Anda di halaman 1dari 16

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Inkongbudo


Penggunaan tanaman air sebagai biofilter atau Inkongbudo
sebenarnya sudah banyak dikembangkan di berbagai negara. Hal ini
karena tanaman air yang dijadikan agen pengendali mempunyai
kemampuan untuk menyerap nutrisi dan polutan dari air limbah.
Secara prinsip, semua jenis tanaman air dapat dijadikan agen
biofilter. Hanya saja, data ilmiah tentang kemampuan berbagai tanaman air
untuk mengelola air limbah sangat terbatas. Sehingga hanya beberapa jenis
tanaman air saja yang populer dijadikan agen biofilter. Salah satunya
adalah Eceng gondok (Eichornia crassipes).
Gagasan penggunaan tumbuhan air sebagai filter biologis sebenarnya
sudah ada sejak lama dan tidak disangsikan lagi keandalannya. Di
beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan Korea
sudah banyak dikembangkan konsep biofilter menggunakan tumbuhan air
berupa teknik pulau apung buatan (artificial floating island).
Teknik ini di Jerman dijuluki dengan schwimmkampen, dan di Jepang
disebut sebagai ukishima, sedangkan di Korea dikenal dengan Inkongbudo.
Inkongbudo (pulau apung buatan) dibentuk oleh sekumpulan tumbuhan air
yang disatukan oleh suatu wahana yang mudah mengapung dan sekaligus
menjadi tempat tumbuhnya.

Gambar 2.1 Struktur Inkongbudo yang diterapkan di Jerman


Pada awalnya, teknik ini diinspirasikan oleh fenomena alam yang
sering dijumpai sebagai pulau apung alami yang terbentuk oleh kumpulan
tumbuhan air. Sebagai contoh, di beberapa perairan, seperti rawa Pening di
Salatiga atau rawa Danau di Banten, struktur seperti ini kerap ditemukan.
Walaupun struktur pulau apung ini biasanya tidak bersifat permanen.
Karena sangat sulit mempertahankan kumpulan tumbuhan yang tetap dan
stabil, sebab mudah rusak oleh hempasan gelombang di perairan atau
hantaman pada tepian. Namun, dalam kondisi tertentu, apabila aliran angin
di atas perairan bertiup lemah dan riak gelombang yang tenang
memungkinkan terbentuknya massa tumbuhan yang berkelompok. Lamakelamaan struktur ini semakin stabil dan menyatu membentuk kumpulankumpulan pulau apung.
Meski demikian dalam beberapa kasus kehadiran pulau apung alami
ini sering kali sulit dikendalikan dan tidak jarang menghasilkan dampak
turunan bagi lingkungan. Dengan laju pertumbuhan yang cepat penutupan
permukaan suatu perairan oleh massa tumbuhan tersebut menjadi sangat
dominan. Lebih lanjut biomassa dari tumbuhan yang mati akan
mengendap sebagai bahan organik dan mempercepat pendangkalan dasar
perairan karena sulit terurai.

