Anda di halaman 1dari 8

Chairul Tanjung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Chairul Tanjung
Chairul Tanjung (ejaan Soewandi: Chairul Tandjung, lahir di Jakarta, 16 Juni 1962; umur 54
tahun[1]) adalah pengusaha asal Indonesia. Ia menjabat sebagai Menko Perekonomian
menggantikan Hatta Rajasa sejak 19 Mei 2014 hingga 27 Oktober 2014. Namanya dikenal luas
sebagai pengusaha sukses yang memimpin CT Corp.[2]
Chairul memulainya bisnisnya ketika ia kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia[2]. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya.[3][4] Kini perusahaan
konglomerasi miliknya CT Corp, menjadi sebuah perusahaan yang membawahi beberapa anak
perusahaan seperti Trans Corp, Bank Mega, dan CT Global Resources.[3]
Asal usul
Chairul Tanjung lahir di Jakarta dari pasangan Abdul Ghafar Tanjung dan Halimah. Ayahnya
adalah seorang wartawan pada orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil.[1]
Sedangkan ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga. Ayah Chairul berasal dari Sibolga,
Sumatera Utara, sedangkan ibunya dari Cibadak, Jawa Barat.[5] Chairul berada dalam keluarga
bersama enam saudara lainya. Ketika Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena
berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu[1]. Keadaan ini memaksa orang tuanya
menjual rumah dan mereka tinggal di kamar losmen yang sempit.[1]
Karier dan kehidupan
Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Negeri 1 Jakarta pada tahun 1981, Chairul masuk
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.[6] (lulus 1987[1]). Ketika kuliah inilah ia mulai
masuk dunia bisnis dan juga mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat
Nasional 1984-1985.[1]
Demi memenuhi kebutuhan kuliah, ia berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan foto kopi di
kampus. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di
bilangan Senen, Jakarta Pusat, namun bangkrut.[3] Selepas kuliah, Chairul mendirikan PT Pariarti
Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim,
mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor[7] Keberuntungan berpihak padanya, karena
perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi
karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha
sendiri.[7]
Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha, membuat bisnisnya semakin
berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga
bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank
Karman yang kini bernama Bank Mega.[3]

Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan konglomerasi ini


mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa
sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan
investasi), dan Para Inti Propertindo (properti).[1]
Di bawah Para Group, Chairul memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial, antara lain
Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega, Mega Capital
Indonesia, Bank Mega Syariah, dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan investasi,
perusahaan tersebut membawahi Para Bandung Propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah
Investindo, dan Mega Indah Propertindo.[8] Di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group
memiliki Trans TV, Trans7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans
Studio.[8]
Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall.[3] Mal seluas 3 hektar ini
menghabiskan dana Rp 99 miliar. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central
Business District pada 1999.[1] Sementara di bidang investasi, pada awal 2010 Para Group
melalui anak perusahaannya, Trans Corp membeli sebagian besar saham Carefour Indonesia,
yakni sejumlah 40 persen. MoU (memorandum of understanding) pembelian saham Carrefour ini
ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.[9]
Pada tahun 2010, majalah ternama Forbes menempatkan Chairul sebagai salah satu orang
terkaya di dunia. Ia berada di urutan ke-937 dengan total kekayaan mencapai USD 1 miliar.[10]
Satu tahun kemudian, menurut Forbes, kekayaan Chairul telah meningkat lebih dari dua kali
lipat, yakni dengan total kekayaan USD 2,1 miliar.[11] Tahun 2014, Chairul memiliki kekayaan
sebesar USD 4 miliar dan termasuk orang terkaya nomor 375 dunia.
Pada tanggal 1 Desember 2011, Chairul Tanjung meresmikan perubahan Para Grup menjadi CT
Corp. CT Corp terdiri dari tiga perusahaan sub holding: Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global
Resources yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan, dan sumber daya
alam.[12]
Pemikiran
Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan adalah penting.
Selain itu memiliki rekanan yang baik sangat diperlukan.[13] Membangun relasi pun bukan hanya
kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi
Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembangnya bisnis yang dikerjakan.
Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan.
Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting[13]
Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokalpun bisa menjadi
perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional.[9]. Ia tidak
menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya ini
bukan upaya menjual negara. Akan tetapi ini merupakan upaya perusahaan nasional agar bisa
berdiri sendiri dan jadi tuan rumah di negeri sendiri[9]

