Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Menurut orphanet,
sebuah konsorsium European partner, menyatakan ini merupakan penyakit langka yang
terdapat 1 tiap 2.000 orang.
Penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam menkonversi
air. Gejala dari diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia, hal ini dapat terjadi karena
defisiensi ADH atau disebut diabetes insipidus sentral dan tidak sensitifnya vasopresin pada
ginjal atau disebut juga diabetes insipidus nefrogenik. Kedua jenis diabetes insipidus ini dapat
terjadi akibat defek congenital (kehamilan) atau bisa terjadi pada saat awal kelahiran. Diabetes
insipidus sentral sering terjadi akibat mutasi gen autosomal dominan pada awal 5 tahun
kehidupan anak-anak sedangkan diabetes insipidus nefrogenik sering terjadi pada neonatus
atau awal beberapa minggu kehidupan, dan lebih dari 50 persen kasus adalah idiopatik.
gambaran klinis dan gejala jangka panjang dari kekacauan ini sebagian besar tak
tergambarkan. metode yang dipelajari dari 79 pasien dengan diabetes insipidus sentral yang
diteliti pada empat pusat endokrinologi anak antara tahun 1970 dan 1996. Terdiri 37 laki-laki
dan 42 pasien wanita dengan rata rata umur 7 tahun.
Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus idiopatik yang dapat
bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
1.2 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
Diabetes Insipidus dari definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan
diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaa, prognosis diabetes
Insipidus asuhan keperawatan dan contoh kasus dari diabetes insipidus.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Menurut penyebabnya Diabetes
Insipidus dibagi menjadi :
1. Diabetes Insipidus Sentralis ( DIS )
DIS disebabkan oleh berapa hal diantaranya adalah :

pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya

akson pada traktus supraoptikohipofisealis


sintesis ADH terganggu
kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular
Gagalnya pengeluaran Vasopresin
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik ( DIN )
DIN adalah diabetes insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen
Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke
dalam aliran darah oleh hipofisa posterior.
2.2 Etiologi
Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan diabetes insipidus sentral , termasuk
di dalamnya yaitu beberapa hal:
1. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

hormon antidiuretik
Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah
Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan
Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak)
Tumor
Sarkoidosis atau tuberkulosis
Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak
Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis
Histiositosis X (penyakit Hand-Schller-Christian).

Sedangkan Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu
2

1. Penyakit ginjal kronik


Penyakit ginjal polikistik
Medullary cystic disease
Pielonefretis
Obstruksi ureteral
Gagal ginjal lanjut
2. Gangguan elektrolit
Hipokalemia
Hiperkalsemia
3. Obat obatan
Amfoterisin B
Litium
Demoksiklin
Asetoheksamid
Tolazamid
Glikurid
Loop Diuretic
Methoxyflurane
Propoksifen
4. Penyakit sickle cell
5. Kehamilan
6. Multiple mieloma
7. Gangguan diet.
2.3 Anatomi dan fisiologi ginjal

2.3.1 Ginjal (ren)


Ginjal (ren) manusia berjumlah sepasang, terletak di rongga perut sebelah kanan
depan dan kiri depan ruas-ruas tulang belakang bagian pinggang. Ginjal kanan lebih
rendah dari pada ginjal kiri karena di atas ginjal kanan terdapat hati. Ginjal berbentuk
seperti biji ercis dengan panjang sekitar 10 cm dan berat sekitar 200 gram. Ginjal yang
dibelah secara membujur akan memperlihatkan bagian-bagian korteks yang merupakan
lapisan luar. Medula (sumsum ginjal), dan pelvis (rongga ginjal). Di bagian korteks
terdapat jutaan alat penyaring yang disebut nefron. Setiap nefron terdiri atas badan
Malpighi dan tubulus kontortus. Badan Malpighi terdiri atas kapsula (simpai) Bowman
Dan glomerulus. Glomrerulus merupakan anyaman pembuluh kapiler. Kapsula Bowman
berbentuk mangkuk yang mengelilingi glomerulus.'I'ubulus kontortus terdiri atas tubulus
kontortus proksimal. tubulus kontortus distal. Dan tubulus kontortus kolektivus. Di
3

antara tubuIus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal terdapat gelung
/lengkung Henle pars ascenden (naik) dan pars descenden (turun).
Penamaan beberapa bagian ginjal mengambil nama ahli yang berjasa dalam
penelitian ginjal. Kapsula Bowman mengambil nama William Bowman (l816 1892).
Seorang ahli bedah yang merupakan perintis di bidang saluran kentih yang
mengidentifikasi kapsula tersebut. Lengkung Henle meugambil nama Jacob Henle
(1809-1885), seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman yang mendeskripsikan
lengkung di dalam ginjal tersebut. Glomerulus di identifikasi oleh seorang ahli
mikroanatomi berkebangsaan ltalia bernama Marcerllo Malpighi (1628 - 1694). Ginjal
merupakan alat pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk urine yang di dalamnya
mengandung air, amoniak (NH3), ureum, asam urat dan garam mineral tertentu.
Penderita diabetes miletus urine mengandung glukosa.
2.3.2 Fungsi ginjal
Ginjal merupakan alat ekskresi penting yang mempunyai beberapa fungsi, antara
lain menyaring darah sehingga menghasilkan urine; mengekskresikan zat-zat yang
membahayakan tubuh. misalnya protein-protein asing yang masuk ke dalam tubuh, urea,
asam urat. dan bermacam -macam garam; mengekskresikan zat-zat yang jumlahnya
berlebihan, misalnya kadar gula darah yang melebihi normal, mempertahankan tekanan
osmosis cairan ekstraseluler; dan mempertahankan keseimbangan asam dan basa.
Fungsi ginjal untuk mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh, antara
lain :

urea, asam urat, amoniak, creatinin


garam anorganik
bacteri dan juga obat-obatan
Mengekskresikan gula kelebihan gula dalam darah
Membantu keseimbangan air dalam tubuh, yaitu mem-pertahankan tekanan

osmotik ektraseluler
Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa
darah.

Gambar .1
Anatomi ginjal dan nefron.

