Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
1. PENGERTIAN
Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue yang ditransmisikan
oleh nyamuk sebagai vektornya dengan karekteristik penyakit diantaranya seperti demam,
sakit kepala, nyeri otot dan sendi, adanya rash atau petechiae. Beberapa infeksi dapat
menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang secara cepat dapat menyebabkan
penderita jatuh ke dalam syok, yang disebut sebagai dengue shock syndrome.

Home

Your Label

Your Label

Your Label

More Label..

Error 404

Home asuhan keperawatan Askep DSS (DENGUE SHOCK SYNDROME)

Askep DSS (DENGUE SHOCK


SYNDROME)
Laporan Pendahuluan
DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)
A. Definisi.
Penyakit Dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus ( arthropod-borne
virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti )
(Ngastiyah dan Ilmu Kesehatan Anak)
Penyakit Dengue Haemoragie Fever adalah penyakit Demam Dengue dengan manifestasi
perdarahan ( sumarmo dkk ;2008)

Penyakit Dengue Shock Syndrom (dss) adalah penyakit DHF yang mengalami renjatan atau
shock ( Mansjoer, Arief.dkk;2001.428)

2. ETIOLOGI
Virus dengue sejenis arbo virus (Arthropod borne viruses ) artinya virus yang
ditularkan melalui gigitan antropoda misal nyamuk aedes aegypti ( betina ) .Infeksi yang
pertama kali dapat memberi gejala sebagai dengue fever dengan gejala utama demam,nyeri
otot/sendi.
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae.Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2,DEN -3,DEN-4. Keempatnya ditemukan diindonesia dengan DEN-3
serotype terbanyak . Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap
serotype yang bersangkutan, sedangkan tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotype lain tersebut . Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotype selama hidupnya.Keempat serotype virus dengue
dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia ( sujono, 2010 )
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian
permeabilitas dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan
plasma dan elekrolit melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang
interstitial, sehingga menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi

cairan ke rongga serosa.


Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang
lebih 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera
diatasi maka dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi
pergeseran ion kalium intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan
penurunan kontraksi otot jantung dan venous pooling, sehingga lebi lanjut akan memperberat
renjatan.
Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai
nilai terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang
sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor
pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC). (2)
4. MANIFESTASI KLINIK
Dengue Shock Syndrome (DSS) menurut klasifikasi WHO (1975) merupakan demam
berdarah dengue derajat III dan IV atau demam berdarah dengue dengan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai tingkat renjatan. (3,4,5,6)
Renjatan :
Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadinya pada saat atau setelah demam menurun
yaitu siantara hari ke-3 dan ke-7, bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10.

Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri atas :


a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung.
b. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat-laun ksadaran menurun menjadi apati,
spoor dan koma.
c. Peubahan nadi baik frekuensi maupun amplitudonya.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
e. Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Oligouri sampai anuria. (infeksi tropic)
Berdasarkan gangguan sirkulasi di atas, maka sebaian ahli membagi renjatan atas:
a. Renjatan berat (profound shock) ialah renjatan yang ditandai oleh tekanan darah yang tidak
dapat diukur dan nadi ta dapat diraba.
b. Renjatan sedang ialah tekanan nadi menurun 20 mmHg atau lebih dan atau tekanan darah
sistolik kuranh atau sama dengan 80 mmHg.
Panas :
Merupakan salah satu manifestasi klinik yang selalu ditemukan, kebanyakan peneliti
melaporkan 100% penderita DSS didahului oleh panas.
Wong dkk. (1973) juga mengemkakan beberapa tanda dan gejala yang perlu
diperhatikan dalam diagnosis klinim penderita dengue shock syndrome, yaitu :
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis,
hematemesis, melena, hematuri, dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat

6. Adanya pleural efosion pada toraks foto


7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG. (2)

5. DERAJAT DBD
Lama dan derajat keparahan penyakit DBD beragam untuk setiap individu. Masa
penyembuhan bisa terjadi cepat, namun seringkali bisa cukup panjang. WHO pada tahun
1997 membagi derajat DBD dalam empat stadium dan sudah diperbaharui dengan kriteria
dengue WHO tahun 2009 yang manifestasi klinisnya 15 lebih banyak untuk membantu
menegakkan diagnosis dan mengidentifikasi penentuan derajat penyakit ini yang bermanfaat
secara klinis maupun epidemiologis dalam penanganan awal di rumah sakit (WHO, 2009)
(Kemenkes RI, 2013). Derajat penyakit DBD diklasifikasikan menjadi empat derajat berikut
ini.
Derajat I yaitu Demam disertai gejala klinis yang tidak khas dan satu-satunya gejala
perdarahan yaitu uji tourniquet positif. Derajat II yaitu gejala yang muncul seperti dialami
pada derajat I ditambah adanya perdarahan spontan biasanya di kulit, perdarahan gusi dan
atau perdarahan lainnya. Derajat III yaitu derajat I ataupun II serta adanya kegagalan
sirkulasi, yaitu dengan tanda denyut nadi yang lemah dan lebih cepat, perbedaan tekanan
nadi sistolik dan diastolik sama atau kurang dari 20 mmHg (hipotensi) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab, sianosis di sekitar mulut, dan kelihatan penderita gelisah. Derajat
IV yaitu seperti dengan derajat III, ditambah juga adanya syok yang berat (profound shock)
dengan nadi tidak dapat teraba dan tidak dapat terukurnya tekanan darah (WHO, 2009)
(Kemenkes RI, 2013).
DSS dimasukan pada tingkat DBD derajat III dan derajat IV. DSS merupakan kasus
DBD yang gawat darurat yaitu adanya kegagalan sirkulasi yang dapat ditunjukan dari denyut