Walaupun dalam kondisi yang anaerob ini masih memungkinkan


terjadinya penguraian endapan organik, namun proses ini akan
menghasilkan senyawa beracun. Selanjutnya apabila suatu saat senyawasenyawa ini mengalami proses pengangkatan ke permukaan dapat
membahayakan organisme perairan di atasnya, seperti perikanan karamba
atau jaring apung. Sehingga dalam situasi yang demikian kehadiran
tumbuhan air tersebut berubah statusnya menjadi gulma perairan yang
berbahaya.
Berbeda dengan pulau apung alami di atas, teknik inkongbudo
sebagai pulau apung buatan ini menjadi populer karena peranan
lingkungannya lebih terkendali. Bahkan kehadirannya tidak saja sekadar
sebagai teknologi penjernih dan penyaring air, tetapi juga menciptakan
relung (niche) bagi kehidupan liar dan menambah nilai estetika lanskap
perairan.
Peran inkongbudo sebagai penyerap, penjerap, penjernih atau
penyaring air tidak terlepas dari faktor pemilihan jenis tumbuhan yang
tepat, yang berkaitan dengan toleransi terhadap unsur yang akan disaring,
tetapi juga karakteristik lainnya. Adanya sistem perakaran yang
menggantung dan melayang-layang di dalam air, dengan lapisan-lapisan
menyerupai labirin merupakan wujud saringan dengan penampang yang
luas. Saringan oleh akar ini bukan hanya menyaring unsur terlarut, tetapi
juga substrat berupa lumpur dan tanah yang tidak terlarut, dengan
mekanisme menjerap dan menahan partikel-partikel melayang. Lebih jauh
pada daerah perakaran (rhizosphere) tidak terhitung banyaknya jumlah
bakteri penambat yang berperanan dalam proses penjernihan air melalui
aktivitas organisme mikro ini.
Untuk alasan inilah yang menyebabkan di banyak perairan di
beberapa negara dibangun teknologi inkongbudo. Salah satu contoh

inkongbudo dibangun oleh pemerintah kota metropolitan Seoul di


reservoir Paldang yang terletak di bagian hulu Sungai Han di luar kota.
Di alam sistem biofilter dapat terjadi dengan sendirinya. Kualitas air
yang menampung berbagai bahan racun dari limbah buangan rumah
tangga tersaring secara alami oleh tumbuhan air yang banyak tumbuh di
tepian danau. Tanaman air ini terbukti dapat menyerap zat racun yang
dikeluarkan organisme yang hidup di lingkungan perairan. Zat racun juga
bisa berasal dari limbah seperti logam berat dan bahan polutan lainnya.
Dalam hal ini tanaman air dapat sangat efektif untuk mengontrol
pertumbuhan lumut. Tanaman air juga efektif meningkatkan kadar oksigen
dalam air melalui proses fotosintesis. Dalam hal ini karbondioksida dalam
air diserap dan digantikan oleh oksigen. Proses fotosisntesis dari tanaman
air seperti inilah yang diterapkan pada sistem biofilter melalui tanaman.

2.2 Tanaman Air yang Digunakan dalam Teknik Inkongbudo


Beberapa tumbuhan air dengan massa jenis yang ringan karena
mengandung rongga udara pada bagian akar, tangkai dan helai daun dapat
dimanfaatkan dalam teknik Inkongbudo. Adapun beberapa jenis tanaman
air yang dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut.
2.2.1

Eceng Gondok (Eichornia crassipes)


Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tumbuhan air
mengapung yang berasal dari daerah tropis.

Mempunyai daun yang

berbentuk bulat penuh untuk menjaga agar tidak sobek, tektur kulit yang
kuat, dan permukaan atas hidrofobik untuk menjaga agar tidak basah dan
mempunyai bunga yang berwarna ungu.

Daun Eceng gondok (Eichhornia crassipes) berbentuk bulat telur


dan berwarna hijau segar serta mengkilat bila diterpa sinar matahari.
Daun-daun tersebut ditopang oleh tangkai berbentuk silinder memanjang
yang kadang- kadang sampai mencapai 1 meter dengan diameter 1-2 cm.
Tangkai daunnya berisi serat yang kuat dan lemas serta mengandung
banyak air. Eceng gondok (Eichornia crassipes) tumbuh mengapung di
atas permukaan air (Suhariyuwanto, 2003).

Gambar 2.2 Eceng gondok (Eichhornia crassipes)


Adapun klasifikasi dari tumbuhan

Eceng gondok (Eichhornia

crassipes) adalah sebagai berikut:

