Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membantu kita untuk mengetahui bagaimana penderitaan bangsa
Indonesia ketika di jajah oleh bangsa Eropa, sehingga terjadi perlawanan di
berbagai daerah untuk mengusir para penjajah, khususnya para penjajah dari
Belanda.
Perlawanan yg dilakukan Indonesia pada masa itu di bagi ke dalam dua
periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun
1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman
mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat
tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat
Mataram, Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar,
Pemberontakan Untung Surapati. Sedangkan perlawanan sesudah tahun 1800,
yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore), Perlawanan Patimura, Perang
Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali, Perang Banjar. Karena
terdesak dalam peperangan dan keberadaan Yang Dipertuan Pagaruyung yang
tidak pasti, maka Kaum Adat yang dipimpin oleh Sultan Tangkal Alam
Bagagar meminta bantuan kepada Belanda pada tanggal 21 Februari 1821,
walaupun sebetulnya Sultan Tangkal Alam Bagagar waktu itu dianggap tidak
berhak membuat perjanjian dengan mengatasnamakan Kerajaan Pagaruyung.
[7] Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda
penyerahan Kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Hindia Belanda,
kemudian mengangkat Sultan Tangkal Alam Bagagar sebagai Regent Tanah
Datar.[8]
Keterlibatan Belanda dalam perang karena diundang oleh kaum Adat, dan
campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan
Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema
pada bulan April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang.[9]

Kemudian pada 8 Desember 1821 datang tambahan pasukan yang dipimpin


oleh Letnan Kolonel Raaff untuk memperkuat posisi pada kawasan yang telah
dikuasai tersebut.
Fort van der Capellen
Pada tanggal 4 Maret 1822, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan
Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri keluar dari Pagaruyung.
Kemudian Belanda membangun benteng pertahanan di Batusangkar dengan
nama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Padri menyusun kekuatan dan
bertahan di Lintau.[10] Pada tanggal 10 Juni 1822 pergerakan pasukan Raaff
di Tanjung Alam dihadang oleh Kaum Padri, namun pasukan Belanda dapat
terus melaju ke Luhak Agam. Pada tanggal 14 Agustus 1822 dalam
pertempuran di Baso, Kapten Goffinet menderita luka berat kemudian
meninggal dunia pada 5 September 1822. Pada bulan September 1822
pasukan Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar karena terus tertekan oleh
serangan Kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh.
Setelah mendapat tambahan pasukan pada 13 April 1823, Raaff mencoba
kembali menyerang Lintau, namun Kaum Padri dengan gigih melakukan
perlawanan, sehingga pada tanggal 16 April 1823 Belanda terpaksa kembali ke
Batusangkar. Sementara pada tahun 1824 Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan
Arifin Muningsyah kembali ke Pagaruyung atas permintaan Letnan Kolonel
Raaff, namun pada tahun 1825 raja terakhir Minangkabau ini wafat dan
kemudian dimakamkan di Pagaruyung.[11] Sedangkan Raaff sendiri
meninggal dunia secara mendadak di Padang pada tanggal 17 April 1824
setelah sebelumnya mengalami demam tinggi.[12]
Sementara pada bulan September 1824, pasukan Belanda di bawah
pimpinan Mayor Frans Laemlin telah berhasil menguasai beberapa kawasan di
Luhak Agam di antaranya Koto Tuo dan Ampang Gadang. Kemudian mereka
juga telah menduduki Biaro dan Kapau, namun karena luka-luka yang
dideritanya di bulan Desember 1824, Laemlin meninggal dunia di Padang.[1

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan sejarah perang padri beserta periodenya?
2. Apa penyebab terjadinya Perang Padri?
3. Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut ?
4. Bagaimana akhir dari peperangan tersebut ?
C. Tujuan Penulisan

1.
2.
3.
4.

