Anda di halaman 1dari 4

Kentang, umbi yang menerangi dunia

Jonathan Kalan

21 Mei 2015

Kirim
Tumbuk, rebus, bakar atau goreng? Mungkin Anda punya kesukaan sendiri bagaimana kentang
Anda disajikan. Tapi Haim Rabinowitch lebih senang jika kentang untuknya dicincang.
Image caption Kentang sebagai sumber energi alternatif? Mengapa tidak? (kredit foto:
Thinkstock)
Dalam beberapa tahun terakhir, Rabinowitch -seorang peneliti- dan beberapa rekannya sedang
mencoba ide 'tenaga kentang' untuk menghasilkan energi agar orang-orang dapat berhenti
berlangganan listrik. Tancapkan sepasang plat logam, kabel, dan lampu LED ke sebutir kentang
menurut mereka- maka umbi itu bisa memberi penerangan bagi kota dan desa terpencil di
seluruh dunia.
Mereka juga telah menemukan teknik yang sederhana dan orisinal untuk membuat kentang
menghasilkan energi dengan baik. Sebutir kentang dapat memberi tenaga bagi lampu LED
untuk menerangi satu kamar selama 40 hari, pengakuan Rabinowitch, yang berasal dari Hebrew
University of Jerusalem.
Ide yang tampaknya aneh, tapi sebenarnya berakar pada ilmu pengetahuan yang sudah mapan.
Tetap saja, Rabinowitch dan timnya menemukan bahwa menerapkan tenaga kentang ke dunia
nyata lebih rumit ketimbang yang diduga.
Sekalipun Rabinowitch dan rekan-rekannya mencari cara untuk membuat kentang menghasilkan
tenaga yang lebih besar daripada biasanya, prinsip dasar teknik ini diajarkan di kelas sains di
sekolah menengah dengan memperlihatkan cara kerja baterai.
Untuk membuat baterai dari bahan organik, yang Anda butuhkan adalah dua batang logam:
anoda -yang merupakan elektroda negatif seperti seng- dan katoda -elektroda yang bermuatan
positif seperti tembaga.

Energi kentang
Itu adalah energi bertegangan rendah tapi cukup untuk membuat baterai yang bisa mengisi ulang
ponsel atau laptop di tempat-tempat yang tak punya saluran listik.Haim Rabinowitch
Asam di dalam kentang membentuk reaksi kimia dengan seng dan tembaga, dan ketika elektron
mengalir dari satu bahan ke bahan lainnya, maka energi dilepaskan.

Ini ditemukan oleh Luigi Galvani pada tahun 1780 ketika ia menghubungkan dua batang logam
ke kaki kodok dan menyebabkan otot hewan itu menjadi kejang. Namun Anda bisa meletakkan
beragam bahan di antara dua elektroda untuk mendapatkan efek serupa.
Alexander Volta -yang hidup di sekitar masa Galvani- menggunakan kertas yang direndam di air
garam. Beberapa orang lain membuat 'baterai tanah' denan menggunakan dua keping logam dan
setumpuk tanah, atau seember air.

