Anda di halaman 1dari 9

EKONOMI MIKRO: ANALISIS KESEIMBANGAN PASAR

ANALISIS KESEIMBANGAN PASAR


TERHADAP PRODUK BERAS DI PASAR INDUK CIPINANG
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Ekonomi Mikro
Dosen Pengampu : Danang Kurniawan, SE, M.M

Disusun Oleh :
Nuril Maftukhan

( 1420210062 )

Kelas/semester

: ESRB-3

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
2015
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebutuhan akan pangan, maka urusan pangan
menjadi suatu kebutuhan yang vital bagi manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Semua negara di dunia memandang penting ketahan pangan dan gizi, begitupun negara
Indonesia. Pemerintah Indonesia yang terdiri dari Presiden, 3 Gubernur, Bupati/Walikota
pada berbagai dokumen pembangunan nasional menyatakan bahwa ketahanan pangan
sebagai salah satu prioritas pembangunan. Karena membangun ketahanan pangan
merupakan hal yang seharusnya dilakukan oleh suatu negara, pembangunan ketahanan
pangan memerlukan cakupan luas, keterlibatan lintas sektor, multidisiplin, dan penekanan
pada basis sumberdaya lokal (impor pangan; the last resort). Adapun operasionalisasi
ketahanan pangan pada berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia yaitu pada tingkat
nasional dilakukannya swasembada pada komoditas strategis, pada tingkat propinsi,
kabupaten/kota dan desa dengan melakukan pemanfaatan potensi lokal dan pada tingkat
masyarakat dilakukannya peningkatan kemampuan fisik, sosial, politik dan ekonomi
(BKP-Departemen Pertanian, 2008).
Untuk mencapai kondisi ketahanan pangan, Indonesia harus dapat mengurangi
ketergantungannya terhadap impor, yang salah satunya yaitu melalui pencapaian
swasembada pangan, khususnya beras yang merupakan bahan pokok yang sangat penting.
Oleh karena itu, swasembada pangan yang dalam hal ini adalah swasembada beras harus
terwujud seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dalam rangka
mencapai ketahanan pangan nasional. 4 Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras
dipengaruhi oleh budaya dimana padi merupakan tanaman asli Asia. Selain itu sebagian
besar masyarakat Indonesia sangat percaya, bahwa padi adalah anugrah dari Yang Maha
Pencipta sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Membudidayakan
tanaman padi adalah wujud rasa syukur dan penghormatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang disebut padi (Oryza sativa).
Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makanan pokok bagi bangsa Asia,
khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang, dan Myanmar (Ambarinanti,
2007).
Di Indonesia beras merupakan makanan pokok bagi masyarakatnya, kecuali didaerah
timur Indonesia. Beras harus selalu ada dalam makanan berat di Indonesia. Oleh karena
itu beras merupakan salah satu bahan pokok yang produkinya sangat digalakan di
Indonesia.
Selain itu beras juga memiliki berbagai kandungan gizi yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Nilai khasiat per 100 g dari Beras, putih, panjang, biasa adalah Tenaga 370 kkal
1530 kJ, Karbohidrat 79 g, Gula 0.12 g, Serat pangan 1.3 g, Lemak 0.66 g, Protein 7.13
g, Air 11.62 g,Tiamina (Vit. B1) 0.070 mg 5%, Riboflavin (Vit. B2) 0.049 mg 3%, Niasin
(Vit. B3) 1.6 mg 11%,Asam pantotenat (B5) 1.014 mg 20%, Vitamin B6 0.164 mg
13%, Asam folat (Vit. B9) 8 g 2%,Zat besi 0.80 mg 6%, Fosforus 115 mg 16%, Kalium 115
mg 2%, Kalsium 28 mg 3%,Magnesium 25 mg 7%, Seng 1.09 mg 11%.