Anatomi ginjal meliputi :

Lapisan luar (korteks/ kulit ginjal) yang mengandung kurang lebih 1 juta nefron.
Tiap nefron terdiri atas badan malpighi (badan renalis) yang tersusun dari kapsula

bowman dan glomerulus.


Lapisan dalam (medula/ sumsum ginjal) yang terdiri atas tubulus kontortus yang
bermuara pada tonjolan papila di ruang (pelvis renalis). Tubulus kontortus terdiri

atas tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal.


Nefron terdiri dari :
1. Kapsula bowman
Mengumpulkan filtrat glomerulus.
2. Tubulus proksimal (pars desendens)
Reabsorpsi dan sekresi tidak terkontrol zat-zat tertentu berlangsung disini.
Sangat permeable terhadap H2O tetapi tidak secara aktif mengeluarkan Na+
(merupakan satu-satunya segmen tubulus yang tidak melakukannya).
3. Lengkung Henle
Membentuk gradient osmotic di medulla ginjal yang penting dalam kemampuan
ginjal menghasilkan urin dengan berbagai konsentrasi.
4. Tubulus distal (pars ascendens)
Sekresi dan reabsorpsi tidak terkontrol zat-zat tertentu berlangsng disini.
Secara aktif mengangkut NaCl keluar dari lumen tubulus ke dalam cairan
interstisium disekitarnya dan selalu impermeable terhadap H2O, sehingga garam
keluar dari cairan tubulus tanpa secara osmotis diikuti oleh H2O.
5

5. Tubulus pengumpul
Reabsorpsi H2O dalam jumlah bervariasi berlangsung disini, cairan yang
meninggalkan tubulus pengumpul menjadi urin, yang kemudian masuk ke pelvis
ginjal.
2.3.3 Proses pembentukan urine
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu :
Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garm, gula, urea dan zat bermolekul besar
(protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna
bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-garam.
Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
Agar dapat terjadi reabsorpsi H2O menembus suatu segmen tubulus, ada dua kriteria yang
harus dipenuhi :
-

Harus terdapat gradien osmotic melintasi tubulus


Segmen tubulus harus permeabel terhadap H2O
Tubulus distal dan pengumpul bersifat impermeabel terhadap H2O, kecuali apabila

terdapat vasopressin yang juga dikenal sebagai hormon antidiuretik, yang meningkatkan
permeabilitas keduanya terhadap H2O. Vasopresin ( asam amino 9 peptida) dihasilkan oleh
badan sel neuron spesifik di hipotalamus, suatu bagian otak, kemudian disimpan di kelenjar
hipofisis posterior, yang melekat ke hipotalamus melalui sebuah tangkai penghubung tipis.
Hipotalamus mengontrol pengeluaran vasopresin dari hipofisis posterior ke dalam darah.
Melalui mekanisme umpan-balik negatif, sekresi vasopresin dirangsang oleh defisit H2O
sewaktu H2O harus dihemat oleh tubuh dan dihambat oleh kelebihan H2O sewaktu
kelebihan tersebut harus dieliminasi melalui urin.
Vasopresin mencapai membran basolateral sel-sel tubulus yang melapisi tubulus
distal dan pengumpul melalui sistem sirkulasi, dan kemudian berikatan dengan reseptor
yang spesifik untuknya. Pengikatan ini mengaktifkan sistem perantara kedua AMP siklik,
yang akhirnya meningkatkan permeabilitas membran luminal di seberangnya terhadap H2O
6

dengan meningkatkan jumlah saluran H2O di membran. Dengan membolehkan lebih


banyak H2O yang merembes dari lumen, saluran-saluran tambahan tersebut meningktakan
reabsorpsi H2O. Saluran-saluran tersebut kembali seperti semula apabila sekresi vasopresin
berkurang dan aktivitas AMP siklik juga menurun. Dengan demikian, permeabilitas H2O
menurun apabila sekresi vasopresin berkurang. Apabila sekresi vasopresin meningkat
sebagai respons terhadap defisit H2O dan demikian permeabilitas tubulus distal dan
pengumpul terhadap H2O meningkat.

Gambar .2
Mekanisme kerja vasopresin
Vasopresin mendorong penghematan H2O oleh tubuh, hormon ini tidak dapat secara
total menghentikan pembentukan urin, bahkan apabila orang yang bersangkutan tidak
mendapat H2O, karena H2O dalam jumlah minimum harus tetap dikeluarkan bersama dengan
zat-zat terlarut sisa.
7

Vasopresin mempengaruhi permeabilitas H2O hanya di tubulus distal dan pengumpul.


Hormon ini tidak memiliki pengaruh 80% H2O yang difiltrasi yang secara obligatorik
direabsorpsi tanpa kontrol di tubulus proksimal dan langkung Henle.

Ekskresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus

distal, pembuluh darah

menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan
Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang
tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis.
Kemampuan mengekskresikan urin dengan konsentrasi bervariasi bergantung pada
sistem arus balik medula dan vasopressin.
Setelah membahas bagaimana ginjal menangani berbagai zat terlarut dalam plasma,
kita sekarang akan memusatkan perhatian pada penanganan H2O plasma oleh ginjal.
Osmolalitas CES (konsentrasi zat terlarut) bergantungpada jumlah relative H 2O dibandingkan
dengan zat terlarut. Pada konsentrasi zat terlarut dan keseimbangan cairan normal, cairan
tubuh dikatakan bersifat isotonic pada osmolaritas 300 miliosmol/liter (mOsm/l). Apabila
terdapat banyak H2O relative terhadap jumlah zat terlarut, cairan tubuh bersifat hipotonik,
yang berarti bahwa cairan tersebut terlalu encer dengan osmolaritas kurang dari 300 mOsm/l.
Di pihak lain, apabila terjadi deficit H2O relative terhadap jumlah zat terlarut, caoran tuuh
menjadi terlalu pekat dan bersifat hipertonik, dengan osmolaritas lebih dari 300 mOsm/l.
Pada cairan interstisium medulla kedua ginjal terdapat gradient osmotic vertical besar.
Konsentrasi cairan interstisium secara progresif meningkat dari batas korteks turun ke
kedalaman medulla ginjal sampai mencapai maksimum 1.200 mOsm/l pada manusia di taut
dengan pelvis ginjal. Gradien osmotic vertical ini tetap konstan tanpa bergantung pada
keseimbangan cairan tubuh. Adanya gradient ini memungkinkan ginjal menghasilkan urin
dengan konsentrasi antara 100 sampai 1.200 mOsm/l, bergantung pada status hidrasi tubuh.
Apabila tubuh berada dalam keseimbangan cairan yang ideal, dihasilkan urin isotonic dengan
kecepatan 1 ml/menit. Apabila tubuh mengalami hidrasi berlebihan (terlalu banyak H2O),
ginjal mampu menghasilkan urin encer dalam volume yang besar (sampai 25 ml/menit dan
hipotonik, yaitu 100 mOsm/l), sehingga kelebihan H2O dapat dieliminasi dari tubuh.
Sebaliknya ginjal mampu menghasilkan urin pekat dalam jumlah sedikit (sampai 0,3 ml/menit

