Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Ileus menjadi salah
satu kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, yaitu 60% - 70%
dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki
mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam. Ileus
sendiri merupakan suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding
usus terganggu. Gerak peristaltik seperti gerakan kontraksi bergelombang yang
merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, system saraf
simpatis, system saraf parasimpatis, keseimbangan elektrolit, dan sebagainya.
Ileus dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.
Keduanya mempunyai perbedaan yang cukup berarti tak terkecuali dalam bidang
radiologi. Baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik mempunyai gambaran khas
yang berbeda.
Mengingat penegakan diagnosis ileus seperti pemeriksaan penunjang
terutama pemeriksaan radiologi sangat penting untuk menentukan penanganan
slanjutnya yang dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini sangat
berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh
dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya.
Karena itu, makalah mengenai ileus ini diharapkan agar para pembaca
dapat mengerti mengenai ileus baik ileus obstruktif maupun ileus paralitik dan
juga perbedaan masing-masing, tak terkecuali mengenai gambaran radiologis khas
pada masing-masing ileus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi Usus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.1
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif
lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis. 1
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua

ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar


dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua
lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium.2
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. 1,2
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas
dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan
lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai
fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu
dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga
pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan
sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.1,2

Gambar 1. Anatomi usus


II.1.1 Histologi
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:2
1.

Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas
duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian
pada sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum
bersatu pada tepi usus.

2.

Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica
muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang
tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan
dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus.
Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara
kedua lapisan otot.

3.

Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis
mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan
pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan
neuroplexus meissner.

4.

Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum,
tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara
transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas

permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:


1.

Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang


dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam
lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini
menyerupai bulu pada radiogram.

2.

Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang


jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi
panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan
menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.

3.

Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1


pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop
elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya

hanyalah sekitar 2.00 cm. Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama
menambah luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu menigkat seribu kali
lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja.
Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga
pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan
demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang
taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan
mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn

(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
daripada usus halus.
II.1.2 Vaskularisasi
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat
di bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum
yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu
cabang

arteri

gastroduoodenalis.

Sedangkan

separoh

bawah

duodenum

diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri


mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan
ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade.
Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah
dikembalikan lewat vena messentericus superior yang menyatu dengan vena
lienalis membentuk vena porta.2
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :
(1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika
inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2)
sigmoidalis, (3) rektalis superior.2
II.1.3 Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe
ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejenum dan
ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya
mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal
arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak

nodi lymphatici mesentericus

dan akhirnya

mencapai nodi lymphatici

mesentericus superior.2
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens
dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesentericus inferior.2
II.1.4 Persarafan Usus
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang
aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat
pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa. 2,3
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis
dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta

perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai


efek berlawanan.2,3
II.1.4.1. Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal
Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut
sistem saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari
esophagus dan memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini
sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah keseluruhan pada medulla spinalis;
hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik untuk mengatur fungsi
gastrointestinal.2,3
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar
yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus
Mienterikus atau pleksus auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus
submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di dalam submukosa. Pleksus
Mienterikus

terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus

submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.2,3


Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan
parasimpatis. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya,
tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem
parasimpatis dan simpatis dapat mengaktifakan atau menghambat fungsi
gastrointestinal lebih lanjut.2,3
Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal
atau dinding usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem
enterik juga ke ganglia prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan
melalui saraf simpatis ke medulla spinalis dan yang lainnya berjalan melalui saraf
vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini mengadakan refleks-refleks local di
dalam usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan kembali ke usus baik
dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem saraf pusat.2,3

II.1.4.2. Pengaturan otonom traktus gastrointestinal


Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi
cranial dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio mulut
dan faring dari saluran pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir seluruhnya
berasal dari saraf vagus. Saraf ini member inervasi yang luas pada esophagus,
lambung pankreas dan sedikit ke usus sampai separuh pertama bagian usus besar.
Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral medulla spinalis kedua, ketiga dan
keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke separuh
bagian distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari usus besar
diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian
usus yang lain.3
Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus
gastrointestinal berasal dari medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian
besar preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medulla ,
memasuki rantai simpatis dan berjalan melalui rantai ke ganglia yang letaknya
jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion mesenterikus. Ujung-ujung
saraf simpatis mensekresikan norepineprin.3
Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan
yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.3
II.1.4.3. Refleks-refleks gastrointestinal
1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik.
Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic,
kontraksi campuran, efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak
yang jauh dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk
menyebabkan pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon
dan usus halus untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung
(refleks enterogastrik) dan refleks dari kolon untuk menghambat

pengosongan isi ileum ke dalam kolon (refleks kolonoileal).


