Bidang Politik:
Setelah Perang Dunia 1 berakhir, terjadi perubahan dalam politik kolonial Belanda. Politik etis
dan politilkasosiasi yang semula diharapkan dapat mempererat hubungan antara Indonesia
dengan negeri Belanda,mulai ditinggalkan. Pertentangan kepentingan antara pihak nasional
Indonesia dan pihak kolonialis serta kapitalis Belanda semakin tajam. Perbedaan kesejahteraan
yang sangat mencolok antara golongan pribumi dan golongan asing menimbulkan perasaan tidak
puas. Di mana-mana timbul pemberontakan-pemberontakan petani, seperti Jambi (1916), Pasar
Rebo (1916), Cimareme (1918), dan Toli-toli (1920).
Untuk meredakan gejolak yang terjadi di masyarakat, Gubernur Jenderal Van Limburg
Stirum mengeluarkan pernyataan pada bulan November 1918.Ia berjanji akan membentuk
Komisi Peninjauan Kembali yang bertujuan meninjau kekuasaan Volksraad (Dewan Rakyat) dan
struktur administrasi pemerintah Belanda. Namun demikian, masyarakat Belanda sangat
menentang kebijakan tersebut.
Komisi Perubahan beranggotakan orang-orang Belanda dan Indonesia. Laporan tugas
komisi memuat antara lain sebagai berikut:
Hubungan antara Belanda dan Hindia Belanda (Indonesia) perlu diatur kembali berdasarkan
landasan baru.
Pusat kekuasaan perlu dipindahkan ke Indonesia dan Pemerintah Belanda harus mencakup
unsur-unsur pribumi.
sulit untuk mencari penghidupan yang layak. Setelah tanah transmigrasi Lampung dibuka,
banyak keluarga dari Jawa terutama daerah minus yang berangkat pindah ke Lampung.
Tetapi sebagian para transmigran itu ada yang jatuh ke tangan mandor dan makelar kuli
kontrak. Nasib para kuli kontrak sangat buruk. Pada waktu itu tidak ada undang-undang
perburuhan yang melindungi mereka. Para pengusaha perkebunan dan pertambangan
memberikan upah sangat rendah. Pengusaha juga memilki hak istimewa yang disebut hak
poenole sanctie. Dengan hak poenole sanctie ini, para pengusaha dapat meminta bantuan polisi
untuk menangkap kembali para pekerja kontrak yang melarikan diri lalu menjatuhkan hukuman
terhadap mereka. Di daerah tambang batu bara Ombilin (Sawah Lunto) Sumatera Barat,dikenal
kuli-kuli perantauan, yang nasibnya lebih buruk lagi dari pada pekerja kontrak di daerah
perkebunan
Bidang Sosial