Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN DISCOVERY LEARNING JIWA 1

MODEL KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh:
Kelompok 3
Allaily Amalia Rachma
Chairunisa Pertiwi
Lulu Yunita
Nur Cita Qomariyah
Nur Indah Ritonga
Sri Esti Wulandari

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................4
Model Psikoanalitik.............................................................................................................................................4
Model Interpersonal............................................................................................................................................8
Model Sosial......................................................................................................................................................12
Model Existensial..............................................................................................................................................14
Model Supportif Terapi.....................................................................................................................................16
Model Medikal..................................................................................................................................................19
Model Adaptasi Stres Stuart..............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................24

PENDAHULUAN
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang kompleks
seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penggunaan model ini membantu
praktisi memberian dasar untuk melakukan pengkajian dan intervensi juga cara untuk
mengevaluasi keberhasilan penanggulangan.
Model konseptual mengacu pad aide-ide global mengenai idividu, kelompok, situasi atau
kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori-teori yang terbentuk dari
penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan
fenomena dari suatu disiplin. Teori mempunyai konstribusi pada pembentukan dasar praktik
keperawatan.
Teori keperawan membantu menyampaikan pengetahuan dalam rangka memerbaiki
praktik keperawatan melalui upaya penggambaran, penjelasan, prediksi dan pengendalian
fenomena dalam dunia keperawatan. Keperawatan terus berkembang, perawat membuat
hipotesis tentang praktik keperawatan, prinsip yang mendasari praktik keperawatan, tujuan dan
fungsi yang sesuai dengan keperawatan di masyarakat.
Model konseptual keperawatan jiwa terdiri dari model psikoanalitik, model interpersonal,
model social, model existensial, model supportif terapi, model medical, dan model adaptasi
stress stuart.

PEMBAHASAN
Model Psikoanalitik
Teori psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud (1856-1939) pada akhir abad ke
19 dan awal abad ke 20 di Vienna, tempat Freud menghabiskan sebagian besar hidupnya. Freud
mengembangkan ide dan penjelasan awal tentang perilaku manusia dari pengalamannya meneliti
beberapa klien, semua wanita yang memperlihatkan perilaku seperti gangguan pengelihatan dan
wicara, ketidakmampuan untuk makan dan paralisis ekstremitas. Setelah lama meneliti dari
wanita tersebut, Freud menyimpulkan bahwa banyak masalah yang timbul akibat trauma masa
kanak-kanak atau gagal menyelesaikan tugas perkembangan psikoseksual. Kebutuhan dan
perasaan seksual yang tidak terpenuhi, juga peristiwa trauma direpresi (dikeluarkan dari alam
sadar). Perilaku histeris timbul akibat konflik yang tidak selesai. Pengalaman awal meneliti klien
wanita membentuk dasar teori , keyakinan, dan metode terapi psikoanalisis freud.
Teori psikoanalisis mendukung gagasan bahwa semua perilaku manusia ada penyebabnya
dan dapat dijelaskan (teori deterministik). Freud yakin bahwa banyak perilaku manusia
dimotivasi oleh impuls dan naluri seksual yang direpresi. Freud mengkonseptualisasi struktur
kepribadian dalam tiga komponen : id, ego, dan superego. Id merupakan bagian sifat individu
yang mencerminkan naluri dasar atau bawaan seperti perilaku mencari kesenangan, agresi dan
impuls seksual. Id mencari kesenangan instan, menyebabkan perilaku impulsif dan tidak
dipikirkan, dan tidak mematuhi aturan atau konvesi sosial. Superego merupakan bagian sifat
individu yang mencerminkan konsep moral dan etis, nilai serta harapan sosial dan orang tua.
Oleh karena itu, superego secara langsung berlawanan dengan Id. Komponen ketiga, ego,
merupakan kekuatan pengimbang atau penengah antara id dan superego. Ego dianggap
menunjukkan perilaku dewasa dan adaptif, yang memungkinkan individu berhasil menjalankan
fungsinya di dunia. Ansietas diyakini timbul akibat upaya ego menyeimbangkan naluri impulsif
id dengan aturan ketat superego. Kartun menunjukkan hubungan diantara struktur kepribadian
tersebut.

Perilaku yang dimotivasi oleh pikiran dan perasaan alam bawah sadar.
Kepribadian manusia diyakini berfungsi pada tingkat kesadaran : conscious, preconscious ,
dan unconscious (Gabbard, 2000). Conscious adalah persepsi, pikiran, dan emosi yang ada pada
kesadaran individu, seperti sadar akan perasaan bahagia atau berfikir tentang seseorang yang
dicintai. Pikiran dan emosi preconscious berada di luar kesadaran individu pada saat itu, tetapi
dapat diingat kembali dengan sedikit upaya, misalnya individu dewasa mengingat apa yang ia
lakukan, pikirkan atau rasakan saat masih kanak-kanak. Unconscious adalah alam pikiran dan
perasaan yang memotivasi individu walaupun ia tidak menyadarinya sama sekali. Hal ini
mencakup sebagian besar mekanisme pertahanan dan beberapa dorongan naluri atau motivasi.
Menurut teori Freud, memori tentang peristiwa trauma yang terlalu menyedihkan untuk diingat
individu, direpresi ke keadaan unconscious.