MAKALAH KENAIKAN HARGA BAWANG


I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketidakberesan pemerintah dalam mengatur sektor pertanian, khususnya terkait dengan
kebijakan impor sektor pangan, semakin nyata. Belum lama ini kenaikan harga komoditas
bawang merah dan bawang putih dalam dua pekan terakhir membuat ibu-ibu rumah tangga
menjerit hampir di seluruh kota di Tanah Air. Kenaikan harga pada tingkat tertentu sebenarnya
tidak menjadi masalah, sepanjang terkendali. Namun akan menjadi masalah jika kenaikan harga
sudah tidak terkendali, sehingga menyengsarakan kehidupan masyarakat dengan ekonomi tingkat
bawah. Apalagi bila kenaikan tersebut mengakibatkan angka inflasi yang tinggi.
Dampaknya adalah menurunnya kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Para ibu rumah tangga
pun mengeluh saat harga meningkat menjelang tahun politik ini. Karena itu, upaya menangani
sumber-sumber kenaikan harga menjadi strategis untuk dilakukan.
Seperti yang terjadi akhir-akhir yaitu melonjaknya harga bawang yang disebabka oleh beberapa
hal. Kenaikan harga bawang yang begitu drastis ini tentu saja menimbulkan berbagai masalah
baik itu bagi konsumen mauun Negara. Bag konsumen, kenaikan harga bawang ini terasa begitu
menyiksa terutama bagi kalangan masyarakat bawah. Kebutuhan akan komoditi bawang sebagai
bumbu dapur ini sangat sulit untuk dikurangi mengingat bawang sendiri sudah menjadi bumbu
wajib.
Selain itu, dampak ini juga dirasakan bagi Negara karena kenaikan harga bawang ini merupakan
penyumbang kenaikan inflasi terbesar. Maka dari itu perlu dibahas mengenai masalah kenaikan
harga bawang ini. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah kenaikan harga bawang,

hal-hal yang menyebabkannya dan beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
1.2
1)
2)
3)

Rumusan Masalah
Bagaimana masalah kenaikan harga bawang yang terjadi di Indonesia?
Apa saja yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga bawang?
Solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kenaikan harga bawang tersebut?

1.3
1)
2)
3)

Tujuan
Mengetahui masalah kenaikan harga bawang yang terjadi di Indonesia
Megetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga bawang
Mengetahui solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kenaikan harga bawang
tersebut?
II. PEMBAHASAN
2.1 Masalah Kenaikan Harga Bawang
Kenaikan harga produk hortikultura yang bervariasi memicu ketidakstabilan harga, khususnya
bawang merah dan putih. Sebelumnya, harga bawang merah dan bawang putih berada di kisaran
Rp 16-18 ribu per kilogram. Saat ini harga bawang putih melonjak menjadi Rp 72 ribu per kg,
sedangkan bawang merah Rp 48 ribu per kg. Kenaikan harga dinilai tidak wajar, per hari bahkan
bisa naik sampai Rp 5.000. Gejolak kenaikan harga yang bervariasi, jika tidak diantisipasi, dapat
berubah menjadi krisis pangan.
Secara teknis, gejolak kenaikan harga pangan disebabkan oleh lemahnya infrastruktur distribusi,
nilai tukar mata uang, dan harga input pertanian. Namun ada yang jauh lebih bersifat sistemik,
yaitu terjadinya lonjakan harga karena faktor ulah manusia. Yang termasuk faktor ulah manusia
adalah peran dominan kaum kapitalis, spekulasi di bursa berjangka, melemahnya peran negara,
kebijakan impor yang salah, serta permainan swasta nasional dalam perdagangan.
Kenaikan harga pangan, khususnya bawang merah dan bawang putih, tentu membuat pedagang
kecil tidak nyaman berusaha. Konsumen berkurang dan mengeluh. Lonjakan harga pangan
hortikultura tak menguntungkan petani kecil, pedagang, dan konsumen. Dengan demikian,
pengawasan stok bawang dan komoditas pangan hortikultura lainnya mutlak dilakukan. Payung
hukum yang melarang penimbunan perlu diefektifkan. Jaringan informasi distribusi dan harga
bawang harus transparan.
Data Kementerian Perdagangan (12/3) menyebutkan, pada Februari dan minggu pertama Maret
2013, harga bawang putih dan bawang rata-rata naik 31,38 persen. Harga itu berawal dari Rp
15.000 lalu meningkat menjadi Rp 60.000 per kilogram (kg). Sementara itu, bawang merah ratarata naik 11,36 persen. Pada 4 Maret 2013 harganya Rp 21.000 kg, tetapi pada 12 Maret menjadi
Rp 40.000 per kg. Dikhawatirkan kenaikan harga bawang putih dan bawang merah akan
menyumbang inflasi terbesar untuk bulan Maret 2013. Pada Februari 2013 inflasi terbesar
disumbang oleh kenaikan harga bawang putih dan bawang merah sekitar 16% .
2.2 Penyebab Kenaikan Harga Bawang

