PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun, lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan dari 5 kondisi yang
sebenarnya dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria,
campak dan malnutrisi dan seringkali kombinasi beberapa penyakit (Soenarto,
2009). Selain itu, lima kondisi di atas menyebabkan 10,8 juta kematian balita
di negara berkembang tahun 2005. Hal di atas dapat disebabkan oleh
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan.
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh masalah
dalam ketrampilan petugas kesehatan, sistem kesehatan dan praktek di
keluarga dan komunitas. Perlu adanya integrasi dari ketiga faktor di atas untuk
memperbaiki kesehatan anak tersebut sehingga tercipta peningkatan derajat
kesehatan anak. Perbaikan kesehatan anak dapat dilakukan dengan
memperbaiki manajemen kasus anak sakit, memperbaiki gizi, memberikan
imunisasi, mencegah trauma, mencegah penyakit lain dan memperbaiki
dukungan psikososial (Soenarto, 2009). Berdasarkan alasan tersebut,
muncullah program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Penilaian balita sakit dengan MTBS terdiri atas klasifikasi penyakit,
identifikasi tindakan, pengobatan, perawatan di rumah dan kapan kembali.
Kegiatan MTBS memiliki tiga komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita
sakit, memperbaiki sistem kesehatan, dan memperbaiki praktek keluarga dan
masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pertolongan kasus balita
sakit (Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008)
Pelaksanaan MTBS tidak terlepas dari peran petugas pelayanan kesehatan.
Pengetahuan, keyakinan dan ketrampilan petugas pelayanan kesehatan dalam
penerapan MTBS perlu ditingkatkan guna mencapai keberhasilan MTBS
dalam meningkatkan derajat kesehatan anak khususnya balita. Perawat sebagai
salah satu petugas pelayanan kesehatan perlu memiliki pemahaman di atas.
1
1.2 Tujuan
Untuk mengetetahui konsep MTBS dan indikator-indikatornya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH MTBS
MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kementerian
Kesehatan RI, WHO, Unicef dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana
balita sakit. MTBS bukan merupakan program kesehatan,tetapi suatu standar
pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan
tingkat dasar. WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS yang
merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negaranegara berkembang (Kesehatan Anak, 2011 dalam Ariusta, 2015).
2.
3.
bahaya umum dan keluhan utama adalah Penyakit Sangat Berat sedangkan di
Bagan MTBS tahun 2008/2010 tidak ada klasfikasi penyakit sakat berat.
MTBS 2008-2010
MTBS 2015
Pada bagian klasifikasi pneumonia Pada bagian klasifikasi pneumonia
pada table tanyakan keluhan utama pada table tanyakan keluhan utama
pada lihat dan dengar ada tiga point pada lihat dan dengar ada tambahan
saja.
Ada
klasifikasi
klasifikasi
Pada bagian
demam
status
gizi
ada
oksigen.
14 Ada klasifikasi demam ada perubahan
ada
klasifikasi yaitu :
a. Sangat kurus dan/ atau edema
b. Kurus
c. Normal
ada
klasifikasi yaitu :
a. Gizi buruk dengan komplikasi
b. Gizi buruk tanpa komplikasi
c. Gizi kurang
d. Gizi baik
Pada Bagan MTBS 2015 terdapat Status Pemeriksaan HIV, sedangkan pada
Bagan MTBS 2008/2010 tidak terdapat Status penilaian HIV.
MTBS 2015
Diare Tidak Terdapat bagan Menangani Diare
Dehidrasi berat sesuai rencana terapi Dehidrasi berat sesuai rencana terapi C
C (modifikasi untuk bayi muda)
Terdapat table tentang masalah beserta Tidak terdapat table tentang masalah
pemecahan pemberian ASI pada Ibu
Ibu
Tidak terdapat Grafik panjang badan terdapat Grafik panjang badan menurut
menurut umur 0-6 bulan
umur 0-6 bulan
Tidak terdapat grafik panjang badan terdapat grafik panjang badan menurut
menurut umur 6 bulan 2 tahun
umur 6 bulan 2 tahun
Tidak terdapat Grafik tinggi badan terdapat Grafik tinggi badan menurut
menurut umur 2-5 tahun
2.7 MTBS-M
Menurut PERMENKES RI NOMOR 70 TAHUN 2013
Pasal 1: Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M)
adalah suatu pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan balita terintegrasi
6
BAB III
PERTANYAAN
1. Peraturan Mentri Kesehatan nomor berapa yang mengatur tentang
peneyelenggaraan MTBS-M ?
a. No. 70 Tahun 2012
b. No. 70 Tahun 2013
c. No. 72 Tahun 2013
d. No. 60 Tahun 2015
(Fitri Kurniasih)
2. Pendekatan MTBS dikatakan tergolong lengkap karena meliputi :
1. Upaya preventif
2. Perbaikan gizi
3. Upaya promotif
4. Upaya kuratif
Jawab:
a. 1,2,3
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 4
e. Benar semua
(Niya Apriliniya)
3. Rangkaian berpikir pelaksana MTBS M menurut mentri kesehatan RI
No.70 th.2013 secara teratur
1. Adanya kebijakan dan koordinasi institusionalyang mendukung
MTBS dan MTBS M
2. Peningkatan akses dan ketersediaan intervensi inti dan pelayanan
MTBS M
3. Peningkatan kualitas pelayanan MTBS M yang terbukti dan terjamin
4. Peningkatan prilaku sehat untuk mencari pertolongan perlayanan
kesehatan
Susunan yang sesuai dan teratur adalah...