Analisis Mimpi Freud


Freud yakin bahwa mimpi individu mencerminkan lebih dari sekadar alam bawah
sadar dan memiliki makna yang signifikan (Gabbar,2000). Analisis mimpi, metode
utama yang digunakan dalam psikoanalisis, dilakukan dengan mendiskusikan mimpi
klien untuk menemukan makna dan arti yang sebenarnya. Freud yakin bahwa mimpi
bermakna karena mimpi mengungkap pikiran dan perasaan alam bawah sadar individu
walaupun kadang kala makna mimpi tersebut tersembunyi atau simbolik.
Metode lain yang digunakan untuk memasuki pikiran dan perasaan alam bawah
sadar ialah asosiasi bebas. Di dalam asosiasi bebas, ahli terapi mencoba menemukan
pikiran dan perasaan klien yang sesungguhnya dengan mengucapkan kata dan meminta
klien untuk berespon dengan cepat dengan hal yang pertama kali terpikir olehnya. Freud
yakin bahwaa respo yang cepat tersebut dapat lebih mudah untuk menemukan perasaan
atau pikiran alam bawah sadar atau yang direpresi.
5

Mekanisme Pertahanan Ego


Freud yakin diri atau ego menggunakan mekanisme pertahanan ego, metode yang
berupaya melindungi diri dan mengatasi dorongan dasar atau pikiran, perasaan, atau
peristiwa yang menyakitkan secara emosional.
Kompensasi

Prestasi berlebihan di satu area untuk menutupi


kekurangan yang dirasakan atau nyata di area

Konversi

lain.
Ekspresi konflik emosional dalam bentuk gejala

Denial (penyangkalan)

fisik
Kegagalan mengakui kondisi yang tidak dapat
diterima : kegagalan mengakui realitas situasi
atau bagaimana individu membuat masalah terus

Pengalihan (Displacement)

berlanjut.
Pengungkapan perasaan yang kuat keada individu
yang kurang mengancam bukan pada individu

Disosiasi

yang menimbulkan masalah tersebut.


Menghadapi
konflik
emosional

melalui

perubahan kesadaran identitas untuk sementara.


Ex : Amnesia yang mencegah individu mengingat
Fiksasi

kembali kecelakaan mobil yang ia alami.


Imobilisasi bagian kepribadian yang terjadi akibat
ketidakberhasilan menyelesaikan tugas dalam

Identifikasi

suatu tahap perkembangan.


Meniru tindakan dan opini orang lain yang sangat
berpengaruh

sambil

mencari

identitas

atau

bercita-cita mencapai tujuan pribadi, sosial atau


Intropeksi

pekerjaan
Menerima sikap, keyakinan, dan nilai orang lain

Proyeksi

seperti miliknya sendiri


Menyalahkan tanpa sadar kecenderungan atau
pikiran yang tidak dapat diterima oleh objek

Rasionalisasi

eksternal.
Menoleransi perilaku diri sendiri menghindari
rasa bersalah, tanggung jawab, konflik, ansietas,
6

Formasi reaksi

atau kehilangan kehormatan diri.


Berperilaku sebaliknya dari apa yang dipikirkan

Regresi

atau dirasakan individu


Kembali ke tahap perkembangan sebelumnya
untuk mendapatkan rasa aman atau memenuhi
kebutuhan
Menyingkirkan secara emosional pikiran dan

Represi

perasaan

yang

menimbulkan

ansietas

atau

menyedihkan dari alam sadar.


Antagonisme yang nyata atau tersembunyi dalam

Resistensi

mengingat atau memproses informasi yang


menghasilkan ansietas.
Mengganti impuls yang tidak dapat terima

Sublimasi

dengan aktivitas yang dapat diterima oleh


Substitusi

masyarakat.
Mengganti kepuasan yang diharapkan dengan

Supresi

sesuatu yang lebih mudah dilakukan


Menyingkirkan secara sadar pikiran dan perasaan

Undoing

yang tidak dapat diterima dari alam sadar.


Memperlihatkan perilaku yang dapat diterima
untuk mengganti atau menghilangkan perilaku
yang tidak dapat diterima

