


dari sebaran batuan vulkanik dan batuan sedimen yang berumur Miosen Awal
yang ditutupi oleh batuan vulkanik Kuarter di atasnya.
3. Sabuk Metamorfik Sulawesi Bagian Tengah: Aktivitas magmatik berkomposisi
kalk-alkali potasik muncul di sepanjang zona sesar mendatar mengiri Palu-Koro,
tersusun atas berbagai macam jenis granitoid dengan komposisi mineral utama
adalah biotit dan hornblende. Granitoid yang muncul di daerah ini diperkirakan
berhubungan dengan tumbukan yang terjadi antara mikrokontinen Banggai-Sula
dengan Pulau Sulawesi selama Miosen Tengah. Berdasarkan Hamilton (1979),
Sulawesi bagian tengah adalah pertemuan batuan blue-schist dan melange
Sulawesi Timur berumur Kapur Akhir dengan batuan granitik dan volkanik
Sulawesi Barat berumur Neogen.
4. Sabuk Ofiolit Sulawesi Bagian Timur: Berumur Mesozoik-Paleogen, sabuk
ofiolit pada daerah ini ditutupi oleh sedimen pelagic. Zona ini terdiri dari batuan
mafik dan ultramafik, batuan sedimen dan melange. Batuan ultramafik banyak
ditemukan di lengan tenggara Sulawesi, batuan mafik ditemukan di lengan timur
Sulawesi.
5. Fragmen Mikrokontinen Banggai-Sula: Fragmen kontinen (berumur Paleozoik)
di Sulawesi tengah, Sulawesi Tenggara dan Banggai Sula-Buton dipercaya
berasal dari bagian utara kontinen Australia yang mungkin berpisah dengan
kontinen pada umur Jura dan bergerak ke arah timurlaut ke posisi sekarang.
Batuan metamorfik tersebar luas di bagian timur Sulawesi Tengah, lengan
tenggara dan pulau Kabena.
Subduksi Sulawesi Utara (North Sulawesi Trench) diinterpretasikan merupakan
zona subduksi konvergen antara Laut Sulawesi dan Lengan Utara Sulawesi. Zona
subduksi Sulawesi Utara termasuk kedalam sistim penunjaman yang relatif tua
(dying subduction) yang robekannya berkembang ke arah timur sepanjang tepian
utara Sulawesi. Penunjaman Sulawesi Utara menyusup dengan sudut kemiringan
sekitar 140 dan benioff zone menunjam sampai kedalaman 170-180 km, dengan
sudut kemiringan sekitar 450. Magnitudo maksimum (Mmax) gempa bumi di zona

Subduksi Sulawesi Utara mencapai 8,0 dengan periode ulang gempa bumi sekitar
234 tahun (Kertapati, 2006).
Pada bagian utara Pulau Sulawesi, secara morfologi akan terlihat kenampakan
empat segmen sesar (Hall, dkk, 2000). Bagian tengah dari utara Pulau Sulawesi
terbagi kedalam tiga block yang kecil. Pada bagian timur dari lengan utara Pulau
Sulawesi diberi nama Block Manado, yang bebas dari pengaruh North Sula Block.
Sehingga secara geologi jelas terlihat pemisahan yang diakibatkan adanya Sesar
Gorontalo.
Bachri, S., (1989) menerangkan bahwa sesar Gorontalo yang memanjang dari
arah barat laut ke tenggara yaitu mulai dari Laut Sulawesi melewati Gorontalo
hingga perairan Teluk Tomoni. Sesar normal yang terdapat di Gunung Boliohuto
menunjukan pola memancar, sedang sesar jurus mendatar umumnya bersifat
menganan (right lateral slip fault). Sesar tersebut memotong batuan berumur tua
(Formasi Tinombo) hingga batuan yang berumur muda (Satuan Batugamping
Klastik).
Struktur lipatan hanya terdapat setempat, terutama pada Formasi Dolokapa dan
Formasi Lokodidi, dengan sumbu lipatan secara umum berarah Barat-Timur.
Kelurusan banyak terdapat di daerah ini dengan arah yang sangat beragam.
2.5. Tatanan Hidrgeologi Regional dan Model Panas Bumi Daerah Suwawa
Kabupaten Bone Bolango merupakan bagian timur Propinsi Gorontalo yang
berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Utara. Daerah ini dilalui oleh dua sungai besar,
yaitu S. Bone dan S. Bolango, yang menjadi sumber air bagi penduduk, pertanian
dan peternakan. Selain kedua sungai ini, terdapat pula sumber air permukaan dari
Danau Perintis. Danau perintis ini, meskipun pasokan airnya hanya bergantung pada
curah hujan yang terjadi sepanjang tahun, namun keberadaaanya cukup penting bagi
penduduk di sekitarnya. Potensi sumber air lain adalah air tanah dangkal dan air
tanah dalam (Tresnadi, H. 2008).

Gambar 4. Curah hujan bulanan tahun 2000-2004 (Tresnadi, H. 2008).


Berdasarkan analisis regional curah hujan yang diperoleh dari Stasiun BMG di
Bandara Jalaludin, Limboto, maka di Kabupaten Bone Bolango musim kemarau
terjadi pada bulan Juni hingga Oktopber sedang musim hujan terjadi pada bulan
November hingga bulan Mei. Dilihat pada curah hujan bulanan pada tahun 2000
hingga 2004, maka pada bulan yang sama terjadi penurunan curah hujan dari tahun
ke tahun, yang ditunjukkan pada curah hujan yang makin menurun pada tahun
berikutnya, yaitu 2003 dan 2004 (Gambar 1). Untuk mengetahui apakah hal ini
dipengaruhi oleh cuaca global atau bukan, maka harus dilihat analisis secara
crossection dan interval dengan melihat curah hujan yang tercatat pada stasiun
penakar curah hujan di daerah yang lebih luas, misalnya di propinsi Sulawesi Utara
dan Sulawesi Tengah. Perubahan curah hujan yang semakin menurun ini akan
berpengaruh pada daur hidrologi yang ada, sehingga jumlah air yang meresap
sebagai masukan air tanah akan berkurang sehingga potensi kuantitas akan
berkurang. Jika dilihat lebih jauh pada debit sungai bulanan maka akan menunjukkan
debit yang menurun, karena penurunan baseflow yang masuk sungai. Pinogu yang
merupakan hulu DAS Sungai Bone dan bagian timur Kabupaten Bone Bolango, yang
berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara (Tresnadi, H.
2008).
Daerah ini merupakan kawasan Hutan Lindung Nani Wartabone. Secara
hidrogeologi daerah kawasan hutan ini kurang memiliki potensi mata air. Namun
kawasan ini memiliki sumberdaya air permukaan yang besar, yaitu Sungai Bone,