Ada beberapa hal yang disinyalir menjadi penyebab naiknya harga bawang yang sedang
terjdi akhir-akhir ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Cuaca
Akibat cuaca kurang mendukung dan curah hujan cukup tinggi di berbagai belahan dunia akhir
2012 dan berlanjut pada Januari sampai Maret 2013, produksi beberapa komoditas hortikultura
menurun, terutama komoditas bawang putih dan bawang merah di sejumlah Negara termasuk
sentra-sentra produksi di wilayah Indonesia. Dampaknya, gagal panen dan terganggunya pasokan
untuk pasar-pasar konsumsi di dalam negeri. Harga kedua komoditas tersebut dalam kurun waktu
yang relatif singkat telah beberapa kali meroket akibat makin berkurangnya pasokan.
b. Kurangnya pasokan dan naiknya harga bawang di China
Faktor lain pemicu kenaikan harga bawang adalah kurangnya pasokan dan naiknya harga dari
negara asalnya yaitu China, yang merupakan eksportir terbesar bawang putih ke Indonesia, 95
persen kebutuhan nasional. Di China sendiri harga bawang putih naik dari Rp 13.000 per kg
menjadi Rp 18.000 per kg akibat gagal panen dan makin tingginya permintaan dalam negeri.
c. Pelanggaran aturan importir
Krisis bawang di Indonesia diperkeruh ulah pemodal dan pengusaha besar ataupun importir,
dengan melanggar aturan impor. Beberapa peti kemas dari 599 peti kemas bawang putih impor
dari China, tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Diduga ada unsur kesengajaan pihak
importir untuk menahan peti kemas dengan mengulur waktu pengurusan surat persetujuan impor
(SPI) dan dokumen rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Harapannya, terjadi
kelangkaan bawang di pasar sehingga akan mendongkrak harga. Komisi Perdagangan dan
Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir 11 importir bawang putih melakukan praktik kartel
dengan cara mengulur waktu pengurusan ijinnya bagi ke 394 peti kemas produk bawang putih.
d. Kebijakan Pembatasan importasi
Secara umum, dinamika dan kompleksitas suatu masalah akibat pergerakan harga komoditas
tertentu, telah menimbulkan berbagai persoalan sekaligus sebuah tantangan dan peluang yang
perlu dicermati dan di antisipasi oleh kalangan stakeholder melalui sejumlah langkah kebijakan
dan penerapan strategi yang tepat sasaran, guna mengendalikan dengan menjadikannya lebih
bernilai dan bermanfaat (riant nugroho, 2009).
Akibat penerapan kebijakan tentang pembatasan importasi pada 13 produk hortikultura melalui
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 66 Tahun 2012, salah satunya komoditas bawang putih telah
menimbulkan terjadinya kenaikan harga yang cukup tinggi pada sejumlah pasar konsumsi di
daerah-daerah. Pada awalnya kebijakan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan berbagai
alasan, antara lain untuk melindungi hasil produksi/panen para petani lokal yang akan memasuki
panen raya, agar terserap hasil panennya di pasaran dan dapat menjamin tingkat harga yang lebih
menguntungkan agar tidak jatuh pada tingkat yang rendah, seperti yang dialami pada tahun
sebelumnya, serta dapat mengendalikan jumlah yang ideal atas pasokan yang akan memasuki
pasar konsumen dalam negeri, antara perbandingan jumlah produksi dalam negeri dengan tingkat
kebutuhan impornya.
Berdasarkan data dan angka pemerintah, produksi bawang putih lokal yang dihasilkan para
petani menunjukan rata-rata produksinya sebesar 14.200 ton per tahun, sementara untuk
kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, rata-rata per tahun sebesar 400.000 ton. Terlihat
cukup besar angka perbandingannya, antara angka jumlah produksi dan angka jumlah kebutuhan
permintaan dalam negeri, yaitu angkanya sebesar 385.800 ton per tahun.
Sekitar awal tahun antara Januari sampai dengan Maret 2013, panen raya diperkirakan akan
segera dialami oleh para petani lokal penghasil komoditas hortikultura terutama bawang putih