Referensi :
-

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Model Interpersonal
Harry stack Sullivan (1892-1949) adalah psikiater kebangsaan amerika yang
mengembangkan

teori

perkembangan

kepribadian

yang

mencakup

arti

hubungan

interpersonal.sullivan yakin bahwa kepribadian individu melibatkan lebih dari sekedar


karakteristik individual, terutama bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain. Ia berpikir
bahwa hubungan yang tidak adekuat atau tidak memuaskan menimbulkan ansietas, yang
menurtnya merupakan dasar untuk semua masalah emosional. Pentingnya dan arti hubungan
7

interpersonal dalam kehidupan individu mungkin merupakan kontribusi terbesar Sullivan pada
bidang kesehatan jiwa.
Lima tahap kehidupan. Sullivan menetapkan lima tahap perkembangan kehidupan (masa
bayi, kanak-kanak, juvenil, praremaja, dan remaja), masing-masing berfokus pada berbagai
hubungan interpersonal. Sullivan juga menjelaskan tiga mode pengalaman kognitif
perkembangan dan yakin bahwa gangguan jiwa berhubungan dengan persistensi salah satu mode
sebelumnya. Mode prototaksis, karakteristik masa bayi dan kanak-kanak, mencakup pengalaman
singkat yang tidak berhubungan satu sama lain. Penderita skizofrenia dewasamenunjukan
pengalaman prototaksis persisten. Mode parataksis dimulai pada masa kanak-kanak awal ketika
anak mulai menghubungkan pengalaman secara berututan. Anak mungkin tidak memahami
makna logis pengalamannya dan mungkin melihat pengalaman tersebut sebagai kebetulan atau
peristiwa yang terjadi begitu saja. Anak berupaya mengurangi ansieas dengan mengulangi
pengalaman yang dikenalnya walaupun ia mungkin tidak memahami apa yang dilakukannya.
Sullivan menjelaskan ide paranoid dan salah bicara sebagai hal yang dilakukan individu dalam
mode parataksis. Pada mode sintaksi, yang mulai tampak pada anak usia sekolah dan menjadi
dominan pada masa praremaja, individu muai mempersepsikan dirinya dan dunia dalam konteks
lingkungan dan dapat menganalisis pengalaman di beragai keadaan. Maturitas data dideinisikan
sebagai bentuk utama mode sintaksis.
Komunitas atau lingkungan terapeutik. Sullivan memandang tujuan terapi sebagai
terbinanya hubungan interpersonal yang memuaskan. Ahli terapi mengupayakan hubungan
interpersonal korektif untuk klien.sullivan menggunakan istilah yang berarti bahwa ahli terapi
berpartisipasi dalam hungan dan mengobservasi kemajuan hubungan.

Sullivan juga dihargai karena mengembankan komunitas atau lingkungan terapeutik yang
pertama pada pria mud penderita skizofernia pada tahun 1929. Dalam konsep komunitas atau
lingkungan terpeutik, interaksi di antara pasien di anggap bermanfaat dan peran interaksi antarpasien ini ditekankan dalam terapi. Sampai saat ini, diyakini bahwa interaksi antara pasien dan
psikiater merupakan komponen yang sangat penting untuk terapi pasien. Sullivan dan kemudian
jones mengobservasi bahwa interaksi diantara psuen dilingkungan yang aman dan terapeutik
memberi manfaat yang besar untuk pasien. Konsepterapi lingkungan, yang semula
dikembangkan oleh Sullivan, meliputi interaksi pasien satu sama lain, yang mempraktikkan
keterampilan hubungan interpersonal, saling meberi umpan balik tentang perilaku, dan bekerja
sama sebagai kelompok untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya ancaman.
Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang
akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini
perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang
9

sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun
rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan
yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien
merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing
mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan
dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati
dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal
yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.

Hubungan Terapeutik Perawat-Pasien


Hildegard peplau adalah ahli teori dan klinis keperwatan yang mengembangkan
teori interpersonal Sullivan dan juga memandang peran perawat sebagai pengamat
partisipan. Peplau mengembangkan hubungan terapeutik perawat-pasien yang meliputi
empat fase :

Hubungan terapeutik dan bagaimana peran tersebut membantu memenuhi


kebutuhan klien. Peran primer yang indentifikasi meliputi :

Orang asing : memberikan dukungan dan rasa hormat kepada klien sama seperti yang

perawat berikan kepada setiap orang asing.


Individu sumber : memberi jawaban spesifik untuk pertanyaan dalam konteks luas
Guru : membantu klien belajar secara formal atau secara kelompok.
10

Pemimpin : memberikan petunjuk kepada pasein dan kelompok.


Perwalian : berperan sebaga pengganti orang lain, misalnya orang tua atau saudara

kandung
Konselor : meningkatkan pengalaman yang mendukung kesehatan klien, misalnya
ungkapan perasaan.
Peplau juga yakin bahwa ada banyak peran yang dapat dilakukan perawat, seperti