Menurutnya modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Namun
kemauan dan kerja keras, merupakan hal paling pokok yang harus dimiliki seseorang yang ingin
sukses.[6] Baginya mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Di mana membangun
kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring dalam
menjalankan bisnis.[13]
Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda sudah seharusnya sabar, dan mau
menapaki tangga usaha satu persatu.[8] Menurutnya membangun sebuah bisnis tidak seperti
membalikkan telapak tangan.[8] Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan
sampai banyak yang mengambil jalan seketika, karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah
satu kunci utama dalam mencuri hati pasar.[8] Membangun integritas adalah penting bagi Chairul.
Adalah manusiawi ketika berusaha, seseorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Namun tidak
semua hasil bisa diterima secara langsung.[8]
Menko Perekonomian
Pada 16 Mei 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Ketua Komite Ekonomi
Nasional (KEN) Chairul Tanjung sebagai Menko Perekonomian. Ia menggantikan Hatta Rajasa
yang telah resmi mengundurkan diri. "Saya telah mengambil kesimpulan untuk mengangkat
saudara Chairul Tanjung sebagai Menko Perekonomian yang baru" kata SBY di Kompleks
Istana Kepresidenan di Jakarta.[14][15] Pelantikan Chairul Tanjung dilakukan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Senin, 19 Mei 2014 berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 41 Tahun 2014. Hatta Rajasa mengundurkan diri karena maju menjadi calon wapres
Prabowo Subianto dalam pilpres 2014 dengan dukungan dari Partai Gerindra, PAN, PKS, Golkar
dan PPP.[16].
Guru Besar
Pada 18 April 2015, Chairul Tanjung dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu kewirausahaan
Universitas Airlangga (Unair) Surabaya[17]. Pengukuhan tersebut dilakukan di ruang Garuda
Mukti, Gedung Rektorat, kampus C Unair. Ia menjadi guru besar ke-438 Unair[18].
Latar belakang pendidikan

SD Van Lith, Jakarta (1975)

SMP Van Lith, Jakarta (1978)

SMA Negeri I Boedi Oetomo, Jakarta (1981)

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (1987)

Executive IPPM (MBA; 1993)

Penghargaan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Award 2015 [19].

Sejarah Singkat Kehidupan Chairul Tanjung


Riwayat Pendidikan
Berikut selengkapnya latar belakang pendidikan seorang Chairul Tanjung.

SD Van Lith, Jakarta (1975)

SMP Van Lith, Jakarta (1978)

SMA Negeri I Boedi oetomo, Jakarta (1981)

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia (1987)

Executive IPPM (MBA; 1993)

Kisah Hidup Perjalan Chairul Tanjung Si Anak Singkong telah ditulis dalam sebuah buku
yang berjudul si anak singkong buku ini mengisahkan tentang perjalanan hidup chairul
tanjung dari kecil hingga sukses seperti saat ini. Buku setebal 360 halaman yang diterbitkan
Penerbit Buku Kompas (PBK) ini disusun oleh wartawan Kompas Tjahja Gunawan Adiredja.
Buku ini diberi kata pengantar oleh Jakob Oetama, Pendiri dan Pemimpin Umum Harian
Kompas,
Menurut saya buku ini sangatlah inspiratif dan penting sekali untuk kita baca. Penuturan cerita
yang apa adanya membuat jauh dari kesan berlebihan atau mendramatisir keadaan. Berbagai
kisah yang membuat saya tergetar haru dan speechless.
Buku yang merupakan kisah perjalanan hidup seorang pengusaha sukses di negeri ini. Chairul
Tanjung, adalah pemilik beberapa perusahaan besar seperti stasiun televisi swasta ( Trans TV),
Trans Studio, hotel, bank, dan terakhir kabarnya menjadi salah salah satu pembeli 10% saham
perusahaan penerbangan papan atas Indonesia ( Garuda ) dsb dll.
Untuk menuliskan ekstrak sebuah buku setebal 384 halaman tentu tidak cukup mudah. Namun di
sini saya ingin berbagi sedikit kisah yang semoga bermanfaat bagi Anda yang belum sempat
membaca buku tersebut ( sejujurnya, saya berharap sahabat semua menyempatkan untuk
membacanya suatu saat nanti). Maka, saya coba menuangkan beberapa kenangan masa kanakkanak hingga masa kuliah saja, segera setelah saya selesai membacanya, hari ini.
Chairul Tanjung kecil melalui hari-hari penuh keceriaan sebagai anak pinggiran kota
Metropolitan. Bermain bersama teman-teman dengan membuat pisau dari paku yang digilaskan
di roda rel dekat rumahnya di Kemayoran, adalah kegiatan seru yang menyenangkan. Juga
bersepeda beramai-ramai di akhir pekan ke kawasan Ancol, sambil jajan penganan murah, buah
lontar.