dan bawang merah. Dengan alasan dasar itulah pemberlakuan dan penetapan oleh stakeholder
mengenai pembatasan impor produk hortikultura terutama komoditas bawang putih
diberlakukan.
Pergerakan harga bagi ke dua komoditas tersebut, saat ini telah menjadi perhatian dan fokus
utama bagi pemerintah khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Akibat kenaikan
harga-harga pangan yang terjadi belakangan ini, dampak yang ditimbulkan sudah cukup meluas
bagi hajat hidup orang banyak, dan harus segera dikendalikan kestabilan harganya sehingga tidak
akan menggerus daya beli masyarakat Indonesia.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, semestinya perlu segera dilakukan perbaikan regulasi
terhadap kebijakan Permentan Nomor 66/2012 mengenai pembatasan impor hortikultura
terutama komoditas bawang putih dan kebijakan terkait bawang putih lokal, bukan dengan cara
menutup rapat keran impornya, akan tetapi lebih kepada pengendalian pasokannya di dalam
negeri dikarenakan hasil produksi bawang putih kita (lokal) tidak akan mencukupi untuk
penyediaan kebutuhan konsumsi masyarakat.
2.3 Solusi Kenaikan Harga Bawang
Penyebab kenaikan harga kebutuhan pangan, khususnya komoditas bawang, bila dicermati bisa
diakibatkan oleh tiga faktor. Pertama, kelangkaan barang; kedua, penurunan nilai mata uang
yang dipegang masyarakat; dan ketiga, tingginya permintaan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor
kedua adalah problem kenaikan harga (inflasi) pada barang-barang kebutuhan pokok yang biasa
terjadi dalam skala tahunan secara agregat (merata pada suatu masyarakat), dan hal ini terjadi
bukan lantaran kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok tersebut.
Setidaknya ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi
kenaikan harga, terutama komoditas bawang, agar menjadi stabil.
a. Mengawasi harga agar terkendali
pemerintah seharusnya mampu mengawasi harga agar terkendali, tidak boleh membiarkan harga
melambung tinggi yang dinaikkan sepihak oleh penjual perusahaan swasta, sementara
masyarakat menjerit. Praktek-praktek yang terlarang, seperti penipuan, penimbunan, monopoli,
menetapkan harga, dan menaikkan harga, perlu ditindak dengan sanksi yang tegas.
Di samping itu, pemerintah perlu mendorong berkembangnya sektor riil saja (pertanian,
perikanan, perkebunan, perindustrian, transportasi, dll). Regulasi yang mengatur barang dan jasa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan secara berkelanjutan perlu dibuat secara berkeadilan.
Aktivitas perdagangan produk pangan perlu dijaga agar berjalan sewajarnya, sehat dan adil, tidak
merugikan antara penjual dan pembeli dengan menaikkan harga seperti yang terjadi sekarang ini.
b. Penurunan biaya sarana produksi
Pemerintah mesti menurunkan biaya sarana produksi pertanian dan memperbaiki infrastruktur
distribusi hasil pertanian. Tingginya biaya produksi dan biaya angkut saat ini dinilai sebagai
pemicu utama meningkatnya harga pangan, khususnya bawang. Diperlukan penerapan sanksi
yang tegas bagi pelaku peredaran produk illegal serta pengawasan aturan yang diberlakukan
terhadap terjadinya kenaikan permintaan makanan dan minuman
c. Edukasi terhadap konsumen lokal
Faktor komponen yang perlu serius diperhatikan oleh para pemangku pembuat kebijakan jika
akan dilakukan perbaikan pada regulasi, adalah berupaya agar dapat menciptakan kegairahan
para petani kembali untuk meningkatkan produktivitas dan produksi bawang putih local, serta
upaya yang lebih intensitas pelaksanaan edukasi kepada para konsumen di dalam negeri agar