konsultan, tutr, agen keamanan, mediator, administrator, pengamat, dan peneliti. Peran tersebut
tidak didefinisikan secara terperinci, tetapi diserahkan kepada inteligensi dan imajinasi
pembaca.
Empat tingkat ansietas. Peplau mendefinisikan ansietas sebagai respon awal terhadap
ancaman psikis. Ia menjelaskan empat tingkat ansietas : ringan, sedang, berat dan panic. Tingkat
ansietas ini berfungsi sebagai landasan untuk menangani klien yang mengalami ansietas dalam
berbagai konteks.
1. Ansietas ringan merupakan keadaan positif peningkatan kesadaran dan penajaman indra,
yang memungkinkan individu mempelajari perilaku baru dan menyelesaikan masalah.
Individu dapat menerima semua stimulus yang ada (lapang persepsi).
2. Ansietas sedang meliputi penurunan lapang persepsi (hanya pada tugas yang mendesak)
individu apat mempelajari perilaku baru atau menyelesaikan masalah hanya jika dibantu.
Individu dapat diarahkan kembali melakukan tugas oleh individu lain.
3. Ansietas berat meliputi rasa takut atau terror. Individu tidak dapat diarahkan kembali
melakuka suatu tugas ia hanya berfokus pada hal yang tersebar dan mengalami gejala
fisiologis takikardia, diadoresi dan nyeri dada. Individu yang mengalami ansietas berat
sering kali pergi ke unit kedaruratan dengan keyakinan mereka mengalami serangan
jantung.
4. Ansietas panic dapat meliputi gangguan pikiran rasional, waham, halusinasi, imobilitas
fisik, komplet dan bisu. Inivdu mungkin lari dan meloncat tanpa tujuan,sering kali
menyebabkan diri sendiri cedera.
Referensi :
-

Sheila L. Videbeck. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta EGC.

Model Sosial

11

Model ini berfokus pada lingkungan sosial yang mempengaruhi individu dan pengalaman
hidupnya. Pandangan sosial terhadap penyimpangan perilaku, kondisi sosial bertanggung jawab
terhadap penyimpangan perilaku, perilaku yang dianggap normal pada suatu daerah tertentu
mungkin sebagai penyimpangan pada daerah yang lain.
Individu yang sudah dilabel/dicap jika tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma
lingkungan, maka perilaku tersebut memerlukan perawatan/dirawat.
Menurut Szazz, individu bertanggung jawab terhadap perilakunya. Individu tersebut
harus mampu mengontrol untuk menyesuaikan perilakunya dengan yang diharapkan
masyarakatnya.
Kaplan, meyakini bahwa situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Oleh karena
itu, konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier sangat penting. Situasi yang dapat menjadi
pencetus:
a. Kemiskinan, situasi keuangan tidak stabil, pendidikan tidak adekuat.
b. Kurang mampu mengatasi stress.
c. Kurang support system.
Situasi tersebut di atas dapat diantisipasi dan dapat dicegah.
Proses terapi:
a. Prevensi primer
b. Kesehatan jiwa masyarakat
c. Crisis intervensi
Fokus dari model sosial adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial tersebut dapat
berakibat terhadap individu dan pengalaman individu dalam hidupnya. Menurut Szass & Caplan
dalam Stuart & Laraia (2005), budaya dapat berguna dalam mengartikan gangguan jiwa, terapi
dan memastikan masa depan pasien.
Berdasarkan model sosial, kondisi sosial besar pengaruhnya terhadap penyimpangan
perilaku. Tingkah laku yang normal pada suatu budaya, kadang bisa jadi eksentrik pada budaya
lain. Szass berpendapat bahwa lingkungan sosial dapat menjadi tidak menyenangkan dengan
memberikan suatu label untuk gangguan jiwa.
Individu yang diberikan label tersebut biasanya tidak mampu dan menolak untuk
12

menyesuaikan diri dengan norma sosial dan tingkah laku mereka biasanya mengarah untuk
mengisolasikan diri. Jika individu tersebut menyesuaikan diri dengan harapan sosial maka
mereka akan dipertimbangkan untuk kembali ke komunitasnya.
Menurut Szass setiap individu bertanggungjawab terhadap perilakunya. Dan ia juga
mengatakan bahwa penyakit fisik dapat berpengaruh tehadap tingkah laku, tapi bukan secara
fisiologis yang menyebabkan terjadinya penyimpangan.
Caplan berpendapat bahwa terdapat model kesehatan masyarakat yang dapat diberikan
untuk menjaga kesehatan jiwa yang terdiri dari prevensi primer, sekunder dan tertier. Kurangnya
pemahaman tentang penyebab penyimpangan perilaku dapat diatasi dengan tehnik prevensi
primer. Berdasarkan model ini profesi yang profesional dan tidak profesional dengan
keterampilan konsultasi yang profesional.
Menurut Caplan, situasi sosial dapat menjadi faktor predisposisi dari gangguan jiwa.
Situasi tersebut dapat berupa kemiskinan, keluarga yang tidak stabil dan pendidikan yang rendah.
Penyimpangan perilaku dalam kehidupan dapat menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasi stress. Individu yang kurang dukungan sosial juga dapat menyebabkan respon koping
yang maladaptive.
Terapi yang dianjurkan adalah terapi sosial dan pasien tidak dianjurkan untuk dirawat di
rumah sakit. Terapis dianjurkan untuk ke mengunjungi pasien di masyarakat. Dan aktivitas yang
dilakukan adalah penyuluhan terhadap kelompok masyarakat dan konseling.
Ketentuan hubungan pasien dan terapis (perawat) adalah terapi akan dapat menolong
pasien hanya apabila pasien meminta pertolongan. Pasien datang ke terapis untuk menjelaskan
masalahnya dan meminta untuk dibantu menenyelesaikan masalahnya. Pasien juga mempunyai
hak menolak intervensi terapeutik yang diberikan. Terapi akan sukses jika pasien puasa dengan
perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Terapis bersama-sama dengan pasien meningkatkan
perubahan. Perubahan tersebut menyangkut membuat rekomendasi tentang arti yang mungkin
dari apa elemen penyesuain diri yang efektif, tidak termasuk beberapa elemen yang termasuk
dalam paksaan terhadap tindakan di rumah sakit jika pasien tidak setuju dengan rekomendasi
yang dianjurkan oleh terapis. Ketentuan dari terapi juga termasuk didalamnya perlindungan
pasien dari tuntutan sosial terhadap prilaku kekerasan di lingkungan sosial.
Referensi :
-

