Anda di halaman 1dari 12

BAB 6

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


TERORISME

Pencegahan dan penanggulangan terorisme telah menunjukkan


hal yang signifikan selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Hal itu
ditandai dengan tidak adanya lagi peristiwa peledakan besar seperti
halnya kurun waktu 20022005. Namun, aksi terorisme perlu tetap
diwaspadai karena sifat dan perilaku gerakannya dapat bermutasi
dengan cepat, dari aksi yang terang-terangan menjadi aksi yang
bersifat tidak terlihat, nonaktif, dan regeneratif. bahkan berkembang
biak untuk menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Sulitnya
pencegahan dan penanggulangan terorisme disebabkan oleh
kombinasi motif perilaku yang sangat kuat secara ideologis,
kemampuan teknik serangan asimetris yang jitu mengekspoitasi titik
kelemahan sistem keamanan, organisasi yang berlapis-lapis dengan
mobilitas yang sangat tinggi, pendanaan yang relatif kecil
dibandingkan dengan dampaknya, dan tidak adanya kejelasan waktu
dan perkiraan lokasi yang dijadikan target. Keberhasilan tindakan
represif dalam meredam gerakan terorisme selama kurun waktu tiga
tahun tersebut perlu disyukuri tetapi upaya kewaspadaan,
pencegahan, serta pengungkapan jaringan yang tersembunyi tetap
perlu dilaksanakan secara intensif.

I.

Permasalahan yang Dihadapi

Di dunia internasional, modus-modus serangan bom oleh aktor


nonnegara masih marak akibat kerasnya pertarungan politik dalam
kerangka perang global menghadapi terorisme. Secara konstitusi,
politik luar negeri Indonesia menganut paham bebas aktif yang
berarti tidak memiliki posisi konflik terhadap kelompok mana pun,
tetapi imbas kejadian terorisme internasional kadang mencapai
wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Pada Juli 2008, Kedutaan
Besar RI (KBRI) Afghanistan di Kabul terkena dampak sampingan
ledakan bom mobil bunuh diri di Kedubes India. Akibatnya, 5
petugas keamanan KBRI tewas dan 2 diplomat luka-luka dan 60%
kaca dan pintu hancur, serta bangunan KBRI di Kabul rusak parah.
Selain dari kejadian yang bersifat dampak sampingan tersebut, hasil
penyelidikan dan penyidikan tindak terorisme besar yang pernah
terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa motif pelaku memiliki
keterkaitan langsung dengan konflik di dunia internasional atau
regional.
Masih belum tertangkapnya beberapa tokoh kunci aksi
terorisme di Indonesia, seperti Dulmatin, Umar Patek, dan Noordin
M. Top hingga semester I 2008 membuktikan bahwa kekuatan
berbaur, militansi, mobilitas, dan adaptasi para tokoh terorisme
sangat kuat. Sisa jaringan yang melakukan aksi peledakan besar
sepanjang 20022006 seperti bom Bali pada tahun 2002, bom di
JW Marriot pada tahun 2003, bom di depan Kedutaan Besar
Australia pada tahun 2004, dan bom Bali II pada tahun 2005 masih
berkembang biak di Nusantara, yaitu dengan perekrutan dan
penambahan anggota jaringan baru dalam kerangka kaderisasi
organisasi. Jaringan tersebut juga diindikasikan masih memiliki
sejumlah senjata api, amunisi, dan bahan peledak yang sangat
berbahaya.
Strategi yang lebih pasif dari jaringan terorisme, dengan
sementara tidak melakukan aksi kekerasan, diindikasikan
dilaksanakan untuk melakukan konsolidasi sebagai proses pemulihan
sebagian jaringan yang telah berhasil dilumpuhkan dan
diceraiberaikan. Proses kaderisasi berlanjut dari jaringan terorisme
juga bertujuan mentransfer dan mengembangkan ilmu-ilmu kunci
dari para tokoh kepada anggota baru. Di samping itu, terdapat
06 - 2