Kelas 1 hingga kelas 2 SD sekolah diantar jemput oleh Kak Ana, seorang sanak keluarga dari
Sibolga, dengan naik oplet. Selanjutnya kelas 3 SD sudah bisa pulang-pergi sekolah sendiri.
Saat usia SMP, Bapaknya ( Abdul Gafar Tanjung ) yang saat itu telah mempunyai percetakan,
koran, transportasi dll gulung tikar dan dinyatakan pailit oleh pemerintah karena idealismenya
yang bertentangan dengan pemerintah yang berkuasa saat itu ( Soeharto). Sang ayah adalah
Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Ranting Sawah Besar. Semua koran Bapaknya dibredel.
Semua aset dijual hingga tak memiliki rumah satu pun.
Mungkin demi gengsi, di awal-awal, Bapaknya menyewa sebuah losmen di kawasan Kramat
Raya, Jakarta untuk tinggal mereka sekeluarga. Hanya satu kamar, dengan kamar mandi di luar
yang kemudian dihuni 8 orang. Kedua orang tua Chairul, dan 6 orang anaknya, termasuk Chairul
sendiri.
Tidak kuat terus-menerus membayar sewa losmen, mereka kemudian memutuskan pindah ke
daerah Gang Abu, Batutulis. Salah satu kantong kemiskinan di Jakarta waktu itu. Rumah tersebut
adalah rumah nenek Chairul, dari ibundanya, Halimah.
Ibunya adalah sosok yang jarang sekali mengeluhkan kondisi, sesulit apapun keadaan keluarga.
Namun saat itu, Chairul melihat raut wajah ibunya sendu, tidak ceria dan tampak lelah. Setelah
ditanya, lebih tepatnya didesak Chairul, Ibunya baru berucap : Kamu punya sedikit uang, Rul?
Uang ibu sudah habis dan untuk belanja nanti pagi sudah tidak ada lagi. Sama sekali tidak ada.
( Tidak diceritakan lebih jelas akhirnya mendapat solusi dari mana, namun kita bisa tahu bahwa
di usia SMP, Chairul sudah menyadari bagaimana kesulitan orang tuanya, bahkan untuk makan
sehari-hari. Dan Ibunya adalah sosok yang sangat tabah menjalani kerasnya kehidupan).
Setamat kuliah, Chairul berekan dengan orang lain dalam membangun sebuah pabrik sepatu.
Setelah 3 bulan awal dimulainya pabrik tersebut dilalui dengan terlunta-lunta dengan tanpa
pesanan. Disaat pabrik terancam bangkrut, datanglah pesanan sendal dari luar negeri sejumlah
12.000 pasang dengan estimasi 6.000 pasang dikirim awal. Dan berubahlah pabrik tersebut dari
pabrik sepatu menjadi pabrik sendal. Saat melihat hasil kerja pabrik tersebut, pihak pemesan
merasa tertarik dan langsung melakukan pesanan kembali bahkan mencapai angka 240.000
pasang padahal yang awalnya 12.000 pasang tadi masih 6.000 pasang yang dikirim. Mulailah
pabrik tersebut berkembang. Setelah beberapa lama akhirnya Chairul memutuskan berhenti
berekan dan mulai membangun bisnis dengan modal pribadi dan menjelma menjadi pengusaha
yang mandiri.
Pada tahun 1994, Chairul resmi meminang gadis pujaannya yaitu Anita yang juga merupakan
adik kelasnya sewaktu kuliah. Dan pada tahun 1996, Chairul memperoleh berkah yang berlimpah
karena pada tahun tersebut lahirlah anak pertamanya dan bersamaan dengan diputuskannya
Chairul sebagai pemilik dari Bank Mega.
Chairul Tanjung dikenal sebagai pengusaha yang agresif, ekspansi usahanya merambah segala
bidang, mulai perbankan dengan bendera Bank Mega Group, pertelivisian Trans TV dan Trans
7, hotel dengan bendera The Trans, di bidang supermarket, CT (panggilan akrab Chairul