dapat beralih (diversifikasi) yang tadinya terbiasa mengolah makanan dengan bawang putih
impor kepada jenis bawang putih lokal yang saat ini masih kurang diminati penggunaannya.
Dengan demikian, jika kebijakan tersebut dapat mendiversifikasi permintaan mereka, tentunya
akan mempunyai dua keuntungan sekaligus, yaitu pertama: Para petani akan lebih bergairah
untuk menanam kembali sehingga terjadi peningkatan hasil/panen produksi bawang putih lokal
yang impaknya dapat meningkatkan pendapatan para petani, dan secara tidak langsung akan
terjadi pengurangan jumlah kuota impor produk bawang putih di dalam negeri, akibat telah
tingginya permintaan konsumen yang sudah beralih dan mengemari penggunaan produk bawang
putih lokal sehari-hari.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu menghentikan impor pangan pada produk yang bisa
dihasilkan di dalam negeri seperti bawang, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Sebab,
impor bahan pangan, selain menghamburkan devisa, dapat membunuh produsen pangan dalam
negeri dan mengancam kedaulatan pangan nasional. Selain itu, impor pangan hanya akan
memakmurkan para spekulan dan komprador penjual. Di sisi lain, negara dengan penduduk lebih
dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa maju, jika kebutuhan pangannya bergantung pada impor
(FAO, 1998). Negara perlu segera menjadikan sektor pertanian sebagai sumber kekuatan
ekonomi nasional. Akhirnya, seluruh kebijakan politik-ekonomi menjelang tahun politik ini
harus kondusif untuk bisa mengendalikan kenaikan harga pangan.
d. Pemanfaatan Teknologi
Pertimbangan tambahan yang harus menjadi perhatian bersama adalah dengan menggalakkan
bidang penelitian dan pengembangan dalam pertanian. Dengan masih lemahnya diseminasi
teknologi dan pemanfaatan teknologi tersebut kepada masyarakat secara luas menjadi salah satu
kendala juga bagi adopsi penerapan teknologi dalam usaha meningkatkan produksi, di tambah
lagi mekanisme investasi dan pembiayaan pertanian yang saat ini masih belum semua bisa
dijangkau oleh masyarakat terutama para petani.
Meningkatkan kemampuan produksi dan menciptakan daya saing yang tinggi bagi komoditas
pertanian dalam negeri terutama komoditas hortikultura menjelang era perdagangan bebas,
menjadi salah satu dasar kekuatan ekonomi bangsa dan kunci untuk mengulang kesuksesan
kembali Indonesia sebagai negara agraris (swasembada) yang mendukung perekonomian dunia.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Kenaikan harga produk hortikultura yang bervariasi memicu ketidakstabilan harga, khususnya
bawang merah dan putih. Sebelumnya, harga bawang merah dan bawang putih berada di kisaran
Rp 16-18 ribu per kilogram. Saat ini harga bawang putih melonjak menjadi Rp 72 ribu per kg,
sedangkan bawang merah Rp 48 ribu per kg.
2) Ada beberapa hal yang disinyalir menjadi penyebab naiknya harga bawang yang sedang terjdi
akhir-akhir ini, diantaranya adalah sebagai berikut: Cuaca, Kurangnya pasokan dan naiknya
harga bawang di China, Pelanggaran aturan importer daan Kebijakan Pembatasan importasi.

3) ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga,
terutama komoditas bawang, agar menjadi stabil yaitu Mengawasi harga agar terkendali,
Penurunan biaya sarana produksi, Edukasi terhadap konsumen lokal dan Pemanfaatan Teknologi
3.2 Saran
Perlu ditambah lag kebijkan pemerintah mengenai impor bahan pangan sehingga tidak
terjadi kenaikan harga seperti ini lagi.