indikasi lain bahwa jaringan terorisme yang ada sedang berusaha


bergabung dengan kelompok lama yang mengakar dan memiliki
sel-sel tidur cukup luas di beberapa daerah. Hal tersebut apabila
tidak diwaspadai dapat bangkit dan berkembang menjadi besar serta
berpotensi menyerang melalui pemanfaatan kelalaian pemerintah dan
masyarakat.
Jaringan tersebut secara tertutup dan sistematis juga
memanfaatkan situasi tingkat kemiskinan yang masih tinggi,
kesenjangan sosial yang semakin melebar, permasalahan demokrasi
yang belum tuntas, serta pemahaman yang sempit dan radikal
terhadap keyakinan dan ideologi sebagai media tumbuh suburnya
sel-sel organisasi terorisme di Indonesia. Ketersediaan teknologi
penting, khususnya bahan baku yang dapat dikumpulkan karena
celah pengawasan lalu lintasnya, adanya teroris yang memiliki
kemampuan ilmuwan, dan kemudahan transportasi global
memungkinkan jaringan terorisme lebih mudah menguasai,
membuat, menyebarkan, dan memulai serangannya. Kemajuan
teknologi juga sangat dimanfaatkan oleh jaringan terorisme untuk
menopang
jalannya
organisasi,
merencanakan,
dan
mengimplementasikan aksinya. Sudah menjadi modus terbuka bagi
para anggota jaringan terorisme untuk dapat saling berinteraksi tanpa
hambatan melalui jaringan internet dan komunikasi selular yang
sangat mudah diperoleh.
Sifat aksi terorisme memiliki karakteristik khusus, yaitu segi
perencanaan, persiapan, dan mobilisasi memakan waktu yang tidak
tentu dan sulit terdeteksi, tetapi aksinya akan berlangsung secara
singkat, sporadis, dan berdampak besar. Dari segi payung hukum,
institusi keamanan nasional mengalami masalah karena keberadaan
UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme belum cukup memayungi operasi pencegahan dalam
bentuk operasi intelijen dan tindakan proaktif di awal. Keberadaan
unit dan satuan pencegahan serta penanggulangan terorisme yang
tersebar di beberapa institusi juga menjadi kendala rantai koordinasi
yang belum padu di tingkat lapangan. Dapat dikatakan bahwa
institusi keamanan nasional secara kemampuan represif mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan jaringan terorisme, tetapi sulit
untuk menjangkau pembangunan ideologi dan perkembangan
06 - 3

dinamik jaringan terorisme sehingga pemberantasan akar-akar


terorisme belum sepenuhnya berhasil.
II.

Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai

A.

Langkah Kebijakan

Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencegah dan


menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 20052008 adalah
sebagai berikut:
1.

peningkatan sistem koordinasi dan kapasitas lembaga


pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme;

2.

penguatan kesatuan antiteror dalam mencegah, menindak, dan


mengevakuasi aksi terorisme;

3.

penegakan hukum dalam penanggulangan


berdasarkan prinsip demokrasi dan HAM;

4.

peningkatan kegiatan dan operasi penggulangan aksi terorisme


melalui antisipasi dan penanganan serta penangkapan tokoh
utama pelaku terorisme;

5.

peningkatan ketahanan masyarakat dalam penanggulangan


aksi terorisme.

B.

Hasil yang Dicapai

terorisme

Dalam mengupayakan pencegahan dan penanggulangan


terorisme, Badan Intelijen Negara telah menerapkan strategi
supremasi hukum, indiskriminasi, independensi, koordinasi,
demokrasi, dan partisipasi dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan terorisme. Melalui strategi supremasi hukum, upaya
penegakan hukum dalam memerangi terorisme dilakukan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Strategi indiskriminasi
yang mensyaratkan upaya pencegahan dan penanggulangan
diberlakukan tanpa pandang bulu, serta tidak mengarah pada
penciptaan citra negatif kepada kelompok masyarakat tertentu.
Prinsip indepedensi juga dilaksanakan untuk tujuan menegakkan
ketertiban umum dan melindungi masyarakat tanpa terpengaruh
tekanan negara asing dan kelompok tertentu. Penanggulangan
06 - 4