Tanjung) mengakuisisi Carrefour, pesawat terbang, hingga bisnis hiburan TRANS STUDIO, dan
bisnis lainnya.

Riwayat kehidupan CT kecil bisa dikatakan terlahir dari keluarga cukup berada kala itu. Dia
mempunyai enam saudara kandung. A.G. Tanjung, ayahnya, adalah mantan wartawan pada era
Orde Lama dan pernah menerbitkan surat kabar dengan oplah kecil.
Namun, ketika terjadi pergantian era pemerintahan, usaha ayahnya itu tutup karena ayahnya
mempunyai pemikiran yang berseberangan dengan penguasa politik saat itu. Keadaan tersebut
memaksa kedua orang tuanya menjual rumah dan harus rela menjalani hidup seadanya. Mereka
pun kemudian menyewa sebuah losmen dengan kamar-kamar yang sempit.
Kondisi ekonomi keluarganya yang sulit membuat orang tuanya tidak sanggup membayar uang
kuliah Chairul yang waktu itu hanya sebesar Rp75.000. Tahun 1981 saya diterima kuliah di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI). Uang masuk ini dan itu total Rp75.000.
Tanpa saya ketahui, secara diam-diam ibu menggadaikan kain halusnya ke pegadaian untuk
membayar uang kuliah, katanya lirih.
Melihat pengorbanan sang ibu, ia lalu berjanji tidak ingin terus-menerus menjadi beban orang
tua. Sejak saat itu, ia tidak akan meminta uang lagi kepada orang tuanya. Ia bertekad akan
mencari akal bagaimana caranya bisa membiayai hidup dan kuliah.
CT pria kelahiran Jakarta, 18 Juni 1962 pada awalnya memulai bisnis kecil-kecilan. Dia
bekerjasama dengan pemilik mesin fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di
bawah tangga kampus. Mulai dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka
barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu, ia berhasil membuka
sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang,
karena sifat sosialnya yang sering memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir
teman usaha itu bangkrut.
Memang terbilang terjal jalan yang harus ditempuh Chairul Tanjung sebelum menjadi orang
sukses seperti sekarang ini. Kepiawaiannya membangun jaringan bisnis telah memuluskan