Penyebab Kenaikan Harga Cabai: Produksi dan Distribusi yang Terganggu dan Ketidaksiapaan Pemerintah
Melakukan Antisipasi 04 Februari 2011 06:17:23 Diperbarui: 26 Juni 2015 08:54:50 Dibaca : 3,566 Komentar : 3
Nilai : 0 Kenaikan harga cabe di penghujung akhir tahun 2010 yang lalu kemungkinannya hanya disebabkan oleh
satu hal, yakni pergesaran titik keseimbangan harga yang diakibatkan oleh pergeseran supply dan demand cabe di
pasar. Untuk kasus tahun 2010 lebih cenderung diakibatkan bergesernya pasokan (supply) cabe ke pasar sehingga
mendorong kenaikan harga cabe di pasar. Pergeseran pasokan cabe (berkurangnya dan cenderung langka) di pasar
diakibatkan oleh terganggunya produksi yang dialami oleh para petani yang diakibatkan oleh bergesernya perubahan
cuaca yang mengganggu pola dan kuantitas produksi cabe. perubahan cuaca ini sangat mempengaruhi produksi
cabe yang dikarenakan produksi cabe sangat bergantung kepada cuaca khususnya kelembaban udara dan kadar air
tanah. Selain terganggunya produksi cabe yang terjadi di akhir tahun 2010, penyebab lain kenaikan komoditas cabe
ini juga disebabkan oleh terganggunya distribusi komoditas cabe ke pasar. Terganggunya distribusi tersebut lebih
cenderung merupakan ganguan distibusi yang di sengaja oleh segelintir pelaku pasar. Gangguan distribusi ini lebih
cenderung diakibatkan oleh ulang tengkulak yang sengaja mengambil kesempatan atau untung ditengah kenaikan
komoditas cabe. Akan tetapi faktor ini tidak terlalu signifikan mempengaruhi kenaikan harga cabe dibandingkan
dengan produksi yang terganggu, ini dikarenakan cabe bukanlah komoditas yang sifatnya tahan lama sehingga para
tengkulakpun (spekulan) tidak akan berani menahan pasokan cabai dalam kuantitas banyak dan waktu yang lama.
Gangguan terhadap pola dan kuantitas produksi yang terjadi pada komoditas cabe yang terjadi pada akhir tahun
2010 ini bukanlah kejadian yang sulit dan tidak bisa diprediksi. Jika melihat pergesaran dan perubahan iklim yang
cenderung ekstrem beberapa tahun belakangan ini, sudah bisa dengan pasti diprediksikan akan menganggu pola
dan kuantitas komoditas pertanian dan begitu juga dengan tanaman cabe. Karakteristik tanaman cabe yang juga
bergantung kepada kelembaban udara dan kuantitas kandungan air dalam tanah serta perubahan iklim atau cuaca
tahun belakangan ini, sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan prediksi bahwa kondisi ini akan menganggu
produksi tanaman cabe. Prediksi dini inilah yang tidak bisa dilakukan oleh pemerintah melalui instansi yang terkait
(kementerian pertanian dan perdagangan). Kelemahan prediksi ini berujung kepada ketidaksiapaan pemerintah
menghadapi kondisi saat ini sehingga berujung kepada kenaikan harga komoditas cabe yang mencapai lebih dari
127 persen. Ketidaksiapan pemerintah ini merupakan wujud ketidakmampuan pemerintah menjalankan fungsi dan

kewajibannya, padahal jika pemerintah mampu memprediksi dan mendesign tindakan antisipatif (merujuk kepada
perubahan iklim) seharusnya masyarakat tidak perlu merasakan begitu "pedasnya" komoditas cabe. Gilanya pejabat
terkait : kok bisa-bisanya pejabat mengeluarkan statement konyol Kenaikan komoditas cabe di akhir 2010
mengundang banyak kekonyolan dan kelucuan ketika masyarakat Indonesia yang dipusingkan oleh "pedasnya"
harga cabe harus mengamini dan menonton kekonyolan dan kegilaan yang dipertontonkan oleh pejabat-pejabat
terkait dengan statemen-statemen konyol yang mereka lontarkan terkait kenaikan harga cabe ini. Mari Elka
Pangestu, menteri perdagangan, dalam wawancara di inilah.com mengeluarkan statemen konyol dan gila. "Mari
menuturkan, dirinya tidak terlalu khawatir dengan melonjaknya harga cabai, karena ia sudah memiliki tanaman
penghasil rasa pedas tersebut di rumah. Ia pun mengimbau masyarakat agar meniru tindakannya, di tengah
tingginya harga cabai saat ini, "Makanya tanam cabai di rumah," imbuhnya."....." "Tidak ada masalah spekulasi,
karena cabai tidak bisa disimpan. Jadi, masalah utama adalah produksi turun dan analisa dari beberapa media
karena tanaman cabai terserang penyakit" Melihat statemen menteri perdagangan diatas, menunjukkan ketidak
mampuan menteri perdagangan menjalankan salah satu fungsi dan tanggung jawabnya dan tidak mampu melakukan
tindakan antisipatif. Statemen ini merupakan solusi paling gila dan konyol yang ditawarkan oleh seseorang pada level
menteri, mari elka pangestu selaku menteri perdagangan menawarkan sebuah solusi " paling dahsyat" yakni
mengajak masyarakat Indonesia untuk menanam cabe di pekarangannya masing-masing. Sebuah statemen dan
solusi

yang

pantaskah.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/alexandersirait/penyebab-kenaikan-harga-cabai-produksi-dan-distribusiyang-terganggu-dan-ketidaksiapaan-pemerintah-melakukan-antisipasi_55007bafa333119a72510fdd

Anda mungkin juga menyukai