Stuart, G.W. and Laraia, M.T (2005). Principles and practice of psychiatric Nursing 7
13

th Ed. St. Louis : Mosby


-

Suliswati dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC

Model Existensial
Para ahli teori ekstensial yakin bahwa penyimpangan perilaku terjadi ketika individu
berada di luar pengaruh dirinya sendiri merasa sepi, sedih, dan tidak berdaya. Kurangnya
kesadaran diri disertai kritik tajam terhadap diri sendiri membuat individu tidak berpartisipasi
dalam hubngan yang memuaskan. Individu tidak bebas memilih semua alternatif yang mungkin
karena keterbatasan yang ditetapkan pada siri sendiri. Ahli teori ekstensial yakin individu
tersebut menghindari tanggung jawab personal dan menyerahkannya pada keinginan atau
tuntutan orang lain.
Semua terapi ekstensial memiliki tujuan mengembalikan individu kepada pemikiran
autentik tentang dirinya. Tanggung jawab personal terhadap diri, perasaan, perilaku, dan pilihan
ditekankan. Individu didorong untuk hidup sepenuhnya pada masa kini dan memandang masa
depan. Carl Rogers kadang kala termasuk dalam kelompok ahli terapi ekstensial.

14

Ekstensial Humanistik
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang
apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi
eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada
metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis
bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab
berkaitan.

Dalam

penerapan-penerapan

terapeutiknya

eksistensial-humanistik

memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori


eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan
dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan
konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam
menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral,
sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia
menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia
secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial
secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan
kebebasan yang konsisten.
Terapi ekstensial humanistik berfokus pad sifat dari kondisi manusia yang
menvakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menetukan nasib
sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian
15

makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendirian dan berada dalam
hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kecenderungan mengaktual diri (gerald
core: 1999) .
Referensi :
-

L, videbeck, sheila. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Model Supportif Terapi


Terapi suportif merupakan terapi psikoterapi yang ditujukan kepada klien baik secara
individu maupun secara berkelompok. Terapi suportif merupakan bentuk terapi kelompok yang
dapat dilakukan pada berbagai situasi dan kondisi diantaranya pada klien dengan masalah isolasi
social. Kelompok suportif merupakan sekumpulan orang orang yang berencana, mengatur dan
berespon secara langsung terhadap isu-isu dan tekanna yang khusus maupun yang merugikan.
Tujuan awala dari kelompok ini adalah memeberikan support dan menyelesaikan pengalaman
isolasi dari masing masing anggotanya ( Grant- Iramu, 1997 dalam Hunt, 2004).
Klinberg, dkk (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan terapi suportif digunakan
sebagai pendukung dari psikoterapi yang lain agar dapat mengendalikan elemen elemen non
spesifik dari kontak terapi. Hasil psikoterapi secara umumnya terdiri atas dampak-dampak
spesifik dan non spesifik. Dampak non spesifik adalah dukungan emosional, perhatian terapis,
pendengar yang empati, optimasi aplikasi terapi dan hasil lain yang terkait dengan setiap
keberhasilan hubungan interpersonal yang terapeutik. Tujuan utama terapi suportif adalah
mengurangi stress dengan melakukan 5 prinsip intervensi yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Mengangkat harga diri/ dukungan internal


Mengaktifkan dukungan eksternal
Menasehati dan memberi saran/arahan
memecahkan masalah yang ada
Structuring

Berdasarkan pemahaman tersebut, tujuan terapi suportif ini adalah memberikan support
terhadap klien sehingga mampu menyelesaikan krisis yang dihadapinya dengan cara membangun
hubugan yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan yang bersifat suportif antara klien
dan terapis meningkatkan kekuatan dan keterampilan dalam menggunakan sumber kopingnya,
meningkatkan kemampuan mengurangi distress subjektif dan respon koping yang maladaptif.