3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas
motorik dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan
umum pada seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi. 3
II.2 Fisiologi Usus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahanbahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. 3
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.3
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi
optimal dan suplai kontinu isi lambung. 3
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:
1.

Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran


pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana
gerakan ini pada setiap segmen akan berbeda tingkat kecepatannya sesuai
dengan fungsi dari regio saluran pencernaan, contohnya gerakan
propulsif yang mendorong makanan melalui esofagus berlangsung cepat

10

tapi sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya pencernaan


2.

dan penyerapan makanan bergerak sangat lambat.


Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur
makanan dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada
usus.3
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,

lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel
tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti. 3
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase
pancreas, hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel
kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian
mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen
usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk
kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan
apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki
lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke
vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam
ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung
empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali
dalam 24 jam. 3
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses
proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh
enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan
proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu
peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk
diabsorpsi. 3
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati
menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian

11

disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa,
dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim
laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di
dalam mikrovili brush border sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi
monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa,
galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta. 3
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan
duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi.
Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif.
Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau
secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen.
Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum,
dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi
secara difusi pasif. 3
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung. 3
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 liter/hari. 3
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan
pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0

12

cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi.3
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10-10/gram. Anaerob >
aerob. Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting
vitamin K. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari.3
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot
polos dan integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi yang
terjadi sepanjang saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic, mekanisme
saraf dan kimia. Kekacauan mekanisme yang mengatur fungsi motorik
pencernaan ini dapat menyebabkan motilitas usus berubah. 3
Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat (SSP),
saraf otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang bebas dari
sistem saraf perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi dalam dua pleksus
ganglion (Gambar 22-2). Pleksus myenteric yang lebih besar, juga dikenal sebagai
pleksus Auerbach, terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular dari
externa muskularis; pleksus ini berisi neuron yang bertanggung jawab atas
motilitas gastrointestinal dan regulasi output enzimatik dari organ-organ yang
berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih kecil disebut sebagai pleksus
Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan usus sel otot polos, tetapi juga
memainkan peran penting dalam fungsi aferen visceral.3
Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam
mengatur aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran
pencernaan. Sebuah komponen penting dari sistem kontrol myogenic adalah
kegiatan pacu listrik yang berasal dari sel-sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC
membentuk sistem alat pacu jantung nonneural terletak di antara lapisan otot
sirkuler dan longitudinal dari usus kecil. Gelombang lambat dari usus kecil,
biasanya disebut sebagai aktivitas kontrol listrik (ECA) dan potensi perintis (PP),
berasal dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus Auerbach. Selain

13

menghasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tampaknya berfungsi sebagai


perantara antara neurogenik (ENS) dan myogenic sistem kontrol karena mereka
secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot polos gastrointestinal.3
Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos
gastrointestinal selama periode depolarisasi dari membran potensial, hanya terjadi
jika ada neurotransmiter seperti asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung
dari banyaknya panjang dari segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik
dan panjang segmen neurokimia bersebelahan yang diaktifkan kontrol saraf
ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi lagi menjadi aliran
parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan torakolumbalis simpatik. Saraf
kranial terutama melalui saraf vagus, yang mempersarafi saluran pencernaan dari
lambung ke usus besar kanan dan terdiri dari serat preganglionik kolinergik yang
bersinaps dengan ENS. Pasokan serat simpatis ke perut dan usus kecil muncul
dari tingkat T5 sampai T10 dari kolom intermediolateral sumsum tulang belakang.
The celiac prevertebral, mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia
simpatis memainkan peran penting dalam integrasi impuls aferen antara usus dan
SSP. 3