Umbi super
Kentang sering menjadi pilihan favorit untuk mengajarkan prinsip ini di kelas sains sekolah
menengah. Namun, yang mengejutkan bagi Rabinowitch adalah, tak ada yang secara ilmiah
mempelajari kentang sebagai sumber energi. Maka pada tahun 2010 ia memutuskan untuk
mencobanya, bersama dengan mahasiswa PhD, Alex Goldberg, dan Boris Rubinsky dari the
University of California, Berkeley.
Kami mengamati 20 jenis kentang berbeda, kata Goldberg, dan kami melihat resistensi
internal mereka, yang membantu kami memahami berapa energi yang hilang oleh panas.
Mereka menemukan bahwa dengan merebus kentang selama delapan menit, maka jaringan
organik di dalamnya buyar sehingga mengurangi resistensi serta membuat gerakan elektron
menjadi lebih bebas dan bisa menghasilkan lebih banyak energi.
Anda perlu melihat dulu: apakah sudah cukup kentang untuk dimakan? Lalu, apakah kita tak
akan bersaing dengan petani yang mendapatkan penghasilan dengan berjualan kentang?Olivier
Dubois
'Kentang rebus' juga meningkatkan asupan energi dengan mengiris kentang menjadi empat atau
lima potong, masing-masing dikepit oleh lempengan tembaga dan seng untuk membentuk
rangkaian. Kami menemukan bahwa kami bisa meningkatkan output sepuluh kali lipat, yang
amat menarik secara ekonomis karena menurunkan ongkos produksi energi, kata Goldberg.
Itu adalah energi bertegangan rendah, tambah Rabinowitch, tapi cukup untuk membuat
baterai yang bisa mengisi ulang ponsel atau laptop di tempat-tempat yang tak punya saluran
listik.
Analisa biaya mereka memperkirakan, sebutir baterai kentang rebus dengan elektroda seng dan
tembaga bisa menghasilkan sumber energi bergerak sekitar US$9 (Rp118.000) per kwh, atau
1/50 lebih murah daripada satu butir baterai 1,5 volt AA Alkaline atau baterai sel D, yang
berharga US$49-84 per kwh. Ini diperkirakan juga lebih murah 1/6 kali dibanding lampu minyak
tanah standar yang dipakai di negara-negara berkembang.
Dan ini menimbulkan pertanyaan penting: kenapa baterai kentang belum jadi sukses besar?

Pada tahun 2010, produksi kentang dunia adalah sebanyak 324.181.889 ton. Kentang adalah
hasil panen terbesar (di luar biji-bijian) di 130 negara dan merupakan sumber saripati utama bagi
miliaran orang di seluruh dunia. Kentang murah, mudah disimpan, dan tahan lama.
Dengan jumlah 1,2 miliar orang yang tidak punya akses terhadap listrik, kentang yang bersahaja
ini bisa menjadi jawaban setidaknya begitulah pikiran para peneliti. Kami rasa banyak
organisasi yang akan tertarik, kata Rabinowitch. Misalnya, politisi di India akan berminat
untuk mengukir nama mereka di kentang, lalu membagi-bagikannya. Harga sebutirnya tak
sampai satu dolar!
Tiga tahun percobaan berjalan dengan baik, mengapa tak ada juga pemerintah, perusahaan atau
organisasi yang merangkul baterai kentang ini?
Jawaban sederhananya adalah: mereka bahkan tak tahu soal ini, kata Rabinowitch.
Tapi sebenarnya masalahnya bisa juga lebih rumit ketimbang itu.
Image caption Bagian dalam atau empulur pohon pisang dan tanaman palem lain bisa dijadikan
sumber energi daripada dibuang-buang. (kredit foto: Thinkstock).
Pertama, ada persoalan dalam menggunakan makanan sebagai energi. Oliver Dubois, pejabat
senior sumber daya alam di Badan PBB untuk Makanan dan Pertanian (FAO) mengatakan bahwa
menggunakan makanan untuk energi misalnya menggunakan tebu sebagai bahan bakar bio
harus bisa menghindari menipisnya simpanan bahan makanan dan persaingan dengan petani.
Anda perlu melihat dulu: apakah sudah cukup kentang untuk dimakan? Lalu, apakah kita tak
akan bersaing dengan petani yang mendapatkan penghasilan dengan berjualan kentang?
katanya. Maka, jika kentang untuk dimakan sudah tersedia, kentang untuk dijual sudah tersedia,
lalu masih ada kentang yang tersisa, barulah penggunaan kentang untuk energi boleh dilakukan.
Di negara seperti Kenya, kentang merupakan makanan terpenting kedua bagi keluarga di sana,
sesudah jagung. Petani kecil menghasilkan sekitar 10 juta ton kentang pada tahun ini dan sekitar
10-20% rusak sebagai sampah pascapanen disebabkan oleh kecilnya akses terhadap pasar,
buruknya kondisi penyumpanan, dan soal-soal lain. Begitulah penjelasan Elmar SchulteGeldermann, kepala ilmuwan kentang Afrika Sub-Sahara di Pusat Kentang Internasional di
Nairobi, Kenya. Dan kentang yang tak berhasil dijual, bisa dengan mudah diubah menjadi
baterai.