Kingdom

Plantae

Subkingdom

Tracheobionta

Divisi

Magnoiophyta

Kelas

Liliopsida

Subkelas

Liliidae

Ordo

Liliales

Famili

Pontederiaceae

10

Genus

Eichhornia

Species

Eichhornia crassipes

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) memiliki dua macam cara


untuk berkembang biak, yaitu dengan biji dan tunas (stolon [bahasa Italia])
yang berada di atas akar. Di samping itu, Eceng gondok (Eichhornia
crassipes)

memiliki

kemampuan

merubah

pH

air

dilingkungan

tumbuhnya. Suhu ideal untuk pertumbuhannya berkisar antara 28 30 C


dengan derajat keasaman (pH) antara 4 12. Dalam air yang jernih serta
sangat dalam apalagi dataran tinggi (melebihi 1.600 m di atas permukaan
laut) Eceng gondok (Eichhornia crassipes) sulit tumbuh dan berkembang
(Suhariyuwanto, 2003).
Menurut beberapa sumber, Eceng gondok (Eichhornia crassipes)
diperkirakan masuk ke Indonesia pada masa pemerintahan Raffless sebagai
gubernur jenderal, tepatnya tahun 1894. Penanaman Eceng gondok
(Eichhornia crassipes) yang berasal dari Brasil tersebut bertujuan untuk
melengkapi

dan

memperindah

suasana

Kebun

Raya

Bogor

(Suhariyuwanto, 2003).
2.2.2

Kiambang (Salvinia molesta)


Kiambang (Salvinia molesta) adalah tumbuhan yang hidup
mengapung pada permukaan air. Biasanya ditemukan di sawah, kolam,
sungai dan saluran-saluran air. Tumbuhan ini dalam bahasa Sunda disebut
Kayambang dan dalam bahasa Jawa disebut Kiambang. Bentuk fisik
tumbuhan tersebut disajikan pada gambar 2.3 berikut (Adrizal, 2005):

11

Gambar 2.3 Kiambang (Salvinia molesta)


Adapun klasifikasi ilmiah dari tumbuhan Kiambang (Salvinia
molesta) adalah sebagai berikut:

2.2.3

Kingdom

Plantae

Subkingdom

Tracheobionta

Divisi

Pteridophyta

Kelas

Filicopsida

Ordo

Hydropteridales

Famili

Salyiniaceae

Genus

Salvinia

Species

Salvinia molesta

Teratai (Nymphaea sp.)


Teratai (Nymphaea sp.) adalah nama genus untuk tanaman air dari
suku Nymphaeaceae. Dalam bahasa Inggris, teratai dikenal sebagai waterlily atau waterlily. Di Indonesia, Teratai (Nymphaea sp.) juga digunakan
untuk menyebut tanaman dari genus Nelumbo (Lotus). Pada zaman dulu,

12

orang memang sering mencampur adukkan antara tanaman genus


Nelumbo seperti Seroja dengan genus Nymphaea (Teratai).

Gambar 2.4 Teratai (Nymphaea sp.)


Tanaman Teratai (Nymphaea sp.) tumbuh di permukaan air yang
tenang. Bunga dan daun Teratai (Nymphaea sp.) terdapat di permukaan
air, keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam
lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa. Tangkai Teratai (Nymphaea
sp.) terdapat di tengah-tengah daun. Daun Teratai (Nymphaea sp.)
berbentuk bundar atau bentuk oval yang lebar yang terpotong pada jari-jari
menuju ke tangkai. Permukaan daun Teratai (Nymphaea sp.) tidak
mengandung lapisan lilin sehingga air yang jatuh ke permukaan daun tidak
membentuk butiran air. Bunga Teratai (Nymphaea sp.) terdapat pada
tangkai yang merupakan perpanjangan dari rimpang. Diameter bunga
antara 5-10 cm.
Adapun klasifikasi ilmiah dari tumbuhan Teratai (Nymphaea sp.)
adalah sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

13

Ordo

: Nymphaeales

Famili

: Nymphaeaceae

Genus

: Nymphaea

Species

: Nymphaea sp.

Beberapa tumbuhan lain yang dapat digunakan dalam teknik


Inkongbudo antara lain sebagai berikut (Pramukanto, 2005):
1.

Cattail (Typha latifolia)

2.

Jajagoan (Echinochloa crus-gaili)

3.

Padi liar (Oryza rufipogon)

4.

Rumput liar (Paspalum sp)

5.