14

II.3 Ileus
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus dibagi
mwnjadi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.4
II.3.1 Ileus Obstruktif
Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu.Ileus obstruktif disebut juga ileus
mekanik.4
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan atas:4,5
Letak tinggi: duodenum sampai jejunum
Letak rendah: kolon sigmoid rectum
Obstruksi letak tinggi dan letak rendah di batasi oleh iliocecal junction
Berdasarkan stadiumnya, ileus obstruktif dibedakan atas:4,5

Parsial: menyumbat sebagian lumen


Simple/komplit: menyumbat seluruh lumen
Strangulasi: simple dengan jepitan vasa

Etiologi
Ileus obstruktif disebabkan oleh berbagai hal:
a. Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat adanya peritonitis setempat atau
umum. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal
maupun multiple, mungkin setempat maupun luas.7
b. Hernia

15

Kelemahan atau defek pada dinding rongga peritoneum memungkinkan


penonjolan keluar suatu kantong peritoneal (kantong hernia) sehingga
segmen suatu dalaman dapat terjepit.7
c. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum.
Obstruksi bisa terjadi dimana-mana pada bagian usus halus, tetapi
biasanya di ileum terminal, tempat lumen paling sempit. Cacing tersebut
menyebabkan kontraksi lokal dinding usus yang disertai reaksi radang
setempat. 7
d. Invaginasi
Umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon
asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektrum, dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis. Pada bayi dan anak-anak biasanya
spontan dan irreversible, sedangkan pada dewasa jarang terjadi.7
e. Volvulus
Pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus halus
f.
g.
h.
i.

agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di bagian ileum.7


Kelainan kongenital
Gangguan passase usus dapat berupa stenosis maupun atresia.7
Radang kronik
Tumor
Tumpukan sisa makanan

16

Patofisiologi

17

peritoneum
Pelepasan bakteri
dan Toksin dari
Usus yang
Nekrotik

II.3.2 Ileus Paralitik


Definisi

Peritonitis
Septikemia

Ileus paralitik atau adynamic ileus atau keadaan dimana usus gagal, tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik
ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit
primer, seperti tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut, toksin
dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus
paralitik merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya
peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.6
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.6
Ileus paralitik terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa
adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal
untuk mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi
menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus. 6
Klasifikasi
Berdasarkan Klasifikasinya Ileus paralitik terbagi men jadi dua, yaitu:
1. Ileus Paralitik Generalisata
a. Dilatasi usus halus dan usus besar
b. Gambaran air fluid level yang panjang
c. Biasa hanya pada pasien post operasi
2. Ileus Paralitik Lokalisata
a. Dilatasi persisten hanya pada usus 1-2 loop dari usus halus atau
usus besar
b. Terdapat gas di rektum atau sigmoid

Etiologi

18

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada proses intraabdominal seperti
pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan), sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia) dan obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam).8
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus. 8
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka. 7,8
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit.7,8

Beberapa penyebab terjadinya ileus:7

19

A. Trauma abdomen
B. Pembedahan perut (laparatomy)
C. Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
D. Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
E. Iskemia usus (Mesenterika emboli, trombosis iskemia)
F. Cedera tulang (Patah tulang rusuk atau Vertebral Retak misalnya kompresi
lumbalis Retak )
G. Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic
Selain itu dapat disebabkan juga akibat neurogenik yang merupkan refleks
inhibisi dari saraf afferent berupa incisi pada kulit dan usus pada operasi
abdominal atau refleks inhibisi dari saraf efferent yang menghambat pelepasan
20

