Selain dugaan penunggang gelap dan penistaan agama, ada juga kemarahan
yang lama tertumpuk dan tak terluapkan.
awal,
kecurigaan
kalau
aksi
ini
bukan
hanya
sekedar
Salah satunya adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. "Kalau ada
oknum yang ingin membangun sebuah negara baru, ideologi baru, atau ingin
menjadi presiden, silakan tunggu mekanisme lima tahunan yang sudah ada
(pemilu)," kata dia.
Pendapat ini juga didengungkan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen
Wuryanto, bahkan mengibaratkannya seperti gerakan Arab Spring, di mana ada
upaya penggulingan kekuasaan.
Bahkan, Direktur the Institute for Policy Analysis of Conflict Sidney Jones
mengatakan pendukung kelompok militan akan turut serta dalam aksi tersebut.
Hal ini diungkapkan dalam tulisannya berjudul Why Indonesia Extremists are
Gaining Ground.
Pada 29 Oktober lalu juga tersebar foto-foto anggota Front Kemenangan
Suriah (Syria's Victory Front atau Jabhat Fatah al-Sham) bersenjata lengkap
dengan tulisan 'Tangkap Ahok atau Peti Mati Ahok'. Kelompok itu sebelumnya
dikenal sebagai al-Nusra Front.
Kalau melihat fakta tersebut, gerakan 4 November nanti memang berpotensi
ditunggangi oleh kelompok-kelompok garis keras," tulisnya.
Kelompok yang juga dikenal sebagai Al Nusra ini berkaitan dengan tokoh
bernama Abu Jibril. Putra yang bersangkutan sendiri telah tewas di Suriah sebagai
bagian dari kelompok teroris Al Qaeda.
"Saya heran heran untuk apa mereka kemudian memperhatikan Ahok dan Pilkada
DKI. Apakah ini seruan atau perintah kepada pengikutnya untuk berjihad di
seluruh pelosok Indonesia," kata dia.
Luapan kemarahan
Meski demikian, Peneliti dari Pusat Studi Asia Murdoch University Ian
Wilson mengatakan ada penyebab lain. "Kita harus mempertimbangkan konteks
lain. Sejak menjadi gubernur pada tahun 2014, Ahok sudah menjalankan
kampanye penggusuran dan relokasi paling agresif sepanjang sejarah modern kota
Jakarta," kata dia dalam tulisan berjudul Making Enemies Friends.
Semenjak berkuasa, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat ada
113 kasus penggusuran, yang merugikan 8315 kepala keluarga dan 600 unit
usaha. Memang kebijakan ini populer di kalangan kelas menengah sebagai upaya
menjegal masalah berkepanjangan seperti banjir, macet, dan ketiadaan hukum.
Namun, tidak demikian bagi mereka yang menjadi korban. Kemarahan mereka
inilah yang kemudian menemukan wadah dari aksi unjuk rasa yang digalang
ormas.
Wilson mencontohkan pada Juni lalu, Ahok sempat dilempari batu oleh
sekelompok demonstran yang meneriakkan 'Allahu Akbar,' namun ternyata
mereka bukan dari kaum radikal. Para pelempar batu yang masih berusia remaja
ini mengaku marah karena teman dan tetangga mereka kehilangan rumah akibat
penggusuran. "Saya ikut (melempar batu dan demo) karena setengah dari kelas
saya jadi tidak punya rumah karena Ahok. Dia tidak diterima di sini," kata salah
satu demonstran pada Winson.
Ia juga mencatat kalau para demonstran yang kelak akan beraksi di bawah
panji FPI dan ormas lainnya merupakan pendukung Ahok. Semuanya berubah
sejak penggusuran paksa.
"Sejak naiknya Jokowi, kaum intelek publik dan aktivis kelas menengah telah
mengesampingkan perjuangan kaum miskin kota. Kelompok agama aliran utama
seperti NU juga tetap diam, ketika anggota mereka di Jakarta Utara terkena
gusur," kata Wilson.
Isu penggusuran, ditambah lagi dengan gosip adanya keterlibatan
pengembang Tionghoa dibelakangnya, menyuburkan kemarahan yang terpendam.
Dugaan penistaan agama lewat pidato kunjungan kerja di Kepulauan Seribu pada
September lalu, adalah saat api mencapai ujung sumbu.
"Dengan tidak adanya pengarahan koheren terhadap mereka yang dimarjinalkan
oleh kebijakan Ahok, maka pintu terbuka bagi kaum radikal. Dan mereka
memanfaatkan kesempatan ini," kata dia.
Keterlambatan pemerintah
Sebenarnya, demonstrasi dengan mendompleng isu agama sudah bukan hal
yang baru. FPI telah lama terkenal dengan aksi mereka menegakkan 'hukum' ala
mereka sendiri, yang tentu berbasis agama.
ini,
lanjutnya,
menjadi
ujian
bagi
pemerintah.
Bisakah
KLIPING
4 November 2016
Disusun oleh ;
1. Aditia Firmansyah
2. Aji Mahesa
Kelas XI Jasa Boga B