nadi yang lemah dan lebih cepat, disertai hipotensi dengan tanda kulit yang teraba dingin dan
lembab serta penderita tampak gelisah hingga terjadinya syok/renjatan berat (denyut nadi
menjadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak terukur) (Sharma SK, 2003) (WHO, 2009)
(Kemenkes RI, 2013).
Kebocoran plasma merupakan patogenesis utama menimbulkan syok (shock) dan
kematian. Syok pada penderita DBD dikenal dengan sebutan Dengue Shock Syndrome
(DSS) yaitu terjadinya kegagalan sirkulasi darah karena plasma darah merembes keluar dari
pembuluh darah yang mengakibatkan darah semakin mengental yang ditandai dengan denyut
nadi yang cepat dan lemah, kulit dingin dan lembab, serta pasien menjadi gelisah (WHO,
2009). Pasien yang mengalami syok harus berada dalam pengawasan yang ketat, karena
menghadapi risiko kematian apabila mereka tidak mendapatkan pengobatan segera yang
memadai.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Darah lengkap :
Hemokonsentrasi ( hematokrit meningkat 20 % / lebih ),
Trombositopenia 100.000/mm atau kurang .
Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga.
Masa perdarahan memanjang.
Protein rendah (hipoproteinemia)
Natrium rendah (hiponatremia)
SGOT/SGPT bisa meningkat
Astrup : Asidosis metabolic
Serologi
: uji HI ( hemoaglutination inhibition test )
Rontgen thoraks
: Efusi pleura
Urine
: Kadar albumin urine positif (albuminuria)
7. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya bersifat suportif,yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DB dapat berobat
jalan,sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada umunya terjadi pada hari
ke-3.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi minum banyak,50ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan
gula,sirup,susu,sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,berikan cairan
rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hipererksi dapat diatasi dengan
antipiretik,dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%.Parasetanol
direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali.
Penanganan Syok
Dalam keadaan renjatan berat diberikan cairan ringer laktat secara cepat selama 30
menit,apabila tidak teratasi dapat diganti dengan koloid 10-20ml/kgBB/jam,dengan jumlah
maksimal 30 ml/kgBB,akan tetapi bila masih belum berhasil diduga telah terjadi
perdarahan,maka dianjurkan pemberian tranfusi darah segar.Apabila kadar Ht tetap >40 vol
%,berikan darah sebanyak 10ml/kgBB/jam,tapi bila perdarahan masif berikan 20ml/kgBB.
Bila renjatan tidak berat,maka berikan cairan dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Bila renjatan sudah diatasi,nadi sudah teraba,amplitudo nadi cukup besar,tekanan sistolik
80mmHg atau lebih,maka kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam.Kecepatan
pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinik dan nilai hematokrit yang
diperiksa periodik.Evaluasi klinis,nadi,tekanan darah,pernafasan,suhu dan pengeluaran urin
dilakukan lebih sering.

Penyulit-penyulit
1. Perdarahan massif
2. Kegagalan pernapasan akibat udema parau atau kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung.
Kriteria Memulangkan Pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/ml
7. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
8. PROSES KEPERAWATAN
7.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi,
komunikasi dan data tentang pasien. Pengkajian ini didapat dari dua tipe yaitu data
subyektif dan persepsi tentang masalah kesehatan mereka dan data obyektif yaitu
pengamatan/pengukuran yang dibuat oleh pengumpulan data.
Berdasarkan klasifikasi NANDA (Herdman, 2010), fokus pengkajian yang harus
dikaji tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus:
Aktivitas/ Istirahat
Gejala: keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya, pekerjaan

dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi.


Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD, HR, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
Eliminasi
Gejala: riwayat ISK, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urin, rasa terbakar.

Tanda: oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola berkemih.

Pencernaan
Tanda: mual-mual, muntah.