neurotransmitter asetilkolin.7,8
Begitu pula dengan adanya hubungan hormonal. Dalam hal ini,
kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak
dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat
dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu
kedalam usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam
mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi.
Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena
itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung
empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk
memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus
gastrointestinal bagian atas.7
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan
sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung
sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
Penyebab dari Inflamasi dipengaruhi oleh makrofag yang melepaskan
proinflammatory cytokines (NO). Serta, prostaglandin inhibisi yang menyebabkan
kontraksi otot polos usus.7
Proses terjadinya ileus mekanik maupun non mekanik memiliki kemiripan
setelah terjadinya obstruksi, tanpa memandang penyebab obstruksi tersebut
apakah karena penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan yang tampak adalah
bila ileus tersebut disebabkan oleh penyebab non mekanik maka peristaltik usus
dihambat dari permulaan, sedangkan pada ileus karena penyebab mekanik maka
peristaltik mula-mula kuat kemudian bertambah pelan sampai akhirnya hilang.7
Semua etiologi ileus menyebabkan usus di bagian distal kolaps, sementara
bagian proksimal berdilatasi. Usus yang tersumbat awalnya berperistaltik lebih
keras sebagai usaha alamiah dan akhirnya pasase usus jadi melemah dan hilang.
Usus yang berdilatasi menampung cairan dan gas yang merupakan hasil
akumulasi cairan dan gas yang menyebabkan distensi usus. Distensi usus tidak

21

hanya pada daerah sumbatan tapi dapat menjalar ke daerah proksimal. Distensi
yang menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah
berkurang (iskemik) dan dapat terjadi perforasi.7
Usaha usus untuk berperistaltik disaat adanya sumbatan menghasilkan
nyeri kolik abdomen dan penumpukan kuman dalam usus merangsang muntah.
Pada obstruksi usus dengan stranguasi, terdapat penjepitan yang menyebabkan
gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis kemudian gangren.
Gangren ini kemudian menyebabkan tanda toksis yang terjadi pada sepsis yaitu
takikardia, syok septik dengan leukositosis.7
Manifestasi Klinis
Gambaran klinik untuk obstruksi ileus sangat mudah dikenal, tidak
tergantung kepada penyebab obstruksinya. Hanya pada keadaan strangulasi, nyeri
biasanya lebih hebat dan menetap.8
Obstruksi ileus ditandai dengan gambaran klinik, berupa nyeri abdomen
yang bersifat kolik, muntah-muntah dan obstipasi, distensi intestinalis, dan tidak
adanya flatus. Rasa nyeri perut dirasakan seperti menusuk-nusuk atau rasa mulas
yang hebat, umumnya nyeri tidak menjalar. Pada saat datang serangan, biasanya
disertai perasaan perut yang melilit.8
Bila obstruksi tinggi, muntah hebat bersifat proyektil dengan cairan
muntah yang berwarna kehijauan. Pada obstruksi rendah, muntah biasanya timbul
sesudah distensi usus yang jelas sekali, muntah tidak proyektil dan berbau
feculent, warna cairan muntah kecoklatan.8

Gambaran klinis ileus paralitik pada umumnya sama dengan ileus


obstruktif terdapat juga perbedaannya:
Ileus paralitik

Ileus obstruktif

22

Nyeri
Darm contour
Darm steifung
Bunyi bising usus
Rectal toucher

Kontinu
+
menghilang
terowongan

Kolik
+
+
Meningkat
Kolaps

Sedangkan pada ileus paralitik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya
gerakan usus yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas
simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen,
gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam,
kolon 3-5 hari.8
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.8
Patofisiologi
Ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal.
Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: yaitu dengan tahap
melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos dan pada tahap melalui
pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik.
perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan
makanan melalui traktus gastrointestinal. 7
Gambaran Radiologi

23

1. Foto Polos Abdomen


Ileus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara
mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu
pemeriksaan abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu
persiapan. Pada kasus abdomen akut diperlukan pemeriksaan 3 posisi,
yaitu:9

Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertical, dengan

proyeksi antero-posterior (AP)


Duduk atau setengah duduk atau berdiri (erect), bila

memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP


Tiduran miring ke kiri ( left lateral decubitus ), dengan arah
horizontal, proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat


mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu dipersiapkan ukuran
kaset dan film ukuran 35x 45cm. Hal hal yang dapat dinilai pada foto
foto di atas ialah:9
a) Posisi terlentang (supine)
- Dinding abdomen, yang penting yaitu: lemak preperitoneal kanan
-

dan kiri baik atau menghilang.