a. 1,2,3,4
b. 2,3,4,1
c. 4,1,2,3
d. 2,3,1,4
( Sultan Dwi Darmawan)
4. Ada tiga komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu...
a. Memingkatkan keterampilan petugas kesehatan
b. Memeperbaiki sisitem kesehatan
c. Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat
d. Semua benar
8
(Eva Lutfiah)
5. Seorang perawat mealakukan kunjungan rumah dan menemukan seorang
ank perempuan berusia 3 tahun dengan berat anak 12 kg. Ibu mengatakan
anaknya sering sakit terutama mencret catatan terakhir pada KMS
menunjukan penimbangan berat badan berada pada garis kuning. Ibu
mengatakan tidak mengetahui makanan yang seharusnya di berikan
kepada anak. Apakah prioritas tindakan yang harus di lakukan oleh
perawat?
a. Melakukan rujukan ke rumah sakit
b. Mengajarkan keluarga tentang menu seimbang
c. Menganjurkan keluarga untuk berkunjung ke posiandu
d. Memotipasi keluarga untuk memeriksakan anak ke puskesmas
e. Melakukan konseling kepada keluarga tentang cara perawatan anak
(Eneng suhannah)
6. Angka kejadian gizi buruk tahun 2012 di Dinas Kesehatan X sebanyak 6
%, berdasarkan hasil survey di Desa Y, ditemukan angka gizi buruk 7 %
dalam 3 bulan terakhir 80 % balita pernah mengalami diare. Keadaan
lingkungan kotor dan kebiasaan anak balita bermain di tanah. Apakah
masalah keperawatan yang paling tepat untuk aksus diatas?
a. Tingginya kejadian diare di Desa Y
b. Tingginya kejadian gizi buruk di Desa Y
c. Rendahnya sanitasi lingkungan di Desa Y
d. Resiko meningkatnya kasus gizi buruk di Desa Y
(Fitri Setyaningsih)
7. Dibawah ini penyakit utama yang menjadi penyebab kematian bayi dan
balita (0-12 bulan), kecuali....
a. Diare
b. Pneumonia
c. Tumor
d. DBD
e. Campak
(Imelia Fransiska)
8. Tenaga kesehatan (perawat, bidan atau bidan desa) yang berada di
pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara aktif
dan terstruktur melakukan penilaian :
1. tanda-tanda atau gejala penyakit
2. membuat klasifikasi
3. menentukan tindakan serta mengobati anak
9
10
14. WHO dan UNICEF memperkenalkan MTBS melalui DEPKES RI. MTBS
merupakan progam kesehatan yang di lakukan WHO untuk mengatasi
kematian pada balitayang di sebakan oleh penyakit di bawah ini...
a. Infeksi pernafasan akut (ISPA)
b. Diare, malaria, campak
c. Kurang gizi
d. Semua benar
(Ambar Puspita Sari)
15. Upaya kuratif dalam MTBS dilakukan dengan cara apa?
a. Dilakukan dengan pengobatan secara langsung bagi balita yang sakit.
b. Dilakukan dengan cara konseling gizi, pemberi-an vitamin A. (Ini
jawabannya)
c. Imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit.
d. Pengelolaan balita yang mengalami sakit
(Cindy Nova Selly)
16. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah
dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan
pemberdayaan
keluarga
dan
masyarakat,
yang
dikenal
sebagai
balita sakit
12
1-2-3-4
2-3-1-4
2-4-3-1
4-1-3-2
(Alfanida)
13
program
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Hasil diskusi Collaborative Learning:
1. Implementasi MTBS, petugas belum menunjang program karena semua
belum ikut pelatihan.
2. Proses integrasi MTBS menurut WHO, dalam HandBook (2005),
klasifikasikan penyakit anak menggunakan sistem triage. Kategori urgent
dan kategori tidak bahaya. Fokusnya kepada caregiver untuk tidak panik
selama proses pengobatan.
3. Pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan sikap dan ketidakrasional
pengobatan diare tidak spesifik pada balita. Kesimpualnnya, pelatihan 95%
berpengaruh pada responden dan memiliki sikap tiga kali lebih positif.
4. Menurut KEMENKES, kerangka berfikir pelaksanaan MTBS-M;
Menurunkan angka kematian balita membutuhkan peningkatan cakupan
intervensi ini kelangsungan hidup balita di kabupaten dan kota, yaitu:
1. Kebijakan dan koordinasi institusional yang mendukung MTBS
2. Peningkatan akses
3. Peningkatan pelayanan kualitas MTBSM
4. Peningkatan perilaku sehat untuk mencari pertolongan pelayanan
kesehatan
5. Menurut KEMENKES, ruang lingkup MTBS-M
Peayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M merupakan pendekatan
pelayanan kesehatan balita yang harus didukung oleh pemerintah daerah,
dalam hal ini terutama oleh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M,
Kader pelaksana tidak boleh memperlakukan pelayanan yang diberikannya
sebagai praktek perseorangan/mandiri.
Tata laksana kasus di luar paket intervensi MTBS-M yang telah ditetapkan,
harus dirujuk kader pelaksana MTBS-M ke fasilitas pelayanan kesehatan
dasar.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ariusta, indriany maya. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas
17
18