7.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnose keperawatan menurut NANDA (Herdman, 2010):
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksi.
d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma.
e. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.
f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
tubuh.
g. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

7.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan menurut NIC dan NOC (Judith, 2009) :
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia) Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang/
teratasi.
Kriteria hasil: Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman, Suhu 36,80C-37,50C,
Tekanan darah 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt.
Intervensi:
1) Kaji saat timbulnya demam, rasionalnya untuk mengidentifikasi pola demam
pasien.
2) Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam, rasionalnya
tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien

3)

Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam), rasionalnya peningkatan

suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi


dengan asupan cairan yang banyak.
4) Berikan kompres hangat, rasionalnya dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal, rasionalnya
pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
6) Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter,
rasionalnya pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan
menghilang.
Kriteria hasil: Pasien mengatakan nyerinya hilang, nyeri berada pada skala 0-3, tekanan
darah 120/80 mmHg, suhu 36,80C-37,50C, respirasi 16-24 x/mnt, nadi 60-100
x/mnt(Judith, 2009).
Intervensi:
1) Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi), rasional mengindikasi
kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
2) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan,
rasionalnya lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi.
3) Berikan aktifitas hiburan yang tepat, rasional memfokuskan kembali perhatian;
meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
4) Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan, rasional keluarga akan membantu
proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
5) Ajarkan pasien teknik relaksasi, rasionalnya relaksasi akan memindahkan rasa
nyeri ke hal lain.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik, rasionalnya
c.

memberikan penurunan nyeri.


Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

mual, muntah, anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
Kriteria hasil: Mencerna jumlah kalori dan nutrisi yang tepat, menunjukkan tingkat energi
biasanya, berat badan stabil atau bertambah (Judith, 2009).
1) Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien, rasional mengetahui
kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien, rasional mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
3) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi, rasionalnya mengkaji
pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
4) Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program
diit, rasionalnya jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
5) Ajarkan pasien dan libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi, rasionalnya meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi
kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual, rasionalnya pemberian
obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien
tercukupi.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan
terpenuhi
Kriteria hasil: TD 120/80 mmHg, RR 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt, Turgor kulit baik,
Haluaran urin tepat secara individu, Kadar elektrolit dalam batas normal (Judith, 2009).
Intervensi:
1) Pantau
tanda-tanda
vital,
catat adanya
perubahan
tanda
vital,
rasionalnya hipovolemiadapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi

2)

Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul, rasionalnya pernapasan

yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus
berkurang bila ketosis harus terkoreksi
3) Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya, rasionalnya merupakan indicator dari
dehidrasi.
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa,
rasionalnya demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
5) Pantau masukan dan pengeluaran cairan, rasionalnya memberi perkiraan akan
cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
6) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung, rasionalnya mempertahankan volume sirkulasi.
7) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung, rasionalnya kekurangan
cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
8) Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur, rasionalnya pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi
menimbulkan kelebihan beban cairan
9) Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K), rasionalnya mempercepat proses
penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan
e. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
mencapai kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria hasil: Pergerakan pasien bertambah luas, Pasien dpt melaksanakan aktivitas
sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan), Rasa nyeri berkurang, Pasien dapat
memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan (Judith, 2009).
Intervensi:
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien, rasionalnya
mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas, rasionlanya pasien
mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan

3)

Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui

kemampuan, rasionalnya melatih otot otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya, rasionalnya agar kebutuhan pasien
tetap dapat terpenuhi.
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesic), rasionalnya
f.

analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.


Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan

tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria hasil : TD 120/80 mmHg, RR 16-24 x/mnt, Nadi 60-100 x/mnt, Turgor kulit
baik, Haluaran urin tepat secara individu, Kadar elektrolit dalam batas normal (Judith,
2009).
Intervensi:
1) Monitor keadaan umum pasien, rasionalna memantau kondisi pasien selama masa
perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok
dan dapat segera ditangani.
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam, rasionalnya tanda-tanda vital
normal menandakan keadaan umum baik
3) Monitor tanda perdarahan, rasionalnya perdarahan cepat diketahui dan dapat
diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4) Cek haemoglobin, hematokrit, trombosit, rasionalnya untuk mengetahui tingkat
kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan
lebih lanjut.
5) Berikan transfusi sesuai program dokter, rasionalnya untuk menggantikan volume
darah serta komponen darah yang hilang.
6) Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik, rasionalnya untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
g. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil: Tekanan darah 120/80 mmHg, Trombosit 150.000-400.000 (Judith, 2009).

Intervensi:
1) Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis, rasionalnya
penurunantrombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat, rasionalnya aktivitas pasien yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan perdarahan
3) Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut,
rasionalnya membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
4) Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya, rasionalnya memotivasi pasien
untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan

Sumarmo,s dkk, Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis pada Anak,IDAI Jakarta 2008
Rampengan T.H dkk , penyakit infeksi tropic pada anak, EGC,1997

Anda mungkin juga menyukai