Garis psoas kanan dan kiri: baik, menghilang atau adanya

pelembungan (bulging).
- Batu yang radioopak, kalsifikasi atau benda asing yang radioopak.
- Kontur ginjal kanan dan kiri.
- Gambaran udara usus :
Normal
Pelebaran lambung, usus halus, kolon
Penyebaran dari usus usus yang melebar
Keadaan dinding usus
Jarak antara dua dinding usus yang berdampingan
b) Posisi duduk atau setengah duduk atau tegak ( Erect)
- Gambaran udara bebas di bawah diafragma
c) Posisi tiduran miring ke kiri ( left lateral dekubitus)
- Hampir sama seperti posisi duduk, hanya udara bebas letaknya
antara hati dengan dinding abdomen.9
Foto polos abdomen

anterior-posterior dan lateral dapat menunjukan

adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung dan

24

duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara dengan cairan (airfluid level). 5,9
Foto dengan kontras dapat menunjukan adanya obstruksi, baik bagian
proksimal maupun distal. Malrotasi dengan volvulus midgut patut dicurigai bila
duodenojejunal junction berada di lokasi yang tidak normal atau ditunjukan
dengan letak akhir dari kontras berada. Foto dengan kontras juga dapat
menunjukan obstruksi bagian bawah, dilakukan juga pada pasien dengan gejala
bilious vomiting untuk mencurigai adanya penyakit Hirschsprung, meconium plug
syndrome dan atresia.5,9
Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya pelebaran usus dan
hanya 40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun pemeriksaan
radiologi hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering diperlukan pada
obstruksi ileus yang sulit atau untuk dapat memperkirakan keadaan obstruksinya
pada masa pra-bedah.5,9

25

Foto 1. Gambaran Coil spring dan Herring Bone sign

Ileus obstruktif letak tinggi

26

Foto 2. Gambaran Ileus obstruktif letak tinggi


Pada ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di proksimal
sumbatan (sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus dibagian
distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi memberikan
gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal
dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus yang
sirkular menyerupai kostanya. Tampak gambaran air fluid level yang pendekpendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena
cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.9

Ileus Obstruksi Letak Rendah


27

Foto 3. Gambaran Air fluid level yang panjang pada kasus ileus.
Pada ileus obstruktif letak rendah tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan
(sumbatan di kolon) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
28

membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan
gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen.
Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti
tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam
usus halus yang terdistensi dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.10

Foto 4. Gambaran Ileus Paralitik pada Anak

29

Semilunar
shadow

Foto 5. Gambaran free air berupa semilunar shadow pada perforasi akibat ileus
Ileus Paralitik Generalisata

Foto 6. Pasien pasca-bedah dua hari setelah hemikolektomi kanan. Ileus paralitik
generalisata tanpa tanda-tanda obstruksi atau udara bebas intraperitoneal

Ileus Paralitik Lokalisata

30

Foto 7. Single x-ray (kiri) menunjukkan loop usus kecil melebar (sentinel loop).
USG (kanan) menunjukkan ileus fokus dengan perubahan inflamasi dalam
kaitannya dengan apendisitis akut.
Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster
sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus
yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang
sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi
tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek
yang berbentuk seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus
halus dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.9,10
2. CT - Scan
CT- Scan (Computed Tomograhy Scan) merupakan metode body imaging
dimana sinar X yang sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan mengatur
jumlah sinar x yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari targetnya.
Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan dalam bentuk
potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan, diperbesar maupun di
cetak dalam bentuk film. Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto

31

polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CTScan akan mempertunjukkan


secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan
peritoneum. CTScan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.11,12
Pada gambaran CT dan MRI contohnya volvulus gaster dapat bervariasi.
Lokasi hernia diafragma, letak puntiran serta posisi akhir dari lambung dapat di
determinasikan.CT dan MRI bukan merupakan baku utama untuk menegakkan
volvulus gaster. Namun beberapa ahli berpendapat dengan rekonstruksi
multiaksial dapat dipilih untuk menggantikan penggunaan barium, terutama pada
pasien-pasien dengan kasus akut yang tidak mampu dengan pemeriksaan
fluoroscopy. 11,12

Foto 8. CT-Scan menunjukan gambaran dilatasi usus dengan Air fluid level.