Agar pembaca dapat mengetahui sejarah perang padri


Agar pembaca dapat mengetahui penyebab terjadinya Perang Padri
Agar pembaca dapat memahami perlawanan rakyat terhadap belanda
Agar pembaca dapat mengetahui akhir dari perang Padri

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perang Padri
Perang Padri terjadi di Sumatera barat dan sekitarnya tepatnya di kawasan
Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838. Perang ini terjadi akibat
adanya

pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi

peperangan melawan penjajahan.


Pada abad ke-9 tiga orang ulama Minangkabau kembali dari tanah suci,
yaitu Haji Miskin, Haji Piabang , dan Haji Sumanik. Mereka mempelajari dan
mengembangkan aliran Wahabi, yaitu gerakan yang menghendaki agama
islam dilaksanakan secara murni sesuai dengan Al Quran dan alhadist.
Gerakan mereka disebut gerakan Padri ( Artinya tokoh tokoh agama/ ulama).
Tujuan gerakan ini adalah memperbaiki masyarakat Minangkabau dan
mengembalikan mereka pada jalan yang sesuai dengan ajaran ajaran islam
yang benar.
Gerakan Padri disambut baik oleh para ulama dan sebaliknya gerakan
tersebut ditentang keras oleh kaum adat yang menolak dihapusnya adat
kebiasaan yang telah berakar meskipun melanggaar agama.Maka terjadi
ketegangan antara kaum padri dengan kaum adat setempat.
1. Periode I (tahun 1821-1825)
Periode pertama ini ditandai dengan meletusnya perlawanan diseluruh
daerah minangkabau. Dibawah pimpinan tuank pasaman, kaum padri
menggempur pos-pos belanda yang ada disemawang, sulit air, sipinan, dan
tempat-tempat lain. Pertempuran menimbulkan banyak korban dikedua belah
pihak.tuanku pasaman, kemudian mengundurkan diri ke daerah Lintau,
sebaliknya Belanda yang telah berhasil menguasai lembah tanah datar,
mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar (fort van den capellen) dan
benteng fort de kock di bukit tinggi. Ternyata Belanda hanya dapat bertahan di
benteng-benteng itu saja. Daerah luar benteng masih tetap dikuasai oleh kaum
pidari, Belanda mengalami kekalahan dimana-mana, bahkan mengalami
kekalahan total di muara palam dan di sulit air. Untuk itu Belanda mulai
mendekati kaum Padri untuk melakukan perdamaian dan pada tanggal 22

Januari 1824 Belanda berhasil mengadakan perdamaian dengan kaum Padri di


masang dan di daerah VI kota, isinya: kedua belah pihak akan mentaati
batasnya masing-masing. Adanya perundingan ini sebenarnya hanya
menguntungkan pihak Belanda untuk menunda waktu guna memperkuat
diri.Setelah berhasil di pekuat pertahanannya, belanda tidak mau mentaati
perjanjian dan dua bulan kemudian Belanda meluaskan daerahnya.
2. Periode II (Tahun 1825-1850)
Pada periode ini ditandai dengan meredanya pertempuran.Kaum Padri
perlu menyusun kekuatan, sedangkan pihak Belanda dalam keadaan sulit,
sebab baru memusatkan perhatiannya dan pengiriman pasukan untuk
menghadapi perlawanan Di ponegoro dijawa tengah.Belanda mencari akal
agar dapat berdamai dengan kaum Padri. Dengan perantaraan seorang bangsa
Arab yang bernama Said SalimaIjafrid, Belanda berhasil mengadakan
perdamaian dengan kaum Padri pada tanggal 15 November 1825 di Padang,
yang isinya:
a. Kedua belah pihak tidak akan saling serang-menyerang.
b. Kedua belah pihak saling melindungi orang-orang yang sedang pulang
kembali dari pengungsian.
c. Kedua belah pihak akan saling melindungi orang-orang yang sedang
dalam perjalanan dan berdagang.
d. Belanda akan mengakui kekuasaan Tuan ku- Tuanku di Lintau,
Limapuluh kota, Telawas dan Agam.
3. Periode III (Tahun 1830-1838)
Periode ketiga ini ditandai dengan perlawanan dikedua belah pihak makin
menghebat.Perang Diponegoro di Jawa tengah telah dapat diselesaikan
Belanda dengan tipu muslihatnya.Perhatiannya lalu di pusatkan lagi ke
Minangkabau.
Maka berkobarlah perang Padri Periode ke-III.Belanda telah mengingkari
perjanjian

Padang.Pertempuran

mulai

berkobar

di

Naras,

daerah

Pariaman.Naras yang oleh Tuanku yang cerdik di serang oleh Belanda sampai

dua kali tetapi tidak berhasil. Setelah Belanda menggunakan senjata yang
lebih lengkap di Bawah pimpinan Letnan Kolenel Elout yang di bantu Mayor
Michels, Naras dapat direbut oleh belanda. Tuanku nan cerdik menyingkir ke
Bondjol, selanjutnya daerah-daerah kaum Pidari, dapat direbut oleh Belanda
satu demi satu, sehingga pada tahun 1832 Bondjol dapat dikuasai oleh
Belanda. pada tahun 1832, Tuanku Imam Bondjol berdamai dengan belanda.
Akan tetapi ketentraman itu tidak dapat berlangsung lama, karena rakyat
diharuskan:
a. Membayai cukai pasar dan cukai mengadu ayam
b. Kerja rodi untuk kepentingan Belanda.
Dengan hal-hal tersebutu diatas, sadarlah kaum adat dan kaum Pidari
bahwa sebenarnya mereka itu hanya di peralat oleh belanda perasaan
nasionalisme mulai timbul dan menjiwai mereka masing-masing.Selanjutnya
terjadilah perang nasional melawan Belanda.Pada tahun 1833 seluruh rakyat
Sumatera barat serentak menghalau Belanda. Bondjol dapat di rebut kembali
dalam semua pasukan Belanda di dalamnya dibinsakan. Karena itu Belanda
mulai mempergunakan siasat adu domba, (devide et empera). Dikirimlah
Sentot beserta pasukan-pasukannya yang menyerah kepada Belanda waktu
perang di Ponegoro ke Sumatera Barat untuk berperang melawan orang-orang
sebangsanya sendiri.Tetapi setelah Belanda mengetahui bahwa Sentot
mengadakan hubungan dengan kaum Pidari secara rahasia, Belanda menjadi
curiga.Pasukan Sentot ditarik kembali ke Batavia dan Sentot diasingkan ke
Bangkahulu.
Untuk mengakhiri Perang Padri itu, Belanda berusaha menarik hati para
raja di Minangkabau dengan cara mengeluarkan Plakat Panjang (1833) yang
isinya:
1.

Penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak berat dan

2.

pekerjaan rodi.
Perdagangan hanya dilakukan dengan Belanda saja.

3.

Kepala daerah boleh mengatur pemerintahan sendiri, tetapi


harus menyediakan sejumlah orang untuk menahan musuh dari

4.

dalam atau dari luar negeri.


Para pekerja diharuskan menandatangani peraturan itu. Mereka
yang melanggar peraturan dapat dikenakan sanksi.

B. Penyebab Terjadinya Perang Padri


Pada tahun 1803, Minangkabau kedatangan tiga orang yang telah
menunaikan ibadah haji di Mekah, yaitu: H. Miskin dari pantai Sikat, H.

Sumanik dari Delapan Kota, dan H. Piabang dari Tanah Datar. Di Saudi
Arabia mereka memperoleh pengaruh gerakan Wahabi, yaitu gerakan yang
bermaksud memurnikan agama Islam dari pengaruh-pengaruh yang tidak
baik.Mereka yang hendak menyebarkan aliran Wahabi di Minangkabau
menamakan dirinya golongan Paderi (Kaum Pidari).
Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama
yang dijuluki kaum Padri terhadap kaum Adat karena kebiasaan-kebiasaan
buruk yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakatdi kawasan Kerajaan
Pagaruyung dan sekitarnya.Kebiasaan buruk yang dimaksud sepertiperjudian,
penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan
juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya
pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam.kebiasaan ini semakin
meluas dan mempengaruhi kaum mudanya.
Ternyata aliran wahabi ini ditentang oleh Kaum Adat (ajaran Islam yang
bercampur dengan adat setempat) yang terdiri dari pemimpin-pemimpin adat
dan golongan bangsawan.
Pertentangan antara kedua belah pihak itu mula-mula akan diselesaikan
secara damai, tetapi tidak terdapat persesuaian pendapat. Akhirnya Tuanku
Nan Renceh menganjurkan penyelesaian secara kekerasan sehingga terjadilah
perang saudara yang bercorak keagamaan dengan nama Perang Padri (1803
1821).

C. Perlawanan dalam Perang Padri


Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan dimulai
tahun1821 Kaum Adat yang mulai terdesak dengan serangan Kaum Padri,

meminta bantuan kepada Belanda. Kaum Padri memulai serbuan ke berbagai


pos Belanda dan pencegatan terhadap patrol Belanda. Pasukan Padri
bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan musuhnya menggunakan meriam
dan jenis senjata lainnya yang sudah dibilang cukup modern.Pertempuran
banyak menimbulkan korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan
benteng pertahanan di Batu sangkar diberi nama Fort Van Der Capellen.
Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain
Agam dan Bonjol yang diperkuat dengan pasukan yang banyak.Perlawanan
yang dilakukan oleh Kaum Padri cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan
Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui wakilnya di
Padang mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh
Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan mengadakan "Perjanjian
Masang" pada tanggal 15 November 1825 dan diingkari oleh Belanda sendiri
Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh Kolonel De Stuers. Dia
membangun Benteng Fort De Kock,di Bukit Tinggi. Hal ini dilakukan karena
disaat bersamaan Pemerintah Hindia-Belanda juga kehabisan dana dalam
menghadapi peperangan lain di Jawa yaitu Perang Diponegoro.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak
Mandailing, Tapanuli. Di Natal. Tapanuli Baginda Marah Husein minta
bantuan kepada Kaum Padri mengusir Gubernur Belanda di sana. Maka
setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan
Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana. Tahun 1829 De
Stuers digantikan oleh Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret
1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal dapat direbut, sehingga Tuanku
Nan Cerdik ke Bonjol. Banyak kampung yang dapat direbut Belanda.Tahun
1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot Prawirodirjo.Dengan cepat
Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat
dikuasai oleh Belanda. Melihat ini baik Kaum Adat dan Kaum Padri
bersatulah mereka bersama-sama menghadapi penjajah Belanda.

D. Akhir Perang Padri


Di tahun 1835 kaum Padri di Bonjol mulai mengalami kemunduran, hal
tersebut disebabkan ditutupnya jalan-jalan penghubung dengan daerah lain
oleh paskan Belanda. Pada tanggal 11-16 Juni 1835 sayap kanan pasukan
Belanda berhasil menutup jalan yang menghubungkan benteng Bonjol dengan
daerah barat dan menembaki benteng Bonjol.
Setelah

daerah-daerah

sekitar

Bonjol

dapat

dikuasai

oleh

Belanda,.Membaca situasi yang gawat ini, pada tanggal 10 Agustus 1837,


Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk berdamai.Belanda
mengharapkan bahwa perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi
Belanda menduga bahwa ini merupakan siasat dari Tuanku Imam Bonjol guna