terorisme dilaksanakan dengan melakukan koordinasi antara instansi


terkait dan komunitas intelijen serta partisipasi aktif dari komponen
masyarakat. Strategi demokrasi diterapkan dengan memberikan
peluang kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam
rangka meredam potensi gejolak radikalisme dan terorisme.
Upaya penggalangan melalui pendekatan kepada tokoh
masyarakat, tokoh agama moderat, dan yang cenderung radikal terus
dilaksanakan, terutama untuk membentuk pola pikir yang lebih
moderat dan pemahaman yang benar tentang keyakinan. Hasil
operasi intelijen yang telah dicapai dalam perwujudan strategi
tersebut adalah pengungkapan jaringan pelaku terorisme lanjutan,
pemutusan mata rantai dukungan dana dari dalam dan luar negeri,
dan upaya mempersempit ruang gerak jaringan terorisme.
Keberhasilan operasi intelijen dan kontraintelijen tersebut telah
berdampak positif dengan tidak adanya aksi peledakan bom
terorisme sejak semester II tahun 2006 hingga semester I tahun 2008.
Keberadaan Densus 88 dan Satuan Tugas Khusus telah
melakukan tugas pelacakan yang intensif terhadap para tersangka
dan pengawasan aktivitas jaringan terorisme. Keberadaaan lembaga
pelatihan antiteror Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation
(JCLEC) dan Platina dengan bantuan dan kerja sama pemerintah
Australia, Amerika, Belanda, dan Jepang telah mendukung upaya
peningkatan kapasitas kelembagaan Polri dalam menanggulangi
terorisme. Upaya peningkatan kemampuan Polri tersebut telah
berperan serta pada serangkaian keberhasilan penangkapan
kelompok terorisme.
Pada bulan Juli 2008 telah berhasil ditangkap sepuluh
tersangka jaringan terorisme dan ditemukan dua puluh bom serta
bahan peledak lainnya yang menggemparkan suasana Palembang
yang relatif aman menyambut program Visit Musi 2008 dan
kesibukan pilkada gubernur pada bulan September 2008. Para teroris
tersebut telah berhasil menyembunyikan jati dirinya dan dapat
berbaur dengan warga yang selama ini terbiasa dengan peristiwa
kriminalitas dan tindak kekerasan. Seorang dari tersangka tersebut
adalah warga negara Singapura yang memang sudah lama masuk
red-notice Pemerintah Singapura dan mengaku memberi pelatihan
merakit bom kepada sembilan tersangka anggota terorisme yang
06 - 5

merupakan warga Palembang. Warga negara Singapura tersebut


merupakan salah satu anak buah dari gembong terorisme Dr. Azahari
yang tewas tahun 2005 yang lalu.
Barang bukti yang berhasil disita meliputi dua puluh buah bom
pipa elektrik, satu buah Tupperware bom, satu buah senjata api jenis
revolver, lima puluh butir peluru kaliber 38 mm dan delapan belas
unit Central Processing Unit (CPU). Pada tanggal 2 Juli 2008, di
lokasi yang sama berhasil disita bahan peledak 9.1 kg, 6 dan 2 buah
kotak makanan dari plastik masing-masing berisi detonator
elektronik buatan yang siap pakai, catatan berisi petunjuk pembuatan
rangkaian peledak elektronik, 1 bungkus plastik alumunium powder,
11 plastik potassium nitrat, 1 bungkus plastik campuran carbon dan
potassium nitrat, 1 bungkus urea, 1 buah pistol rakitan, 11 peluru
rakitan, 2 buah platisin dan berbagai jenis gulungan kabel.
Rangkaian bom dan bahan peledak yang berhasil disita Polri di
Palembang tersebut memiliki daya ledak amat besar, bahkan dapat
melebihi kemampuan ledak Bom Bali II tahun 2005. Berdasarkan
fakta yang ada, kelompok teroris Palembang tersebut memiliki
hubungan erat dengan jaringan terorisme di Semarang dan
Wonosobo, Jawa tengah pimpinan Noordin M. Top yang hingga kini
masih menjadi buronan Polri.
Keberhasilan penangkapan pelaku terorisme di Palembang
merupakan kelanjutan keberhasilan Polri dalam melakukan
penangkapan Abu Dujana dan Zarkasi pada Juni 2007 di Desa
Kebarongan, Banyumas dan tersangka aksi teror Sarwo Edi beserta
kelompoknya (delapan orang) di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada
Maret 2007. Pada pertengahan 2006 Polri telah mampu menangkap
lingkaran dalam Noordin M. Top yaitu kelompok Abdul Hadi di
Wonosobo serta pada bulan November 2005 telah berhasil
menewaskan tokoh kunci terorisme dalam pembuatan bom
Dr.Azahari Husin di daerah Batu, Malang. Terkait kasus terorisme
di Poso dan Palu, Polri telah berhasil menangkap kelompok Basri
pada tanggal 11 Januari 2007.
Pada penangkapan tersebut turut disita sejumlah senjata api
laras panjang dan pendek, ribuan amunisi, ratusan bahan peledak
potasium klorat, dan TNT, serta ratusan detonator. Upaya penyidikan
dan penyelidikan pelaku terorisme sepanjang periode 20052008
06 - 6