10

yang dengan anak-anak sungainya telah dipergunakan oleh penduduk untuk air
irigasi lahan pertanian. Sehingga daerah ini telah berswasembada pangan dari hasil
pertaniannya. Namun untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya dan sekundernya
maka penduduk daerah ini melakukan perdagangan ke bagian daerah hilirnya, yaitu
kota Suwawa, yang menjadi pusat pemerintahan kabupaten Bone Bolango atau
bahkan ke Gorontalo yang hanya berjarak sekitar 15 km, untuk menjual hasil
pertaniannya. Namun akses jalan ke Pinogu ke Suwawa melalui Lombongo harus
melalui jalan dalam kawasan hutan lindung Nani Wartabone (Tresnadi, H. 2008).
Daerah panas bumi Suwawa termasuk daerah subur karena masa turun hujan
mulai dari bulan Oktober sampai bulan Juni setiap tahun dengan tingkat curah hujan
diatas 1500 mm per tahun. Air hujan yang turun langsung menyerap ke dalam tanah
melalui sesar-sesar, rekahan dan pori-pori batuan menjadi air tanah. Daerah resapan
air hujan terdapat di sekitar perbukitan bergelombangan lemah sampai kuat yang
menghuni kurang lebih 65% areal. Hal ini menyebabkan cadangan air permukaan
dan bawah tanah yang tersedia cukup banyak.
Keadaan air tanah yang terperangkap cukup dangkal, terbukti dari sungaisungai besar dan berair sepanjang tahun seperti sungai Bone, Lombongo, Bolango,
Tapadaa, dan Wulo yang seluruhnya bermuara ke sungai besar Bone. Daerah
pemunculan air atau discharge terdapat di sekitar dataran rendah yang terdapat di
bagian tengah.
Air bawah tanah yang lolos lebih kebawah lagi kemudian terpanaskan dari
sumber panas yang berada jauh di bawah permukaan. Akhirnya air panas ini terjebak
dalam suatu lapisan batuan yang mempunyai kesarangan cukup besar dan menjadi
reservoir panas bumi.
Curah hujan yang cukup tinggi di daerah ini langsung menyerap ke dalam
tanah melalui sesar-sesar, rekahan dan pori-pori batuan menjadi air tanah. Sebagian
air terjebak pada lapisan dangkal yang merembas dan kemudian mengalir sepanjang
sungai Bone hulu, Bolango, Lombongo, Tapadaa, dan Wulo yang seluruhnya
bermuara ke sungai besar Bone. Daerah resapan air hujan terdapat di sekitar
perbukitan bergelombang lemah sampai kuat yang menghuni kurang lebih 65% areal.

11

Hal ini menyebabkan cadangan air permukaan dan bawah tanah yang tersedia cukup
banyak.
Sebagian lagi dari air hujan itu terus meresap ke bawah melalui zona lemah
yang ada sehingga sampai pada lapisan yang dalam, air tersebut kemudian bertemu
dengan fluida yang berasal dari magma dan akhirnya membentuk suatu sistem panas
bumi. Akhirnya air panas ini terjebak dalam suatu lapisan batuan yang mempunyai
kesarangan cukup besar dan menjadi reservoir panas bumi.
Daerah pemunculan air dingin atau discharge umumnya terdapat di sekitar
dataran rendah yang terdapat di tengah, terbukti dengan aliran sungai Bone sepanjang
tahun dengan debit yang besar. Mata air panas yang merupakan manifestasi
keberadaan panas bumi muncul melalui zona lemah yang berupa rekah-rekah dari
bawah permukaan.

Gambar 5. Model Panas Bumi Tentatif Daerah Suwawa


Panas bumi Lombongo diperkirakan sumber panasnya berasal dari tubuh
plutonik muda yang tidak muncul dipermukaan pada kedalaman yang terdapat di
sekitar mata air panas Lombongo. Hal ini dibuktikan dengan kandungan fluida sulfat,
serta dijumpainya beberapa lokasi batuan ubahan hidrotermal. Tetapi kemungkinan
sistem panas bumi Lombongo ini hanya merupakan fosil dari aktivitas gunungapi di

