Anda di halaman 1dari 5

Kelompok 2 : tentang Qiyas

Al Qiyass

A.Pengertian
Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan sesuatu, sedangkan menurut ahli ushul fiqh
adalah menpersamakan huhum suatau peristiwa yang tidak ada nash hukumnya
dengan suatu peristiwa yang ada nash hukumnya, karena persamaan keduanya itu
dalam illat hukumnya.

B. Rukun qiyas
1. Al-Asl, adalah malasalah yang telah ada hukumnya, bedasarkan nas, ia disebut al
Maqis alaih ( yang diqiyaskan kepadanya ), Mahmul alaih( yang dijadikan
pertangungan ) musyabbah bih ( yang diserupakan denganya).
2. Al Faru, adalah masalah baru yang tidak ada nashnya atau tidak ada hukumnya,
ia disebut Maqis ( yang diqiyaskan), AlMahmul) ( yang dipertanguhngkan) dan al
musyabbah ( yang diserupakan ).
3. Hukum Asl yaitu hukum yang telah ada pad asl (pokok) yang berdasarkan atas
nash atau ijma, ia dimaksudkan untuk menjadi hukum pad al faru( cabang).
4. Al Illat adalah suatu sifat yangada pada asl yaang padanya lah dijadikan sebagai
dasr untuk menentuan hukum pokok, dan berdasarkan ada nya keberadaanya
sifat itu pada cabang (far), maka ia disamakan dengan pokoknya dari segi hukum.

Syarat-syarat illat
a. Illat itu adalah sifat yang jelas, yang dapat dicapai oleh panca indra.
b. Merupaka sifat yang tegas dan tidak elastis yakani dapat dipastiakan
berwujudnya pada furu dan tidak mudah berubah.
c. Merupakan sifat yang munasabah , yakni ada persesuian antara hukum da
sifatnya.
d. Merupakan sifat yang tidak terbatsas pada aslnya , tapi bisa juaga berwujud pad
beberapa satuan hukum yang bukan asl.

C. Kehujahhan Qiyas
Jumhur ulama menerima qiyas menjadi hujjah dalam keadaan;

a. Apabila hukum asl dinas-kan illahnya.


b. Apabila qiyas itu merupakan salah satu dari pada Qiyas-qiyas yang dilakukan
Rasulullah.
Dalam dua macam ini para ulama sepakat menetapkan bahwa keduanya menjadi hujjah
syariah, dan qiyas selain kedua tersebut para ulama bebeda pendapat ada yang

menerima dan dan adapula yan menolak sebagai hujjah syariiyyah, diantara golongan
yang menolak qiyas adalah An Nazzam dari golongan Zahiriyah dan segolongan ulama
Syiah.
Read more: Qiyas - IslamWiki | Tentang
Islam http://islamwiki.blogspot.com/2009/01/qiyas.html#ixzz2C3rBCwAg
Under Creative Commons License: Attribution

Qiyas
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran dan hadits
dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga
membuat definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang
ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum.[16]
Dengan demikian qiyas itu penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip
persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.
Umpamanya hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Quran yaitu hukumnya haram.
Sebagaimana firman Allah Swt:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan. (Qs.5:90)
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di
dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.[17]
Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama berselisih faham dengan ulama jumhur.
Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya
baik dalam Al Quran, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2. Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak
mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap
alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka
menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3. Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat.
Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman
dalil Al Quran dan hadits.[18]
Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syari dan termasuk sumber hukum yang
keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash
ataupun ijma dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka
berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syari.[19]
Diantara ayat Al Quran yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat
pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa
benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati
mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang
mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
(Qs.59:2)

Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk mengambil pelajaran, kata Itibar di
sini berarti melewati, melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu
melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang diperintahkan. Hal yang
diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi itibar dan qiyas memiliki pengertian melewati dan
melampaui.[20]
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs.4:59)
Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan kembali kepada Allah dan Rasul (dalam
masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang
sesungguhnya yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat hukum, yang
dinamakan qiyas.[21]
Sementara diantara dalil sunnah mengenai qiyas ini berdasar pada hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan
hukum yang dilakukan oleh Muadz ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di
dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.[22]
Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma. Bahwasanya para shahabat Nabi Saw sering kali
mengungkapkan kata qiyas. Qiyas ini diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di
samping itu, perbuatan mereka secara ijma menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah dan waji b diamalkan.
Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang kallah kemudian ia berkata: Saya katakan
(pengertian) kallah dengan pendapat saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari
syetan. Yang dimaksud dengan kallah adalah tidak memiliki seorang bapak maupun anak. Pendapat ini
disebut dengan qiyas. Karena arti kallah sebenarnya pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki
bapak dan anak.[23]
Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt mensyariatkan hukum tak lain adalah
untuk kemaslahatan. Kemaslahatan manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum.
Kedua, bahwa nash baik Al Quran maupun hadits jumlahnya terbatas dan final. Tetapi, permasalahan manusia
lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai. Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum
syara. Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara yang tetap berjalan dengan munculnya
permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas menyingkap hukum syara dengan apa yang
terjadi yang tentunya sesuai dengan syariat dan maslahah.[24]
Rukun Qiyas
Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal:
1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut dengan al-maqis alaihi.
2. Fara (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqs.
3. Hukm al-asal, yaitu hukum syari yang terdapat dalam dalam nash dalam hukum asalnya. Yang kemudian
menjadi ketetapan hukum untuk fara.
4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.[25]

http://orgawam.wordpress.com/2008/09/28/ijma-dan-qiyas-adalah-juga-sumber-hukumislam/

Anda mungkin juga menyukai