Geligi (Phragmites karka)

2.3 Pencemaran oleh Logam Berat


Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat
aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai,
gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap
kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air
dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda (Anonim, 2008).

14

Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat


hubungannya

dengan penggunaan

logam

tersebut

oleh manusia.

Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber.


Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan
kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk.
Kedua dari hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri. Dalam
neraca global, sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan
pembuangan limbah akhir di lingkungan.
Sejak kasus pencemaran merkuri (Hg) di Minamata Jepang pada
tahun 1953, pencemaran logam berat semakin sering terjadi dan semakin
banyak dilaporkan. Agen Lingkungan Amerika Serikat (EPA) melaporkan,
terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui berbahaya bagi
lingkungan. Di antaranya arsenik (As), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan
kadmium (Cd).
Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya
adalah karena sifatnya yang tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh
organisme hidup yang ada di lingkungan. Akibatnya, logam-logam
tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar
perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan
anorganik secara adsorbsi dan kombinasi.
Logam berat dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia
tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh.
Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim,
sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat
ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau
karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan
dan pencernaan. Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka
tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga
nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila

15

suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi (tercemar)


logam berat maka proses pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.
Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini
yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut
pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1.

Logam berat esensial


Logam berat esensial dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan
oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat esensial adalah seng
(Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), dan mangan (Mn).

2.

Logam berat nonesensial


Keberadaan logam berat nonesensial di dalam tubuh bersifat
racun, Contoh logam berat nonesensia adalah merkuri (Hg), kadmium
(Cd), timbal (Pb), dan kromium (Cr).
Sesungguhnya, istilah logam berat hanya ditujukan kepada logam

yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm 3. Namun, pada
kenyataannya, unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga
dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Beberapa contoh logam berat
yang beracun bagi manusia adalah sebagai berikut:
1.

Timbal (Pb)
Logam timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan, makanan, dan minuman. Logam timbal (Pb) tidak
dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam
tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian. Sisanya akan
terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku,
jaringan lemak, dan rambut.

16

Timbal (Pb) yang terserap oleh ibu hamil akan berakibat pada
kematian janin dan kelahiran prematur, berat lahir rendah bahkan
keguguran. Penelitian menunjukkan bahwa timbal yang terserap oleh
anak, walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan
pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian
berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik. Adanya
Timbal (Pb) dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan
gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan
syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau
kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru.

2.

Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) berpengaruh terhadap manusia dalam jangka
waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya
hati dan ginjal. Secara prinsip, pada konsentrasi rendah berefek
terhadap gangguan pada paru-paru, emphysemia dan renal turbular
disease yang kronis. Kadmium yang terakumulasi di dalam tubuh
dapat mengecoh tubuh dan dianggap kalsium oleh tubuh sehingga
diserap oleh tulang. Kadmium (Cd) jika berakumulasi dalam jangka
waktu yang lama dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan
mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia,
dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan
gangguan kardiovaskuler. Kadmium dapat pula merusak tulang
(osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah.
Kadmium (Cd) lebih mudah terakumulasi oleh tanaman jika
dibandingkan dengan timbal (Pb). Logam berat ini tergabung bersama
timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metals yang
memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia.

17

3.

Arsen (As)
Arsen (As) atau sering disebut arsenik adalah suatu zat kimia
yang ditemukan sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di alam
merupakan bentuk senyawa dasar yang berupa substansi inorganik.
Arsen inorganik dapat larut dalam air atau berbentuk gas dan terpapar
pada manusia.
Arsen (As) yang masuk dan terakumulasi di dalam tubuh dapat
mengganggu daya pandang mata, menyebabkan hiperpigmentasi
(kulit menjadi berwarna gelap), hiperkeratosis (penebalan kulit),
pencetus kanker dan infeksi kulit (dermatitis). Selain itu, arsen (As)
juga

dapat

menyebabkan

kegagalan

fungsi

sumsum

tulang,

menurunnya jumlah sel darah, gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal,


gangguan pernafasan, kerusakan pembuluh darah, varises, gangguan
sistem reproduksi, menurunnya daya tahan tubuh, dan gangguan
saluran pencernaan.
4.