dengan konsentrasi hipertonik 1.200 mOsm/l) apabila tubuh mengalami dehidrasi (kekurangan
H2O) sehingga H2O tertahan di dalam tubuh.

Gambar .3
Dari kedua ginjal, urine dialirkan oleh pembuluh ureter ke kandung urine (vesika urinaria)
kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh.

Banyak urine yang dikeluarkan

tergantung dari banyaknya air yang diminum dan kadar ADH.


Pengeluaran ADH dipengaruhi oleh :
1. Peningkatan osmolalitas plasma.
2. Penurunan volume ekstraseluler efektif.

Perubahan Metabolisme Air Karena Pengaruh Vasopresin


LFG

Reabsorpsi

Volume air

Konsentrasi

Klirens air

(ml/men)

Air (%)

24 jam (L)

urin

(L/hari)

(mOsm/L)
Urin isotonic
Terhadap

125

98.7

2.4

290

125

99.7

0.5

1400

1.9

125

87.1

23.3

30

20.9

plasma
Ada
vasopressin
(antidiuresis
maksimal)
Tidak ada
vasopressin
(insipidus
komplit)
K1H2O = V Vosm.V (=KL Osm)
Posm
Vosm = osmolalitas urin
Posm = osmolalitas plasma
V = Volume urin(9)
2.4 Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus
supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu
neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat
pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar
hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin
dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi
vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu
10

peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan


merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel
duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan
pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih
meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan
konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada
duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan
poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma kan merangsang pusat haus, dan
sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang
osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin.
Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan
mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan
merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus
sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik,
dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone
antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa
disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus
yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH
akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di
mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang
kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal.
Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap
ADH.

11

Gambar 4
Skema patogenesis diabetes insipidus
2.5 Manifestasi klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 10
liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah , berkisar antara 1001 1005 atau 50
200 mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia , biasanya tidak terdapat gejala
gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada
mekanisme neurohypophyseal renal reflex.
Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setelah
lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar
air kemih yang encer (poliuri).
12

Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi.
Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang.
Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi
mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik.
2.6 Diagnosis
Ada sebuah cara untuk mendiagnosa penyebab suatu poliuria adalah akibat Diabetes
Insipidus, bukan karena penyakit lain. Caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang
dapat kita ketahui dengan anamnesa dan pemeriksaan.
Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan
tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila
pada anamnesa ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria
itu terjadi.
Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah factor renal atau bukan. Poliuria bisa
terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun,
apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria
(sedikit kencing).
Ketiga, Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air
tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus
mengeluarkan air murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat
terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka
dapat dicurigai bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu Differential
Diagnosis dari Diabetes Insipidus.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya.
Untuk menyingkirkan diabetes melitus (kencing manis) dilakukan pemeriksaan gula
pada air kemih. Pemeriksaan darah menunjukkan kadar berbagai elektrolit yang abnormal.
Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus
adalah water deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum
dan bisa terjadi dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah
sakit atau tempat praktek dokter.
13

Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan diukur secara
rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung meningkat
atau terjadi penurunan berat badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan
suntikan hormon antidiuretik.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon antidiuretik:
- pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
- tekanan darah naik
- denyut jantung kembali normal.
2.7 Diagnosis banding
1. Kelainan ginjal
Seperti penyakit polikistik, pielonefritis kronis, dan lain-lain.
2. Hipokalemia dan hiperkalsemia
Bisa menyebabkan poliuria dengan berat jenis urin yang rendah.
3. Insufisiensi adrenal
Diantaranya yaitu salt-losing syndrome.
4. Polidipsia psikogenik
Disebut juga compulsive water drinkers. Dalam keadaan ini terdapat kelainan jiwa
seperti neurosis yang mempunyai latar belakang keinginan memperoleh perhatian.
2.8 Pemeriksaan penunjang
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka harus
melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis
Diabetes Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini
berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1. Fluid deprivation menurut martin Goldberg
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya
kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau osmolalitas urin
oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur osmolallitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 ja bila
dieresis kurang dari 300ml/jam.
Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar
atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol
yang tertutup rapat serta disipan dalam lemari es.
14

Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%


tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
2. Hickey Hare atau Carter-Robbins test
Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon
osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (williams)
a. Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10
ml/menit).
b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb.
Dipertahankan selama 45 menit.
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian

: kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.

Perhatian

: pemeriksaan ini cukup berbahaya.

3. Uji haus
Dilihat berapa lama penderita bisa tahan tanpa minum. Biasanya tidak lama anak akan
menjadi gelisah, banyak kencing dan terjadi bahaya dehidrasi. Berat jenis urin tetap
rendah, sedangkan pada compulsive water drinker berat jenis urin akan naik.
4. Masukan air
Diukur jumlah minum kalau diberi kesempatan bebas.
5. Uji nikotin
Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh nikotin. Obat yang
dipakai adalah nikotin salisilat secara intravena. Akibat sampingnya adalah mual dan
muntah.
Penilaian

: kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.

Perhatian

: pemeriksaan ini cukup berbahaya.

6. Uji Vasopresin
Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan respons terhadap
ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.
a. Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus lambat
selama 1 jam.
b. Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak 5 U.
untuk penilaiannya lihat gambar 5.

15

Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin
sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada
Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.

2.9 Komplikasi
Diabetes insipidus nefrogenik primer disertai dengan retardasi mental. Retardasi
tersebut lebih mungkin merupakan akibat dari episode dehidrasi hipertonik berulang daripada
akibat penyakitnya sendiri. Retardasi pertumbuhan secara seragam terdapat pada laki-laki
dengan gangguan primer dan biasanya tidak ada wanita. Biasanya, kegagalan pertumbuhan
diduga diakibatkan oleh masukkan kalori yang tidak cukup karena masukan cairan yang
16

berlebihan, tetapi sekarang tampaknya kegagalan pertumbuhan tersebut bersifat intrinsic


karena keadaan homozigot. Dilatasi sistem pengumpul urin dapat diakibatkan dari produksi
yang berlebihan. Karenanya, anatomi saluran urin harus diperiksa untuk membuktikan adanya
hidronefrosis setiap beberapa tahun dengan scan ginjal (pielografi intravena mungkin tidak
memvisulisasikan sistem pengumpulnya bila ada aliran cepat urin encer dalam volume yang
besar).
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan diabetes insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkannya.
Pada pasien diabetes insipidus sentral parsial dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak
diperlukan terapi apa-apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak mengganggu tidur dan
aktivitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus, diterapi dengan
pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Ini juga berlaku bagi orangorang yang dalam keadaan normal hanya menderita diabetes insipidus sentral parsial tetapi
pada suatu saat kehilangan kesadaran atau tudak dapat berkomunikasi.
Pada diabetes insipidus sentral yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone
pengganti

(hormonal

replacement).

DDAVP

(1-desamino-8-d-arginine

vasopressine)

merupakan obat pilihan utama untuk diabetes insipidus sentral. Obat ini merupakan analog
arginine vasopressine manusia sintetik, mempunyai lama kerja yang

panjang dan hanya

mempunyai sedikit efek samping jarang menimbulkan alergi dan hanya mempunyai sedikit
pressor effect. Vasopressin tannate dalam minyak (campuran lysine dan arginine vasopressin)
memerukan suntikan setiap 3-4 hari. Vasopressin dalam aqua hanya bermanfaat untuk
diagnostic karena lama kerjanya yang pendek.
Selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis
mengatur
keseimbangan air dengan cara :

Mengurangi jumlah air ke tubulus distal dan collecting duct


Memacu penglepasan ADH endogen
Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.

Obat-obatan yang biasa dipakai adalah antara lain:


1. diuretik tiazid
17

menyebabkan suatu antineuresis sementara, deplesi ECF ringan dan penurunan GFR.
Hal ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na+ dan air pada nefron yang lebih
proksimal sehingga menyebabkan berkurangnya air yang masuk ke tubulus distal dan
collecting duct. Tetapi penurunan EAVB (effective arterial blood volume) dapat
menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik. Obat ini dapat dipakai pada diabetes
insipidus baik sentral maupun nefrogenik.
2. Klorpropamid
Meningkatkan efek ADH yangmasih ada terhadap tubulus ginjal dan mungkin pula
dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis. Dengan demikian obat ini tidak
dapat dipakai pada diabetes inipidus sentral komplit atau diabetes insipidus nefrogenik.
Efek samping yang harus dipehatikan adalah timbulnya hipoglikemia. Dapat
dikombinasi dengan tiazid untuk mencapai efek ,aksimal. Tidak ada sulfonylurea yang
lebih efektif dan kurang toksik dibandingkan dengan klorpropamid pengobatan
diabetes insipidus.
3. Klofibrat

Seperti klorpropamid. Klofibrat juga meningkatkan penglepasan ADH endogen.


Kekurangan klofibrat dibandingkan dengan klorpropamid adalah harus diberikan 4 kali
sehari, tetapi tidak menimbulkan hipoglikemia. Efek samping lain adalah ganguan
saluran cerna, miositis, gangguan fungsi hati. Dapat dikombinasi dengan tiazid dan
klorpropamid untuk dapat memperoleh efek maksimal dan mengurangi efek samping
pada diabetes insipidus sentral parsial.
4. Karbamazepin

Suatu anti konvulsan yang terutama efektif dalam pengobatan tic douloureux,
mempunyai efek seperti klofibrat tetapi hanya mempunyai sedikit kegunaan dan tidak
dianjurkan untuk dipakai secara rutin.
Managemen medis
1. Terapi cairan parenteral
2. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrate
untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
3. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan
vasopresin( larutan pteresine
2.11 Prognosis
Diabetes insipidus nefrogenik primer merupakan penyakit seumur hidup dengan
prognosis baik jika dehidrasi hipernatremik dapat dihindari. Konseling genetic harus diberikan
18

pada keluarganya. Prognosis bentuk penyakit sekunder tergantung pada sifat gangguan primer.
Sindrom ini dapat sembuh sesudah koreksi lesi obstruktif.

2.12 woc (Web of Caution) Diabetes Insipidus

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun tiba-tiba pada segala usia.
3.1.2 Keluhan utama
19

Pasien mengalami poliuria atau peningkatan output urin yang akan menyebabkan
polidypsia atau rasa haus yang berlebih. Pasien juga mengalami gejala seperti
nokturia (sering buang air kecil pada malam hari) dan enuresis/ngompol. Urin pada
poliuria tidak mengandung zat-zat terlarut namun hanya berupa air saja.
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Pasien tampak lemas, membrane mukosa kering, wajah tampak pucat, dehidrasi,
tekanan darah randah dan syok.
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat trauma kepala

sehingga terjadi kerusakan pada hipotalamus

sehingga hormone ADH tidak diproduksi atau adanaya penyakit ginjal yang
menyebabkan

ginjal

tidak

memberikan

respon terhadap

hormone ADH.

Pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial,


tumor paru, mamae
3.1.5 Riwayat penyakit keluarga.
Diabetes Insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan
penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu hanya pria
yang terserang penyakit ini. Wanita yang membawa gwn ini bisa mewariskan
penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Penyakit ini juga memiliki keterkaitan pada
keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
3.2 Review of system (ROS) :
3.2.1 B1 (Breathing):3.2.2 B2 (Blood):
o Denyut nadi perifer lemah
o Nadi cepat
o Tekanan darah turun akibat banyaknya air yang hilang
o Ekstremitas dingin, muka pucat
3.2.3 B3 (Brain):
o Nyeri kepala
o Agitasi
o GCS menurun
3.2.4 B4 (Bladder):
o Produksi urin berlebih (Poliury)
20

o Rasa haus yang berlebih (Polidypsi)


o Dehidrasi
o Hiperosmolar serum
o Hiperosmolar urine
3.2.5 B5 (Bowel):
o Berat badan menurun
o Rasa penuh di abdomen
3.2.6 B6 (Bone):
o Turgor kulit menurun
o Membran mukosa kering
o Gangguan integritas kulit
3.3 Pemeriksaan penunjang
Hiperosmolar serum Hipoosmolar urine BJ urine kurang dari 1.005 Gangguan elektrolit.
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Devisit volume cairan b.d kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal
2. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
3. Gangguan pola tidur b.d poliuria atau nocturia
4. Kurangnya pengetahuan b.d tidak adanya informasi tentang proses penyakit,
tindakan dan perawatan diri.

3.5 Analisa Data


No.
Data
1.
Subyektif:
1. Pasien mengatakan sering
buang air kecil
2. Pasien mengeluh sering
merasa haus
3. Pasien mengatakan badan
lemas
4. Paisien mengatakan sakit
kepala /pusing
Obyektif:
1. Jumlah urine 4-3 lt/hari

Etiologi
kegagalan pelepasan
hormone antidiuretik ADH
atau tidak responsifnya
tubulus ginjal terhadap
vasopresin
peningkatan
osmolalitas plasma
permeabilitas epitel duktus
pengumpul ginjal terhadap
21

Masalah Keperawatan
Cairan kurang dari
kebutuhan tubuh

(poliuri), konsistensi
sperti air.
2. TD < 100/60 mmHg
3. Membran mukosa kering
4. Turgor kulit memburuk

air berkurang
pengumpulan air pada
duktus pengumpul ginjal
Poliury
Tubuh kehilangan banyak
cairan

2.

Subyektif :
1. Pasien merasakan rasa
haus yang berlebih dan
berusaha untuk
menghilangkan rasa haus
itu dengan banyak
minum air
2. Pasien mengeluh rasa
begah atau penuh pada
perutnya
3. Pasien mengatakan tidak
nafsu makan
Obyektif :
1. Pasien minum air 5-10
lt/hr
2. Porsi makan tidak habis
3. BB turun

kegagalan pelepasan
hormone antidiuretik ADH
atau tidak responsifnya
tubulus ginjal terhadap
vasopresin

Gangguan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
tubuh

peningkatan osmolalitas
plasma
merangsang pusat haus
Polidypsi
Dikompensasi dengan
banyak minum air
penuh pada perut dan
anoreksia
Gangguan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh

3.

Subyektif :
1. Pasien mengatakan sering
buang air kecil
2. Pasien mengeluh sering
merasa haus
Obyektif:
1. Turgor kulit memburuk
2. Membram mukosa kering

Poliuri
Tubuh kehilangan banyak
cairan
Status hidrasi memburuk
Turgor kulit memburuk
dan membran mukosa kering
Gangguan integritas kulit
22

Gangguan integritas
kulit b.d hidrasi tidak
adekuat

4.

Subyektif :
1. Pasien mengeluh tidak
bisa tidur nyenyak karena
harus pergi ke kamar
mandi untuk buang air
kecil
2. Pasien mengatakan sering
mengantuk ketika siang
hari
Obyektif:
1. Pasien sering terbangun
ketika malam hari untuk
buar air kecil
2. Mata terlihat mengantuk
dan sayu
3. Badan terlihat lemas
4. TD < 120 mmHg

Poliuri/nocturia
Pasien terbangun untuk
BAK
Waktu pasien untuk tidur
berkurang
Pasien sering mengantuk
ketika siang hari
Gangguan pola tidur

23

Gangguan pola tidur

3.6 Intervensi Keperawatan

No
1.

Diagnosa
Cairan kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
kehilangan cairan yang
banyak melalui ginjal

Tujuan dan Kriteria Hasil


Tujuan :
-

Intervensi
Tingkatkan intake cairan secara

Mempertahankan

oral sesuai toleransi

keseimbangan cairan

Kriteria hasil:
-

Intake dan output

Kolaborasi dalam pemberian

Kolaborasi dalam pemberian


obat-obatan seperti DDAVP (DI

TTV, hemodinamik

sentral), kombinasi

normal

hidroklorotiazid dan amilorid (DI

Turgor kulit baik

nefrogenik), pembatasan lithium

Membrane mukosa

Membantu mempertahankan
level cairan dalam tubuh

Mengurangi poliuria

Output yang lebih besar

dalam peroide tetap

lembab
-

Observasi intake dan output

Rasional
Mempertahankan level cairan
dalam tubuh

cairan melalui IV

seimbang
-

daripada intake akan

Status mental normal

menyebabkan dehidrasi
-

Pantau dan catat level hematokrit


yang abnormal
24

Kehilangan banyak cairan


dalam tubuh akan

2.

Gangguan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
tubuh b.d penurunan
nafsu makan

Tujuan :

Ukur TTV, turgor kulit dan

menyebabkan tekanan darah

mukosa
Jadwalkan dan pantau pola makan -

menurun dan syok


Mempertahankan intake oral

yang teratur

yang adekuat

Memperbaiki nutrisi
pasien

Kriteria hasil :

3.

Gangguan pola tidur


b.d nocturia atau
poliuria

BB normal

Nafsu makan

bertambah
Tujuan :

sedikit dan sering

Makan sedikit dan sering


dapat mengurangi intake
cairan

Pola tidur teratur dan


efektif

Berikan HE untuk tetap makan

Jelaskan pentingnya tidur yang

adekuat selama sakit.


-

Bantu pasien untuk

Tidur adekuat akan membantu


pasien untuk hidup sehat

Dengan identifikasi faktor

Kriteria hasil :

mengidentifikasi factor yang

tersebut, masalah dapat

menyebabkan kurang tidur.

teratasi dan dihindari

Pasien
mendemonstrasikan

keseimbangan pola

Menyediakan pispot atau urinal di

dekat tempat tidur pasien

pergi ke kamar mandi pada

tidur yang optimal


-

Jam tidur cukup

Pola tidur baik

Kualitas tidur baik

Tidur tidak terganggu

Membantu klien untuk tidak


saat ingin buang air kecil

Menganjurkan pasien untuk tidur

siang
-

Kolaborasi pemberian diuretik


tiazid

Waktu tidur yang cukup akan


menyegarkan badan.

Diuretik tiazid merupakan


obat antineuresis sementara,
yang menyebabkan

25

peningkatan reabsorbsi Na+


dan air pada nefron yang lebih
proksimal sehingga
menyebabkan berkurangnya
air yang masuk ke tubulus
3.

Kurangnya

Tujuan :

pengetahuan b.d tidak

setelah dilakukan

untuk mendengar (mental,

tingkat pengetahuan pasien

adanya informasi

tindakan keperawatan

kemampuan untuk melihat,

dapat membantu dalam

tentang proses

diharapkan penegtahuan

mendengar, kesiapan emosional,

membuat intervensi

penyakit, tindakan dan

pasien menjadi adekuat.

bahasa dan budaya) dan tingkat

keperawatan

perawatan diri.

Kriteria hasil, pasien

pengetahuan klien sebelumnya.

dapat :

Mengobservasi kesiapan klien

distal dan collecting duct


Observasi kesiapan dan

Menjelaskan proses penyakit

Penjelasan tentang penyakit

Mendeskripsikan

(pengertian, etiologi, tanda dan

dapat mengurangi kecemasan

proses penyakit
Mendeskripsikan

gejala)

dan mengoptimalkan peran

factor penyebab
Mendeskripsikan

factor resiko
Mendeskripsikan

tanda dan gejala


Mendeskripsikan

Diskusikan perubahan gaya hidup


yang dapat mencegah atau
mengontrol proses penyakit dan
tentang terapi atau perawatan.

komplikasi

26

pasien
Diskusi tersebut dapat
mengoptimalkan peran dan
kepatuhan pasien

27

28

29

BAB 4
CONTOH KASUS
4.1 Contoh kasus
RJ, laki-laki 73 tahun masuk dalam NCCU (Neuro Critical Care Unit)
dengan diagnosa diabetes insipidus setelah terjatuh dari kendaraan. Sebelumnya, RJ
masuk ke ED (Emergency Development) dengan kejang, GCS 7, yang mengindikasikan
moderate head injury, dan hasil CT scan menunjukkan bahwa RJ mengalami closed head
injury. RJ masuk ke SICU (Surgical Intensive Care Unit) dan diberikan terapi oksigen 4
liter per menit melalui nasal kanul. Setelah pemberian terapi oksigen, RJ sulit untuk
dibangunkan dan hanya mengenal namanya saja. Setelah efek sedasi habis, terjadi
peningkatan agitasi dan combativeness, dan butuh dikendalikan. Hasil laboratorium
menunjukkan bahwa level serum sodium meningkat hingga 163 mmol/L, osmolalitas
serum 353 mOs/kg, dan urin output berkisar antara 150-890 ml/jam. Keputusan dibuat
untuk memulai kelanjutan pemberian vasopressin IV untuk mengatasi diabetes insipidus
neurogenik, yang mungin diakibatkan oleh closed head injury. Dia menerima infuse 7
ml/jam dari sediaan 5 unit vasopressin yang ditambah 1000 ml NaCl 0,9 %. Penambahan
NaCl 0,9% digunakan sebagai pengganti 1 ml urin yang keluar. Keesokan harinya, level
sodium meningkat hingga 166 mmol/L, sehingga pasien diputuskan untuk dibawa ke
NCCU. Hasil CT scan menunjukkan tidak ada peningkatan injury atau edema. Pengkajian
neurological comprehensive didapatkan melalui wawancara pada kluarga pasien sejak RJ
tiba di NCCU. Pengkajian neurological menunjukkan GCS 14(orientasi hanya pada nama,
mengikuti perintah, membuka mata secara spontan). Saraf cranial II-XII normal, kecuali
pada sarf yang mangatur lebarnya pupil, diameter pupil kanan 4 mm, dan diameter pupil
kiri 3 mm, keduanya bulat, dan berespon terhadap cahaya. Selama periode ini, dia tenang
dn rileks, diselingi dengan periode akut, bingung, agitasi, dan combativeness. Level
sodium ketika di NCCU adalah 170 mmol/L.
Diperoleh perbedaan riwayat kesehatan antara NCCU dan SICU. Riwayat
kesehatan yang lengkap dijadikan factor penting dalam penentuan diagnosa dan rencana
perawatan untuk RJ. Dia tidak mengalami kecelakaan sepeda motor tetapi dia jatuh
30