Teknik Pelaksanaan
16

Terapi suportif diberikan secara berkelompok dengan jumlah klien 8-10 orang tiap
kelompok. Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling
membantu satu sama lain untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok
merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang
baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimilki,
diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain (Keliat & Akemat,
2005).
Hernawaty (2009) menerapkan terapi suportif pada keluarga yang memilki
anggota keluarga dengan gangguan jiwa dalam 4 sesi. Keempat sesi pada terapi suportif
keluarga ini merupakan pengembangan dari berbagai aktifitas support system
enhancement yang dijelaskan oleh Mc cCloskey & Bulechek (1996, dalam Stuart Laraia,
1998) dan mutual support group bagi keluarga menurut Chien, Chan dan Thompson
(2006). Berbagai aktifitas di dalam supportif system enhancement meliputi :
1. Mengakses respon psikologis
2. Menentukan jejaring social yang ada dan adekuat
3. Mengidentifikasi family support
4. Mengidentifikasi family financial support
5. Menentukan support system yang biasa digunakan
6. Menentukan hambatan dalam menggunakna support system
7. Memonitor situasi keluarga saat ini
8. Menganjurkan klien berpartisipasi dalam aktifitas social dan masyarakat
9. Menganjurkan berinteraksi dengan orang lain yang sama-sama tertarik
10. Mengarahkan pada self help group sebagai terapi yang dapat dilakukan secara
mandiri
11. Mengakses sumber masyarakat yang adekuat untuk mengidentifikasi kelemahan dan
kelebihan
12. Mengarahkan pada masyarakat berdasarkan pada hal peningkatan, pencegahan,
pengobatan, atau program rehabilitasi yang tepat
13. Menyediakan layanan keperawatan dan cara yang suportif
14. Melibatkan keluarga, pihak lain dan teman dalam hal perawatan dan perencanaan
15. Menjelaskan pada yang lain bagaimana cara mereka dapat membantu
Teknik pelaksanaan terapi suportif disusun berdasarkan modifikasi uyang
dikembangkan oleh hernawati (2009) dan Klienberg (2010).
Sesi 1:
Mengidentifikasi kemmapuan klien dalam bersosialisasi pada sesi ini , yang akan
17

dilakukan mendiskusikan dengan anggota kelompok

(klien) menegenai apa yang

diketahuinya mengenai isolasi social, kemampuan klien didalam bersosialisasi, cara yng
biasa dilakukan dan hambtannya dalam bersosialisasi. Selain itu memberi motivasi pada
klien untuk mengungkapkan pendapat dan pikirannya tentang berbagai macam informasi
yang diketahui, memberi umpan balik positif kepada klien mengenai cara bersosialisasi
yang sudah benar dilakukannya selam ini, dan memberikan masukan serta penjelasan
mengenai cara bersosialisasi yang belum diketahui.
Sesi 2
Menggunakan sistem pendukung dalam keluarga, monitor, dan hambatannya.Pada
sesi ini yang dilakukan adalah mendiskusikan dengan klien mengenai kemampuan
positifnya menggunakan sistem pendukung dalam keluarga dengan melibatkan anggota
kelompok lainnya.
Sesi 3:
Menggunakan sistem pendukung di luar keluarga, monitor dan hambatannya . Pada
sesi ini yang dilakukan adalah mendiskusikan dengan klien mengenai kemampuan
positifnya menggunakan sistem pendukung di luar keluarga dan hambatannya, melatih
serta meminta klien untuk melakukan demonstrasi menggunakan sistem pendukung di
luar keluarga dengan melibatkan anggota kelompok lainnya.
Sesi 4
Mengevaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber pendukung yang ada. Pada
sesi ini yang di lakukan adalah melatih kemampuan klien mengemukakan pendapat
tentang manfaat kegiatan yang telah dilakukan, mengevaluasi pengalaman yang dipelajari
dan pencapaian tujuan, mendiskusikan hambatan dan kebutuhan yang diperlukan
berkaitan dengan penggunaan sumber pendukung yang ada baik di dalam keluarga
maupun di luar keluarga, dan cara memenuhi kebutuhan tersebut, serta mendiskusikan
kelanjutan dari perawatan setelah program terapi.
Terapi suportif memilki 4 sesi dan 45-60 menit setiap sesinya. Pada setiap sesi
klien menggunakan catatan atau buku kerja untuk keberlangsungan latihan yang
diberikan pada klien. Pelaksanaan terapi suportif sesi 1-3 klien diarahkan untuk dapat
mengidentifikasi kemampuan bersosialisasi klien dan sistem pendukung yang asa baik
didalam maupun di luar keluarga, selanjutnya klien mempraktekkan cara penggunaan
18

sistem pendukung yang ada di dalam keluarga maupun di luar keluarga serta diarahkan
untuk membuat jadwal penggunaan sistem pendukung di dalam dan di luar keluarhga .
Sesi 4 klien mengevaluai pengalaman dalam menggunakan sistem pendukung yang ada
dan menungkapkan

hambatan dan kebutuhan yang diperlukan berkaitan dengan

penggunaan sumber pendukung baik dalam keluarga maupun di luar keluarga.