yang dilaksanakan Polri telah berhasil dilakukan proses hukum dan


hasilnya 420 tersangka telah ditangkap, 260 tersangka diantaranya,
telah diadili dan divonis oleh pengadilan, 5 orang hukuman mati, 4
orang hukuman seumur hidup, 14 orang dalam proses pengadilan
dan, 13 orang masih dalam proses penyidikan. Upaya-upaya Polri
tersebut telah mereduksi aktivitas terorisme pada tingkat ketentraman
masyakat dan memulihkan nama Indonesia di dunia internasional
dalam keseriusannya memberantas terorisme.
Dalam rangka membendung keahlian jaringan terorisme dalam
memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan mengurangi
kerawanan jaringan komunikasi pemerintahan terhadap upaya
penyadapan, Lembaga Sandi Negara melaksanakan penyelenggaraan
persandian dalam rangka antiterorisme melalui gelar Jaring
Komunikasi Sandi (JKS) meliputi JKS Very Very Important Person
(VVIP), JKS Intern Instansi Pemerintah, JKS Antarinstansi
Pemerintah, dan JKS Khusus. JKS tersebut berfungsi mengolah
informasi berita rahasia untuk pihak yang berhak menerima
kandungan informasinya. Saat ini, penggelaran JKS nasional pada
tahun 20052008 baru tergelar sebanyak 36% pada instansi
pemerintah dan terus dimonitor, dibina, dan ditingkatkan
kemampuannya sehingga kemungkinan terjadinya penyadapan
menjadi minimal. Sampai dengan awal tahun 2008, gelar JKS
terbatas tersebut telah terbukti mampu mengamankan komunikasi
berita yang berklasifikasi rahasia di instansi pemerintahan, dengan
indikasi tidak adanya laporan dan temuan terjadinya kebocoran
dalam pengiriman dan penerimaan berita yang berklasifikasi rahasia.
Melengkapi upaya perlindungan pasif, Lembaga Sandi Negara
mulai tahun 2008 meningkatkan skala operasi analisis sinyal
komunikasi dalam rangka pengumpulan informasi keamanan
nasional. Untuk keperluan tersebut telah direvitalisasi Direktorat
Analisa Sinyal dengan tugas pokok melakukan kegiatan kriptonalisis
sinyal komunikasi melalui sumber daya manusia yang kompeten dan
perangkat keras dan lunak teknologi tinggi. Kegiatan sterilisasi dan
pemblokiran frekuensi komunikasi tertentu terus dilakukan untuk
meminimalkan upaya penyadapan dan mengamankan jalannya
koordinasi institusi keamanan nasional. Terhadap penggunaan
jaringan komunikasi biasa, Lembaga Sandi Negara melakukan
06 - 7

asistensi pengamanan transmisi untuk mengamankan informasi yang


dialirkan melalui sarana transmisi Public Switched Telephone
Network (PSTN), Integrated Services Digital Network (ISDN),
internet, ataupun gelombang radio.
Keterlibatan TNI dalam pencegahan dan penanggulangan
terorisme sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku hanya pada kondisi atau situasi tertentu, serta atas keputusan
pimpinan negara. Namun, keberadaan dan kesiapan pasukan antiteror
serta satuan intelijen strategis TNI telah memperlihatkan keahlian
dan pengalaman dalam penanggulangan terorisme. Kemampuan
pencegahan dan penanggulangan terorisme yang mumpuni dari
satuan khusus antiteror TNI, seperti Den-Gultor Kopassus, Den-Jaka
Korps-Marinir, dan Den-Bravo Kopaskhas serta kemampuan
intelijen strategis TNI telah memberi andil dalam menciptakan efek
penggentar pada jaringan terorisme dan memberikan bantuan teknis
kepada institusi keamanan nasional lainnya. Satuan khusus tersebut
secara aktif berlatih bersama satuan anti-teror pilihan internasional
dalam rangka pengembangan kemampuan dan pertukaran
pengalaman. Tradisi satuan antiteror yang telah tercipta selama
puluhan tahun, serangkaian pengalaman, serta kemampuan sumber
daya manusia yang disegani di kawasan regional dan internasional
perlu terus dipelihara dan ditingkatkan kemampuannya.
II.