12

jaman Tersier yang sudah padam. Adapun kelompok panas bumi Pangi diduga masih
berhubungan erat dengan pembentukan sistem panas bumi Hungoyono yang berada
ke arah timur.
2.6. Manifestasi Geothermal Provinsi Gorontalo
Panas bumi selalu berasosiasi dengan jalur vulkanik dan berada pada daerah
gunung api tidak aktif, yang masih menyimpan panas di bawah permukaan. Di
Indonesia terdapat 217 prospek panas bumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai
dari bagian Barat Sumatera, Maluku, terus ke Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan
kemudian membelok ke arah utara melalui Maluku dan Sulawesi. Survei yang
dilakukan selanjutnya berhasil menemukan beberapa daerah prospek baru sehingga
jumlahnya meningkat menjadi 256 prospek, yaitu 84 prospek di Sumatera, 76
prospek di Jawa, 51 prospek di Sulawesi, 21 prospek di Nusatenggara, 3 prospek di
Irian, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan (Nenny Saptadji, 2001)).
Berdasarkan uraian ini menunjukkan bahwa Sulawesi yang berada pada jalur
tumbukan lempeng (tiga lempeng besar yang bertemu di kepulauan Indonesia),
adalah daerah yang memiliki potensi geothermal. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Ngkoimani, dkk (2009) yang memperoleh
informasi bahwa Sulawesi Tenggara memiliki potensi energi alamiah terbarukan dan
sangat berpotensi untuk dimanfaatkan adalah energi panas bumi. Disamping itu
terdapat juga sumberdaya alam geothermal di Sulawesi Utara, dan telah
dimanfaatkan yang dikelola langsung oleh PT. Utama Pertamina Geothermal Energi,
yaitu Lahendong Sulawesi Utara. Berdasarkan dari hasil penelitian, potensi panas
bumi di Lahendong mampu menghasilkan daya listrik hingga 120 megawatt
(Noorsalam,dkk : 2002 :6).
Sebagai provinsi yang berada di Bagian Utara Pulau Sulawesi, maka Provinsi
Gorontalo berpotensi memiliki sumber air panas. Asumsi ini diperkuat oleh adanya
beberapa wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo memiliki sumber air panas, dan
sudah digunakan sebagai tempat wisata seperti tempat wisata Pentadio Resort,
Wisata Pemandian Lombongo. Keberadaan manifestasi geothermal berupa fluida
panas di daerah Kabupatern Gorontalo, dan Kabupaten Bone Bolango merupakan

13

indikasi adanya potensi sumber geothermal di bawah permukaan bumi Provinsi


Gorontalo.
2.7. Cuaca dan Iklim
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat
tersebut dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Dengan kondisi wilayah
Provinsi Gorontalo yang letaknya di dekat garis khatulistiwa, menjadikan daerah ini
mempunyai suhu udara yang cukup panas (BPS Provinsi Gorontalo, 2014).
Suhu minimum terjadi di bulan September yaitu 22,8 oC. Sedangkan suhu
maksimum terjadi di bulan Oktober dengan suhu 33,5 oC. Jadi pada tahun 2013, suhu
udara rata-rata Provinsi Gorontalo berkisar antara 26,2 27,6 oC (BPS Provinsi
Gorontalo, 2014).
Provinsi Gorontalo mempunyai kelembaban udara yang relatif tinggi, rata-rata
kelembaban pada tahun 2013 mencapai 86,5 persen. Sedangkan untuk curah hujan
tertinggi terdapat di bulan Mei yaitu 307,9 mm tetapi jumlah hari hujan terbanyak
ada pada bulan Juli dan Desember yaitu sebanyak 24 hari (BPS Provinsi Gorontalo,
2014).
Rata-rata kecepatan angin pada tahun 2013 yang tercatat di stasiun
meteorology umumnya merata untuk setiap bulannya, yaitu berkisar antara 1,1 2,7
m/detik (BPS Provinsi Gorontalo, 2014).
2.8. Metode Geolistrik
Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang digunakan untuk
menyelidiki keadaan bawah permukaan bumi dengan cara mempelajari sifat aliran
listrik pada lapisan batuan. Berdasarkan jenis sifat aliran listrik, metode geolistrik
dapat diklasifikasikan menjadi metode potensial diri atau SP (self-potential),
polarisasi terimbas atau IP (induced polarization), dan resistivitas atau tahanan jenis.
Pada metode tahanan jenis, sifat aliran listrik yang dipelajari adalah resistivitas
batuan. Resistivitas batuan merupakan besaran fisis yang berhubungan dengan
kemampuan suatu lapisan batuan dalam menghantarkan arus listrik. Lapisan batuan

14

yang mempunyai nilai resistivitas rendah, berarti mudah menghantarkan arus listrik.
Sebaliknya

lapisan batuan yang nilai

resistivitasnya

tinggi, berarti sulit

menghantarkan arus listrik.


2.9. Metode Tahanan Jenis dengan Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi Schlumberger biasa digunakan untuk memperoleh struktur
kedalaman pada suatu titik (sounding).

Gambar 3. Konfigurasi elektroda Schlumberger


Untuk konfigurasi Shlumberger, nilai faktor geometri dapat dihitung menggunakan
persamaan, dimana:

Anda mungkin juga menyukai