Referensi:
-

Anjas Surtiningrum. (2011). Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Kemampuan


Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Dr . Amino Gondohutomo

Semarang. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia


http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280214-T%20Anjas%20Surtiningrum.pdf

Model Medikal
Model medical mengacu pada perawatan psikiatri yang didasarkan pada hubungan dokter
pasien. Ini berfokus pada diagnosis penyakit mental dan pengobatan selanjutnya didasarkan pada
diagnosis ini.
Perawatan somatik, termasuk farmakoterapi dan elektroconvulsive adalah komponen
penting dari proses pengobatan. Aspek interpersonal model medis sangat bervariasi, dari
wawasan intensif berorientasi ntervensi untuk sesi singkat yang melibatkan manajemen medikal
obat. (Stuart dan Larai, 1998, Hal. 61).
Sebagian besar perawatan psikiatri modern didominasi oleh model medis. Professional
kesehatan lainnya mungkin terlibat dalam rujukan antar, penilaian keluarga, dan pengajaran
kesehatan, tapi dokter dilihat sebagai pemimpin tim di bawah model ini. Elemen model lain
perawatan dapat digunakan bersama dengan model medis. Misalnya, pasien dengan schzophrenia
dapat diobati dengan obat fenotiazin. Pasien ini dapat juga diberikan dalam supportivetherapy
untuk mengembangkan skills sosisal adaptif . (Stuart dan Larai, 1998, Hal. 61)
Sebuah kontribusi positif dari model medis telah menjadi eksplorasi terus menerus untuk
penyebab penyakit mental yang menggunakan proses ilmiah. Baru langkah besar telah dibuat
untuk belajar tentang fungsi sistem otak dan saraf. Kemajuan ini telah menyebabkan pemahaman
tentang komponen fisiologis kemungkinan gangguan perilaku dan lebih banyak perawatan
psikiatrik efektif (Stuart, 1998, Hal. 61).
Model yang dikemukakan oleh Meyer, Kraeplin, Spitzer dan Frances ini mengemukakan
bahwa perilaku disebebkan oleh penyakit biologis. Gejala-gejala ii timbul akibat kombinasi
19

faktor-faktor fisiologis, genetik, lingkungan dan sosial. Perilaku menyimpang berhubungan


dengan toleransi pasien terhadap stress (Stuart, Laraia, 2001, Hal. 56).
Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan
mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan (Stuart dan Laraia, 2001, Hal. 56).
Menurut Meyer dan Kreplin, konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat
multifaktor yang komplek meliputi : aspek fisik, genetik, lingkungan dan faktor sosial. Sehingga
fokus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik, terapi somatik,
farmakologi dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis
dalam melakukan prosedur diagnostik dan terapi jangka panjang, terapist berperan dalam
pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnosa dan menentukan jenis
pendekatan terapi yang digunakan (Yosep, 2010, Hal. 15).

Proses Terapi Medis


Proses terapi medis didefinisikan dengan baik dan akrab bagi kebanyakan pasien.
Pemeriksaan meliputi sejarah penyakit ini, sejarah social, sejarah medis, kajian system
tubuh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan status mental. Data tambahan dapat di
kumpulkan dari orang lain yang signifikan dan catatan media ditinjau jika tersedia.
Diagnosis kemudian dirumuskan, sambil menunggu penelitian lebih lanjut diagnostik dan
pengamatan perilaku pasien. Proses ini dapat terjadi pada rawat jalan atau rawat inap
secara, tergantung pada kondisi pasien. (Stuart, 1998, Hal. 62).
Diagnosis diklasifikasikan menurut manual diagnostik dan statistik gangguan mental,

edisi keempat (DSM-IV) dari asosiasi psikiatris amerika. Nama namapenyakit yang disertai
dengan penjelasan kriteria diagnostik, terkait fitur umum medis dan psikiatris, diagram
menunjukkan longitudinal dari gangguan, dan jenis kelamin tertentu, umur, dan aspek budaya
dari masing masing penyakitnya. Perubahan dalam manual mencerminkan perubahan dalam
model medis perawatan kejiwaan. DSM pertama kali diterbitkan pada 1952, dan DSM-IV, yang
diterbitkan pada tahun 1994. (stuart:1998, Hal. 62).
Setelah diagnosis dibuat, pengobatan dimulai oleh para dokter dan sesuai dengan rencana
pengobatan. Anggota tim kesehatan lain mungkin menyumbangkan keahlian mereka. Respon
terhadap pengobatan dievaluasi pada pengamatan tujuan dokter perilaku gejala. Terapi
dihentikan bila gejala pasien telah disetorkan. Karena dalam sikap, beberapa orang yang
20

mengalami depresi mungkin dapat kembali ke gaya hidup yang biasa mereka setelah suatu
program pengobatan dan terapi suportif. Pasien lain mungkin memerlukan terapi jangka panjang,
sering termasuk farmakoterapi dan studi laboratorium berkala (Stuart,1998, Hal. 62)
Diagnosis penyakit dilandasi oleh kondisi yang ada dan informasi historis serta
pemeriksaan diagnostik. Pengobatan meliputi (Stuart&Laraia,2001, Hal.57) :
a.
Terapi somatik
b.
farmakoterapi
c.
Pengobatan : jangka panjang , jangka pendek
d.
Terapi suportif
e.
Insight oriented terapi yaitu belajar metode mengatasi stressor
Referensi :
-