kebelakang ketika berusaha memindahkan sesuatu dari truk. Dia terjatuh kebelakang dan
kepalanya membentur dinding. Dia kemudian jatuh ke tanah, dengan posisi duduk,
sehingga menjadi tidak sadar. Anaknya yang melihat kejadian itu segera menghubungi
rumah sakit. RJ memiliki riwayat maniac depression ketika dia mengkonsumsi litium, dan
ini tidak diberikan lagi selama dia berada di Rumah Sakit. Seagai cerita tambahan
dinyatkan bahwa RJ minum banyak sekali air dan sering buang air kecil pada malam hari.
Keluarganya juga melaporkan bahwa pasien sering terjatuh. Dari cerita diatas, kita dapat
membuat diagnosa Diabetes Insipidus Secondary dari closed head injury. Ada 3 elemen
dalam pembuatan diagnosa diabetes insipidus, yaitu urin output lebih dari 300 ml/jam,
urine specific gravity kurang dari 1.003, dan konsentrasi serum sodium lebih dari 155
mmol/L (Williams & Wilson, 1998). Riwayat kesehatan yang lebih lengkap ini dan
pemahaman dari diabetes insipidus neurogenik memacu perawat NCCU untuk
meningkatkan pemberian infuse vasopressin menjadi 40 ml/jam. Serum sodium level
yang dinjurkan adalah sebesar q2h. Setelah 16 jam sodium RJ ditingkatkan, nilai sodium
RJ mnjadi 172 mmol/L. Dari konsultasi endokrinologi yang didapatkan dan setelah
dipelajari dari riwayat pemakaian litium, pemeriksaan tersebut menyarankan untuk
menggunakan penggantian cairan dalam jumlah yang besar (D5W) dan menghentikan
terapi litium.
4.2 Penatalaksanaan
D5W intravena dimulai dan tetes vasopressin dihentikan sesuai rekomendasi
untuk mengobati diabetes insipidus nephrogenic yang disebabkan oleh penggunaan
lithium. Penatalaksanaan utama untuk DI nephrogenic adalah penghentian suatu agen
penyebab dan penggantian air, administrasi diuretik thiazide, dan administrasi
klorpropamid, yang mungkin akan meningkatkan pelepasan ADH (LItwack, 1998).
Penggunaan lithium oleh RJ sudah dihentikan. Sebuah konsultasi psikiatri diperoleh, dan
keputusan itu dibuat untuk menunda penambahan setiap antidepresan untuk rezim obat
saat ini menunggu evaluasi lebih lanjut. Sayangnya, gejala DI memburuk dan vasopresin
dilanjutkan sebagai injeksi subkutan 5-mg setiap 6 jam. tingkat vasopresin diperoleh 2
jam setelah dosis pertama vasopresin subkutan menegaskan bahwa RJ juga experiending
DI neurogenik. Perlakuan utama untuk DI neurogenik adalah berfokus pada penggantian
31

hormon baik intravena atau subkutan pitressin air, vasopresin hidung, atau asetat
demopresin (DDAVP) (Litwack, 1998). RJ diberi pitressin aquous subkutan. selama 48
jam ke depan, sehingga tingkat natrium-nya normal, dan kemampuan kognitif pasien
terus membaik.
Menentukan riwayat yang akurat tentang peristiwa membantu kami untuk
mengembangkan rencana yang tepat untuk perawatan. Diagnosis awal cedera kepala
tertutup berkelanjutan sebagai akibat jatuh dari kendaraan bergerak ditemukan hanya
sebagian akurat, dan akhirnya menyesatkan. pengembangan selanjutnya DI awalnya
diduga berasal neurogenik. sepanjang tahun lalu 30, RJ telah terus meningkat intake
cairan, secara efektif memperlakukan self-induced lihtium DI nephrogenik menemukan
sejarah penggunaan lithium dan polidipsia mengubah diagnosis primer dari DI ke DI
nephrognic neurogenik. akhirnya hal itu tidak sampai kami menyadari bahwa DI adalah
baik nephrogenic dan neurogenik berasal bahwa kami mampu mengembangkan strategy
setelah pengobatan yang efektif 6 hari di NCCU, RJ dipindahkan ke unit langkah-down
untuk perawatan lebih lanjut, dimana pitressin air dihentikan.
4.3 Asuhan Keperawatan
4.3.1 Pengkajian
a. Identitas
Nama

: RJ

Usia

: 73 tahun

b. Keluhan utama
Poliuriadan polidipsi
c.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien tampak lemas, membrane mukosa kering, wajah tampak pucat, dehidrasi, dia
tenang dan rileks, diselingi dengan periode akut, bingung, agitasi, dan
combativeness.

d. Riwayat penyakit dahulu


Pasien jatuh kebelakang ketika berusaha memindahkan sesuatu dari truk. Dia
terjatuh kebelakang dan kepalanya membentur dinding. Dia kemudian jatuh ke
32

tanah, dengan posisi duduk, sehingga menjadi tidak sadar. Anaknya yang melihat
kejadian itu segera menghubungi rumah sakit. RJ memiliki riwayat maniac
depression ketika dia mengkonsumsi litium, dan ini tidak diberikan lagi selama dia
berada di Rumah Sakit. Seagai cerita tambahan dinyatkan bahwa RJ minum banyak
sekali air dan sering buang air kecil pada malam hari. Keluarganya juga melaporkan
bahwa pasien sering terjatuh
e. Riwayat penyakit keluarga: 4.3.2 Review of system (ROS) :
a. B1 (Breathing):b. B2 (Blood):
Ekstremitas dingin, muka pucat
c. B3 (Brain):
Pengkajian neurological menunjukkan GCS 14(orientasi hanya pada nama,
mengikuti perintah, membuka mata secara spontan). Saraf cranial II-XII
normal, kecuali pada sarf yang mangatur lebarnya pupil, diameter pupil kanan
4 mm, dan diameter pupil kiri 3 mm, keduanya bulat, dan berespon terhadap
cahaya. Selama periode ini, dia tenang dan rileks, diselingi dengan periode
akut, bingung, agitasi, dan combativeness.
d. B4 (Bladder):
- Urin output lebih dari 300 ml/jam, urine specific gravity kurang dari 1.003, dan
konsentrasi serum sodium lebih dari 155 mmol/L
- Rasa haus yang berlebih (Polidypsi)
- Dehidrasi
e. B5 (Bowel): f. B6 (Bone):
- Turgor kulit menurun
- Membran mukosa kering
4.3.4 Pemeriksaan penunjang
a. urine specific gravity kurang dari 1.003, dan konsentrasi serum sodium lebih dari
155 mmol/L
b. hasil CT scan menunjukkan bahwa RJ mengalami closed head injury
4.3.5 Diagnosa Keperawatan
1. Devisit volume cairan b.d kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal
2. Gangguan pola tidur b.d poliuria atau nocturia
3. Kurangnya pengetahuan b.d tidak adanya informasi tentang proses penyakit,
tindakan dan perawatan diri.
33

34

4.3.6 Intervensi

No
1.