Gengsi baterai kentang?


Ini adalah pengorbanan, logam selalu berkarat seiring dengan waktu.Derek Lovley
Tapi di Srilanka, jarang kentang yang tersedia dan harganya mahal. Maka sekelompok ilmuwan
di University of Kelaniya baru-baru ini memutuskan untuk melakukan percobaan dengan bahan
yang lebih banyak tersedia dan gratis: empulur tanaman jenis palem (plantain piths).

Fisikawan KD Jayasurya dan timnya menemukan bahwa teknik merebus menghasilkan


peningkatan efisiensi serupa terhadap empulur palem dan daya kerja terbaik baterai didapatkan
dengan memotong-motong empulur itu sesudah direbus.
Dengan empulur yang direbus, mereka bisa memberi tenaga kepada satu buah lampu LED
hingga 500 jam, dengan syarat empulur itu tetap dalam keadaan basah. Saya rasa kentang punya
arus listrik yang lebih baik, tapi empulur palem gratis, kita di sini membuang-buangnya, kata
Jayasuriya.
Bagaimanapun beberapa pihak skeptis terhadap tenaga kentang ini, Dalam kenyataannya,
baterai kentang esensinya seperti baterai biasa yang bisa Anda beli di toko, kata Derek Lovley
dari University of Massachusetts, Amherst. Hanya menggunakan matriks yang berbeda.
Kentang membantu menghalangi energi hilang dalam bentuk panas, tetapi bukan sumber utama
energi itu sendiri yang sebenarnya didapat dari proses berkaratnya seng. Ini adalah
pengorbanan, logam selalu berkarat seiring dengan waktu, kata Lovley. Ini artinya, Anda harus
mengganti seng dan tentu saja kentang atau empulur palem itu seiring dengan waktu.
Tetap saja, seng harganya murah di banyak negara berkembang. Dan Jayasuriya berpendapat ini
bisa tetap lebih efisien harganya ketimbang lampu minyak tanah. Elektroda seng yang bisa
bertahan selama lima bulan sama harganya dengan satu liter minyak tanah -yang bisa memberi
energi rata-rata satu keluarga di Srilanka selama dua hari. Kita juga bisa memakai elektroda lain
seperti magnesium atau besi.
Tapi para penganjur kentang harus memecahkan masalah lain sebelum ide mereka jadi tren, yaitu
persepsi konsumen mengenai kentang. Dibandingkan dengan teknologi modern seperti tenaga
surya, kentang tampaknya masih kurang menarik sebagai sumber energi.
Gaurav Manchanda -pendiri One Degree Solar, yang menjual sistem tenaga surya mikro di
Kenya- mengatakan bahwa orang membeli produknya dengan alasan lebih dari sekedar efisiensi
dan harga. Mereka ini adalah konsumen utama. Mereka perlu untuk melihat nilai di dalamnya,
tak hanya kemampuan kerjanya, tapi juga statusnya, ia menjelaskan. Pada dasarnya, orang tak
berminat memamerkan baterai kentang mereka untuk membuat para tetangga kagum.
Tetap saja, tak bisa dipungkiri bahwa ide baterai kentang bisa berhasil, dan tampaknya murah.
Para penganjur tenaga kentang, tak diragukan, akan terus menjalankannya.
Silakan baca artikel ini dalam Bahasa Inggris: Potato power: the spuds that could light the world
di BBC Future.

Anda mungkin juga menyukai