Anda di halaman 1dari 2

Tahun ini, selama kurang lebih 6 bulan, masyarakat di Pulau Sumatera dan

Kalimantan hidup dengan kepungan asap yang menyesakkan. Namun, hal ini
bukan hal yang pertama kali terjadi di tanah air kita yang tercinta ini. Bencana
asap sudah merupakan agenda tahunan, terutama bagi penduduk di Pulau
Kalimantan dan Sumatera. Menurut laporan dari pihak yang berwajib, sumber
asap banyak ditemukan di daerah perkebunan kelapa sawit dan pohon penghasil
kertas. Tuduhan pun ditunjukkan kepada para pengusaha dari perkebunan kelapa
sawit dan produsen kertas. Tujuannya, agar tanaman yang sudah panen dapat
segera dikosongkan dan diganti dengan tanaman yang baru, Caranya? Tentu saja
dengan dibakar. Namun sayangnya, sampai kini, belum ada pihak yang angkat
bicara untuk bertanggung jawab atas bencana ini.
Puncaknya, September lalu udara di Riau sudah mencapai level berbahaya yakin
984 psi. Angka ini sudah melebihi dari batas Indeks Standar Pencemaran Udara
(ISPU) yang menetapkan bahwa level berbahaya berada diantara 300-500 psi. Ini
menyatakan bahwa udara di Riau merupakan udara mematikan untuk dihirup
setiap harinya. Bisa terbayang tidak bagaimana penderitaan masyarakat Riau
yang harus bernafas diiringi racun setiap harinya?
Tak hanya dari dalam negeri, berbagai komplain juga datang dari beberapa
negeri tetangga. Terdekatnya, Malaysia dan Singapura. Jarak kedua negara ini
dapat terbilang cukup dekat dengan dua provinsi berasap Indonesia. Dalam
situasi ini, dengan entengnya semua menyalahkan masyarakat Indonesia.
Negara tetangga beranggapan bahwa pihak pemerintah Indonesia bertindak
lelet dalam menghadapi persoalan yang terkategorikan sebagai bencana
nasional. Sebab tak main-main, tingkat ISPU di Kuala Lumpur dan Singapuru
sudah mencapai di angka 201-300 psi yang sudah mendekati level berbahaya
dan merupakan kekhawatiran bagi negara itu sendiri.
Bicara masalah pemerintah, media juga geger akan adanya Pemerintah
Gubernur Kalimantan Tengah yang mengizinkanpembukaan lahan membakar
hutan. Peraturan ini tertulis jelas dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah
Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Pekarangan Bagi
Masyarakat di Kalimantan Tengah yang mengizinkan pembakaran hutan. Pergub
ini ditandatangani oleh Gubernur Kalimantan Tengah yang saat itu menjabat
Agustin Teras Narang. Saat diminta keterangan mengenai peraturan ini, Bapak
Narang dengan tegas mengatakan bhawa surat ini dilegalisir langsung oleh
Menteri dan Presiden yang saat itu menjabat. Yakni, pada zaman orde Susilo
Bambang Yudhoyono.
Dalam Pergub tersebut tertulis jelas bahwa pembakaran diizinkan apabila pihak
yang akan melakukan kegiatan pembakaran lapor dan membuat surat izin
terlebih dahulu. Namun pada dasarnya banyak masyarakat Indonesia yang hidup
dengan pemikiran peraturan ada untuk dilanggar. Yang menjadikan bahwa
adanya pergub ini merupakan lampu hijau bagi para oknum yang membakar
dengan dasar bahwa pembakaran lahan itu diizinkan, namun mengabaikan poin
poin penting dibawahnya, yaitu melapor dan membuat perizinan kepada pihak
yang berwajib.

Bencana yang terjadi kurang lebih 4 bulan ini menghasilkan berbagai dampak di
berbagai sektor yang tidak hanya terjadi intern di provinsi tersebut namun juga
berdampak kepada seluruh negeri ini. Contohnya hampir seluruh Pulau Sumatera
dan Kalimantan diliputi asap, hal inimenyebabkan banyak masyarakat
mengalami gangguan pernapasan, dari sesak napas biasa sampai di tingkat
Infeksi Saluran Pernapasan Akut.Tebalnya asap juga mempengaruhi jarak
pandang mata sehingga sangat berbahaya apabila berkendara. Selain itu
banyaknya penerbangan yang harus dicancel akibat tebalnya asap sehingga
tidak memungkinkan untuk melakukan take off atau landing. Tak hanya itu, asap
yang kian tebal mengakibatkan banyak orang yang enggan keluar rumah,
sehingga banyak sekolah yang meliburkan diri karena kesulitan para murid dan
guru untuk pergi kesekolah dan asap yang semakin tebal.
Setelah sekian lamanya, akhirnya pemerintah Indonesia pun mulai menggulung
lengan bajunya. Perintah untuk membuka posko posko darurat di berbagai titik
pun dikerahkan. Disana, masyarakat dapat memperoleh bantuan berupa suplai
oksigen dengan gratis dan penanganan awal. Apabila kondisi pasien memburuk,
rumah sakit sudah dikerahkan untuk membuka kamar untuk perawatan pasien
secara intensif yang lagi-lagi secara cuma-cuma. Selain itu, sebanyak 24.000
prajurit TNI sudah dikerahkan untuk pemadaman api melalui jalur darat. Tak
tanggung-tanggung Indonesia juga mengerahkan 25 pesawat untuk
memadamkan api lewat jalur udara dan meminjam pesawat dari beberapa
negara, diantaranya ialah Singapura, Malaysia, Australia, Rusia, dan Amerika
Serikat. Tak hanya itu, dikabarkan bahwa Indonesia juga akan menerima bantuan
dari Jepang berupa bahan bahan kimia untuk menanggulangi kebakaran dan
bantuan dari Kanada berupa pakar yang ahli menangani kebakaran gambut,
karena di Kanada sendiri kebakaran gambut merupakan peristiwa yang cukup
sering terjadi.
Setelah 4 bulan hidup dibawah langit kelabu, kemarin kabar gembira sudah
mulai terdengar. Tercatat, udara sudah turun hingga di angka 100 psi, langit pun
mulai membiru. Posko-posko yang tadinya penuh dengan antrean panjang, kini
mulai sepi. Banyak masyarakat yang mulai keuar rumah namun tetap dengan
masker tebal. Namun sayangya, keadaan ini belum bisa bertahan karena
dipastikan bahwa keadaan udara di Sumatera dan Kalimantan hanya dapat
kembali normal apabila turun hujan.
Sebagai suatu bangsa, bencana itu sudah pasti terjadi, namun alangkah baiknya
apabila kita melihat hal tersebut bukan sebagai musibah namun sebagai suatu
test dimana seluruh bangsa ini akan diuji keteguhannya. Selain itu, cobaan
seperti ini seharusnya menjadi pelajaran bagi setiap orang untuk tidak diulangi
lagi di masa yang akan mendatang, karena hal ini tidak hanya berdampak pada
satu individu namun berdampak pada seluruh negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai