Sobat gaulislam, sebelum membahas judul yang ngejeblag di atas tulisan ini, saya mau
ngasih info dikit aja seputar buletin kesayangan kita ini. Alhamdulillah, sejak pertama terbit
di tanggal 29 Oktober 2007 (hari Senin) sampai hari ini belum pernah absen satu kali pun.
Hadir terus di edisi online-nya. Memang sih, kalo edisi cetak sering libur. Tetapi walau libur
edisi cetak, namun edisi online jalan terus. Tak terasa, pekan ini, saat terbit di hari Senin,
sudah berada di tahun ke-10 pada penerbitannya. Widih, bagi mereka yang ketika baca
gaulislam sejak edisi perdana, waktu itu kelas 3 SMA, maka saat ini kayaknya udah lulus
kuliah dan bahkan mungkin ada yang sudah menikah dan punya anak. Bener nggak?
Sepertinya iya.
Oke deh, semoga sekilas info di paragraf awal itu bisa mengingatkan kita bahwa ternyata
jejak gaulislam sudah banyak. Artikel ini saja udah edisi ke-469. Berarti ada 469 artikel
yang ditanam di website gaulislam dan tersebar ke banyak kalangan. Insya Allah
manfaatnya bisa dirasakan ribuan atau bahkan jutaan orang. Semoga.
Nah, sekarang kita ngomongin pembahasan sesuai judul ya. Bro en Sis, kepribadian Islam
atau syakhsiyyah islamiyah kita itu nggak bisa dinilai langsung dari pakaian yang
dikenakan, lho. Sebab, itu cuma aksesoris dan bisa dipake untuk nipu bin ngibulin orang.
Tapi standar penilaian kepribadian Islam adalah pemikiran dan perasaan. Pemikiran dan
perasaan Islam ini akan tergambar dalam sikap dan perbuatan. Itu udah pasti. Sebab, yang
namanya tingkah laku pasti ngikutin pemikiran dan perasaan. So, kalo pemikiran dan
perasaannya udah islami, insya Allah perbuatan dan tingkah laku juga bakalan islami.
Itu sebabnya, kalo ada akhwat yang kepribadiannya udah islami, maka bukan saja ia gemar
mengenakan jilbab dan kerudung, tapi juga pemikiran dan perasaannya senantiasa
berdasarkan ajaran Islam. Beda banget kalo yang cuma nyadar dengan simbol doang, tapi
belum mantap pemikiran dan perasaannya. Mungkin cuma seneng pake kerudung doang
tapi pemikiran dan perbuatannya nggak mencerminkan seorang muslimah. Iya nggak sih?
Tetot, jangan bengong. Buktinya, banyak tuh di lingkungan sekitar kita yang begitu
penampilannya. Tugas kita yang tahu, ya mengingatkan dan menyadarkan. Salah satunya
dengan membagikan artikel ini. Setuju? Harus!
Sobat gaulislam, satu-satunya jalan untuk menumbuhkan kepribadian Islam kita adalah
belajar. Yakni, belajar Islam dengan rutin dan intensif biar mantap, gitu lho. Kenapa harus
belajar? Karena dengan belajar diharapkan kita bisa dapetin perubahan beberapa aspek,
yakni aspek kognitif alias ilmu pengetahuan (tadinya nggak tahu tentang Islam jadi tahu
banyak), aspek afektif alias perasaan atau emosi (tadinya nggak mau mengenakan jilbab
jadi mau mengenakan jilbab karena tahu aturan dan hukumannyapahala dan dosa), dan
aspek psikomotorik alias keterampilan (tadinya nggak bisa pake jilbab jadi mahir pakenya).
Lagian tutorialnya nggak ribet kok. Nggak kayak tutorial pake hijab yang ribet seperti yang
dipraktekkan komunitas hijaber yang lebih peduli fashion ketimbang syari. Maaf lho. Bukan
nuduh, tapi ngingetin aja. Oke?
So, mari kita belajar mengkaji Islam dengan rutin dan intensif untuk membentuk
kepribadian Islam kita. Rutin bisa seminggu sekali, misalnya. Intensif berarti materinya
berkesinambungan. Membentuk kerangka berpikir yang utuh tentang Islam. Sehingga kita
lebih mantap karena tahu ilmunya. Nggak asal ikut-ikutan tren doang. Betul nggak sih? So,
jangan takut jadi pinter dan shaleh-shalihah ya!
Bro en Sis rahimakumullah, yuk kita cintai Islam sepenuh hati kita. Jangan setengahsetengah, jangan pilih-pilih aturan, apalagi sampe nggak taat sama sekali dengan seluruh
aturan Islam. Jangan sampe deh. Kalo sampe itu terjadi, kamu pantas dapetin pertanyaan:
mana kepribadian Islammu?[O. Solihin | Twitter @osolihin]