Tujuan dan Kriteria

Diagnosa

Intervensi

Hasil

Cairan kurang Tujuan :


dari
Mempertahankan
kebutuhan
keseimbangan cairan
tubuh b.d
Kriteria hasil:
kehilangan
cairan yang
- Output normal : 1-2 banyak
cckgBB/jam
melalui ginjal
- Turgor kulit baik
-

Tingkatkan

Rasional
-

Mempertahankan

intake cairan

level cairan dalam

secara oral sesuai

tubuh

toleransi

Membantu

Kolaborasi dalam

mempertahankan

pemberian cairan

level cairan dalam

melalui IV

tubuh

Kolaborasi dalam -

Meningkatkan

lembab

penhentian

pelepasan ADH

Status mental

vasopressin,

sehingga poliuria

normal GCS : 15

pemberian

dapat ditekan

kemampuan

klorpropamid,

kognitif pasien

pembatasan

terus membaik

lithium

subkutan dapat

Kolaborasi dalam

mengembalikan

normal 135-145

pemberian

tingkat natrium

mEq

pitressin aquous

kembali normal

Tekanan darah :

subkutan selama

dan kemampuan

120/80 mmHg

48 jam.

kognitif membaik

Membrane mukosa

tingkat natrium

35

pitressin aquous

Output yang lebih

Observasi intake

besar daripada

dan output dalam

intake akan

peroide tetap

menyebabkan
dehidrasi

Ukur TTV, turgor -

Kehilangan banyak

kulit dan mukosa

cairan dalam tubuh


akan menyebabkan
tekanan darah

2.

Gangguan
pola tidur b.d
nocturia atau
poliuria

Tujuan :

Jelaskan

menurun dan syok


Tidur adekuat akan

Pola tidur teratur dan

pentingnya tidur

membantu pasien

efektif

yang adekuat

untuk hidup sehat

Kriteria hasil :

selama sakit.

Pasien

Dengan identifikasi

Bantu pasien

faktor tersebut,

mendemonstrasikan

untuk

masalah dapat

keseimbangan pola

mengidentifikasi

teratasi dan

tidur yang optimal

factor yang

dihindari

Jam tidur cukup :

menyebabkan

6-8 jam

kurang tidur.

untuk tidak pergi

Menyediakan

ke kamar mandi

Membantu klien

Pola tidur baik

Kualitas tidur baik

pispot atau urinal

pada saat ingin

Tidur tidak

di dekat tempat

buang air kecil

terganggu

tidur pasien

Waktu tidur yang


cukup akan

Menganjurkan

menyegarkan

pasien untuk tidur

badan.

siang
-

Diuretik thiazid

Kolaborasi

merupakan obat

pemberian

antineuresis

diuretik thiazid

sementara, yang
menyebabkan
peningkatan
reabsorbsi Na+ dan

36

air pada nefron


yang lebih
proksimal sehingga
menyebabkan
berkurangnya air
yang masuk ke
tubulus distal dan
3.

Kurangnya

Tujuan :

pengetahuan

setelah dilakukan

kesiapan klien

dan tingkat

b.d tidak

tindakan keperawatan

untuk mendengar

pengetahuan pasien

adanya

diharapkan

(mental,

dapat membantu

informasi

penegtahuan pasien

kemampuan

dalam membuat

tentang proses menjadi adekuat.

untuk melihat,

intervensi

penyakit,

Kriteria hasil, pasien

mendengar,

keperawatan

tindakan dan

dapat :

kesiapan

perawatan

Mengobservasi

collecting duct
Observasi kesiapan

Mendeskripsikan

emosional,

proses penyakit
Mendeskripsikan

bahasa dan

penyakit dapat

budaya) dan

mengurangi

factor penyebab
Mendeskripsikan

tingkat

kecemasan dan

pengetahuan

mengoptimalkan

factor resiko
Mendeskripsikan

klien sebelumnya.

tanda dan gejala


Mendeskripsikan

peran pasien
Diskusi tersebut

diri.

Menjelaskan
proses penyakit

komplikasi

(pengertian,
etiologi, tanda
dan gejala)
-

Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang dapat

37

Penjelasan tentang

dapat
mengoptimalkan
peran dan
kepatuhan pasien

mencegah atau
mengontrol
proses penyakit
dan tentang terapi
atau perawatan.

38

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes Insipidus dibagi menjadi 2,
yaitu : diabetes insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat
mencapai 5 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah , berkisar antara 1001
1005 atau 50 200 mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia , biasanya tidak
terdapat gejala gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya
gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex .2 Bayi tidak dapat menyatakan rasa
hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang
disertai dengan muntah dan kejang-kejang.
Diagnosa Keperawatan yang didapat biasanya adalah adanya devisit volume cairan
dikarenakan kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal, selain itu adanya gangguan nutrisi
yaitu kurang dari kebutuhan tubuh dikarenakan penurunan nafsu makan dan juga gangguan
pola tidur karena poliuria atau nocturia, serta kurangnya pengetahuan karena tidak adanya
informasi tentang proses penyakit, tindakan dan perawatan diri juga bisa menjadi diagnosa
keperawatan pada Diabetes Insipidus.
Pengobatan

diabetes

insipidus

harus

disesuaikan

dengan

gejala

yang

ditimbulkannya. Pada diabetes insipidus sentral yang komplit biasanya diperlukan terapi
hormone pengganti (hormonal replacement). Selain terapi hormone pengganti dapat juga
dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis mengaturkeseimbangan air dengan cara :

Mengurangi jumlah air ke tubulus distal dan collecting duct

Memacu penglepasan ADH endogen

Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.
39

Obat-obatan yang digunakan adalah diuretik Tiazid, Klorpropamid, Klofibrat,Karbamazepin.


5.2

Saran
Ketika melakukan pengkajian pada pasien diharapkan perawat lebih teliti dan lebih

jeli karena hal ini akan berhubungan dengan intervensi yang akan diberikan. Jika tidak tepat
intervensi yang diberikan maka akan dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut yang akan
memperparah penyakit pasien.

40

Daftar Pustaka
DaiWai M Olson; LorieAnn G Meek; John R Lynch, 2004, Journal of Neuroscience Nursing,
Accurate Patient History Contributes to Differentiating Diabetes Insipidus: A Case
Study, ProQuest Health and Medical Complete pg. 228
Jennifer Pagliei .2007.Central Diabetes Insipidus. Diakses dari www.scribd.com.Tanggal 20
September 2010
Price, Sylvia A.1995. Buku 1 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC
Hal.1220
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
Ed.8.Jakarta:EGC Hal.133

41

42

Anda mungkin juga menyukai