Langkah Tindak Lanjut yang Diperlukan

Berdasarkan evaluasi dari kinerja pencegahan dan


pembangunan terorisme pada periode 20072008, langkah-langkah
tindak lanjut yang mendesak diperlukan adalah:

a.

melanjutkan kegiatan penanggulangan dan pencegahan


terorisme, terutama secara preventif dengan didukung upaya
pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif
dalam menangani aktivitas pengungkapan jaringan terorisme;

b.

meningkatkan kerja sama intelijen, baik antarinstansi yang


memiliki unit intelijen di dalam negeri maupun bekerja sama
dengan jaringan intelijen internasional melalui tukar-menukar
informasi dan bantuan lainnya;

06 - 8

c.

terus mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme,


terutama melalui peningkatan upaya penertiban dan
pengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara,
pelabuhan laut, wilayah perbatasan, termasuk pula lalu lintas
aliran dana domestik dan antarnegara;

d.

meningkatkan upaya penertiban dan pengawasan terhadap tata


niaga dan penggunaan bahan peledak, bahan kimia, senjata
api, dan amunisi di lingkungan TNI, Polri, instansi pemerintah
lainnya, dan masyarakat.

e.

melanjutkan upaya pengkajian mendalam bekerja sama


dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dalam
rangka mengidentifikasi permasalahan yang berkembang di
kalangan masyarakat dan menjadikannya target infiltrasi
jaringan terorisme;

f.

melanjutkan upaya aktif menyelenggarakan gelar budaya,


ceramah mengenai wawasan kebangsaan, dan penyebaran
buku-buku terorisme dalam rangka mengubah persepsi negatif
masyarakat
terhadap
langkah-langkah
penggalangan
memerangi terorisme;

g.

meningkatkan upaya pengidentifikasian secara akurat akar


permasalahan aksi terorisme di indonesia dengan melibatkan
kalangan akademisi untuk meneliti dengan metode ilmiah dan
mencarikan alternatif solusi permasalahan terorisme yang
kompleks;

h.

melanjutkan upaya pemberdayaan seluruh potensi masyarakat


untuk mempersempit ruang gerak jaringan terorisme dalam
berkonsolidasi dan berfungsi sebagai sistem peringatan dini
sosial terhadap potensi terorisme;

i.

melanjutkan upaya pengamanan tempat keramaian umum,


sarana ibadah, dan objek lainnya yang diperkirakan rawan
terhadap aksi terorisme dengan melibatkan anggota
masyarakat;

j.

melanjutkan upaya pembangunan bertahap pusat analisis


sinyal komunikasi sebagai prasyarat intelijen komunikasi yang
06 - 9

salah satu fungsinya membantu upaya peringatan dini


perkembangan jaringan dan rencana aksi jaringan terorisme;

k.

meningkatkan gelar peralatan sandi sebagai sistem proteksi


komunikasi terhadap ancaman keamanan nasional termasuk
terorisme, terutama pada jaringan mobile sandi VVIP, jaring
komunikasi sandi di sepuluh instansi serta dua puluh lima
kantor perwakilan luar negeri;

l.

meningkatkan kerja sama penanggulangan terorisme dengan


unsur TNI, khususnya untuk tugas bantuan taktis penindakan
sehingga kapasitas kemampuan yang ada dapat dimanfaatkan
secara optimal dalam kerangak prinsip penegakan hukum yang
profesional;

m.

melanjutkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuan


satuan antiteror yang telah ada yaitu Detasemen Khusus 88
antiteror Markas Besar Polri, Detasemen 88 Antiteror yang
terdapat di kepolisian daerah, Detasemen 81 Kopassus,
Denjaka Korps-Marinir, dan Den Bravo Kopaskhas untuk
meningkatkan kesiapan penindakan cepat setiap peristiwa.