Stuart Gail. (2007) . Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta:EGC


Suliswati dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:EGC

Model Adaptasi Stres Stuart


Adaptasi merupakan hasil akhir dari upaya koping. Beradaptasi berarti mendapatkan
persepsi, perilaku dan lingkungan yang berubah sehingga tercapai keseimbangan. Setiap orang
secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam
maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang, maka stres
pun akan meningkat. Dalam upaya beradapatasi terhadap perubahan tersebut, individu berespon
melalui suatu mekanisme koping
Mekanisme koping adalah segenap upaya yang mengarah kepada manajemen stress
(stuart, 2009). Hal serupa juga dikemukakan oleh keliat (1999) yang menyatakan bahwa koping
adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan
perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam. Menurut Lazarus dan Folkman (1984)
koping sebagai upaya perubahan kogitif dan perilaku konstan untuk mengatasi secara khusus
tuntutan internal dan eksternal yang dinilai melebihi kemampuan dan sumber daya yang dimiliki
individu. Stuart mengemukakan bahwa ada 3 jenis mekanisme koping yaitu :
1. Mekanisme koping yang berfokus pada masalah, dimana termasuk tugas-tugas
dan upaya penyelesaian masalah secara langsung untuk mengatasi ancaman,
misalnya negosiasi, konfrontasi dan mencari nasihat.
2. Mekanisme koping yang berfokus pada kognitif, merupakan upaya individu untuk
mengendalikan dan

menetralkan

masalah,

misalnya

pengabaian positif,

pengabaian selektif, substitusi penghargaan dan devaluasi objek yang diminati.


21

3. Mekanisme koping yang berfokus pada emosional, merupakan upaya dimana


individu berorientasi untuk menekan distress emosional, misalnya penggunaan
mekanisme koping ego seperti menyangkal, supresi, atau proyeksi
Dalam konteks asuhan keperawatan, seorang perawat jiwa dapat bekerja lebih efektif bila
tindakan yang dilakukan didasarkan pada suatu model yang mengenali keberadaan sehat atau
sakit sebagai suatau hasil dari berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan sejumlah
faktor lingkungan. Model stress adaptasi asuhan keperawatan jiwa pertama kali dikembangkan
Gail Stuart tahun 1993 yang kemudian dikembangkan lebih lanjut tahun 1995-2009.
Stuart (2006) menyebutkan ada 3 model adaptasi stress sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi
terdiri dari :
1. Biologis : faktor keturunan, status nutrii, dan kesehatan
2. Psikologi : kemmapuan verbal, pengetahuan moral, personal terhadap diri sendiri,
dorongan motivasi
3. Sosiokultural : usia, jenis kelamin, pekerjaan , posisi sosial, latar belakang budaya
, agama serta pengetahuan
b. Stresor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan , ancaman, atau tuntutan dan yang membutuhkan energi ekstra untuk
1.
2.
3.
c.

koping. Yang terdiri dari :


Sifat stresor
Asal stresor
Waktu dan jumlah
Penilaian terhadap stersor yaitu evaluasi tentang makna stresor bagi kesejahteraan
individu yang didalamnya stresor memiliki arti, intentitas dan kepentingan. Yang

terdiri dari :
1. Kognitif yaitu respon yang ditunjukkan seperti perhatian terganggu, konsentrasi
buruk, pelupa, bermasalah dalam berfikir dan kreativitas menurun.
2. Afektif yaitu respon yang ditunjukkan seperti mudah terganggu, tidak sabar,
mudah gelisah, tegang, gugup dan ketakutan.
3. Fisiologis yaitu respon yang ditunjukkan seperti kehilangan keadaran,
produktivitas menurun, ketegangan fisik dan tremor.
4. Perilaku yaitu respon yang ditunjukkan seperti bicara cepat, kurang koordinasi,
gelisah dan reaksi terkejut.
5. Sosial yaitu respon yang ditunjukkan interaksi dengan orang lain
22

Sumber Koping
Stuart (2005) menyebutkan sumber-sumber koping terdiri dari aset ekonomi, kemampuan

bakat, teknik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber koping lainnya adalah
keseimbangan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah , kemampuan
sosial, kesehatan fisik, sumber materi dan sosial.
Referensi:
-

Syamani. (2011). Studi Fenomenologi tentang Pengalaman Menghadapi Perubahan


Konsep Diri : Harga Diri Rendah pada Lansia di Kecamatan Jekan raya Kota Palangka
Raya. Depok : Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Suliswati dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC
Anjas Surtiningrum. (2011). Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Kemampuan Bersosialisasi
Pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Dr . Amino Gondohutomo Semarang. Depok :
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280214-T%20Anjas%20Surtiningrum.pdf

Stuart Gail. (2007) . Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta:EGC


Syamani. (2011). Studi Fenomenologi tentang Pengalaman Menghadapi Perubahan Konsep
Diri : Harga Diri Rendah pada Lansia di Kecamatan Jekan raya Kota Palangka Raya. Depok :
Universitas Indonesia

23

24

Anda mungkin juga menyukai