Kromium (Cr)
Kromium (Cr) dalam tubuh dapat berakibat buruk terhadap
sistem saluran pernafasan, kulit, pembuluh darah, dan ginjal.

5.

Tembaga (Cu)
Logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk
semua tanaman dan hewan, termasuk manusia. Logam tembaga (Cu)
diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia. Oleh
karena itu, tembaga (Cu) harus selalu ada di dalam makanan. Yang
perlu diperhatikan adalah menjaga agar tubuh tidak kekurangan dan
juga tidak kelebihan logam tembaga (Cu).

18

Kebutuhan tubuh per hari akan logam tembaga (Cu) adalah 0,05
mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi
tembaga (Cu) pada tubuh manusia normal. Konsumsi tembaga (Cu)
dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut.
6.

Merkuri (Hg)
Merkuri atau hydragyrum (Hg) adalah salah satu logam berat
yang paling banyak mencemari sumber-sumber air di Kalimantan
Barat. Merkuri (Hg) yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat
mengganggu sitem saraf dan sitem enzim yang berguna bagi
metabolisme tubuh. Merkuri (Hg) merupakan racun sistemik dan
diakumulasi di hati, ginjal, limpa, dan tulang.
Walaupun mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum
diketahui dengan jelas, beberapa hal mengenai daya racun merkuri
dapat dijelaskan sebagai berikut (Astawan, 2008):
a. Semua komponen merkuri (Hg) dalam jumlah cukup,
beracun terhadap tubuh.
b. Masing-masing

komponen

merkuri

perbedaan karakteristik dalam daya

(Hg)

mempunyai

racun, distribusi,

akumulasi, atau pengumpulan, dan waktu retensinya di dalam


tubuh.
c. Transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau
di dalam tubuh, saat komponen merkuri (Hg) diubah dari satu
bentuk ke bentuk lainnya.
d. Pengaruh buruk merkuri (Hg) di dalam tubuh adalah melalui
penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk

19

berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam


molekul enzim dan dinding sel.
e. Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri (Hg) biasanya
bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat
disembuhkan.
Merkuri (Hg) mempunyai bentuk kimiawi yang berbeda-beda
dalam menimbulkan keracunan pada mahluk hidup, sehingga
menimbulkan gejala yang berbeda pula. Toksisitas merkuri (Hg)
dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu toksisitas organik
dan anorganik.
Pada bentuk anorganik, merkuri (Hg) berikatan dengan satu atom
karbon atau lebih, sedangkan dalam bentuk organik, dengan rantai
alkil yang pendek. Senyawa tersebut sangat stabil dalam proses
metabolisme dan mudah menginfiltrasi jaringan yang sukar ditembus,
misalnya otak dan plasenta. Senyawa tersebut mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible, baik pada orang dewasa
maupun anak (Astawan, 2008).
Toksisitas merkuri (Hg) anorganik menyebabkan penderita
biasanya mengalami tremor. Jika terus berlanjut dapat menyebabkan
pengurangan pendengaran, penglihatan, atau daya ingat. Senyawa
merkuri organik yang paling populer adalah metil merkuri yang
berpotensi menyebabkan toksisitas terhadap sistem saraf pusat.
Kejadian keracunan metil merkuri paling besar pada makhluk hidup
timbul di tahun 1950-an di Teluk Minamata, Jepang yang terkenal
dengan nama Minamata Disease (Astawan, 2008).
Merkuri (Hg) yang terakumulasi dan terbawa ke organ-organ
tubuh dapat menyebabkan bronkitis, sampai rusaknya paru-paru. Jika
terjadi akumulasi merkuri (Hg) yang tinggi di dalam tubuh maka

20

dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan


pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian dari
otak kecil. Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat
menyebabkan

kerusakan

saluran

pencernaan,

kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut maupun shock.

gangguan

Anda mungkin juga menyukai