Kebutuhan peningkatan kinerja pemerintah dalam bidang


pencegahan dan penanggulangan terorisme tersebut akan difokuskan
pada pelakanaan tiga program pokok, yaitu program pengembangan
penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan negara,
program pengembangan pengamanan rahasia negara, serta program
pemantapan keamanan dalam negeri.
Program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan
penggalangan keamanan negara dilaksanakan oleh Badan Intelijen
Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu (1) operasi intelijen dan
operasi intelijen strategis di dalam dan luar negeri; (2) peningkatan
kualitas dan kuantitas pelaksanaan operasi kontraintelijen; (3)
peningkatan operasi intelijen strategis penanggulangan kejahatan
transnasional dan uang palsu/kertas berharga; (4) peningkatan
kegiatan dan operasi penanggulangan keamanan dan ketertiban; (5)
peningkatan pencarian, penangkapan, dan pemrosesan tokoh-tokoh
kunci operasional terorisme; (6) operasi dan koordinasi dalam hal
deteksi dini untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban,
06 - 10

menanggulangi kriminalitas, mencegah dan menanggulangi


terorisme; (7) peningkatan kerja sama bilateral dalam rangka
pengungkapan jaringan terorisme internasional; dan kerja sama
kawasan dan regional dalam penanggulangan dan pencegahan aksi
terorisme; (8) pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan
strategis, pengolahan dan penyusunan produk intelijen;
(9)
peningkatan sarana dan prasarana intelijen pusat dan daerah; (10)
pengadaan peralatan intelijen; dan (11) pengembangan sistem
informasi intelijen (SII), pengadaan intelligence device, peralatan
komunikasi, kendaraan operasional, dan pembangunan jaringan
komunikasi pusat dan daerah guna menunjang kelancaran arus
informasi intelijen secara cepat, tepat, dan aman.
Program pengembangan pengamanan rahasia negara dalam
rangka pencegahan dan penanggulangan terorisme akan dilaksanakan
oleh Lembaga Sandi Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu (1)
peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan ahli sandi
untuk mendukung operasi kontraterorisme; (2) pembangunan tahap I
jaringan analisis sinyal komunikasi; (3) Penyelenggaraan
kontrapenyadapan di kantor Kedutaan Besar RI.
Program penanggulangan terorisme yang diselenggarakan
secara multilembaga adalah program pemantapan keamanan dalam
negeri melalui kegiatan pokoknya, yaitu (1) peningkatan
kelembagaan badan koordinasi penanggulangan terorisme; (2)
komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat;
(3) peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan
keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme; (4)
restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan
terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur
pelaksanaan latihan bersama; (5) peningkatan pengamanan terbuka
terhadap simbol-simbol negara untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya aksi teror dan memberikan rasa aman bagi kehidupan
bernegara dan berbangsa; (6) peningkatan pengamanan tertutup
terhadap area publik untuk mengoptimalkan kemampuan deteksi dini
dan pencegahan langsung di lapangan; (7) sosialisasi kepada
masyarakat untuk meminimalkan efek terorisme; (8) komunikasi dan
dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat secara intensif
dalam rangka menjembatani aspirasi, mencegah berkembangnya
06 - 11

potensi terorisme, serta secara tidak langsung melakukan


delegitimasi motif teror; (9) peningkatan kerja sama regional di
antara negara-negara ASEAN dalam upaya menangkal dan
menanggulangi aksi terorisme; (10) penanganan terorisme secara
multilateral di bawah PBB, termasuk peredaran senjata konvensional
dan senjata pemusnah massal; (11) penangkapan dan pemrosesan
secara hukum tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; (12)
pengawasan lalu lintas uang dan pemblokiran aset kelompok teroris;
(13) peningkatan pengawasan keimigrasian serta upaya interdiksi
darat, laut, dan udara; (14) peningkatan pengawasan produksi dan
peredaran serta pelucutan senjata dan bahan peledak sebagai bagian
perlucutan senjata global.

06 - 12

Anda mungkin juga menyukai