10

mengulur waktu, agar dapat mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat
lubang yang menghubungkan pertahanan dalam benteng dengan luar benteng,
di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng.
Kegagalan

perundingan

ini

menyebabkan

berkobarnya

kembali

pertempuran pada tanggal 12 Agustus 1837.Belanda memerlukan waktu dua


bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang didahului dengan
pertempuran yang sengit.Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak
menolong, karena musuh berada dalam jarak dekat.Perkelahian satu lawan
satu tidak dapat dihindarkan lagi.Korban berjatuhan dari kedua belah
pihak.Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh
pasukan Belanda.
Pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol beserta sisa
pasukannya menyerah kepada Belanda.Tuanku Imamm Bonjol kemudian
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 19 Januari 1839 dibuang ke
Ambon, lalu pada tahun 1841 dipindahkan ke Manado hingga meninggal
dunia pada tanggal 6 November 1864.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan
kaum Padri telah dapat dipadamkan.Perlawanan masih terus berlangsung
dipimpin oleh Tuanku Tambusi, namun Tuanku Tambusi berhasil dikalahkan
oleh Belanda pada tanggal 28 Oktober 1838.
Dengan demikian, secara umum perlawanan kaum Padri dapat
dipatahkanpada akhir tahun 1838.Maka kekuasaan Belanda mulai sejak itu
ternanam di Sumatra Barat.

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peperangan ini terjadi karena adanya perbedaan pendapat oleh dua kaum
yang berada di satu etnis, karena itu perang ini disebut juga perang saudara
(perang satu etnis).Perang ini terjadi dengan adanya campur tangan Belanda
yang membantu kaum adat.Perang ini di bagi menjadi dua gelombang.
Gelombang pertama (1821-1825), Kaum Padri melawan Kaum Adat yang
di bantu oleh Belanda. Namun pada akhirnya Belanda menandatangani
perjanjian damai karena bersamaan dengan Perang Diponegoro.

12

Gelombang ke dua (1830-1837), Perang ini sudah berbeda dengan perang


gelombang pertama.Perang ini di lakukan oleh Belanda melawan Kaum Padri
dan Kaum Adat.
Kaum Padri dan Kaum Adat yang sebelumnya berbeda pendapat kini
sudah memiliki persamaan pendapat.Mereka tahu bahwa mereka harus bersatu
untuk melawan penjajah.
Setelah itu, Kaum Padri melawan Belanda dengan kekuatan yang lebih,
sehingga Belandapun kekurangan pasukan.Belanda meminta pasukan dari
orang Eropa dan Afrika.Kubu Belanda dan Kaum Padri mendirikan benteng
pertahanan di daerahnya masing-masing.
Dan akhirnya Kaum Padripun dapat di kalahkan oleh Belanda, Tuanku
Imam Bonjol di asingkan di Cianjur kemudian di pindahkan ke Minahasa
hingga wafat dan di makamkan di Pineleng (dekat Kota Manado)

B. Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana
susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta
maupun nyawa.Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam
membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari
mereka dan juga semoga yang membaca makalah ini dapat mengetahui sejarah
perang padri yaitu perlawanan Imam Bondjol dalam melawan Hindia belanda.

13

Daftar Pustaka

http://sosial-belajar.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-perang-padri-lengkap
penyebab.html
https://docs.google.com/file/d/0B3m9Q_S6Q7PFRk1VMHlEZVlNX1k/ed
it
http://www.portalsejarah.com/sejarah-terjadinya-perang-paderi.html
http://ilmusosial.net/penyebab-perang-padri-1821-1837-di-sumatera
barat.html

14

http://muhammadurrockygap.blogspot.co.id/2010/12/tugas-perangpadri.html
http://threelogik.blogspot.com/2014/12/perang-padri.html?m=1
Radjab, Muhammad.(1803-1838).Perang Paderi di Sumatera
Barat.Kepustakaan Perguruan Kementerian P.P. dan K. 1954.
Dobbin, Christine.(1784-1874).Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam,
dan Gerakan Padri.minangkabau.
Hadi,wisran.(2002).Empat Lakon Perang Paderi

15

Lampiran

16

17

Anda mungkin juga menyukai