perjalanan bisnisnya. Salah satu kunci sukses dia adalah tidak tanggung-tanggung dalam
melangkah.
Menurut penuturan Chairul, gedung tua Fakultas Kedokteran UI dulu belum menggunakan lift.
Dari lantai satu hingga lantai empat masih menggunakan tangga. Lewat ruang kosong di bawah
tangga ini, Chairul muda melihat peluang yang bisa dimanfaatkannya untuk menghasilkan uang.
Nah, kebetulan ada ruang kosong di bawah tangga. Saya lalu berpikir untuk bisa
memanfaatkannya sebagai tempat fotokopi. Tapi, masalahnya, saya tidak mempunyai mesin
fotokopi. Uang untuk membeli mesin fotokopi pun tidak ada, tuturnya.
Dia pun lantas mencari akal dengan mengundang penyandang dana untuk menyediakan mesin
fotokopi dan membayar sewa tempat. Waktu itu ia hanya mendapat upah dari usaha foto kopi
sebesar Rp2,5 per lembar. Sedikit ya. Tapi, karena itu daerah kampus, dalam hal ini mahasiswa
banyak yang fotokopi, maka jadilah keuntungan saya lumayan besar, katanya sambil melempar
senyum.
Tidak hanya sampai di situ, ia pun terus berusaha mengasah kemampuannya dalam berbisnis.
Usaha lain, seperti usaha stiker, pembuatan kaos, buku kuliah stensilan, hingga penjualan buku
bekas dicobanya. Usai menyelesaikan kuliah, Chairul memberanikan diri menyewa kios di
daerah Senen, Jakarta Pusat, dengan harga sewa Rp1 juta per tahun.
Kios kecil itu dimanfaatkannya untuk membuka CV yang bergerak di bidang penjualan alat-alat
kedokteran gigi. Sayang, usaha tersebut tidak berlangsung lama karena kios tempat usahanya
lebih sering dijadikan tempat berkumpul teman-temannya sesama aktivis. Yang nongkrong
lebih banyak ketimbang yang beli, kata mahasiswa teladan tingkat nasional 1984-1985 ini.
Selang berapa tahun, ia mencoba bangkit dan melangkah lagi dengan menggandeng dua
temannya mendirikan PT Pariarti Shindutama yang memproduksi sepatu.
Ia mendapatkan kredit ringan dari Bank Exim sebesar Rp150 juta. Kepiawaiannya membangun
jaringan bisnis membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160.000 pasang dari
pengusaha Italia.
Bisnisnya terus berkembang. Ia mulai mencoba merambah ke industri genting, sandal, dan
properti. Namun, di tengah usahanya yang sedang merambat naik, tiba-tiba dia terbentur
perbedaan visi dengan kedua rekannya. Ia pun memutuskan memilih mundur dan menjalankan
sendiri usahanya.
Memang tidak jaminan, seseorang yang berkarier sesuai dengan latar belakang pendidikannya
akan sukses. Kenyataannya tidak sedikit yang berhasil justru setelah mereka keluar dari jalur.
Modal dalam usaha memang penting, tapi mendapatkan mitra kerja yang andal adalah
segalanya. Membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas dalam
menjalankan bisnis, ujar Chairul Tanjung yang lebih memilih menjadi seorang pengusaha
ketimbang seorang dokter gigi biasa.

Dan pilihannya untuk menjadi pengusaha menempatkan CT sebagai salah satu orang terkaya di
Indonesia dengan total kekayaan mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang mungkin tak
pernah dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi mendapat biaya kuliah, ketika
masih kuliah di UI dulu.
Hal itulah yang barangkali membuat Chairul Tanjung selalu tampil apa adanya, tanpa kesan ingin
memamerkan kesuksesannya. Selain itu, rupanya ia pun tak lupa pada masa lalunya. Karenanya,
ia pun kini getol menjalankan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari PMI, Komite Kemanusiaan
Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. Kini waktu
saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, ungkapnya.
Kini Grup Para mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada tiga bisnis inti. Pertama
jasa keuangan seperti Bank Mega, Asuransi Umum Mega, Aanya yaitu bisnis televisi, TransTV.
Pada bisnis pertelevisian ini, ia juga dikenal berhasil mengakuisisi televisi yang nyaris bangkrut
TV7, dan kini berhasil mengubahnya jadi Trans7 yang juga cukup sukses.
Langkah ekspansi selanjutnya adalah mendirikan perusahaan patungan dengan mantan wapres
Jusuf Kalla membentuk taman wisata terbesar TRANS STUDIO di Makassar, untuk
menyaingi keberadaan Universal Studio yang ada di Singapura. Taman hiburan dalam ruangan
terbesar di Indonesia inipun sekarang telah merambah kota Bandung, dan sebentar lagi kota-kota
besar di Indonesia lainnya.
Chairul merupakan salah satu dari tujuh orang kaya dunia asal Indonesia. Dia juga satu-satunya
pengusaha pribumi yang masuk jajaran orang tajir sedunia. Enam wakil Indonesia lainnya adalah
Michael Hartono, Budi Hartono, Martua Sitorus, Peter Sondakh, Sukanto Tanoto dan Low Tuck
Kwong.
Berkat kesuksesannya itu Majalah Warta Ekonomi menganugerahi Pria Berdarah Minang/Padang
sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di tahun 2005 dan Dinobatkan sebagai
salah satu orang terkaya di dunia tahun 2010 versi majalah Forbes dengan total kekayaan $1
Miliar.

Anda mungkin juga menyukai