32

Foto 9. Gambaran CT- scan Pneumotosis Intestinal


CT scanning mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk
mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Pengambilan titik
transisi di beberapa lokasi dengan CT scan signifikan untuk mendiagnosis
volvulus. Penelitian Shandu, 2007, menyatakan bahwa titik transisi yang
berhubungan dengan volvulus cenderung terlokasi lebih dari 7 cm anterior spinal.
The Whirl Sign merupakan gambaran khas pada CT scan yang menunjukan
adanya volvulus. Arah putaran volvulus juga dapat dilihat pada CT scan.13

33

Foto 10. CT Scan menunjukan gambaran khas The Whirl Sign (panah);
Volvulus intestinal (kanan) dan Volvulus Midgut (kiri).
Diagnosis ini jarang ditegakkan melalui gejala klinis, 50% ditegakan
melalui gambaran radiologi dengan karakteristik coffe bean atau tear drop
(bascule) appearances. Foto dengan kontras barium beresiko terjadi perforasi
karena agar kontras barium mencapai kolon bagian kanan, insuflasi yang ekstensif
diperlukan. Namun jika diagnosis belum dapat dipastikan dari foto, kontras water
soluble dapat dimasukan melalui kolonoskopi. Laparotomi juga dapat dilakukan

dalam rangka diagnosis volvulus.13

Foto 11. Coffee bean appearance; gambaran di tengah bawah abdomen terlihat
dilatasi usus; khas pada volvulus sekum dan sigmoid.
Berdasarkan penelitian, volvulus sigmoid paling sering terjadi diantara
volvulus lainnya. Volvulus sigmoid ditegakan melalui gambaran radiologi foto
polos abdomen dimana menggambarkan karakteristik "omega" atau "inverted
loop". Pada kasus yang meragukan, foto dengan kontras dapat menunjukan

34

adanya gambaran "beaked apperances" yaitu gambaran seperti paruh burung di


bagian kolon sigmoid.14

Foto 12. Birds Beak appearance; foto kontras khaspada volvulus sigmoid dan
sekum.
Diagnosis banding
Masalah yang perlu dipertimbangkan umum untuk ileus adalah pseudoobstruksi, juga disebut sebagai sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii
dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya
gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus
sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang
berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus
melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat
tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat
berkontribusi untuk kondisi ini. 12,13
Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien
dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis

35

dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil.
Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang berpindah dan
bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus
kecil.13,14
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa
sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari
foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan
pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.14

Foto 13. Ogilvie syndrome, pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi.


Perhatikan besar dilatasi kolon, terutama kolon kanan dan sekum.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika
diameter caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi
adalah 50% jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas

36

usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudoobstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan
pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine
diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan jantung untuk
mengamati

efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus diberikan.

Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan
terakhir. Selain itu, Obstruksi mekanik usus juga dapat dijadikan diagnosis
banding. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,
intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut
berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting
suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika
katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata
jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi. Menegakkan diagnosis dari
obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan pencitraan endoskopi menggunakan

kontras.15,16

37

Foto 14. Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri.
Perhatikan tidak adanya gas usus sepanjang usus besar.
Tabel 1. Berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan
obstruksi mekanis.16
Gejala

Ileus
sakit

Pseudo-obstruksi
perut, nyeri
kram

kembung,

mual, konstipasi,

muntah, konstipasi

Mekanikal Obstruksi
perut,
nyeri kram perut,

obstipasi, konstipasi, obstipasi,

mual, muntah, anoreksia

mual,

muntah,

anoreksia
Temuan

Silent

abdomen, Borborygmi,

Pemeriksa

kembung, timpani

an Fisik

gelombang

timpani, Borborygmi,
peristaltik, timpani, gelombang

bising usus hiperaktif atau peristaltik,

bising

hipoaktif, distensi, nyeri usus hiperaktif ayau


terlokalisasi

hipoaktif,

distensi,

nyeri terlokalisasi
Gambaran

dilatasi usus kecil dilatasi usus besar yang Bow-shaped loops in

Radiografi

dan

besar, terlokalisir,

diafragma

diafragma ladder

meninggi

pattern,

berkurangnya

meninggi

kolon

di

gas
distal,

diafragma

agak

tinggi, air fluid level.

Tabel 2. Perbandingan Klinis Berbagai Ileus.16

Jenis Ileus

Nyeri Usus

Distensi

Muntah

Bising Usus

Ket. Abdomen

Obstruksi

++

+++

Meningkat

+++

Meningkat

tinggi
(kolik)
Obstruksi

+++

38

rendah

(Kolik)

Lambat,
fekal

Obstruksi

++++

++

+++

Tak tentu

strangulasi
(terus-

biasanya

menerus,

meningkat

terlokalisir)
Paralitik

++++

Menurun

Oklusi

+++++

+++

+++

Menurun

vaskuler
Tatalaksana
Ileus obstruksi
Pengelolaan ileus obstruktif adalah sebagai berikut:6

Pemasangan sonde lambung


Penderita dipuasakan
Perbaikan kadar elektrolit
Tindakan bedah diperlukan bila terjadi:6
Strangulasi
Obstruksi totalis
Hernia inkarserata
Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif

Ileus paralitik
Pengelolaan ileus paralitik adalah dengan konservatif. Tindakannya berupa
dekompresi dengan pipa nasogastrik, menjaga cairan dan elektrolit,
mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang
adekuat.6,16
Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu
sendiri.Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan

39

usus terjadi, operasi menjadi perlu untuk membuang jaringan nekrotik. Bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

BAB III
PENUTUP

40

Ileus obstruksi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi


karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyumbatan lumen usus. Pemeriksaan radiologi pada
ileus obstruktif akan tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan dan kolaps usus
di bagian distal sumbatan. Jika ileus obstruktif berlangsung lama maka bisa terjadi
ileus paralitik.
Sedangkan, Ileus paralitik merupakan suatu keadaan dimana usus gagal
atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.
Pemeriksaan radiologi pada ileus paralititk akan menunjukkan adanya dilatasi
usus secara menyeluruh dari gaster sampai rektum.
Hal ini dapat didiagnosis dengan berbagai cara salah satu dengan
pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan penunjang pada kasus ileus ini dapat
dilakukan dengan Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan Rdiologi yang dapat
dilakukan antara lain pemeriksaan foto polos abdomen, foto abdomen tiga posisi
dan CT - scan.
Perlunya pengetahuan penegakan diagnosis ini demi memberi pelayan
medis secara tepat untuk penatalaksanaan kasus ileus yang tidak jarang
menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

41

1. C. Pearce, Evelyn, Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia,


2002.
2. Daniel S. Wibowo, Anatomi Tubuh Manusia , Jakarta: Gramedia, 2004
3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2. Jakarta:
EGC. 2001.
4. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ, Sleisenger MH (2006). "Intestinal
Obstruction and Ileus". Sleisenger & Fordtran's Gastrointestinal and
Liver Disease (8th ed.). Elsevier Saunders.
5. Rasyad Sjahriar. Radiologi Diagnosis. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI. 2009.
6. Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
7. Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.
8. Alief. M, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI.
9. Herring W. Learning radiology: recognizing the basics. Ed 2nd. New York:
Elsevier Saunders. 2011.
10. DeBlieux P, Mills L. Plain film evaluation of the abdomen in Fox JC.
Clinical emergency radiology Cambridge: Cambrigde University Press.
2008.
11. Juhl JH, Crummy AB. Essentials of radiologic imaging. Ed 6th.
Philadelphia: J.B Lippincott Company. 1998.
12. Gelfand DW. Gastrointestinal Radiology. New York: Churcill Livingston.
1984.
13. Shirakabe H, Nishizawa M, Maruyama M, Kobayashi S. Atlas of X-ray
diagnosis of early digestive disease. Ed 2nd. Tokyo: Igaku Shoin Ltd.
1981.
14. David A. Imagining for student : Gastrointestinal System. 2nd edition,
New York: Oxford University press inc. 2005.
15. Davin Sutton. A textbook of Radiology & Imaging. Fifth edition. Volume
2. New York: Churcill Livingston. 1992.
16. Djumhana, Ali. Buku Ajaran Penyakit Dalam, jilid II. Edisi III. Jakarta:
Depaertemen Ilmu Penyakit Dalam FK UKI. 2001.

42

Anda mungkin juga menyukai